Memang layak jika kaum Syiah
Rafidhah-disamping berbagai penyimpangan dan kesesatan mereka yang lain-
disebut dan diberi gelar SANG PENDUSTA.
Yang menyematkan gelar inipun bukan orang
sembarang, namun para imam ahlus sunnah yang sudah banyak “makan garam” dan
mengetahui seluk beluk sekte yang satu ini.
Sehingga apa yang mereka nyatakan memang
benar adanya tanpa ada keraguan sedikitpun.
Coba simak ucapan al-Imam asy-Syafi’i
rahimahullahu:
لَمْ أَرَ أَحَدًا
مِنْ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ أَكْذَبَ فِي الدَّعْوَى , وَلَا أَشْهَدَ بِالزُّورِ
مِنَ الرَّافِضَة
“Aku belum pernah
melihat para pembela hawa nafsu yang lebih berdusta dalam gugatan dan yang
paling berani bersaksi palsu daripada kaum Syiah Rafidhah.” (al-Ibanah al-Kubra
karya Ibnu Baththah)
Al-Imam Malik bin
Anas rahimahullahu, imamnya kota Madinah juga pernah berucap:
لَا تُكَلِّمْهُمْ
وَلَا تَرْوِ عَنْهُمْ فَإِنَّهُمْ يَكْذِبُونَ.
“Jangan kalian
berbicara kepada mereka (kaum Syiah Rafidhah) dan jangan meriwayatkan hadits
dari mereka karena sesungguhnya mereka kaum pendusta.” (al-Muntaqa’ karya adz-Dzahabi)
Berkata al-imam
al-A’masy rahimahullahu:
أدْركْت النَّاس
وَمَا يسمونهم إِلَّا الْكَذَّابين يَعْنِي أَصْحَاب الْمُغيرَة بن سعيد
“Aku mendapati
manusia yang tidaklah mereka disebut kecuali sebagai para pendusta. (mereka
itu) yakni teman-temannya al-Mughirah bin Said (al-Bajali, seorang penganut
Syiah Rafidhah tulen).” (Minhajus Sunnah karya Ahmad bin Abdul Halim)
Al-Imam Yazid bin
Harun rahimahullahu berkata:
يكتب عَنْ كُلِّ
صَاحِبِ بِدْعَةٍ إِذَا لَمْ يَكُنْ دَاعِيَةً إِلَّا الرَّافِضَةَ، فَإِنَّهُمْ
يَكْذِبُونَ
“Riwayat hadits dari
setiap ahlul bid’ah dicatat selama bukan sebagai da’i (penyeru kepada)
kebida’ahan tersebut kecuali (riwayat hadits tidak diterima sama sekali) dari
kaum Syiah Rafidhah karena mereka pendusta.” (Minhajus Sunnah karya Ahmad bin
Abdul Halim)
Seorang penganut
Syiah yang bernama Syarik bin ‘Abdillah al-Qadhi pernah menyatakan
persaksiannya:
أَحْمِلُ الْعِلْمَ
عَنْ كُلِّ مَنْ لَقِيتُ إِلَّا الرَّافِضَةَ، فَإِنَّهُمْ يَضَعُونَ الْحَدِيثَ،
وَيَتَّخِذُونَهُ دِينًا
“Aku mengambil ilmu
dari siapa saja yang aku temui kecuali dari kaum Syiah Rafidhah Karena mereka
sering mendustakan hadits kemudian menjadikannya sebagai agama.” (al-Muntaqa’
karya adz-Dzahabi)
Demikianlah kaum
Syiah Rafidhah, lisan-lisan mereka terbiasa untuk berdusta. Tidak hanya dusta
dalam bersaksi, mereka pun berani untuk berdusta atas nama Rasulullah.
Yah, inilah salah
satu kejahatan dan kesesatan kaum Syiah Rafidhah dari berbagai macam dan jenis
kesesatan yang ada pada mereka.
Berdusta, sebuah kejahatan
yang lebih dikenal dengan istilah taqiyyah.
Lalu bagaimana
kedudukan taqiyyah ini dalam pandangan mereka?
Pada pembahasan
sebelumnya telah kita baca bersama ucapan para imam ahlus sunnah terkait gelar
“SANG PENDUSTA” yang mereka sematkan kepada kaum Syiah Rafidhah.
Maka demikianlah
Syiah Rafidhah, lisan-lisan mereka terbiasa untuk berdusta. Tidak hanya dusta
dalam bersaksi, mereka pun berani untuk berdusta atas nama Rasulullah.
Inilah salah satu
bentuk kejahatan dan kesesatan kaum Syiah dari berbagai macam dan jenis
kesesatan yang ada pada mereka.
Berdusta, sebuah
kejahatan yang lebih dikenal dengan istilah taqiyyah.
Lalu bagaimana
kedudukan taqiyyah ini dalam pandangan mereka?
Al-Hafizh Ibnu Hajar
dalam kitab Fathul Bari menjelaskan makna taqiyyah:
وَمَعْنَى
التَّقِيَّةِ الْحَذَرُ مِنْ إِظْهَارِ مَا فِي النَّفْسِ مِنْ مُعْتَقَدٍ
وَغَيْرِهِ لِلْغَيْرِ
“Dan makna taqiyyah
adalah menjaga diri dari menampakkan apa yang ada di dalam hati berupa
keyakinan dan yang lainnya di depan orang lain.”
Inilah definisi
taqiyyah.
Ternyata kaum Syiah
berada di jalur yang berbeda dengan jalur yang benar dalam permasalahan ini.
Bagaimana tidak, yang
mereka sembunyikan adalah kejahatan bahkan kekufuran dihadapan semua orang baik
yang kafir maupun yang muslim. Walhasil bahwa taqiyyah mereka murni kedustaan
yang tercela.
Taqiyyah di sisi Kaum
Syiah
Yusuf al-Bahrani
mengatakan:
“Yang dimaksud dengan
taqiyyah adalah menampakkan kesamaan dengan keyakinan agama orang-orang yang
menyelisihi mereka karena adanya rasa takut.”
(Al-Kasykul)
Al-Qummi mengatakan:
“Barangsiapa
meninggalkan taqiyyah sebelum munculnya Imam Mahdi maka dia telah keluar dari
agama Allah, agama Imamiyyah dan menyelisihi Allah, Rasul serta para imam
mereka.”
(Al-I’tiqadaat)
Ath-Thusi meriwayatkan
dengan dusta ucapan ash-Shadiq dimana beliau berkata:
“Bukanlah dari
golongan kami, seseorang yang tidak menjadikan taqiyyah sebagai syiar dan
bajunya walaupun ditengah orang-orang yang dia percayai. Hal itu tetap dia
lakukan agar selalu menjadi tabiatnya ketika ditengah orang-orang yang
mengancamnya.”
(Al-Amaali)
Abu Abdillah berkata:
“Kebaikan itu adalah
taqiyyah, sedangkan kejelekan itu adalah terang-terangan di dalam beragama.”
(Al-Kafi)
Al-Qummi kembali
mengatakan:
“Taqiyyah hukumnya
wajib. Barangsiapa meninggalkannya maka kedudukannya seperti meninggalkan
shalat wajib.”
(Al-I’tiqadaat)
Disebutkan penukilan
dusta dari Ali bin Abi Thalib bahwa beliau pernah berkata:
“Taqiyyah merupakan
salah satu amalan mukmin yang paling utama. Dia menjaga diri dan saudaranya
dengan taqiyyah dari orang-orang jahat (yakni kaum muslimin).”
(Tafsirul Askari)
Abu Abdillah
mengatakan :
“Tidaklah Allah
diibadahi dengan suatu amalan yang lebih Dia cintai daripada al-Khab’u.”
seseorang bertanya: “Apa itu al-Khab’u ? Beliau menjawab: “Taqiyyah”.
(Al-Kafi)
Al-Kulaini menukilan
ucapan dengan dusta ucapan Abu Ja’far :
“Taqiyyah merupakan
agamaku dan agama para pendahuluku. Tidak ada keimanan bagi seseorang yang
tidak bertaqiyyah”.
(Al-Kafi)
Lihatlah bagaimana
kaum Syiah benar-benar ‘menjunjung tinggi’ salah satu keyakinan dan kebiasaan
sesat mereka ini.
Sebenarnya yang
demikian ini bukanlah suatu hal aneh karena memang nenek moyang mereka juga
hobi berdusta dan berbuat nifak. Bagaikan pinang dibelah dua atau bagaikan 2
sisi koin yang tidak bisa dipisahkan.
Yah, siapa lagi kalau
bukan bangsa Yahudi.
Bukankah Abdullah bin
Saba’ si pencetus aliran sesat Syiah ini adalah seorang Yahudi yang
berpura-pura masuk Islam?
Kemunafikan merupakan
sifat dasar bangsa Yahudi. Allah ‘azza wa jalla menyebutkan di dalam al Qur’an
beberapa bentuk kemunafikan mereka:
وَإِذَا لَقُوكُمْ
قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
“Apabila mereka
menjumpai kamu, mereka berkata, “Kami beriman” dan apabila menyendiri, mereka
menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. (Ali Imran:
119)
وَإِذَا جَاءُوكُمْ
قَالُوا آمَنَّا وَقَدْ دَخَلُوا بِالْكُفْرِ وَهُمْ قَدْ خَرَجُوا بِهِ وَاللَّهُ
أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا يَكْتُمُون
“Dan apabila
orang-orang (Yahudi atau munafik) datang kepadamu, mereka mengatakan, “Kami
telah beriman,” padahal mereka datang kepada kamu dengan kekafirannya dan
mereka pergi (darimu) dengan kekafirannya (pula) dan Allah lebih mengetahui apa
yang mereka sembunyikan.” (al-Maidah: 61)
وَإِذَا جَاءُوكَ
حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ
“Dan apabila mereka
datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang
bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu.” (al-Mujadalah: 8)
Taqiyyah ini akan
terus mereka hidupkan dihadapan siapapun dan dimanapun mereka berada. Terlebih
jika mereka dalam keadaan lemah dan terdesak, maka ‘senjata’ ini yang paling
ampuh bagi mereka untuk menyelamatkan diri.
Namun jika mereka
mulai memiliki kekuatan, mereka akan menampakkan keyakinan mereka sebenarnya
bahkan dengan terang-terangan menampakkan kebencian dan permusuhan kepada kaum
muslimin, terkhusus ahlus sunnah.
Bukti nyatanya adalah
apa yang terjadi pada saudara-saudara kita di negeri Yaman sekarang. Ini semua
menjadi pelajaran bagi kita muslimin Indonesia.
Akhir- akhir ini kaum
Syiah di negeri ini mulai berani ‘unjuk gigi’. Mereka semakin berani ketika
ternyata sebagian orang yang dianggap para pembina umat mendukung dan membela
mereka.
Maka berhati-hatilah
wahai kaum muslimin!