Sunday, October 25, 2015

Imam Al-Syafi’i, Imam Hadist Asal Bumisyam. Akidah Imam Syafi’i Tentang Ahlul Bait Dan Tentang Khulafa` Rasyidin

Akidah Imam Syafi’i Tentang Ahlul Bait

24 October 2015
(dalam syait-syair beliau)
Abu Hamzah al-Qomari
Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (204 H) rahimahullah berkata:
آلُ النَّبِيِّ ذَرِيْعَتِيْ *** وَهُمُوْ إِلَيْهِ وَسِيْلَتِـــيْ
أَرْجُوْ بِهِمْ أُعْطَى غَداً*** بِيَدِيْ اْليَمِيْنِ صَحِيْفَتِيْ
Keluarga Nabi adalah sebabku.
Mereka menjadi wasilah (jalan penghubung)ku kepada beliau i .
Aku harapkan sebab mereka, besuk aku diberi
Buku catatanku dengan tangan kananku.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, hal. 40)
●●●
Imam Syafi’I-Rahaimahullah- juga berkata:
قَالُوْا تَرَفَّضْتَ قُلْتُ : كَـــلاَّ *** مَا الرَّفْضُ دِيْنِيْ وَلاَ إِعْتِقَادِيْ
لَكِنْ تَوَلَّيْتُ غَيْرَ شَــــكِّ *** خَيْرَ إِمَامٍ وَخَيْرَ هـَـادِي
إِنْ كاَنَ حُبُّ الْوَلِيّ رّفْضاً *** فَإِنَّ رَفْضِيْ إِلَى اْلعِبَــــادِ
Mereka berkata: “Engkau menjadi Syiah Rafidhah.” Aku berkata: “Sekali-kali tidak!”
Rafidhah bukanlah agama dan keyakinanku.
Akan tetapi aku berwala` (meyakini sebagai wali) tanpa ragu-ragu
Kepada sebaik-baik imam dan sebaik-baik pemberi petunjuk.
Jika kecintaanku kepada Wali itu yang disebut rafdh (menolak)
Maka sifat penolakanku aku tujukan kepada para hamba (yang menuduhku)
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 58)
●●●
Imam Syafi’i juga berkata:
إِذَا نَحْنُ فَضَّلْنَا عَلِياً فَإِنَّنَـــــا *** رَوَافِضُ بِالتَّفْضِيْلِ عِنْدِ ذَوِي الْجَهْلِ
وَفَضْلُ أَبِيْ بَكْرٍ إِذَا مَا ذَكَرْتُـــهُ *** رُمِيْتُ بِنَصْبٍ عِنْدَ ذِكْرِيْ لِلْفَضْلِ
فَلاَ زِلْتُ ذَا رَفْضٍ وَنَصْبٍ كِلاَهُمَا *** بِحُبِّيْهِمَا حَتَّى أُوْسَدَ فِي الرَّمْلِ
Jika kami menyebutkan kelebihan Ali maka kami
Dianggap Syiah Rafidhah sebab tafdhil (menyebut kelebihan Ali) ini, di mata orang-orang jahil
Sedangkan keutamaan Abu Bakar jika aku sebutkan
Maka aku dituduh Nashibah (kelompok yang memusuhi Ahlul Bait), ketika aku menyebutkan kelebihannya
(Biarlah), Aku senantiasa “Rafidhah” (mencintai Ali) dan “Nashibah” (mencintai Abu Bakar) sekaligus
Yaitu dengan mencintai keduanya (Abu Bakar dan Ali /sahabat dan ahlul bait) hingga aku terkubur dalam tanah.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 89)
●●●
Imam Syafi’I -Rahaimahullah- berkata:
إِذَا فِيْ مَجْلِسٍ نَذْكُرُ عَلِيّــاً *** وَسِبْطَيْهِ وَفَاطِمَةَ الزَّكِيَّـةَ
يُقَالُ تَجَاوَزُوْا يَا قَوْمُ هَــذَا *** فَهَذَا مِنْ حَدِيْثِ الرَّافِضَـةِ
بَرِئْتُ إِلىَ الْمُهَيْمِنِ مِنْ أُنَاسٍ *** يَرَوْنَ الرَّفْضَ حُبَّ الْفَاطِمَةِ
Jika dalam suatu majelis kami menyebutkan Ali,
Kedua cucu Nabi serta Fathimah yang suci
Dikatakan kepadaku, ‘tinggalkan ini wahai kaum
Karena ini termasuk obrolan kaum Rafidhah’
Aku berlepas diri kepada Yang Maha Perkasa dari manusia
yang menilai bahwa mencintai Fathimah itu adalah Rafidhah
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 113)
●●●
Imam al-Syafi’I berkata:
يَا رَاكِباً قِفْ بِالْمُحَصَّبِ مِنْ مِنَـى *** وَاهْتُفْ بِقَاعِدِ خَيْفِهَا وَالنَّاهِضِ
سَحَراً إِذَا فَاضَ الْحَجِيْجُ إِلَى مِنَى *** فَيْضاً كَمُلْتَطِمِ الْفُرَاتِ الْفَائِضِ
إِنْ كَانَ رَفْضاً حُبُّ آلِ مُحَمَّـدِ *** فَلْيَشْهَدِ الثَّقَلاَنِ أَنِّيْ رَافِضِـيّ
Wahai pengendara berhentilah di Muhashab*, dari Mina
Dan serukan di tanah datar di Masjid Khaif dan di datarn tingginya
Di waktu akhir malam ketika jamaah haji tumpah ruah di Mina
Meluber seperti air sungai Eufrat yang melimpah:
‘Jika yang dimaksud dengan Rafidhah itu adalah mencintai keluarga Muhammad
Maka silakan jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalah seorang Rafidhi (artinya: seorang yang mencintai Keluarga Nabi)’.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 73)
Muhashshab: Tempat melempar jamarat di Mina
●●●
Imam Syafi’i -Rahaimahullah- berkata:
يَا آلَ بَيْتِ رَسُوْلِ اللهِ حُبُّكُـْم *** فَرْضٌ مِنَ اللهِ فِي الْقُرْآنِ أَنْزَلَهُ
يَكْفِيْكُمْ مِنْ عَظِيْمِ اْلفَخْرِ أَنَّكُمْ *** مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْكُمْ لاَ صَلاَةَ لَهُ
Wahai keluarga Rasulullah, mencintai kalian
Adalah kewajiban dari Allah dalam al-Qur`an yang Dia turunkan
Cukuplah bagi kalian, keagungan dari kebanggaan, bahwa kalian
Bahwa siapa yang tidak bershalawat kepada kalian berarti ia tidak ada shalat baginya.
(Diwan al-Imam al-Syafi’I, 89)*
Malang, 12-Februari 2009
Diedit, Kamis 8 Oktober 2015

Akidah Imam Syafi’i Tentang Khulafa` Rasyidin

24 October 2015  
(dalam syait-syair beliau)
Abu Hamzah al-Qomari
Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (204 H) rahimahullah berkata:
شَهِدْتُ بِأَنَّ اللهَ لاَ شَيْئَ غَيْرُهُ * وَأَشْهَدُ أَنَّ اْلبَعْثَ حَقٌّ وَأُخْلِصُ
وَإَنَّ عُرَى اْلإِيْمَانِ قَوْلُ مُحْسِنٍ * وَفِعْلُ زَكِيٍّ قَدْ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
وَأَنَّ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْفَةُ أَحْمَدَ * وَكاَنَ أَبُوْ حَفْصٍ عَلىَ الْخَيْرِ يَحْرِصُ
وَأُشْهِدُ رَبِّيْ أَنَّ عُثْمَانَ فَاضِلٌ * وَأَنَّ عَلِيًّا فَضْلُهُ مُتَخَصِّصٌ
أَئِمَّةٌ قَوْمٌ يُقْتَدَى بِهُدَاهُمْ * لَحَى اللهُ مَنْ إِيَّاهُمْ يَتَنَقَّصُ
فَمَا لِغُوَاةٍ يَشْتُمُوْنَ سَفَاهَةً * وَمَا لِسَفِيْهٍ لاَ يُجَابُ فَيَخْرُصُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada Sesembahan yang hak selain Dia
Dan aku bersaksi dan saya ikhlash bahwa kebangkitan adalah hak
Dan bahwasanya simpul-simpul iman adalah ucapan orang yang berbuat ihsan
Dan perbuatan orang suci (mukmin), yang terkadang bertambah dan terkadang berkurang
Dan bahwasanya Abu bakar adalah Khalifah Ahmad (Nabi Muhammad)
Dan Abu Hafsh (Umar) sangat menjaga kebaikan
Aku persaksikan pada Tuhanku bahwa Usman adalah utama (unggul di atas Ali)
Sedangkan Ali keutamaannya sangat istimewa
(Mereka adalah) Para imam, kaum yang prtunjuknya dijadikan panutan
Allah melaknat orang yang merendahkan mereka*
●●●
Maka mengapa orang-orang sesat itu mencela karena bodoh
Dan mengapa orang bodoh itu tidak dihiraukan dan menduga-duga**.
*Diwan imam syafii 71
untuk Aqidah Imam Syafi’I baca buku
Mukhtashar Manhaj al-Imam as-syafi’i Fi Itsbat al-Aqidah oleh Syaikh DR. Muhammad al-Aqil

 Imam Al-Syafi’i, Imam Hadist asal Bumisyam

Hasil gambar untuk Imam Al-Syafi'i, Imam Hadits asal Bumisyam
Imam Al-Syafi’i, Imam Hadist asal Bumisyam
Imam al-Syafi’i merupakan salah satu Imam Mujtahid yang menyusun ilmu ushul Fikih secara sistematis. Ilmu fikihnya terpadukan dengan hadis. Muhammad al-Hasan, salah seorang gurunya,  mengatakan, jika para hali hadits bercakap-cakap maka percakapan mereka sesungguhnya melalui lidah Imam al-Syafi’i. Ilmu fikihnya terpadukan dengan hadis. Beliau pernah mengatakan, jika ada hadits shahih, maka itu madzhabku.
Imam al-Syafi’i dilahirkan di bumisyam. Tepatnya di Palestina di kota Gazza pada tahun 105 H. Ia seorang keturunan Bani Quraisy. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam. Rantai silsilahnya adalah, Abu Abdullah bin Idris bin al-Abbas Utsman bin Syafi’i bin al-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muttalib bin Abdul Manaf.
Dikisahkan, bahwa Imam al-Syafi’i dilahirkan pada malam Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Seorang imam meninggal dunia dan saat itu pula lahir seorang imam yang lain.
Imam al-Syafi’i lahir dari keluarga tidak mampu di Palestina. Mereka hidup di dalam perkampungan yang mayoritas dihuni oleh orang-orang Yaman. Ayahnya meninggal dunia ketia beliau masih kecil.
Sejak kecil sudah mendalami bahasa Arab dan gramatikanya. Karena itu, ia pernah tinggal bersama suku Huzail selama sepuluh tahun untuk mempelajari bahasa. Suku Huzail terkenal sebagai suku yang paling baik bahasa Arabnya. Imam al-Syafi’i banyak menghafal syair dan kasidah dari bani Huzail ini.
Beliau mengembara ke berbagai negeri untuk mempelajari Islam. Pertama ke Makkah, Madinah, Irak dan Yaman. Salah satu guru besar utamanya adalah Imam Malik. Kepada Imam Malik beliau belajar langsung di Madinah hingga Imam Malik meninggal dunia.
Guru-gurunya yang lain adalah, dari Makkah: Muslim bin Khalid al-Zinji, Sufyan bin Uyainah, Said bin al-Kudah, Daud bin Abdurrahman, Al-Attar dan Abul Hamid bin Abdul Aziz. Di Madinah: Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’ad al-Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad al-Dawardi, Ibrahim bin Yahya al-Usami, Muhammad Said bin Abi Fudaik dan Abdullah bin Nafi’ al-Saigh. Di Yaman: Matraf bin Mazin, Hisyam bin Yusuf, Umar bin Abi Maslamah dan Abi Laith bin Sa’ad. Dari Irak: Muhammad bin al-Hasan, Waki’ bin al-Jarrah al-Kufi, Abu Usamah Hamad bin Usamah, Ismail bin Attiah al-Basri dan Abdul Wahhab bin Abdul Majid al-Basri.
Madzhab Syafi’i pertama kali berkembang di kota Makkah kemudian ke Baghdad dan Mesir. Pendapat-pendapatnya digali dari gurunya yang utama dari fikih orang Makkah dan orang Irak.
Hadits menjadi perhatian penting dalam penggalian hukum, setelah al-Qur’an. Jika beliau menemui permasalahan hukum, pertama kali beliau mencari hadits Nabawiy untuk panduan memberikan fatwa. Ia menghafal kitab hadits Muwattha’ yang ditulis oleh gurunya, Imam Malik.
Ia pernah berkata: “Di mana saja bumi membawaku dan di mana pun juga langit meneduhku, apabila diceritakan dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan aku tidak mengatakannya: Ya, aku dengar dan patuh! Dan beliau berkata lagi: Walau bagaimana kukatakan atau bagaimana sekalipun aku asaskan, sedangkan di sana ada pendapat dari Rasulullah yang bertentangan dengan perkataanku maka perkataan atau pendapatku adalah apa yang dikatakan oleh Rasulullah”.
Para pengkaji ilmu hadits berpendapat bahwa para hali hadis itu tidur, sedangkan Imam al-Syafi’i menyadarkan mereka. Sehingga mereka pun sadar. Banyak murid-muridnya yang menjadi ahli Hadits, salah satu yang paling terkenal adalah Imam Ahmad bin Hanbal, yang juga seorang di antara empat Imam Mujtahid.
Fakhruddin al-Razi menggambarkan tanggung jawab besar yang dipikul oleh Imam al-Syafi’i yaitu ketika ia  beruusaha menyatukan antara pematuhan terhadap hadits dan menggunakan akal. Maka, beliau berhasil menggabungkan dua aliran tersebut dengan adab-adabnya. Tanpa mempertentangkannya secara dikotomis.
Imam Syafi’i sangat peduli dengan ilmu hadis. Ia menyelidiki dengan teliti  perkara-perkara yang diriwayatkan oleh pembawa hadits Rasulullah. Dengan kapasitas ini, Imam al-Syafi’i berhasil membuka cakrawala ilmu bagi para pakar hadits dan kaum rasionalis.
Ia juga ahli mantiq. Karena itu, ilmu ushul fikihnya dikatakan oleh Fakhruddin al-Razi berhasil meletakkan peraturan umum dalam bidang hukum sebagai tempat rujukan untuk mengetahui derajat dalil-dalil. Disamping itu ia hali gramatika bahasa Arab, retorika bahasa dan dikenal pula sebagai penyair. Karya syairnya terkumpul dalam kitab Diwan al-Syafi’i.
Imam al-Syafi’i meninggal dunia di Mesir pada hari Kamis di malam terakhir bulan Rajab pada tahun 204 H, pada usia 54 tahun. Sebelum meninggal, beliau menderita penyakit wasir. Kerap ia mengajar murid-muridnya sambil menahan sakit wasir, sampai keluar darah.
Ketekunan ibadahnya luar biasa. Beliau membagi waktu malamnya menjadi tiga bagian: satu pertiga untuk menulis dan mengajar, satu pertiga untuk shalat dan bertahajud dan satu pertiga lagi untuk tidur.
Seorang ulama bernama Hilal bin al-A’la memuji kehebatan dalam bidang hadis: Para ahli hadits bagaikan anak-anak Imam al-Syafi’i, beliau pembuka kunci untuk mereka itu.
Oleh : Kholili Hasib – Anggota MIUMI Jawa Timur dan Peneliti Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya