Oubab Khalil (kiri dan Mehmet
Celik (kanan) dari Daily Sabah.
Para pemimpin kelompok oposisi Suriah yang moderat
menyelenggarakan sebuah konferensi di Istanbul pada 21-22 November yang
diselenggarakan bersama kelompok Alawit Suriah Mendatang. Mereka menyerukan
penghapusan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad sesegera mungkin dan
menekankan bahwa dia tidak boleh mengambil bagian dalam pemerintahan transisi,
sebagaimana dilaporkan harian Sabah, Ahad (22/11/2015).
Minoritas dari mayoritas masyarakat Alawit, sebuah
cabang dari Syiah, tetap setia kepada rezim Assad; Namun, ada sebagian yang
masih berhati nurani dan menjadi orang-orang yang berdiri menentang rezim sejak
perang saudara dimulai di negara ini.
Para peserta konferensi termasuk presiden Koalisi Nasional
untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi, Khalid Khoja, kepala Suriah
Mendatang, Fuad Humeyra, wakil ketua Partai Nasional Gerakan Turkmen Suriah,
Tarik Sulo, Hassan Hashimi dari Iran Arab etnis Al Ahwaz dan kepala Kristen,
Kurdi dan kelompok moderat lainnya.
Berbicara kepada harian Sabah, juru bicara Suriah Mendatang Oubeb
Khalil mengatakan konferensi ini diselenggarakan sebagai upaya untuk menjadi
suara dalam komunitas Alawit yang bertujuan untuk mendukung penyatuan kelompok
Suriah moderat untuk pembentukan Suriah baru setelah rezim Assad akan dihapus.
“Kami di sini hari ini untuk menyatukan upaya
pembangkangan dari sekte Alawit dan mencoba untuk menantang keluarga Assad,”
kata Khalil. “Bashar al-Assad selalu menampilkan dirinya sebagai pelindung
ketika menghancurkan negara, membunuh semua orang dan mengirim anak-anak Alawit
untuk dibunuh setiap harinya, mengorbankan mereka demi tetap berkuasa. Dia
biasanya menyajikan dirinya sebagai penyelamat dan pelindung dari sekte Alawit
, tapi kami menantang gagasannya. Kami sedang menyusun upaya yang berasal dari
sekte Alawit. Kami katakan kami tidak mewakili semua Alawi, tapi kami adalah
suara yang bisa mengatasi masalah dan kepentingan masyarakat Alawit sementara
pada saat yang sama berkomunikasi dengan semua masyarakat Suriah. Kita semua
rakyat Suriah sebelum apa-apa terjadi dan sub-identitas itu tidak bertentangan
dengan identitas utama [kita masing-masing]. Kita semua bisa dari berbagai
sekte dan agama, tetapi kita semua harus menggagas tujuan yang sama yakni
memiliki kemerdekaan, demokratis, negara sipil dan negara sekuler di mana ada
aturan hukum, akuntabilitas dan keadilan, sementara pada saat yang sama
menyadari ketakutan dan kepentingan masyarakat Alawit.”
Mengenai intervensi Rusia dan Iran dalam konflik untuk
mendukung rezim Assad, Khalil mengatakan, “Kami percaya bahwa serangan udara
Rusia adalah sebuah agresi. Serangan udara Rusia, 95 persen dari mereka,
memberangus FSA [Tentara Pembebasan Suriah] pemberontak sangat moderat. Lebih..
dari 50 persen dari orang-orang yang tewas adalah warga sipil, 16 persen adalah
perempuan, dan mereka telah membunuh anak-anak dan menyerang fasilitas medis.
Ini bukan hanya klaim kami.. mereka didokumentasikan oleh internasional, pihak
ketiga organisasi hukum dan hak asasi manusia. Kami juga ingin memberitahu
masyarakat internasional bahwa kami menentang semua pasukan asing yang ada di
Suriah, apakah itu adalah ekstrimis kekerasan, seperti ISIS [DAESH], atau
apakah mereka adalah penjaga revolusioner, pasukan Iran atau [Syiah] milisi.
Kami tidak ingin ada yang terus menggunakan Suriah sebagai tanah tempat
pertarungan sektarian bisa terjadi untuk kepentingan politik atau alasan
politik.”
Khalil mengatakan Assad tidak bisa menjadi bagian dari
pemerintahan transisi di Suriah, begitu pula tekanan Rusia dan Iran, karena dia
adalah alasan di balik ketidakstabilan yang telah menyebabkan perang sipil di
Suriah.
“Assad dan transisi adalah dua kata bertentangan;…
Mereka tidak bisa bersama-sama. Assad tidak bisa menjadi bagian dari solusi di
Suriah. Assad didiskualifikasi akibat jumlah kejahatan yang telah dia lakukan.
Tempat yang tepat untuk Assad adalah penjara tidak ada posisi baik dia di
setiap sudut pemerintahan transisi. .. Suriah, baik dalam keadaan ditekan
ataupun dibujuk, jika Assad memainkan peran apa pun, dia selalu memainkan peran
merusak dan dia tidak bisa berperan dalam pemerintahan transisi. Kita tahu
bahwa Iran-Rusia dan mendorong untuk ini, tetapi ini tidak bisa menjadi solusi,
itu akan menjadi resep untuk bencana. Tidak akan ada stabilitas atau perdamaian
di Suriah jika Assad masih di tempatnya,” kata Khalil.
Khalil menekankan pentingnya membangun zona aman di
Suriah utara untuk melindungi warga sipil dari serangan rezim. Ia menambahkan
bahwa zona aman penting untuk situasi pengungsi serta untuk melindungi nyawa
Suriah, apakah di utara atau selatan, dari Rusia atau rezim serangan udara.
“Sebuah zona aman sudah lama terhambat;.. Kami
menganjurkan zona larangan terbang di seluruh Suriah Kekuatan pembunuhan utama
rezim adalah angkatan udara. Pada umumnya mereka telah menyerang kami dengan
bom barel melalui angkatan udara Suriah atau Rusia. Kami percaya zona aman,
apakah di selatan atau utara, lebih efektif karena akan melindungi warga sipil.
Ini akan sangat menangani masalah pengungsi yang telah menjadi perdebatan panas
di Eropa. Jadi, itu adalah sesuatu yang harus kita lihat secara mendalam dari
semua sisi Suriah, “katanya.
“Kami perlu bekerjasama untuk menyatukan komponen masyarakat
Suriah”
Khoja juga mengomentari situasi di Suriah, menekankan
bahwa keragaman di antara kelompok-kelompok di dalam Suriah harus menjadi
kekuatan pemersatu terhadap orang-orang dengan tujuan untuk mengabadikan perang
sektarian di Suriah atau terorisme bukan penyebab perpecahan.
“Masyarakat kami di Timur Tengah begitu pluralistik
secara alami, dan sangat berwarna-warni seperti mosaik,” kata Khoja. “Ini
memperkaya masyarakat dan bukan kelemahan, kecuali ketika datang dengan
terorisme dan ekstremisme. Perjuangan selama beberapa tahun terakhir membuat
mosaik kami terserak. Kami perlu bekerja untuk menyatukan komponen masyarakat
Suriah dan memerangi terorisme untuk membangun Suriah baru melalui demokrasi,
masyarakat majemuk, bebas dari terorisme dan ekstremisme, yang menjamin hak-hak
asasi rakyatnya dan siap untuk membangun konstitusi baru.
Pada awal revolusi, rezim Suriah memiliki tujuan yang
jelas. Untuk menjaga Assad berkuasa. Pejuang rezim menggunakan slogan ‘Assad
atau kita bakar negara’ dan ‘Assad atau tidak’ untuk menjaga keluarga ini
mengendalikan nasib rakyat ini. Namun, mereka baru-baru mulai menggunakan
karyawan pemerintah dalam perang untuk mencapai tujuan mereka dan berjuang
sampai mereka kehilangan setiap prajurit terakhir yang mereka miliki. Itu
sangat jelas tujuannya.
Akan tetapi, tujuan kami berbeda. Tujuan kami adalah
untuk berkolaborasi bersama-sama, “tambahnya.
“Ada kesepakatan internasional untuk menemukan solusi
yang dibangun pada perjanjian Jenewa, tapi situasi menjadi lebih rumit dengan
agresi Rusia, yang datang untuk menyelesaikan agresiIran. Kami menghadapi
situasi politik yang rumit dan situasi sulit di lapangan,” kata Khoja. “Saya
ingin menyeru semuanya, seperti yang saya disebut sebelum, seperti kepada
pejuang terdepan Jabhah Nushrah di Suriah agar memutuskan hubungan dengan
al-Qaeda karena sejarah al-Qaeda di wilayah ini adalah hitam, sejarah berdarah,
tidak lebih baik dari DAESH. Jadi, saya katakan lagi bahwa jika ada
kelompok-kelompok seperti Jabhah Nushrah yang memiliki hubungan dengan Al-Qaeda
yang ingin mengambil bagian dalam membangun Suriah baru, mereka harus
memutuskan hubungan mereka dengan kelompok ‘teroris’ al-Qaeda.”
Kebijakan Sektarian Iran menjadi Bahan Bakar Kekacauan Suriah
Hashimi mengritik keterlibatan Iran dalam konflik
Suriah, mengklaim bahwa tujuan Iran di wilayah tersebut dikembangkan pada
ideologi sektarian, yang mendukung kepentingan rezim Iran. “Revolusi Iran
muncul untuk keadilan dan kebebasan, semua pihak liberal dan Islam bekerja sama
bersama-sama dalam revolusi ini Tapi pada tahun 1981, [Ayatollah Ruhollah]
Khomeini tewas kemudian revolusi Iran berakhir, dan era ideologi sektarian
mulai,..” ujar Hashimi.
Dia juga menekankan bahwa kekosongan kekuasaan dan
tidak adanya kepemimpinan politik yang kuat dalam masyarakat Arab membuka jalan
bagi proyek sektarian Iran, dan menambahkan, “Kemudian dengan penggulingan
Saddam Hussein, ideologi sektarian mulai berkembang yang sebelumnya ideologi
ini tidak menguntungkan. Kemudian setelah menghancurkan Semenanjung Arab, Iran
mencoba untuk memperluas proyeknya menjadi dua kubu yakni, rezim anti-Iran dan
rezim Mesir dan Tunisia. Keruntuhan Iran di mata rakyatnya mengganggu daya dan
kapasitas penuh untuk menghentikan revolusi Suriah yang tidak mendukung Proyek
Iran. Sebaliknya, Iran berharap bahwa rezim mereka akan runtuh karena kegagalan
di wilayah ini[bukan karena rakyatnya].
Assad Hancurkan Negara untuk Kepentingan Sendiri
Setelah konferensi dua-hari itu, para delegasi Suriah
mengeluarkan pernyataan yang berbunyi: “Rezim Assad dan sekutunya bekerja selama
lebih dari 50 tahun untuk penguatan dan memanipulasi sektarian [Syiah],
kesukuan dan setiap keluarga dalam masyarakat Suriah demi mengejar kepentingan
sendiri dan mempertahankan kelangsungan hidupnya sendiri. Dia bahkan
mengorbankan kesadaran identitas nasional hingga kian menurun, yang menciptakan
situasi penganiayaan. Generasi Suriah yang akan datang menekankan bahwa Assad
dan kekuasaannya bertanggung jawab atas situasi yang menyebabkan negara itu
menjadi reruntuhan, atas kematian [massal], dan untuk penyalahgunaan senjata
dan tentaranya. Assad mengundang intervensi pasukan asing di setiap bagian dari
negara. Dan Assad adalah sumber kekerasan yang menekankan solusi keamanan dan
militerisasi. Ini adalah kejahatan sektarian yang disengaja Assad buat yang menyebabkan
meningkatnya ketegangan sektarian. Assad lah yang menghantarkan kita hingga ke
kondisi sekarang.”
Red : Adiba Hasan