Thursday, November 12, 2015

"Kemenangan AKP" AS dan Barat Menyesali Demokrasi. Mengapa Mereka Mencela Mursi dan Erdogan?



"Kemenangan AKP" AS dan Barat Menyesali Demokrasi

By: Nandang Burhanudin

(1) Berbahagialah gerakan Islam yang antidemokrasi dan mengajak Golput. Katakanlah Hizbut Tahrir dan Kelompok Salafy (tertentu).

(2) Kini AS dan dunia Barat mulai menyesali aktivasi demokrasi. Terutama setelah kemenangan mutlak partai Islamis AKP dengan Presidennya Erdogan di Turki.
(3) Media AS dan Barat (apalagi Israel), menyambut dengan duka atas pesta demokrasi di Turki. Mereka sibuk mewawancarai tokoh-tokoh oposisi Turki, yang menyebut Erdogan dan AKP adalah diktator, bengis, dan memaksakan anti kebebasan.

(4) Di sisi lain. AS dan Barat yang meng-otak-i kudeta atas Presiden pilihan demokrasi pertama di Mesir. Mereka menerima As-Sisi yang sibuk mencari dukungan di Benua Eropa.

(5) As-Sisi yang membantai ribuan dan memenjarakan puluhan ribu anggota Ikhwanul Muslimin. Ia diterima dan berjumpa pemimpin-pemimpin yang konon kampiun demokrasi.

(6) Barat dan AS pun merestui diktatorisme di Jordania, Irak, Syiria, dan wilayah lainnya di Timur Tengah. Ternyata demokrasi yang diinginkan Barat dan AS adalah demokrasi seperti di Indonesia, Irak.

(7) Demokrasi yang melahirkan pemimpin boneka. Tak memiliki kejelasan kelamin. Bahkan cenderung Islamphobia. Di Irak memang ada pemilihan. Tapi yang terpilih sudah pasti kalangan Syi'ah.

(8) Barat dan AS pun membiarkan Fatah di Palestina berkuasa dengan Presiden Abbas yang sudah habis masa jabatannya. AS dan Barat tak ingin ada pesta demokrasi di Palestina. Sebab yang menang pasti HAMAS.

(9) Bahkan di seluruh Timur Tengah saat ini. Jika diadakan Pemilu, maka yang menang adalah partai yang berafiliasi terhadap Ikhwanul Muslimin. Maroko pun salah satunya.

(10) Jadi, saat keikutsertaan rakyat Turki yang mencapai 85% dalam Pemilu kemarin lalu dimenangkan AKP. Sedangkan demokrasi gurauan di Mesir, hanya dihadiri 2% saja. Maka Barat dan AS geram. Menyesal sesesal sesalnya.

(11) AS dan Barat sekali lagi sangat bahagia. Ketika demokrasi tidak diikuti kalangan Islam. AS dan Barat jika perlu membackup gerakan-gerakan antidemokrasi di negeri Islam, untuk kemudian kekuasaan dipegang Islamphobia.

(12) Maka wajar bila Indonesia selalu menjadi contoh demokrasi di dunia Islam. Pemenangnya selalu Islamphobia. Apalagi setelah kasus sedot data, pemenangnya adalah boneka yang konon untuk sekedar masuk ke Gedung Putih harus bayar 80 ribu Dollar.

(13) Namun ketika demokrasi dimenangkan sosok seperti Erdogan dan AKP. Semua teriak dan bergerak! Karena Erdogan terlalu cerdas memainkan kartu trup demokrasi, yang ibarat senjata memakan tuannya sendiri.

(14) Adakah Hizbut Tahrir dan Salafy (tertentu) menyerang As-Sisi dan Jokowi seperti serangan terhadap Mursi dan Erdogan? Kita tidak akan pernah menemukan itu.

(15) Malah di kalangan Salafy (tertentu) ada yang berdalih dan berdalil. Menaati Jokowi dan As-Sisi adalah wajib. Bahkan mencela pihak-pihak yang mendukung Erdogan dan Mursi.

(16) Katanya, mengapa Erdogan dan Mursi dipuji sedangkan Jokowi dicaci maki, padahal keduanya sama-sama lewat jalur demokrasi?

(17) Lupa bahwa 'illat (alasan) mendukung Erdogan dan mengkritisi Jokowi adalah karena kebijakannya yang jauh antara langit dan sumur.

(18) Memang pantas. Mengapa Hizbut Tahrir di Tepi Barat dibiarkan bebas oleh aparat Mahmoud Abbas dan bahkan tak tersentuh oleh pasukan Israel.

(19) Memang pantas pula. Mengapa Erdogan tegas menangkapi? Sebab AKP sukses, salah satunya dengan membatasi ruang gerak kaum antidemokrasi dan penyebar paham yang memecah belah umat Islam Turki.

(20) Anda boleh membenci saya sebenci mungkin. Tapi itulah hal yang terjadi di dunia Islam. Inti semuanya. Umat Islam selalu dirintangi untuk berkuasa dengan alasan apapun. Kekuasaan yang mengantarkan pada kemandirian dan kepahlawanan. Tidak cukupkah kasus Mesir jadi contoh? Tentu bukan hanya Mesir.
Foto: A supporter of the Justice and Development party (AKP) holds a portrait of Turkey's President Recep Tayyip Erdogan after his election victory (AP)


Mengapa Mereka Mencela Mursi dan Erdogan?

Ustadz Rappung Samuddin



Diantara alasan yang dikemukakan kelompok yang menghalalkan mencela bahkan menjatuhkan pemimpin muslim seperti Mursi dan Erdogan adalah karena mereka tetap berhukum dengan sistem Demokrasi. Padahal keduanya sedang merangkak dan tidak hanya tinggal diam memperbaiki kondisi agama dan umat di negaranya. Sistem demokrasi yang ada bukanlah atas prakarsa mereka, akan tetapi warisan turun-temurun dari penguasa-penguasa sebelumnya.



Sungguh, para pencela ini tidak bisa membedakan, perkara "apa yang wajib di lakukan", dan "apa yang mungkin dilakukan" terkait sistem negara yang mereka warisi. Yang wajib dilakukan adalah merubah sistem dan berhukum dengan syari'at. Itu merupakan impian setiap muslim yang beriman. Namun terkadang, kondisi yang ada sangat tidak mendukung. Maka yang ada di hadapan kedua pemimpin ini adalah, apa yang mungkin bisa dilakukan secara maksimal demi mewujudkan tujuan dari kepemimpinan itu, yakni menjaga agama dan mengatur urusan mashlahat rakyat.

Barangkali masih hangat bagi kita, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada hari kematian Raja Najasyi: “Telah wafat hari ini seorang laki-laki yang shalih; bangkit dan shalatlah atas saudara kalian, Ash-hamah”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Disebutkan dalam sejarah, bahwa al-Najasyi tetap menjadi seorang Raja di atas aturan dan undang-undang kufur kendati beliau telah masuk Islam. Walau demikian, Nabi Saw tetap menganggapnya sebagai seorang laki-laki yang shalih setelah kematiannya, tidak menyalahkan dan mencela perbuatannya. Sebab, saat itu kondisinya tidak memungkinkan untuk melakukan sebuah perubahan radikal.

Bukti bagi keislaman beliau adalah hadits di atas, juga riwayat-riwayat lainnya yang disebutkan oleh Imam al-Bukahri seputar kematian al-Najasyi. Nabi Saw bersedih dan sholat (ghaib) atasnya serta menyifatinya dengan keshalihan. Semua ini menguatkan bahwa ia adalah seorang muslim, padahal beliau adalah raja bagi rakyat yang kafir serta berhukum menurut apa yang berlaku dari undang-undang dan kebiasaan mereka.

Syaikh Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar mengumpulkan banyak bukti yang menunjukkan bahwa Raja al-Najasyi ra tidak menghukum rakyatnya dengan syariat Islam; diantaranya:

Pertama: Perkataan beliau dalam suratnya kepada Nabi Saw: “Sungguh, aku tidak memiliki sesuatu-pun melainkan diriku sendiri”.

Kedua: Rakyatnya melakukan pemberontakan untuk melengserkannya dari jabatan kepemimpinan, namun Allah tetap menjaga dan menolongnya dari rongrongan tersebut. Diantara alasan yang kemudian beliau kemukakan di hadapan rakyatnya untuk menenangkan mereka, bahwa ia tidak akan merubah dan tidak pula mengganti apa yang telah berlaku diantara mereka berupa hukum dan undang-undang. Sementara sisi lain, beliau menyakini Islam dalam batinnya dan mengirim utusan yang memberitahu Rasulullah Saw tentang keyakinannya. (Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, Hukmu al-Musyarakah fi al-Wazarah wa al-Majalis al-Niyabiyah, hlm. 74-75).

Maka itu, Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah menegaskan:

“Raja Najasyi tidak memiliki kesanggupan berhukum dengan aturan al-Qur’an, karena rakyatnya tidak mengakui dan tidak pula menerimanya. Banyak orang yang memegang jabatan hakim diantara kaum muslimin dan Tartar, bahkan sebagai seorang pemimpin, di dalam dirinya terdapat perkara-perkara terpuji berupa sifat adil dan ia ingin mengaplikasikannya, akan tetapi kondisi tidak memungkinkan sebab ada (kekuatan) yang menghalangi demikian. Dan Allah tidak membebani seorang hamba melainkan sebatas kesanggupannya... Al-Najasyi dan yang semisal dengannya telah berbahagia di surga, kendati mereka tidak menjalankan syariat Islam (dalam kekuasaannya) karena tidak memiliki kesanggupan menegakkannya. Namun mereka tetap berhukum dengan hukum-hukum yang memungkinkan untuk mereka laksanakan (demi maslahat)”. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Vol. XIX, hlm. 218-219).
Wallahu A'lam.
*dari fb ustadz Rappung Samuddin (Kamis, 12/11/2015)

http://www.pkspiyungan.org/2015/11/mengapa-mereka-mencela-mursi-dan-erdogan.html


AKP Menang, AS Meradang

 
Gedung Putih menyatakan ketidaksenangan atas intimidasi yang dilakukan Pemerintah Turki terhadap jurnalis pada saat kampanye pemilu.

Menurut Juru Bicara Gedung Putih Josh Earnest, Pemerintah AS memberikan perhatian atas tekanan yang dilakukan Ankara terhadap jurnalis atau media. Tekanan diberikan kepada mereka yang mengkritik pemerintah.

"Kami memberikan perhatian terhadap kebebasan pers, kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul di Turki," ujar Earnest. "Kami meminta otoritas Turki untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi."

Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), tempat Presiden Partai Recep Tayyip Erdogan bernaung, berhasil memenangkan pemilihan sela dengan suara mayoritas. AKP pun bisa kembali membentuk pemerintahan tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain.

Organisasi Keamanan dan Kerja Sama Eropa juga mengeluarkan laporan yang mengecam sejumlah kekerasan terhadap media, serta masalah keamanan lain di dalam pemilihan. Pekan lalu, polisi antihuru-hara menggerebek dua stasiun televisi di Ankara dan Istanbul yang mengkritik pemerintah.
Sumber: 
ROL
***

AS, Eropa meradang atas kemenangan AKP dengan dalih kebebasan dan demokrasi, tapi kenapa mereka restui rezim kudeta Mesir As-Sisi? Yang tidak hanya memberangus kebebasan dan demokrasi, bahkan membunuhi dan memenjarakan rakyatnya yang menentang kudeta. Kenapa wahai AS? Kenapa perampok demokrasi di Mesir kamu biarkan sampai sekarang?

Lihatlah pula data 
87% partisipasi rakyat Turki dalam pemilu ini, mereka antusias. Tengok pemilu dagelan Mesir yang hanya diikuti 26% pemilih, mayoritas 74% rakyat Mesir memboikot.

Tapi kenapa kamu kebakaran jenggot dengan hasil pemilu Turki, dan merestui As-Sisi, wahai Paman Sam?

Pasca Kemenangan Telak AKP Turki, Rusia Sebut Tak Penting Pertahankan Assad

Mempertahankan presiden Suriah Bashar al-Assad sebagai penguasa tidak penting bagi Rusia, demikian kantor berita Rusia RIA mengutip jurubicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada hari Selasa (3/11/2015).

Saat ditanyakan apakah menyelamatkan Assad adalah masalah prinsip bagi Rusia, Zakharova berkata: “Tidak, kami tidak pernah mengatakan hal itu.”

“Kami tak pernah menyebut bahwa Assad harus tetap berkuasa atau lengser,” tambahnya. Kementerian luar negeri Rusia menambahkan bahwa pandangan Rusia, Amerika dan Arab Saudi sebagian sama pada bagian bahwa oposisi Suriah boleh menjadi bagian dari dialog.

Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov juga mengonfirmasikan pada hari Selasa bahwa Moscow tertarik pada kemungkinan Organisasi Kerjasama Islam (OKI, dulu Organisasi Konferensi Islam) untuk bergabung dalam pembicaraan tentang Suriah. Demikian lansir media Turki 
Daily Sabah.

Pernyataan pihak Rusia ini disampaikan sehari setelah hasil pemilu ulang Turki terungkap dimana partainya Erdogan 
AKP menang telakmenguasai 57% kursi parlemen dalam pemilu ulang yang digelar Ahad (1/11) lalu yang mengakhiri masa-masa kritis Turki lima bulan terakhir.

Turki adalah aktor kunci dalam permasalahan Suriah yang dilanda perang sejak 2011 saat rezim Assad memerangi rakyatnya yang menuntut Assad lengser.

Rezim Assad ditopang Rusia, Iran, sementara oposisi/pejuang Suriah dibantu Turki-Saudi. Saat ini sekitar dua juta pengungsi Suriah ditampung pemerintahan Turki.
***

Untuk alasan inilah betapa kemenangan AKP sangat diharapkan oleh umat Islam. Bahkan ulama-ulama dunia menyerukan agar umat bersujud, menunduk, memohon agar Alloh berkenan meridhoi dan memenangkan AKP.

Konstelasi politik wilayah kawasan akan berubah. Assad hanya menunggu waktu kejatuhannya. Menanti giliran berikutnya adalah Rezim Kudeta di Mesir. Dan pada saatnya Israel hengkang dari bumi Palestina.
[Layla Sari]

Fahmi Salim: “Kemenangan AKP di Turki Membangkitkan Optimisme di Dunia Islam”

Rabu, 21 Muharram 1437 H / 4 November 2015 22:30
Mengembangkan dakwah Islam seperti layaknya Muslim yang mayoritas di Indonesia, bagi negara pengusung sekulerisme seperti Turki tentu tidak mudah.
“Namun kemenangan partainya Erdogan kemarin, adalah kemenangan umat Islam di Turki dan seluruh dunia, dan itu bisa diikuti oleh banyak negara, meski perlu dicermati situasinya tidaklah mudah,” kata Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ustadz Fahmi Salim, MA kepada redaksi, Rabu (4/11).
Pasalnya, kekuatan global saat ini masih memasang boneka yang bisa disetir di setiap negara Muslim. Namun, menurut Fahmi Salim, berbeda dengan negara-negara Arab, Turki yang merupakan negara kuat pengusung sekulerisme kini berubah menjadi negara Islam yang besar.
“Di tengah situasi berat yang dialami Turki dan juga kondisi umat Islam yang secara ideologis dibombardir dengan stigma ‘teroris’ dan radikal, penebar kebencian, dan diposisikan sebagai musuh peradaban barat, justru Turki bangkit sebagai poros Islam pemimpin dunia yang lahir dari sosok Erdogan,” ujar Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini.
Kemenangan Erdogan dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)nya dinilai Fahmi Salim sebagai harapan besar kaum Muslimin untuk bisa melepas stigma negatif yang ditunjukkan Barat kepada umat Islam. Ia menyatakan rasa gembira dan apresiasiasinya yang tinggi kepada masyarakat Turki dan AKP.
“Ini merupakan bukti bahwa masih ada harapan yang besar bagi kaum Muslimin, bahwa partai Islam masih bisa berbuat untuk mengembalikan tudingan-tudingan negatif terhadap gerakan Islam kontemporer di dunia ini, terutama setelah kudeta di Mesir,” ungkap alumnus Universitas Al Azhar Mesir ini.
Di tengah kemajuan umat Islam di Turki, Fahmi mengimbau negara-negara Islam di dunia agar dapat mencontoh gerakan Islam yang ada di Turki.
“Perubahan besar yang dialami Turki mudah-mudahan dapat membangkitkan negara-negara Islam yang dijajah oleh Barat. Dengan kemenangan partai Islam (AKP) di Turki, dapat membangkitkan optimisme di dunia Arab dan dunia Islam,”pungkasnya. (EZ/salam-online)
http://www.salam-online.com/2015/11/fahmi-salim-perubahan-besar-yang-dialami-turki-semoga-dapat-membangkitkan-negara-negara-islam.html