Maret 2016
Pada tahun kelima dari krisis di Suriah,
Physicians for Human Right (PHR) kembali meminta perhatian semua pihak terkait
serangan yang terus berlangsung pada tenaga medis dan fasilitas media serta
menuntut agar keadilan tidak dikorbankan dalam mengejar perdamaian.
Ketika kita mendekati tahun keenam
konflik di Suriah, setidaknya 705 tenaga medis telah tewas, dan telah ada 346
serangan yang disengaja dan membabi buta terhadap 246 fasilitas medis.
Pemerintah Suriah dan sekutunya bertanggung jawab untuk lebih dari 90% serangan
terhadap rumah sakit dan lebih dari 95% pembunuhan terhadap tenaga medis,
berikut 139 kematian akibat penyiksaan atau eksekusi.
image
Tahun-Tahun yang Memalukan
Dunia menyaksikan ulang tahun kelima dari
konflik Suriah_ konflik dimana jika Dewan Keamanan PBB dan masyarakat
internasional melakukan tindakan yang lebih cepat, maka konflik ini mungkin
tidak pernah meletus, tidak akan bertahan selama ini, tidak akan menghabiskan
biaya untuk mempertahankan sebuah kehidupan,, tidak akan pernah melampaui batas
sehingga mengacaukan negara-negara lain, tidak akan pernah ada kehancuran
infrastruktur sipil Suriah, dan tidak akan pernah terjadi pengepungan seluruh
kota yang menyebabkan kelaparan_.
Seluruh dunia telah telah menyadari semua
inj tetapi memutuskan ditegakkannya keadilan bagi Suriah adalah sebuah pilihan.
Sudah saatnya bagi masyarakat internasional pada umumnya, dan Dewan Keamanan
PBB secara khusus, untuk mengakui besarnya kegagalan mereka dalam memelihara
perdamaian dan keamanan internasional_ serta kembali berkomitmen untuk
memberikan keadilan bagi rakyat Suriah. Presiden Bashar al-Assad dan sekutunya
jelas harus bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap
kemanusiaan yang mereka lakukan kepada rakyat Suriah. Dewan Keamanan PBB pun
memikul tanggung jawab karena gagal mencegah pembantaian itu.
Masyarakat internasional harus berbuat
memulai langkah-langkah mengingat serangan terhadap fasilitas medis di Suriah_terutama
sisi kejahatan dan pelanggaran hukum perang yang terus menanjak. 2015 adalah
tahun terburuk sejauh ini, terhitung lebih dari sepertiga dari semua serangan
sejak pertempuran dimulai menyasar fasilitas medis.
PHR telah mendokumentasikan serangan
terhadap fasilitas medis dan tenaga medis dari awal aksi demonstrasi di Suriah,
Maret 2011. Sementara itu data di 2015 menunjukkan peningkatan dramatis terkait
serangan serupa, ini jelas merupakan pelanggaran nyata dari hukum perang.
Sampai Desember 2015, 246 fasilitas
kesehatan telah terkena seranga dalam 346 serangan terpisah_122 diantaranya
terjadi pada tahun 2015 saja. Sebagian besar serangan ini dilakukan oleh
pasukan pemerintah Suriah dan sekutu mereka, Aleppo dan Idlib adalah dua
provinsi yang palinga banyak menanggung beban dari serangan, 95 di Aleppo dan
64 di Idlib.
Masuknya militer Rusia dalam konflik pada
30 September 2015 menyebabkan peningkatan serangan serupa, pasukan Rusia
melakukan penyerangan setidaknya 15 serangan terhadap rumah sakit di akhir
2015. Dokter dan tenaga medis lainnya juga telah menjadi target spesifik dalam
konflik.
PHR mendokumentasikan angka total
pembunuhan tenaga medis selama tahun 2015 yaitu 107 jiwa, sehingga total dalam
5 tahun terdapat 705 korban tewas dari kalangan tenaga medis. 83 pembunuhan
terhadap tenaga medis selama 2015 tercatat dilakukan oleh pasukan pemerintah
Suriah dan sekutunya.
Hukum perang didefinisikan oleh dua
prinsip utama. Pertama adalah prinsip pembedaan yang memerlukan para pihak
dalam konflik untuk selalu membedakan warga sipil dan obyek sipil dari kombatan
dan sasaran militer. Hal yang tidak pernah dibolehka dalam membidik atau
menargetkan warga sipil atau objek sipil. Kedua adalah prinsip
proporsionalitas, yang mengharuskan pihak dalam konflik untuk menimbang apakah
keuntungan militer dari serangan terhadap objek militer yang sah melebihi
risiko membahayakan warga sipil.
Tidak Ada Tempat Sembunyi
Semua serangan ini, apakah serangan yang
ditargetkan pada fasilitas medis atau serangan membabi buta terhadap daerah
sipil, adalah kejahatan perang. Konvensi Jenewa memberi status terlindungu bagi
fasilitas medis, tenaga, dan infrastruktur. Tapi dalam krisis Suriah, Bulan
Sabit Merah dan Palang Merah_simbol yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi
rumah sakit, klinik, ambulans, dan tenaga medis_ telah menjadi target, bukan
sebagai perisai.
Akibatnya, rumah sakit dan klinik di
daerah yang dikuasai oposisi mencoba untuk menghindari deteksi dan
identifikasi. Hal ini sulit untuk berbagai alasan. Pertama, semua rumah sakit
yang didirikan sebelum dimulainya konflik berjalan baik atau terdaftar di bawah
Departemen Kesehatan Suriah. Banyak rumah sakit ini masih berfungsi, artinya
pasukan pemerintah tahu koordinat yang tepat dari posisi mereka. Kedua, untuk
rumah sakit yang melayani pengobatan bagi korban luka-luka dan sakit, mereka
harus memberikan pelayanan cepat dan mudah diakses. Dalam konflik ini, semua
pasukan pemerintah Suriah harus melakukan identifikasi rumah sakit darurat baru
yang didirikan, klinik, kawasan medis kemudian mereka menjatuhkan bom dan
menonton korban luka-luka di evakuasi.
Larangan menargetkan warga sipil dan
obyek sipil telah terang-terangan dilanggar oleh semua pihak dalam konflik
Suriah_oleh pasukan pemerintah dan sekutu mereka, oleh IS dengan kekerasannya,
dan oleh oposisi. Namun, bukti-bukti jelas menunjukkan bahwa serangan yang
dilakukan pemerintah Suriah lebih sistematis, dan karena itu secara kolektif
ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Hukum perang didefinisikan oleh dua prinsip
utama. Pertama adalah prinsip pembedaan yang memerlukan para pihak dalam
konflik untuk selalu membedakan warga sipil dan obyek sipil dari kombatan dan
sasaran militer. Hal yang tidak pernah dibolehka dalam membidik atau
menargetkan warga sipil atau objek sipil. Kedua adalah prinsip
proporsionalitas, yang mengharuskan pihak dalam konflik untuk menimbang apakah
keuntungan militer dari serangan terhadap objek militer yang sah melebihi
risiko membahayakan warga sipil.
Asal Mula Konflik
Saat demonstran Suriah turun ke jalan
pada 15 Maret 2011 menuntut pembebasan pemuda yang telah ditahan dan disiksa
karena tulisan grafiti revolusioner, respon pemerintah brutal. Pengunjuk rasa
damai ditembak di jalan-jalan bahkan orang yang lain ditangkap dalam operasi keamanan,
ditahan, dipenjarakan, disiksa, dan, dalam beberapa kasus dibunuh dalam
tahanan.
Terperangkap dalam harapan yang
diciptakan oleh Arab Spring, yang menyapu seluruh wilayah diawali dari protes
di Tunisia yang mengarah pada penurunan Presiden otokratis-nya, pengunjuk rasa
di Suriah mulai menuntut kebebasan, demokrasi, dan keadilan. Pada Juli 2011,
puluhan ribu demonstran mempertaruhkan dirinya dalam bahaya penahanan,
penyiksaan, dan kematian di tangan pasukan keamanan pemerintah.
Pemerintah mengusulkan, namun tidak
menindaklanjuti dialog nasional tentang reformasi, dan membebaskan beberapa
tahanan politik. Tapi gerakan ini jatuh jauh dari tuntutan para demonstran, dan
situasi berkembang menjadi konflik bersenjata.
Dalam lima tahun berikutnya, Presiden
Bashar Al Assad telah terus menerus dan sistematis melanggar hak asasi manusia
dari rakyat Suriah, menunjukkan ketidakpedulian mendalam bagi hak untuk hidup
dan hak untuk bebas dari penyiksaan.
Luasnya kekejaman pemerintah disorot dan
dirilis tahun 2014 dengan lebih dari 50.000 foto. Gambar-gambar mengerikan,
yang diambil oleh mantan fotografer polisi militer yang diselundupkan keluar
dari Suriah, termasuk foto-foto mayat orang yang tewas atau meninggal dalam
tahanan, dalam banyak kasus, foto-foto menunjukkan tanda-tanda yang jelas dari
penyiksaan dan perlakuan buruk.
Sejalan dengan kekerasan yang merata
terjadi di pusat-pusat penjara Suriah itu adalah penghinaan pemerintah Suriah
terhadap hak kehidupan dan mata pencaharian warga sipil di daerah konflik.
Pria, wanita dan anak-anak khususnya di daerah yang dikuasai oposisi, terus
menerus diserang tanpa henti oleh pasukan pemerintah Suriah tanpa pandang bulu.
Serangan yang terjadi mencakup serangan terhadap fasilitas sipil seperti
sekolah dan rumah sakit. serangan membabi buta dimana secara inheren melanggar
hukum, penggunaan bom barel_drum penuh dengan pecahan peluru dan paku yang
dilemparkan dari helikopter dan menyebabkan korban mengalami luka serius_, bom
cluster, dan senjata kimia termasuk klorin.
Tapi serangan terhadap warga sipil tidak
berhenti sampai disitu. Ratusan ribu warga Suriah_ bahkan tembus satu juta
jiwa_ sedang dikepung, sebagian besar dilakukan oleh pasukan pemerintah,
semantara dalam sejumlah kecil dikepung oleh ISI. Blokade daerah-daerah oposisi
adalah bentuk kejahatan yang mengancam jiwa, ini adalah bentuk hukuman kolektif
terhadap warga sipil dengan asumsi bahwa mereka memberikan dukungan kepada satu
pihak atau pihak lain dalam konflik.
Rakyat Suriah yang tinggal di daerah
terkepung tidak dapat menerima bantuan makanan, obat-obatan, atau barang lain
yang diperlukan untuk hidup, sementara sebagian yang lain perlahan mati
kelaparan. Ini adalah kejahatan perang dimana mereka menghalangi pengiriman
pasokan medis dan juga menghambat kemampuan orang untuk mengakses layanan
kesehatan.
Berdasarkan regulasi Hukum Internasional,
“Membuat warga sipil kelaparan sebagai metode perang adalah dilarang. Oleh
karena itu dilarang menyerang, merusak, menghapus atau menghambat suatu
fasilitas objek yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk sipil
seperti bahan makanan, daerah pertanian untuk produksi bahan makanan, tanaman,
ternak, instalasi air minum dan persediaan sumber irigasi.”
Buah dari taktik ini, rakyat Suriah yang
tidak terjebak dalam pengepungan melarikan diri untuk mencari tempat berlindung
baik di dalam negeri, di kamp-kamp resmi bagi para pengungsi internal (IDP) dan
lintas batas sebagai pengungsi.
Setengah dari total populasi Suriah telah
mengungsi akibat konflik. Jutaan membutuhkan bantuan kemanusiaan dan dukungan,
menurut PBB. Namun, meskipun berlalunya dua resolusi Dewan Keamanan PBB_
pertama, terkait himbauan bagi semua pihak untuk menghentikan pelanggaran
terhadap hukum perang, dan secara khusus menyebut serangan terhadap rumah
sakit, sekolah-sekolah, penggunaan bom barel dan senjata yang terlarang
lainnya; kedua, seruan untuk pengiriman segera dan tanpa hambatan bantuan
kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan, termasuk langsung kepada orang-orang
yang tinggal di daerah oposisi_ hingga hari ini warga sipil masih membayar
harga yang mahal penderitaan dalam konflik ini.
Sumber : physiciansforhumanright.org
http://www.hasi.or.id/tidak-ada-perdamaian-tanpa-keadilan-di-suriah-bagian-3.aspx/