Iran
Jadi Alasan Sebenarnya Rusia Tarik Mundur Kekuatannya
Dari Suriah
Kamis, 8 Jumadil Akhir 1437 H / 17 Maret 2016 15:30 WIB
Setelah pengumuman
mendadak penarikan mundur sebagian besar kekuatan militer Rusia di Suriah pada
Senin (14/03) malam, banyak sekali spekulasi mencuat mengenai alasan sebenarnya
Presiden Putin mengurangi kekuatan militernya di Suriah.
Salah satunya adalah yang diutarakan penulis dan pengamat
Suriah, Mohammed Khairallah, yang menyebut keputusan penarikan Putin dilatar
belakangi oleh adanya beberapa faktor internal dan eksternal, termasuk penipuan
dari Iran.
“Faktor utama yang menyebabkan Putin mundur adalah beban
biaya perang di Suriah yang ditanggung dirinya secara pribadi serta kas negara,
terlebih Rusia kini dalam keadaan terjepit setelah berseteru dengan Turki yang
menjadi pemasok kebutuhan ekonomi terbesar,” ujar Mohammed Khairallah dalam
wawancaranya dengan Rassd.
Mohammed Khairallah melanjutkan, “Dan yang paling utama
dirasakan oleh Putin saat ini adalah rasa permusuhan dengan orang-orang Arab
dan Sunni di seluruh dunia karena ikut campur langsung di Suriah.”
“Putin akhirnya sadar bahwa keberadaan Rusia di Suriah
adalah sebagai garda terdepan yang dimanfaatkan untuk melayani kepentingan
rezim yang akan runtuh,” tutup Mohammed Khairallah. (Rassd/Ram)
Intervensi
Rusia di Suriah hanya untuk menyelamatkan kepentingan pribadi bukan untuk Assad
March 17, 2016
Dukungan
Putin kepada presiden Suriah adalah dukungan yang jelas tapi bukan
sebuah dukungan yang tidak terbatas, analis mengatakan Anadolu Agency
Keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin
untuk menarik sebagian kekuatan militernya dari Suriah adalah kejutan bagi
banyak pihak, tetapi menurut para ahli Washington itu menunjukkan bahwa Bashar
al-Assad belum diberikan “cek kosong” dari Moskow.
“[Ini]
menunjukkan bahwa komitmen Rusia untuk mendukung pemerintah Suriah, sementara
sangat jelas, tetapi bukannya tanpa batas,” kata James F. Collins, mantan duta
besar AS untuk Rusia dan sekarang bekerja di Carnegie Endowment for
International Peace.
Collins,
duta besar AS untuk Rusia dari 1997 sampai 2001, mengatakan kepada Anadolu
Agency bahwa Assad sekarang “memahami bahwa ia tidak memiliki cek kosong
dari Moskow”.
Collins
menyatakan bahwa aksi Rusia tersebut dipastikan akan “mengurangi
intensitas pertempuran dan pemboman,” tetapi pada saat yang sama juga
mungkin menyebabkan rezim dan oposisi “untuk lebih serius tentang penyelesaian
negosiasi”.
Pada hari Selasa beberapa pesawat pembom dan jet Rusia dilaporkan meninggalkan
Suriah menyusul pengumuman Putin.
Putin
telah mengatakan bahwa ia akan menarik sekitar setengah dari pasukannya dari Suriah,
sementara pasukan di pangkalan udara Hmeimim dan pelabuhan Tartus akan
tetap tinggal. Rudal pertahanan udara canggih S-400 generasi keempat Rusia yang
ditempatkan di bagian timur Laut Mediterania juga akan tinggal di tempat.
Jeffry
Mankoff, ahli senior Rusia di Pusat yang berbasis di Washington untuk Strategic
International Studies juga setuju bahwa Putin ingin menunjukkan kepada rezim
Assad bahwa Rusia tidak akan memasok bantuan yang tidak terbatas.
Menurut
Mankoff, Moskow menilai bahwa Assad “terlalu keras kepala” dan membuat
“terlalu banyak tuntutan”, mengambil keuntungan atas dukungan yang diberikan
Rusia.
Namun,
ia mencatat, intervensi Rusia hanya bertujuan “lebih banyak untuk mengejar
kepentingan sendiri dan bukan untuk menjaga Assad tetap berkuasa”.
Rusia
tidak pernah percaya bahwa Assad akan mampu merebut kembali kontrol dari negara
yang dilanda perang, Mankoff menambahkan. “Mereka menggunakan intervensi
militer untuk merancang dicapainya penyelesaian politik yang akan
sejalan dengan kepentingan mereka.”
Menurut
Mankoff, langkah Rusia pada hari Selasa bukanlah penarikan total tetapi akan
meningkatkan tekanan pada Assad dalam pembicaraan damai di Jenewa.
Rusia
telah merintis seri terbaru dari pembicaraan yang dipimpin oleh utusan khusus
PBB untuk Suriah Staffan de Mistura sementara jet mereka
menyerang kelompok oposisi di bagian barat Suriah untuk membantu pasukan
Assad merebut lebih banyak wilayah.
Daniel
Serwer, seorang profesor dan ahli manajemen konflik Timur Tengah di Johns
Hopkins University School of Advanced International Studies, juga menyarankan
bahwa Moskow ingin mendorong Assad untuk membuat beberapa konsesi pada
negosiasi di Jenewa.
“Saya
kira Putin memberikan sinyal untuk Bashar al-Assad bahwa ‘cek Rusia’ bukanlah
cek kosong dan Bashar perlu memberikan sesuatu di meja perundingan untuk
mencapai kesepakatan politik,” Serwer mengatakan pada Anadolu Agency.
Dia
juga menyatakan bahwa Rusia juga telah khawatir dan berusaha “tidak
terjebak di Suriah,” mencatat bahwa tujuan utama Moskow adalah untuk menjaga
pelabuhan dan pangkalan udaranya di Suriah.
Pengumuman
Kremlin disambut penuh tanda tanya di Washington tapi Putin mengatakan
bahwa intervensi telah mencapai tujuannya dan misi itu selesai.
Pada
kenyatannya, Rusia tidak pernah menentukan dengan jelas tujuan utama dari
intervensi yang diluncurkan akhir September, tapi banyak pihak menilai itu
adalah untuk menopang rezim Assad dan mencegah rezim jatuh di tengah negosiasi.
Menurut
para ahli AS bahkan misi rahasia Rusia sesungguhnya belum diselesaikan.
Mankoff mengatakan bahwa misi ini jauh dari selesai karena masih belum ada
solusi politik yang memungkinkan Assad untuk tetap berada di kekuasaan.
“Tujuan dari intervensi adalah solusi politik, sehingga bisa dilihat bahwa hal
tersebut belum tercapai,” katanya.
John
Herbst, direktur Dinu Patriciu Eurasia Center di Dewan Atlantik berbasis di
Washington mengatakan pada Anadolu Agency meskipun masih dini untuk menilai apa
yang akan terjadi selanjutnya karena Putin tidak memberikan gambaran yang
jelas.
“Jika
mungkin gencatan senjata mulai berlaku dan tetap berlaku, Assad bisa
mempertahankan posisinya tanpa intervensi militer Rusia tapi saya percaya
bahwa tidak akan berlangsung lama,” kata John. “Sulit untuk membayangkan bahwa
intervensi akan mampu menjaga posisi Assad selama beberapa bulan.”
Dia
menyatakann bahwa Putin mungkin membuat dasar keberhasilan militernya pada
saat kampanye melawan oposisi yang berada dalam kondisi lemah.
“Rusia tidak benar-benar menyerang kelompok jihad yang kuat di Suriah dan
taktik mereka tidak mungkin berhasil melawan kelompok-kelompok tersebut. Jadi
sebuah keputusan pintar bagi Kremlin untuk pergi sekarang, “katanya,
menilai bahwa Moskow telah meninggalkan Assad di bawah belas kasihan
dari kelompok-kelompok jihad di Suriah.
Rusia
telah mendapat sanksi dari AS dan Uni Eropa atas dukungannya terhadap
separatis pro-Moskow di Ukraina. Dikombinasikan dengan penurunan harga minyak,
sanksi itu mungkin telah mengguncang ekonomi Rusia, namun para ahli
menyatakan ini mungkin tidak memainkan peran utama dalam langkah terbaru
Rusia.
“Ekonomi
Rusia berada di bawah tekanan sekarang sebagai akibat dari harga minyak yang
lebih rendah dan embargo, tapi jujur biaya intervensi
di Suriah relatif telah dipersiapkan,” kata Mankoff.
Menurut
laporan U.K. Royal United Services Institute pada bulan Desember, Rusia telah
menghabiskan sekitar $ 4 juta per hari pada kampanye militer di Suriah sampai
akhir November ketika F-16 Turki menembak jatuh sebuah pesawat Rusia.
Tapi
setelah insiden di Turki, laporan lembaga mengatakan, biaya harian naik sampai
$ 8 juta per hari karena Rusia mengintensifkan serangan udara terhadap
kelompok-kelompok oposisi yang didukung oleh Turki.
Kadir
Ustun, direktur Yayasan Politik Ekonomi dan Penelitian Sosial (SETA) cabang
Washington mengatakan bahwa intervensi Rusia mungkin memiliki dampak pada
situasi ekonomi internal tetapi bukan penyebab utama terguncangnya
ekonomi Rusia.
“Jika
Rusia merasa bahwa kepentingan strategis mereka terancam di Suriah mungkin
mereka akan kembali, terlepas dari kondisi ekonomi,” kata Ustun.
“Secara
ekonomi, Rusia tidak kehilangan terlalu banyak karena intervensi ini.
Sebaliknya intervensi di Ukraina menyebabkan mereka kehilangan banyak; dengan
demikian, menarik diri dari Suriah tidak akan memperbaiki kondisi ekonomi
mereka. ”
Anadolu
Agency
Ditingal
Pasukan Rusia, Rezim Presiden Assad
Diambang Kehancuran
16 Maret 2016
LINTAS
NASIONAL – LONDON,
Alasannya, meski Rusia telah membantu Assad secara signifikan dengan menyerang
kelompok-kelompok teror, termasuk kelompok Islamic State (ISIS), namun kelompok
teror itu belum sepenuhnya punah.
Penilaian
itu disampaikan pakar politik internasional dari University of Birmingham,
Profesor Scott Lucas. Menurutnya, alasan yang dipaparkan Presiden Putin untuk
memerintahkan penarikan pasukannya dari Suriah, secara tidak langsung sudah
mengungkap motif Putin sebenarnya.
“Dia
pada dasarnya terungkap, bahwa pembenaran asli mereka adalah palsu. Anda
(Putin) tidak mengatakan bahwa sebagian besar tujuan Anda telah tercapai ketika
ISIS telah penyok, namun belum rusak,” katanya mengacu pada klaim Rusia yang
melawan kelompok teror sebagai kedok terselubung untuk mendukung pasukan
Presiden Assad, seperti dikutip news.com.au, Rabu 16 Maret 016.
Menurut Lucas, pasukan Assad
belum sepenuhnya siap ketika ditinggal pasukan Putin. ”Ini telah menjadi alasan
sebenarnya mengapa pasukan Assad belum runtuh, dan mereka berada di ambang
kehancuran,” ujarnya.
Pada Senin malam, Putin membuat
pengumuman mengejutkan, di mana dia memerintahkan Kementerian Pertahanan Rusia
untuk menarik sebagian pasukannya dari Suriah. Kekuatan militer Rusia dalam
jumlah kecil tetap dipertahankan di Suriah dengan alasan untuk memantau
perjanjian gencatan senjata.
“Saya mempertimbangkan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan Kementerian Pertahanan. Itu sebabnya
saya memerintahkan untuk memulai penarikan sebagian dari kelompok militer kita
dari wilayah Republik Arab Suriah,” kata Putin.
“Dalam waktu singkat Rusia
telah menciptakan sebuah kelompok militer kecil tapi sangat efektif (di
Suriah). Pekerjaan yang efektif dari militer kita tetap diperbolehkan selama
proses perdamaian dimulai,” lanjut Putin.
“Dengan bantuan dari Angkatan
Udara Rusia, pasukan Pemerintah Suriah dan pasukan patriotik telah mengubah
situasi perang dengan terorisme internasional,” imbuh Putin. (Sindo)