Ulama
Su': Penyesat dan Perusak Umat
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada sayyidil
anam, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Ulama menempati posisi yang mulia
dalam agama kita. Melaluinya, ilmu Islam dapat tersampaikan dari generasi ke
generasi hingga zaman kita. Tidak orang yang mampu berislam dengan benar
kecuali melalaui jasa para ulama baik dalam ceramah maupun tulisan mereka. Maka
wajarlah jika Islam benar-benar memuliakan mereka dengan menyebutkan,
"Para ulama pewaris para nabi." (HR. Al-Tirmidzi)
Bahkan Al-Qur'an sendiri teleh
menyebutkan keutamaan mereka. Banyak ayat yang menerangkannya, di antaranya:
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو
الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
"Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia,
Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Ali Imran: 18)
Allah memuliakan para
ulama dengan memberikan kesaksian bahwa mereka termasuk hamba-hamba-Nya yang
bertauhid dan ikhlas beribadah kepada-Nya. ini merupakan keistimewaan agung dan
maqam mulia yang dimiliki mereka.
Al-Qurthubi
rahimahullah berkata tentang tafsir ayat ini: dalam ayat ini terdapat dalil
tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Jika ada seseorang yang lebih mulia
daripada ulama pastinya Allah akan menggandengkan penyebutan mereka dengan
nama-Nya dan nama malaikat-Nya sebagaimana Dia menyebutkan ulama.
Lebih jelas lagi,
Allah mengangkat kedudukan para ulama dengan beberapa derajat sesuai dengan
ilmu dan keimanan mereka. Hal itu karena besarnya pengaruh dan manfaat mereka
di tengah-tengah umat.
Allah Ta'ala
berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Namun juga, Al-Qur'an
menyebutkan ada sebagian ulama (orang yang telah Allah beri ilmu) juga mendapat
celaan, yaitu ulama su'. Di antara ayat yang mencela ulama jenis ini adalah:
إِنَّ الَّذِينَ
يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا
بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ
وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
"Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (QS. Al-Baqarah: 159)
Ulama yang dicela
dalam ayat ini adalah mereka yang menipu umat dengan menyembunyikan kebenaran
yang telah dibawa para rasul. Mereka menampilkan kebenaran apa yang tidak
sebenarnya karena pesanan dan kepentingan. Maka mereka diancam dengan laknat
dari Allah dan para hamba-Nya.
Walaupun ayat ini
turun berkaitan dengan ahli kitab namun hukumnya berlaku secara umum bagi siapa saja yang menyembunyikan kebenaran
yang telah Allah turunkan. (Lihat: Tafsir al-Sa'di)
Dampak dari
penyimpangan mereka sangat dahsyat. Kebenaran bisa dinilai kesesatan, begitu
juga sebaliknya. Bukan satu atau dua orang yang akan tersesatkan karenanya,
tapi ribuan bahkan jutaan. Karenanya jika mereka bertaubat, taubatnya tidak
seperti taubat dari kemaksiatan lainnya. Taubatnya diberi syarat, memberikan
penjelasan dan melakukan perbaikan. "Kecuali mereka yang telah tobat dan
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku
menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha
Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 160)
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah mengingatkan umatkan akan bahaya mereka. Beliau
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda -setelah menyebutkan jangkauan kekuasaan
umatnya-,
إِنَّمَا أَخَافُ
عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ
"Sesungguhnya
yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang
menyesatkan." (HR. al-Darimi dalam Shahihnya dari haidts Tsauban, Imam Abu
Dawud al-Thayalisi dari hadits Abu Darda')
Penggunaan kata
"innama" secara umum memiliki makna hashar (pembatasan). Ini
menunjukkan besarnya bahaya pemimpin penyesat. Pemimpin penyesat adalah pemimpin
sesat yang mencakup penguasa perusak, ulama penyesat, dan ahli ibadah yang
sesat (ngawur). Keberadaan mereka menggiring umat kepada kesesatan,
menghancurkan agama mereka, dan menimbulkan kerusakan dalam kehidupan mereka.
Termasuk di dalamnya adalah para du'at (pendakwah dan penceramah); jika mereka
menyeru kepada kesesatan maka bahayanya tidak lagi diragukan. Jika masyarakat
sudah percaya kepadanya dan yakin dengan ilmunya, maka ia akan merusak akidah
dan keimanan mereka. Ini seperti hadirnya pemimpin kelompok-kelompok sesat yang
mengaku sebagai imam mahdi dan sebagainya.
Dari Ziyad bin Hudair
Radhiyallahu 'Anhu , ia berkata: Umar bin Khathab Radhiyallahu 'Anhu berkata
kepadaku: Tahukan engkau apa yang akan merobohkan Islam? Aku menjawab: Tidak
(tahu). Beliau berkata: Yang akan merobohkan Islam adalah penyimpangan ulama,
debatnya munafik dengan Al-Qur'an, dan hukum para pemimpin penyesat."
(Atsar Shahihi riwayat Ibnul Mubarak dalam al-Zuhud wa al-Raqaiq, al-Faryabi
dalam Sifah al-Nifaq wa Dzam al-Munafikin, Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayan
al-'Ilmi wa Fadhlih, Al-Darimi dan selainnya. Dishahihkan al-Albani dalam
al-Misyhkah)
Penutup
Keberadaan perusak
agama dan penghancur dien sudah marak di zaman kita. Fitnah dan bencana agama
yang menimpa umat parahnya tak terkira. Perlu kesungguhan lebih dalam mencari
hakikat kebenaran. Butuh kehati-hatian sangat dalam memilih guru dan ajaran.
Juga harus berani menekan syahwat dan kepentingan duniawi untuk tetap berpegang
dengan kebenaran. Jangan lupa untuk berdoa dengan ikhlas dan beristi'anah
kepada-Nya supaya tetap di atas al-Haq. Wallahu Ta'ala A'lam.
[PurWD/voa-islam.com]
Biang kerok kerusakan agama dan negara
Rabu, 4 Sya'ban 1437 H / 11 Mei 2016 18:08
Kemungkaran berjamaah selalu menjadi trend di
negara jahiliyah, negara yang sistem kehidupannya tidak terikat dengan syari’at
Allah. Pertanyaannya, mengapa di negara Indonesia yang mayoritas terbesar
penduduknya beragama Islam, cara hidup jahiliyah dan kekafiran menjadi pilihan?
Sehingga negara kita tenggelam dalam kerusakan moral, kekerasan seksual menimpa
generasi muda ke tingkat yang semakin mengerikan. Korupsi, mabuk miras, dan
narkoba menjadi pilihan gaya hidup yang terus mengundang bencana.
Kita sering mendengar perempuan dijadikan alat
transaksional. Perempuan dijadikan “hadiah” untuk menyogok hakim agar
memenangkan perkara hukumnya.. Menyuap pejabat agar syahwat politik maupun
bisnisnya terpenuhi. Sekarang prilaku bejat itu dicontoh anak-anak muda seperti
kasus di Bengkulu, 14 orang abg memperkosa seorang gadis. Mengerikan!
Siapa sesungguhnya biang kerok kerusakan agama
dan negara, sehingga masyarakat terus menerus dirundung nasib tragis? Ada dua
faktor utama sebagai penyebabnya:
Pertama,
kerusakan agama dipicu oleh sikap ulama. Krusakan agama yang diproduksi oleh
ulama, tokoh agama, adalah memasukkan unsur bid’ah sebagai bagian dari ajaran
agama.
Membangkitkan ajaran Syiah yang menghalalkan
mencerca sahabat Nabi Saw dan menista istrti beliau adalah produksi ulama.
Munculnya Ahmadiyah dengan ajaran, “ada nabi setelah Nabi Muhammad” adalah
kerjaan ulama.
Ulama lah yang mencarikan dalil untuk
membenarkan kesesatan masyarakat maupun kezaliman penguasa. Berbuat sesat tapi
punya alasan menggunakan dalil agama, tidak mungkin dilakukan orang awam,
melainkan ulama. Merekalah yang menyampaikan soal-soal keagamaan yang keluar
dari ajaran kitab suci, karena merasa punya otoritas religius.
Bid’ah merupakan salah satu problem pokok
dalam Islam. Karena bid’ah lah, berapa banyak darah tertumpah akibat saling
membunuh sesama muslim. Bagaimana kelompok khawarij menumpahkan darah khalifah
Utsman bin Affan. Kekompok Syiah menumpahkan darah kaum muslim dan memicu
permusuhan di negara-negara Islam. Beberapa waktu lalu di Jawa Timur muncul
Banser dan Anshar menurunkan bendera yang mengajak menegakkan khilafah, dengan
alasan anti Pancasila. Sementara mereka tidak bereaksi ketika PKI muncul dengan
kaos bergambar palu arit, padahal PKI adalah pemberontak terhadap NKRI. Bahkan
mereka ikut dalam acara sesat Syiah.
Perbuatan bid’ah dilindungi dan dibela oleh
ulama dan penguasa. Bid’ah lawannya Sunnah.
Imam Asy Syatibi menyatakan: “Munculnya
perpecahan dan permusuhan sesama Muslim ketika muncul kebid’ahan.” Begitupun
Ibnu Taymiah pernah berkata, “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana
sunnah identik dengan persatuan.”
Kedua,
kerusakan negara dilakukan oleh penguasa dengan memproduksi kezaliman. Untuk
menguatkan kezalimannya, penguasa membutuhkan bantuan ulama. Kolaborasi ulama
su’ dan penguasa zalim, sangat berbahaya bagi kepentingan rakyat.
Berkembangnya opini mungkar, “hubbul wathan minal iman (cinta
tanah air adalah bagian dari iman” datangnya dari ulama. Begitupun munculnya
pernyataan sesat yang membenarkan muslim mengangkat pemimpin kafir, “Pemimpin
kafir yang jujur lebih baik dari pemimpin Muslim yang korup” adalah produk
ulama bejat. Bahkan tidak segan memanipulasi pendapat ulama lain untuk
menguatkan kesesatannya.
Lalu bagaimana, menurut Islam, langkah konkrit
meluruskan bid’ah yang diproduksi ulama sesat dan mengatasi kezaliman penguasa,
dijelaskan dalam Al-Qur’an. Apa penyebab keterpurukan agama dan kehidupan dunia
diterangkan dalam ayat berikut:
“Kami telah
mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa mukjizat-mukjizat yang jelas. Kami
telah turunkan kitab suci dan syari’at yang adil bersama para rasul, agar
manusia menegakkan keadilan. Kami telah menurunkan besi yang mempunyai kekuatan
hebat dan sangat bermanfaat bagi manusia. Allah hendak menguji manusia, siapa
di antara manusia yang mau membela agama dan rasul-Nya karena beriman kepada
yang ghaib. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (QS Al-Hadiid (57)
: 25)
Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim.
Kami telah memberikan kenabian dan kitab suci kepada anak keturunan mereka. Di
antara anak keturunan Nuh dan Ibrahim ada yang mendapat hidayah, tetapi
sebagian besar dari mereka kafir. (QS Al-Hadiid (57)
: 26)
Kemudian Kami susulkan beberapa;
orang rasul kepada generasi-generasi berikutnya. Kami susulkan pula ‘Isa bin
Maryam. Kami turunkan Injil kepada ‘Isa bin Maryam. Kami masukkan rasa kasih
sayang, santun, dan sifat menjauhkan diri dari hawa nafsu ke dalam hati
pengikut-pengikut ‘Isa. Adapun para pendeta Nasrani yang hidup membujang,
mereka telah merekayasa syari’at palsu yang sama sekali tidak pernah Kami
tetapkan bagi mereka. Mereka sendiri yang merekayasa dengan alasan untuk
mencari keridhaan Allah. Para pendeta itu terbukti tidak memperhatikan ajaran
Injil secara benar. Di akhirat kelak, Kami akan memberikan pahala kepada Bani
Israil yang beriman. Tetapi sebagian besar dari Bani Israil itu kafir.” (QS Al-Hadiid (57)
:27)
Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus
para rasul kepada umat manusia untuk memperbaiki kerusakan yang mereka
timbulkan. Para utusan itu juga diutus untuk menegakkan keadilan, dan cara
menegakkannyapun dijelaskan pada ayat ini. Karena itu, manusia tidak akan
mungkin bisa menegakkan keadilan tanpa mengikuti jalan dan methode yang
ditempuh para rasul itu.
Menegakkan keadilan, bukan saja pada manusia
tapi juga pada alam semesta, merupakan hal prinsip dalam Islam. Kezaliman bisa
dilenyapkan bila keadilan ditegakkan. Akan tetapi mustahil keadilan dapat
ditegakkan di atas landasan hawa nafsu. Karena itu pula, penguasa manapun baik
muslim maupun kafir jika zalim pasti akan dibinasan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Keadilan merupakan aksioma kehidupan manusia.
Hilangnya keadilan merajalelanya kezaliman. Dan keadilan mustahil bisa tegak
tanpa menegakkan Syariah Ilahy. Penguasa Indonesia hari ini, tidak peduli
syariat Allah, dan segala bentuk kerusakan pun terjadi tanpa bisa
ditanggulangi. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Setiap nabi yang
Kami utus ke suatu negeri, pasti ada penduduknya yang mengingkari kenabiannya.
Karena itu Kami timpakan kesulitan dan penderitaan kepada mereka, supaya mereka
mau taat kepada Allah. (QS Al-A’raaf (7) : 94)
Kemudian Kami gantikan nasib buruk
mereka dengan nasib yang lebih baik. Ketika kaum nabi itu mencapai kemakmuran
dan jumlah mereka semakin banyak, mereka berkata: “Kesengsaraan dan
kesejahteraan yang pernah menimpa nenek moyang kami disebabkan perubahan
kondisi alam.” Mereka tidak menyadari kesesatannya, maka Kami timpakan siksa
kepada mereka secara mendadak. (QS Al-A’raaf (7) :
95)
Sekiranya penduduk berbagai negeri
mau beriman dan taat kepada Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah
kepada mereka dari langit dan dari bumi. Akan tetapi karena penduduk
negeri-negeri itu mendustakan agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada
mereka akibat dari dosa-dosa mereka. (QS Al-A’raaf (7) :
96)
Serial Kajian Malam Jum’at, 5 Mei 2016, di Masjid Raya Ar Rasul, Jogjakarta.
Serial Kajian Malam Jum’at, 5 Mei 2016, di Masjid Raya Ar Rasul, Jogjakarta.
Narsum: Amir Majelis Mujahidin, Ustadz Muhammad Thalib.
Notulen: Irfan S Awwas
Apakah
Said Aqil Siradj Ulama Penyesat yang Dikhawatirkan Nabi?
Oleh: Abu Misykah Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada sayyidil
anam, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Keberadaan ulama su' (ulama
buruk) sangat menghawatirkan keutuhan dien umat Islam. Melalui fatwa dan
statemennya yang menyimpang dan penuh kedustaan akan menjauhkan umat dari
kebenaran. Ia menipu umat dengan menyembunyikan kebenaran yang telah dibawa
para rasul dan menampilkan kebenaran palsu menurut pesanan dan kepentingan.
Sehingga pituduhnya adalah kesesatan. Siapa yang mengikutinya akan menemui
kehancuran. Oleh sebab itu, wajarlah, jika Allah mengancam ulama yang demikian
ini dengan laknat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى
مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ
اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
"Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (QS. Al-Baqarah: 159)
Berdasarkan ayat di
atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berfatwa tentang status ulama su' ini,
ومتى ترك العالم ما
علمه من كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم واتبع حكم الحاكم المخالف لحكم
الله ورسوله كان مرتدا كافرا يستحق العقوبة في الدنيا والآخرة
"Kapan saja
seorang alim (ulama) meninggalkan apa yang telah diketahuinya dari kitabullah
dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam; dan mengikuti keputusan
hakim yang menyimpang dari hukum Allah dan Rasul-Nya, sungguh saat itu ia telah
murtad lagi kafir, wajib disiksa di dunia dan akhirat." Majmu' Fatawa: 35/372-373)
Peringatan Nabi dari
Ulama Penyesat
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah meperingatkan umatnya akan bahaya mereka.
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda -setelah menyebutkan jangkauan
kekuasaan umatnya-,
إِنَّمَا أَخَافُ
عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ
"Sesungguhnya
yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah para pemimpin yang
menyesatkan." (HR. al-Darimi dalam Shahihnya dari haidts Tsauban, Imam Abu
Dawud al-Thayalisi dari hadits Abu Darda')
Hadits di atas
diungkap dengan huruf Innama, sebagai penjelasan kekhawatiran yang amat sangat
dari beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam terhadap umatnya dari perilaku para
pemimpin yang menyesatkan itu. Dan apa yang terjadi pada diri Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam tersebut tiada lain karena berita ghaib dari Allah Ta'ala
kepadanya bahwa akan terjadi, seperti apa yang disebutkan dalam hadits
sebelumnya, yaitu sabda beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Sungguh,
kamu akan mengikuti tradisi-tradisi orang sebelum kamu, . ."
Al-Aimmah
al-Mudhillin (pemimpin penyesat) mencakup penguasa perusak yang tidak
menerapkan syariat Allah, ulama penyimpang dari kebenaran, dan ahli ibadah yang
sesat (ngawur). Keberadaan mereka menggiring umat kepada kesesatan,
menghancurkan agama mereka, dan menimbulkan kerusakan dalam kehidupan mereka.
Karena umat (masyarakat) menjadi pengikut mereka. Karena itu jika ulama dan
umara itu baik, maka masyarakat juga akan mengikuti kebaikan mereka. Ini
merupakan realitas di tengah-tengah kehidupan manusia. Sebaliknya, jika
ulamanya sesat, maka karena sebab kesesatannya itu masyarakat juga akan
tersesat.
. . . Al-Aimmah
al-Mudhillin (pemimpin penyesat) mencakup penguasa perusak yang tidak
menerapkan syariat Allah, ulama penyimpang dari kebenaran, dan ahli ibadah yang
sesat (ngawur). . .
Baru-baru ini para
ulama dan habaib memberikan teguran keras kepada Said Aqil Siradj, Ketua Umum
PBNU periode 2010-2015 karena menilainya telah meresahkan umat Islam lewat
berbagai statement yang dilontarkannya.
Dalam surat teguran
dan peninjauan kembali yang ditandatangani 8 orang Ulama dan Habaib, - KH
Maulana Kamal Yusuf, KH Abdur Rosyid Abdullah Syafi’i, Habib Abdurrohman
Al-Habsyi, Habib Idrus Hasyim Alatas, KH Saifuddin Amsir, KH Fachrurrozy Ishaq,
KH. M. Rusydi Ali dan KH Manarul Hidayat- disebutkan bahwa
pernyataan-pernyataan Said Aqil Siradj kerap menyudutkan umat Islam bahkan
merusak aqidah Islam.
Tak main-main,
seiring diselenggarakannya MUNAS dan KONBES Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren
Kempek, Cirebon, 15–17 September 2012 besok, para ulama tersebut mengirimkan
surat teguran dan peninjauan kembali jabatan Said Aqil Siradj sebagai Ketua
PBNU.
Surat yang ditujukan
kepada Rois Aam NU, KH. Sahal Mahfudz tersebut memuat beberapa statement Said
Aqil yang provokatif dan kontroversial, diantaranya:
Pertama, pasca
kejadian bom Solo Aqil Siradj membandingkan situs yang mengajarkan nilai-nilai
Islam yang dinilai radikal dengan situs porno. Dalam penilaiannya situs porno
yang menampilkan gambar dan video porno atau cerita porno itu tidak berdosa
untuk ditonton dan dilihat dan halal. Sedangkan situs Islam radikal lebih
merusak iman ketimbang situs porno. (dalam siaran persnya kepada wartawan di
Jakarta, Selasa, 27 September 2011)
Kedua, ketika seluruh
ulama dan Habaib menolak kehadiran dan konser Lady Gaga justru Aqil Siradj
merestuinya dengan mengatakan seribu Lady Gaga pun tidak akan merusak aqidah
warga NU, padahal penolakan konser Lady Gaga itu dalam rangka menegakkan amar
ma'ruf nahi munkar
Ketiga, Aqil Siradj
pernah mengatakan di media televisi yang sama bahwa Rasulullah SAW sangat
berambisi untuk menyebarkan Islam sehingga beliau ditegur oleh Allah SWT. Dan
Aqil Siradj juga mengatakan tidak ada perang suci semua perang kotor, dengan
pernyataan ini jelas dia telah menghina Rasulullah SAW bahkan menghina Allah
SWT, karena banyak peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabat seperti perang Badar, Uhud, Khandaq dan sebagainya itu atas dasar
perintah Allah SWT dan dia juga telah mengina para pahlawan nasional yang gugur
di dalam peperangan mengusir penjajahan seakan-akan mereka adala orang yang
kotor, sementara Allah SWT sangat mencintai dan memuji para syuhada.
. . . Aqil Siradj
juga mengatakan tidak ada perang suci semua perang kotor, dengan pernyataan ini
jelas dia telah menghina Rasulullah SAW bahkan menghina Allah SWT, . .
Keempat, kali ini
ketika para Ulama dan Habaib melarang keras umat Islam untuk memilih pemimpin
orang kafir sesuai dengan Surat An Nisa ayat 144, Al-Maidah ayat 51 dan
Ali-Imran ayat 28 jutru Aqil Siradj membolehkannya. Bahkan memerintahkan kepada
para Nahdliyin untuk memilih gubernur yang berbuat baik kepada NU seperti
gubernur Kalbar Cornelis yang beragama Katholik dan wakilnya keturunan Cina
yang beragama Kristen. Demikian pernyataan di Kompas.com, Senin 13 Agustus
2012, Pukul 21.02 WIB.
. . . surat teguran
itu dilayangkan semata-mata untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin. Mereka
khawatir jika sepak terjang dan pemikiran liberal Said Aqil Siradj dibiarkan,
akan merusak citra NU dan kemurnian ajaran Islam. . .
Para ulama tersebut
menegaskan, surat teguran itu dilayangkan semata-mata untuk kejayaan Islam dan
kaum muslimin. Mereka khawatir jika sepak terjang dan pemikiran liberal Said
Aqil Siradj dibiarkan, akan merusak citra NU dan kemurnian ajaran Islam.
Umar bin Khathab
Radhiyallahu 'Anhu pernah menjelaskan, ada tiga yang akan merobohkan Islam;
yaitu penyimpangan ulama, debatnya munafik dengan Al-Qur'an, dan hukum para
pemimpin penyesat." (Atsar Shahihi riwayat Ibnul Mubarak dalam al-Zuhud wa
al-Raqaiq, al-Faryabi dalam Sifah al-Nifaq wa Dzam al-Munafikin, Ibnu Abdil
Barr dalam Jami' Bayan al-'Ilmi wa Fadhlih, Al-Darimi dan selainnya.
Dishahihkan al-Albani dalam al-Misyhkah)
Semoga Allah
menyelamatkan umat Islam Indonesia, khsusnya, dari keberadaan para pemimpin
penyesat yang merusak dunia dan agama umat. Baik mereka yang dari kalangan
pemimpin kekuasaan, ulama penyimpang, dan ahli ibadah yang ngawur. Wallahu
Ta'ala a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Ilmu adalah penolong, pembimbing
dan hiasan bagi setiap manusia yang memilikinya. Ilmu dapat menolong manusia
dari jurang kenisataan. Ilmu dapat membimbing manusia menuju jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang
yang diberi nikmat oleh Allah, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai-Nya dan
orang-orang yang tersesat. Ilmu dapat menjadi hiasan, karena ucapan, gerakan
dan cara bergaul orang yang berilmu, sungguh sangat indah dan pantas untuk
dijadikan tauladan. Dan setiap amal perbuatan yang tidak didasari
dengan ilmu, akan menjadi sia-sia, tidak bernilai di hadapan Allah s.w.t.
Tidak semua ilmu berdampak
positif pada pemiliknya, ada juga ilmu yang justru menjadi penyebab bagi
pemiliknya terjerembab dalam jurang kenistaan, tersungkur selama-lamanya dalam
luapan api neraka, bersama para penghianat dan orang-orang yang dimurkai oleh
Allah s.w.t..
Baik dan tidaknya ilmu tergantung
pada niat dan cara mendapatkannya. Apabila niat dan caranya baik, maka ilmu
yang diperoleh pun akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila niat dan caranya
jelek, maka ilmu yang diperoleh pun akan menjadi jelek.
Orang alim yang biasa disebut
ulama, tidak semuanya menggunakan ilmu dengan semestinya, ada juga dari mereka
yang menggunakan ilmu pada jalan yang salah, hanya mengikuti kepuasan nafsu
belaka. Karena itu, ulama ada dua macam, yaitu ulama akhirat dan ulama dunia
yang disebut dengan ulama AS-Su`.
a. Ulama Akhirat
Ulama akhirat adalah orang alim
yang menjadi pewaris para nabi, petunjuk jalan menuju Allah s.w.t., pelita dan
penuntun umat, lampu dunia dan lentera akhirat, dan tidak pernah mengambil
keuntungan dunia sedikit pun dari ilmu yang dimilikinya.
Allah s.w.t. berfirman:
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتٰبِ
لَمَن يُؤْمِنُ بِاللَّـهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْهِمْ
خٰشِعِينَ لِلَّـهِ لَا يَشْتَرُونَ بِـَٔايٰتِ اللَّـهِ ثَمَنًا قَلِيلًا ,
أُولٰئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ , إِنَّ اللَّـهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang
beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang
diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka
tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh
pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya”. (Ali
Imran: 199)
Al-Syaikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi berkata:
Orang alim disamakan dengan lampu, karena lampu dapat memancarkan sinar dengan
sangat mudah, begitu pula orang alim. Maling takut untuk masuk ke dalam rumah
seseorang yang di dalamnya terdapat lampu. Beda halnya dengan rumah yang tidak
ada lampunya. Begitu pula ulama yang ada di tengah-tengah manusia, mereka akan
memperoleh petunjuk menuju jalan yang hak serta terhindar dari gelapnya
kebodohan dan bid’ah.
Apabila lampu dalam kaca diletakkan di lubang dinding,
maka lampu itu akan memancarkan sinar ke dalam dan luar rumah, begitu pula
dengan lampu ilmu, akan memancarkan sinar di dalam hati dan di luarnya,
sehingga sinar itu akan terpancar pada kedua telinga, kedua mata, lisan dan akan
tampak macam-macam ketaatan dari masing-masing anggota badan.
Pemilik rumah yang ada lampunya akan merasa nyaman dan
senang, tapi sebaliknya apabila lampu itu mati dia akan merasa gelisah dan
tidak nyaman, begitu pula dengan ulama, selama mereka masih hidup manusia
merasa nyaman dan senang, namun apabila mereka sudah meninggal dunia manusia
akan merasa kehilangan, gelisah dan berduka.
Diantara ciri-ciri ulama akhirat adalah:
Menggunakan ilmu untuk mendapatkan ridha Allah s.w.t.
Tidak mencari keuntungan dunia dengan ilmu yang
dimiliki.
Mengamalkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Zuhud dan memandang remeh terhadap dunia.
Mengajak manusia pada yang makruf dan mencegah dari
yang munkar.
b. Ulama Dunia
Ulama dunia adalah orang alim yang menjadi penyesat,
penghancur dan penabur racun kemunafikan dalam hati manusia. Mereka bagaikan
pohon oleander yang beracun, indah dipandang, tapi mematikan bila dimakan.
Ucapan mereka dapat mengobati penyakit, tapi perbuatan mereka dapat menimbulkan
penyakit yang tidak ada obatnya. Orang alim seperti ini yang paling
dihawatirkan oleh Rasulullah s.a.w. selain Dajjal, karena lidah mereka menyeru
manusia untuk menjahui dunia, tapi perbuatan mereka malah bertolak belakang
dengan apa yang diucapkan. Mereka sangat mencintai jabatan dan menjual ilmu
dengan dunia yang sangat sedikit nilainya dibandingkan keagungan akhirat.
Allah
s.w.t. berfirman:
وَإِذْ أَخَذَ اللَّـهُ مِيثٰقَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ
ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا, فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari
orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi
kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya,” lalu mereka
melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan
harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima. (Ali Imran,
187)
Ciri-ciri ulama dunia bisa dilihat dari kebalikan ciri-ciri
ulama akhirat.
Referensi:
Muhammad bin Muhammad Al Ghazali, Ihya’ Ulum Ad-Din,
Maktabah Syamilah
Abu Thalib Al Makki, Qut Al Qulub, Maktabah Syamilah
Al-Baihaki, Az-Zuhd Al Kabir, Maktabah Syamilah
Ihsan Muhammad Dahlan Al Jampesi, Siraj Ath-Thalibin,
Al Haramain
Kita dapati diantara bukti kecerobahan
si mulut fitnah ini, adalah dia menyebutkan Yayasan As-Sunnah Cirebon dipimpin
oleh Salim Bajri dan Yayasan As-Shofwa Jakarta dipimpin oleh Maman Abdurrohman,
sudah tentu hal ini salah dan jadi bahan tertawaan orang-orang yang tahu kedua
yayasan ini, mestinya dia merasa malu, jika dia tidak merasa malu maka jutaan
orang NU akan malu dipimpin oleh orang yang tidak punya rasa malu.
Bukti yang lainnya adalah
dia menyebutkan 3 nama orang yang telah melakukan terorisme kemudian dengan
entengnya dikatakan bahwa mereka adalah murid-murid Yayasan As-Sunnah Cirebon
tanpa sedikit bukti sekalipun, padahal ketiga orang ini tidak pernah sekolah di
As-Sunnah sama sekali.
Inilah tulisan salah
seorang Ustadz yang disebut pula dalam ceramah SAS (Said Aqil Siradj ) yang
videonya kini beradar.
*******
Said Aqil Siradj Si Mulut Fitnah
Januari 13 20:22 2015
Oleh:
Yusuf Utsman Baisa
Beberapa hari yang lalu
kita dikejutkan dengan tayangan TV9 JAWA TIMUR yang menampilkan Ketua Umum PB
NU dalam acara Maulid Nabi di Sidoarjo, dimana dengan ringannya – pada acara
yang dihadiri ribuan orang dan disaksikan jutaan pemirsa TV9 itu – dia menuduh
beberapa orang dan beberapa yayasan Islam dengan tuduhan teroris, tanpa
didukung dengan bukti yang kuat, sumber informasi yang valid dan persaksian
orang-orang yang bisa dipercaya.
Ternyata kelancangan mulut
orang yang satu ini telah berulang berkali-kali dilakukannya dalam berbagai
acara yang juga dihadiri oleh banyak orang, diantaranya pada acara fatayat NU
di hotel cempaka Jakarta.
Yang sangat disayangkan
diantaranya adalah kapasitas dia sebagai seorang Ketua PB NU sebagai sebuah
ormas besar yang konon beranggotakan 70 juta orang, namun melakukan perbuatan
fitnah yang tidak layak dilakukan oleh seorang muslim dari kalangan rakyat
jelata sekalipun.
Lucunya informasi yang
disebutkannya penuh dengan kesalahan yang menunjukkan bahwa sumber informasi
tersebut adalah orang yang asal-asalan dalam memberikan masukan, sedangkan
Ketua PB NU ini sangat ceroboh karena tidak mau memeriksanya terlebih dahulu,
justru langsung main percaya saja.
Kalau dibandingkan dengan
Ketua PB NU yang lainnya, maka nampak Gusdur lebih berhati-hati dibanding orang
yang satu ini, bahkan Gusdur selalu menyebutkan nama orang dengan menyebutkan
inisialnya saja berupa beberapa huruf.
Kita dapati diantara bukti
kecerobahan si mulut fitnah ini, adalah dia menyebutkan Yayasan As-Sunnah
Cirebon dipimpin oleh Salim Bajri dan Yayasan As-Shofwa Jakarta dipimpin oleh
Maman Abdurrohman, sudah tentu hal ini salah dan jadi bahan tertawaan
orang-orang yang tahu kedua yayasan ini, mestinya dia merasa malu, jika dia
tidak merasa malu maka jutaan orang NU akan malu dipimpin oleh orang yang tidak
punya rasa malu.
Bukti yang lainnya adalah
dia menyebutkan 3 nama orang yang telah melakukan terorisme kemudian dengan
entengnya dikatakan bahwa mereka adalah murid-murid As-Sunnah tanpa sedikit
bukti sekalipun, padahal ketiga orang ini tidak pernah sekolah di As-Sunnah
sama sekali.
Semestinya orang yang predikat ilmiahnya
Profesor Doktor jika berbicara sangat ilmiah dan selalu memperkuat
pembahasannya dengan bukti-bukti ilmiah, namun sangat disayangkan hal ini justru
tidak berlaku pada si mulut fitnah ini.
Alangkah sedihnya nasib
tujuh puluh juta anggota NU jika orang ini terpilih kembali jadi Ketua PBNU
pada periode yang akan datang, yang konon akan berlangsung pada bulan Oktober
tahun ini juga./ gemaislam.com
Berpegang Pada Suara Mayoritas Adalah Kaidah Kaum Jahiliyah
30 Robi'uts Tsani 1437
Perlu kita ketahui bersama bahwa di antara kaidah terbesar kaum jahiliyah dulu adalah berpegang dan terbuai dengan jumlah mayoritas.
Mereka menilai suatu kebenaran dengannya serta menilai suatu kebatilan dengan langka dan sedikitnya orang yang melakukan.
Mereka menilai suatu kebenaran dengan jumlah mayoritas, dan menilai suatu kesalahan dengan jumlah minoritas.
Sehingga sesuatu yang diikuti oleh kebanyakan orang berarti benar, sedangkan yang diikuti oleh segelintir orang berarti salah.
Inilah patokan yang ada pada diri mereka di dalam menilai yang benar dan yang salah. Tentunya kaidah dan patokan ini sangat jauh dari kebenaran.
Allah ta’ala menyatakan;
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّـهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ ﴿١١٦﴾
“Dan jika kamu menuruti mayoritas orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah subhanahu wa ta’la).” (al-An’am: 116)
Demikian pula dalam ayat yang lain;
وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿١٨٧﴾
“Tetapi mayoritas manusia tidak mengetahui.” (al-A’raf: 187)
Bahkan mayoritas manusia berada dalam kefasiqan, Allah ta’ala menyebutkan;
وَمَا وَجَدْنَا لِأَكْثَرِهِم مِّنْ عَهْدٍ ۖ وَإِن وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِينَ ﴿١٠٢﴾
“Dan Kami tidak mendapati mayoritas mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati mayoritas mereka orang-orang yang fasik.” (al-A’raf: 102)
Maka tolok ukur kebenaran bukanlah banyaknya pengikut suatu mazhab atau perkataan, namun yang menjadi pertimbangan adalah apakah benar ataukah batil.
Selama sesuatu tersebut benar walaupun yang mengikutinya hanya sedikit atau bahkan tidak ada yang mengikutinya, maka itulah yang harus dipegang.
Sebaliknya, sesuatu yang batil tidaklah terdukung dan dibela karena banyaknya orang yang mengikutinya. Jika memang kebatilan maka harus dijauhi dan ditinggalkan.
Demikianlah tolak ukur dan barometer kebenaran.
Namun yang sangat disayangkan banyak dari kita yang belum memahami akan hal tersebut. Kondisi ini diperparah oleh sebagian yang lain yang sebenarnya memahami hal tersebut namun hawa nafsu mengalahkan itu semua.
Hati, penglihatan dan pendengaran telah berbalut kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Apa yang ada dalam benak mereka ketika menilai kebenaran adalah suara dan jumlah. Semakin banyak dan besar maka itulah yang benar.
Jika pemikiran ini mendekam dalam diri mereka sendiri maka tentunya kejelekan yang akan timbul lebih ringan. Namun kenyataan yang ada pemikiran ini justru malah disebarluaskan dan ditancapkan ke dalam jiwa kaum muslimin (baca; para pengikut dan massanya). Sudah pasti dampak negatifnya lebih parah.
Apalagi jika para pengikutnya yang “mayoritas” tersebut dijadikan tunggangan untuk menghancurkan “kaum minoritas” yang seringnya “menyentil” berjuta kesalahan yang terjadi di tengah-tengah kaum mayoritas.
Dan realita yang ada sekarang memang demikian, bukankah begitu?
Semoga menjadi bahan introspeksi untuk kita semua.
حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى و نعم النصي
Hukum Mayoritas
Apakah kebenaran itu diukur dengan suara mayoritas?
Pertanyaan ini mungkin sering muncul di benak kita, terkhusus seorang muslim.
Kenyataan di lapangan, banyak orang memandang bahwa suara atau jumlah mayoritas menjadi penentu tunggal suatu kebenaran.
Yang akhirnya muncul dari pemikiran ini sikap antipati dan benci dengan minoritas, terlebih jika minoritas tersebut ternyata menjadi “batu ganjalan” kaum mayoritas.
Lalu bagaimana keadaan sebenarnya?
Sebelum kita membahas permasalahan tersebut, alangkah baiknya untuk kita sejenak menengok kembali siapakah diri ini yang disebut sebagai manusia.
1. Kita ini (manusia) makhluk yang sering berbuat kezaliman dan sangat bodoh
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا ﴿٧٢﴾
“Sesungguhnya Kami telah tawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.”(al-Ahzab: 72)
Dalam ayat ini Allah ta’ala menyebutkan bahwa Allah tawarkan amanat kepada makhluk-makhluk-Nya berupa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya yang semua itu berkonsuekensi beroleh pahala atau justru beroleh siksa. Tidak ada yang mampu dan mau menerima tawaran tersebut kecuali kita (manusia).
Padahal kalau mau dibandingkan sungguh tidak mungkin kita disamakan dengan langit, bumi dan gunung-gunung.
Di akhir ayat Allah menyatakan bahwa kita itu makhluk yang amat zhalim dan amat bodoh. Inilah karakter dan sifat asli kita.
2. Manusia itu banyak (mayoritas) yang tidak beriman dan menentang rasul-Nya
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ ﴿١٧﴾
“Sesungguhnya (al-Qur’an) itu benar-benar dari Rabbmu, tetapi mayoritas manusia tidak beriman.” (Hud: 17)
Dalam ayat yang lain Allah ta’ala berfirman:
فَإِن كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِّن قَبْلِكَ جَاءُوا بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَالْكِتَابِ الْمُنِيرِ ﴿١٨٤﴾
“Jika mereka mendustakan kamu (Muhammad), maka sesungguhnya para rasul sebelummu pun telah didustakan (pula). Mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan Kitab yang memberi penjelasan yang sempurna.” (Ali ‘Imran: 184)
Inilah keadaan manusia berikutnya, mayoritas tidak beriman dan menentang bahkan mendustakan para rasul.
3. Banyak dari kita yang membenci kebenaran dan sering berbuat kefasikan
Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ جِئْنَاكُم بِالْحَقِّ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ ﴿٧٨﴾
“Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kalian, tetapi mayoritas dari kalian membenci kebenaran itu.” (az-Zukhruf: 78)
وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ ﴿٤٩﴾
“Dan sesungguhnya mayoritas manusia adalah orang-orang yang fasiq.” (al-Maidah: 49)
4. Disadari atau tidak, disengaja atau tidak, mayoritas manusia mengajak orang lain dengan hawa nafsu mereka menuju kesesatan dan kekeliruan.
Dalam sebuah ayat-Nya Allah ta’ala berfirman;
وَإِنَّ كَثِيرًا لَّيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ ﴿١١٩﴾
“Sesungguhnya mayoritas (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa ilmu.” (al-An’am: 119)
5. Mayoritas manusia menjadi penghuni Jahannam
Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ ﴿١٧٩﴾
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Jahannam mayoritas dari jin dan manusia.” (al-A’raf: 179)
Inilah beberapa sifat dan karakter serta keadaan mayoritas manusia.
Jika demikian keadaannya maka suara dan jumlah mayoritas tidak mutlak menjadi penentu kebenaran.
Kita katakan kebenaran adalah kebenaran meskipun minoritas dan sebaliknya kita katakan kesalahan adalah kesalahan meskipun mayoritas.
Barometer kebenaran adalah ketika sesuatu itu mencocoki al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman yang benar tentang keduanya, yaitu pemahaman para shahabat nabi radhiallahu ‘anhum yang Allah ta’ala telah meridhai mereka.
Related articles
Akhirnya Jago ( Jawaban Goblok ) Tasawufer/Shufier
Mengakui Sunnahnya Jenggot ( Lihya). Benar Kata Imam Syafi'i, Dia Tidak pernah
Melihat Seorang Tasawufer/Shufier Yang Berakal ( Asmaq ).
Lucu...” Ulama Su'per Aswaja Pendengki Wahabi” Saling
Tuding Kerjasama Dengan Majusyi’ah Iran. Said Aqil Siraj Salahkan Hasyim
Muzadi, Hasyim Muzadi Salahkan Gus Dur..?! Beda Dengan Kejujuran Ulama ASWJ
Malaysia/Brunei.
Sebut Imam Syafi’i Simpatisan Syiah, KH. Ahmad Baghowi
Tantang Said Agil Dialog Terbuka
Hubungan Aswaja Indon Dan Syiah Dalam Menghadapi
Wahabi Di Indonesia
Seruuu..Raja Syirik Dibela Raja Liberal. Daftar
Kesesatan Said Aqil Siradj
Bantahan Buku Kh. Said Aqil Yang Membela Syiah Dan
Mencatut Imam Syafi’i
Goblok Tapi Cerdas??
Said Agiel Siradj Semakin Panik, Terima Kasih Pak !
Didepan Tokoh-tokoh Kristen, Hindu Dan Budha, Profesor
Tasawuf Said Aqil Siraj Menyatakan : "Yang Berjenggot, Pake Gamis, dan
Jidat Hitam. Lalu Mereka Yang Ucapkan Allahu Akbar.... ANTI PERBEDAAN”,
“Perbedaan Agama, Keyakinan, Kitab Suci ADALAH RAHMAT” ?!
Said Aqil Siradj Anggap Warga NU yang Tak Hidupkan
Syiar Sesat Syiah, Goblok!
Didepan Tokoh-tokoh Kristen, Hindu Dan Budha, Profesor
Tasawuf Said Aqil Siraj Menyatakan : “Kalau Anti ( Tidak ) Tahlilan Maka Kita
Ragukan Pancasilanya”, “Perbedaan Agama, Keyakinan, Kitab Suci ADALAH RAHMAT”
?!
Bantahan Terhadap Profesor ( Tasawuf ) DR.KH.Said Aqil
Siradj Terkait Penghinaannya terhadap jenggot ( Lihya ) Dari Aktifis Muda NU
Pelurusan Sangat Ilmiah Allahu Yarham KH. Abdul Hamid
Baidlowi Terhadap Said Agil Terkait penghinaan terhadap khalifah Utsman RA
‘Pemimpin Kafir Tapi Jujur Lebih Baik Dari Muslim Tapi
Dzalim’ Adalah Slogan Syiah. Prof.DR. SAS Gagal Paham Pendapat Ibnu Taimiyah (
Mulutnya Lebih Cepat Dari Aqilnya ).
Perhatikan ! Para Penghina Allah Azza wa Jallah ( Al
Wahhab/Wahabi) dan Penghujat Saudi, Dihinakan dan Diberantakan !
Said Aqil Siraj ( PBNU ), Pembenci Wahabi ( Salafi )
Nomor Wahid, Tidak Usah Menasehati Saudi, Sebagai Pendukung Tulen Majusyiah
Iran Lebih Baik Bela Iran Saja. Ustadz Yusuf Baisa, Sudah Saatnya Negara-Negara
Islam Memutuskan Hubungan Diplomatik Dengan Iran !
Kerusakan Jalan Pikiran SAS : Gemar Menyudutkan Posisi
Sahabat, Mengemban Misi Syi’ah Iran Ke Indonesia, ”Peternak Kambing Hitam
Wahabi”.
Kepada Prof ( Tasawuf ) DR KH Said Aqil Siraj Dan
Ustadz KH Muhammad Idrus Ramli, Dari Pada Dagangan “Wahabinya” Ngga Laku Dan
Ngos-Ngosan, Lebih Baik Penuhi Tantangan Dialog Berakhlakul karimah Dengan
Ustadz–Ustadz Salafi Dibawah Ini. Dengan Syarat Kalau Keok, Langsung Menyatakan
Taubat.
Jadikan Tahlilan ( Profesor Tasawuf ) Sebagai Barometer
Pancasilais adalah Pemikiran Sempit
Untuk Said Aqil Siraj ( Pemurka Wahabi ), Apa Yang
Harus Dilakukan : Kristenisasi Terpesat Di Dunia Ada Di Indonesia. 2 Juta
Muslim Murtad Setiap Tahun.
Kenapa KH Hasyim Asy’ari pendiri NU yang anti syi’ah
tidak dituduh kesusupan Wahabi?
Wahabi Dan Deradikalisasi. Siapa Yang Gemar Meneror
Dengan Kata-Kata “Banjir Darah, Bakar, Bubarkan, Turunkan, Tutup” Dan Bahasa
Anarkis Lain, Seakan RI Miliknya. Tiru Saudi Arabia, Tidak Ada Organisasi Masa
Jenis Apapun (Berbau Preman), Rakyatnya Aman Dan Damai.