Aqidah Tanduk Setan (Najd) yang dimaksud
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyelisihi Al Qur’an dan Hadits
(Shahih dan Sharih), jelas bukan Manhaj Salafush shalih (Manhaj tiga generasi
terbaik setelah Nabi).
Sabda Rasulullah SAW dalam hadits di atas
adalah dalil bahwasanya seberat-berat fitnah (bagi umat ini) akan muncul dari
arah timur. Dan telah terjadi, fitnah-fitnah besar yang menimpa umat ini
berasal dari timur. penduduk ‘iraq ( العراق ) telah
membunuh cucu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan saya mendengar nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “keduanya (hasan dan husain) adalah
kebanggaanku di dunia.”… (Bukhari 5994, Tirmidzi 3770). “keduanya (al
hasan da al husain) adalah aroma wewangianku dari dunia”…. (Bukhari 3753).
Hadis-hadis
tentang Keutamaan Negeri Yaman
Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menerangkan, bahwa penduduk Yaman adalah umatnya yang paling
pertama merasakan segarnya air telaga beliau.
Dari sahabat Tsauban berkata,
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda,
إني لبعقر حوضي
أذود الناس لأهل اليمن أضرب بعصاي حتى يرفض عليهم
“Sesungguhnya kelak aku akan berada di samping
telagaku. Kemudian Aku akan menghalangi orang-orang yang akan meminum dari
telagaku, agar penduduk Yaman dapat meminumnya terlebih dahulu. Aku
memukul dengan tongkatku, sehingga air telaga tersebut mengalir untuk mereka.” (HR.
Muslim)
Inilah salah satu bentuk karomah untuk penduduk
Yaman. Dimana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam mendahulukan
mereka dalam hal meminum air dari telaga beliau. Sebagai ganjaran atas baiknya
perilaku mereka dan bersegeranya mereka dalam menerima Islam. Rasulullah
mendahulukan mereka untuk meminum air telaga beliau. Sebagaimana di kehidupan
dunia, mereka membela kehormatan Nabi shallallahu’alaihi
wasallam dari musuh-musuh beliau. (Lihat: Syarah Shohih
Muslim 62/15)
Diantara hikmah Allah,
Allah melebihkan sebagian makhluknya di atas sebagian yang lain. Seperti bulan
ramadhan sebaik-baik bulan, hari jumat sebaik-baik hari dalam seminggu, kota
suci Makkah dan Madinah adalah kota yang paling Allah cintai. Semua ini karena
hikmah Allah. Dan Allah memberikan karuniaNya kepada siapa saja yang Dia
kehendaki.
Demikian pula halnya dengan negeri Yaman, Allah ‘azza
wa jalla, telah memuliakan negeri ini diantara negeri-negeri lainnya di dunia
ini, (setelah Makkah dan Madinah). Penduduknya adalah orang-orang yang lembut
hatinya, santun tutur katanya, dan cepat menerima kebenaran.
Ada beberapa ayat dalan Al Qur’an yang menerangkan makna ini.
Dalam hadis-hadis Nabi shallallahu’alaihi wasallam, juga dijelaskan
hal yang semakna. Mari simak rinciannya berikut ini.
Dalil dalam Al Qur’an, yang Menunjukkan Keutamaan Penduduk Yaman
Firman Allah Ta’ala,
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن
دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِى ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ ۥۤ
أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ يُجَـٰهِدُونَ فِى
سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآٮِٕمٍ۬ۚ ذَٲلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ
يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui” (QS.
Al-Maidah 54)
Ada beberapa pendapat ahli tafsir mengenai makna ayat ini. Ada
yang menjelaskan bahwa kaum yang dimaksud dalam ayat di atas adalah kaum
Anshor, ada yang mengatakan ;maksudnya adalah Abu Bakr
As-Sidiq radhiyallahu’anhu, yang di masa kekhilafahan beliau, beliau
memerangi orang-orang yang murtad.
Namun, pendapat yang lebih kuat mengenai identitas kaum yang
disinggung dalam ayat di atas; sebagaimana dijelaskan oleh Imam al Qurtubi
dalam tafsirnya, adalah penduduk negeri Yaman; kaumnya sahabat Abu Musa al
Asy-‘asy’ari radhiyallahu’anhu.
“Turunnya ayat ini; terang Imam Al Qurtubi, berkenaan dengan
kabilah yang bernama al Asy-‘ari. Dalam riwayat disebutkan: setelah ayat ini
turun, beberapa rombongan kapal dari kabilah al Asy-‘ari dan kabilah-kabilah
lainnya dari negeri Yaman, datang melalui jalur laut. Mereka adalah kaum
muslimin yang tertindas di negerinya pada masa Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam masih hidup. Merekalah yang berjasa dalam penaklukan negeri Irak
(melalui perang Al Qodisiyyah) pada masa kekhilafahan
Umar radhiyallahu’anhu.”
“Penafsiran ini, Imam al Qurtubi melanjutkan penjelasan, adalah
penafsiran yang paling shahih mengenai makna kaum yang disebut dalam ayat di
atas” (Tafsir al Qurtubi jilid: 8 hal: 52)
Imam Ibnu Jarir At Thobari rahimahullah juga menguatkan
penafsiran ini. Sebagaimana yang beliau nyatakan dalam tafsir beliau,
وأولى الأقوال في ذلك عندنا بالصواب، ما روي به الخبر عن رسول الله
صلى الله عليه وسلم، أنهم أهل اليمن؛ قوم أبي مويى الأشعري.
“Menurut kami, pendapat yang lebih kuat mengenai penafsiran
kaum yang dimaksudkan dalam ayat adalah sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah
riwayat, yang bersumber dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, bahwa
kaum tersebut adalah penduduk Yaman; kaumnya sahabat Abu Musa al Asy-‘aryi.”
(Tafsir At Thobari, 8/525)
Kemudian, ayat lainnya, yang menerangkan keutamaan negeri Yaman,
adalah firman Allah Ta’ala,
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ
النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong” (QS. An Nashr: 1-2)
Dalam sabdanya, Nabi shallallahu’alaihi
wasallam menjelaskan, bahwa ayat di atas sedang berbicara tentang penduduk
Yaman. Karena mereka adalah orang-orang yang lembut hatinya dan mudah menerima
kebenaran.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau
mengatakan, “Tatkala diturunkan ayat, ” Apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah
dengan berbondong-bondong.” Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam bersabda,
أتاكم أهل اليمن, هم أرقّ قلوبا, الإيمان يمان و الفقه يمان و الحكمة
يمانية.
“Penduduk negeri Yaman telah datang kepada kalian. Mereka adalah
orang yang paling lembut hatinya. Iman itu ada pada yaman, Fiqih ada pada
Yaman, dan hikmah ada pada Yaman.” (HR. Imam Ahmad, dinilai sohih oleh
Al-Albani)
Demikian pula dalam riwayat Ibnu Abbas dijelaskan, “Suatu ketika,
saat Nabi berada di Madinah beliau bersabda,
الله أكبر الله أكبر جاء نصر الله و الفتح, و جاء أهل اليمن : قوم
نقية قلوبهم ليّنة طباعهم, الإيمان يمان و الفقه يمان و الحكمة يمانية.
“Allahu Akbar…. Allahu Akbar (Maha besar Allah), telah datang
pertolongan Allah dan telah datang penduduk yaman. Kaum yang bersih hatinya,
lembut tabiat mereka. Iman itu ada pada yaman, fiqih itu ada pada yaman
dan hikmah itu ada pada yaman.” (HR. Ibnu Hibban, dinilai sohih Syaikh
Al-Albani)
Subhanallah, Terbukti Dua Karakteristik Ucapan Rasulullah SAW : Keimanan Ada Pada Penduduk Al Haramain, Yaman Dan Syam Serta Kelak Sumber Malapetaka (Tanduk Setan) Ada Di 'Iraaq (Najd, Kufah, Basrah Dan Timur Lainnya). Terbukti Benar : Sekte Sesat-Kejam Syiah Ismailiyah, Qaramithah, Itsna Asyariyah, Al-Jarudiyah, An-Nushairiyah, Mu'tazillah, Khawaarij, Thoriqoh-thoriqoh Ahlul-Bid'ah Shufiyyah Dan Kerusakan Aqidah Lainnya Lahir Dari Sini (Timur) !
Pujian Luar Biasa Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wa Sallam Kepada Orang-Orang Yaman (Pribumi Asli Yaman),
Lurus Aqidahnya (Ittiba) “Mereka Yang Paling Lembut Hatinya Dan Paling Halus
Jiwanya. Iman Itu Yaman, (Fiqh ‘Pemahaman Agama Yang Baik’ Itu Yaman*) Dan
Hikmah Itu Yaman.” [Hr. Al-Bukhari Dan Muslim]
Pujian Luar Biasa Dari Nabi Kepada Akhlak
(Keimanan) Penduduk Yaman, Namun Pada Abad 3H Dirusak Dengan Berkuasanya Syiah
Ismailiyah (Qaramithah) Dari Kufah Dan Basrah.
Apa Yang Terjadi Di Basrah Dan Sekitarnya
Pada Tahun 260H – 350H?
Mereka yang Terhalang Minum dari Telaga Al Kautsar
Telaga dan sungai Al-Kautsar begitu nikmatnya, itulah salah satu
kenikmatan di akhirat. Bagaimana kita selaku seorang muslim bisa menikmatinya?
Ternyata memang ada orang yang terhalang untuk minum dari telaga tersebut.
Apa itu Al-Kautsar?
Al-Kautsar bisa diartikan sebagai kebaikan yang banyak. Bisa pula
nama sungai di surga atau nama telaga Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rincian pengertian Al-Kautsar disebutkan dalam Zaad Al-Masiir, 9: 247-249.
Lihat penjelasan lengkapnya: Tafsir Surat Al-Kautsar.
Sungai Al-Kautsar
Terdapat hadits dalam shahih Muslim, dari Anas, ia berkata, suatu
saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kami dan saat itu beliau
dalam keadaan tidur ringan (tidak nyenyak). Lantas beliau mengangkat kepala dan
tersenyum. Kami pun bertanya, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” “Baru
saja turun kepadaku suatu surat”, jawab beliau. Lalu beliau membaca,
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang
yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3). Kemudian beliau
berkata, “Tahukah kalian apa itu Al Kautsar?” “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
mengetahui”, jawab kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ
كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ
عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ
أُمَّتِى. فَيَقُولُ مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ
“Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabbku ‘azza wa
jalla. Sungai tersebut memiliki kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang
nanti akan didatangi oleh umatku pada hari kiamat nanti. Bejana (gelas) di
telaga tersebut sejumlah bintang di langit. Namun ada dari sebgaian hamba yang
tidak bisa minum dari telaga tersebut. Allah berfirman: Tidakkah
engkau tahu bahwa mereka telah amalan baru sesudahmu.” (HR. Muslim, no. 400).
Telaga Al-Kautsar
Al-Kautsar juga adalah nama haud (telaga) yang begitu besar di
surga. Haudh itu tempat berkumpulnya air. Telaga itu ada di padang Mahsyar yang
akan didatangi oleh umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telaga ini
memiliki air yang datangnya dari sungai Al-Kautsar yang berada di surga. Oleh
karena itu telaga tersebut disebut telaga Al-Kautsar.
Dalam hadits Abu Dzarr disebutkan,
عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا آنِيَةُ
الْحَوْضِ قَالَ « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ
عَدَدِ نُجُومِ السَّمَاءِ وَكَوَاكِبِهَا أَلاَ فِى اللَّيْلَةِ الْمُظْلِمَةِ
الْمُصْحِيَةِ آنِيَةُ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهَا لَمْ يَظْمَأْ آخِرَ مَا
عَلَيْهِ يَشْخُبُ فِيهِ مِيزَابَانِ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ
يَظْمَأْ عَرْضُهُ مِثْلُ طُولِهِ مَا بَيْنَ عَمَّانَ إِلَى أَيْلَةَ مَاؤُهُ
أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ »
Dari Abu Dzarr, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan
bejana yang ada di al-haudh (telaga Al-Kautsar)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi jiwa Muhammad
yang berada di tangan-Nya. Wadah untuk minum yang ada di telaga Al-Kautsar
banyaknya seperti jumlah bintang dan benda yang ada di langit pada malam yang
gelap gulita. Itulah gelas-gelas di surga. Barang siapa yang minum air telaga
tersebut, maka ia tidak akan merasa haus selamanya. Di telaga tersebut ada dua
saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa meminum airnya, maka ia
tidak akan merasa haus. Lebarnya sama dengan panjangnya, yaitu seukuran antara
Amman dan Ailah. Airnya lebih putih dari pada susu dan rasanya lebih manis dari
pada manisnya madu.” (HR. Muslim, no. 2300)
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar, telaga tersebut berada di
sisi surga. Sumber air dari telaga tersebut adalah dari sungai yang ada di
dalam surga. Demikian dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath, 11: 466.
Mereka yang Terhalang Minum dari Telaga Al-Kautsar
Dari Abu Wail, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ
مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ
أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di
hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan
(minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas
berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau
sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari,
no. 7049)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا
بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah
berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti
ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku
sesudahku.” (HR. Bukhari, no. 7051)
Siapakah mereka?
Sebagaimana disampaikan oleh Imam Nawawi rahimahullah, para ulama
berselisih pendapat dalam menafsirkan mereka yang tertolak dari telaga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pendapat pertama: Yang dimaksud adalah orang munafik dan orang
yang murtad. Boleh jadi ia dikumpulkan dalam keadaan nampak cahaya bekas wudhu
pada muka, kaki dan tangannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil
mereka dengan bekas yang mereka miliki. Lantas dibantah, mereka itu sebenarnya
telah mengganti agama sesudahmu. Artinya, mereka tidak mati dalam keadaan Islam
yang mereka tampakkan.
Pendapat kedua: Yang dimaksud adalah orang yang masuk Islam di
zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas murtad sepeninggal Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil
mereka walau tidak memiliki bekas tanda wudhu. Walau Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tahu keislaman mereka ketika beliau hidup. Lantas dibantah, mereka
itu adalah orang yang murtad setelahmu.
Pendapat ketiga: Yang dimaksud, mereka adalah ahli maksiat dan
pelaku dosa besar yang mati masih dalam keadaan bertauhid. Begitu pula termasuk
di sini adalah pelaku bid’ah yang kebid’ahan yang dilakukan tidak mengeluarkan
dari Islam. Menurut pendapat ketiga ini, apa yang disebutkan dalam hadits bahwa
mereka terusir cuma sekedar hukuman saja, mereka tidak sampai masuk neraka.
Bisa jadi Allah merahmati mereka, lantas memasukkan mereka dalam surga tanpa
siksa. Bisa jadi pula mereka memiliki tanda bekas wudhu pada wajah,
kaki dan tangan. Bisa jadi mereka juga hidup di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan setelah itu, akan tetapi beliau mengenal mereka dengan tanda yang
mereka miliki.
Imam Al-Hafizh Abu ‘Amr bin ‘Abdul Barr mengatakan, “Setiap orang
yang membuat perkara baru dalam agama, merekalah yang dijauhkan dari telaga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Khawarij, Rafidhah (Syi’ah), dan
pelaku bid’ah lainnya. Begitu pula orang yang berbuat zalim dan terlaknat
lantaran melakukan dosa besar. Semua yang disebutkan tadi dikhawatirkan
terancam akan dijauhkan dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu
a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 3: 122)
Ringkasnya untuk bisa minum dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam haruslah memenuhi beberapa syarat:
Harus beriman dengan iman yang benar.
Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menjalankan islam secara lahir dan batin.
Menjauhi maksiat dan dosa besar.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah untuk bisa menikmati
telaga Al-Kautsar.
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Mereka yang Diusir dari
Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala
Rasulillah, wa ba’du,
Mengimani keberadaan telaga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bagian dari prinsip ahlus sunah. dan ini
bagian dari kesempurnaan iman kepada hari akhir.
Tentang keberadaan haudh (telaga) di hari
kiamat, telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak
hadis dengan redaksi yang berbeda. Diantaranya,
Pertama, bahwa semua nabi memiliki haudh
Dari Samurah radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ نَبِىٍّ حَوْضًا وَإِنَّهُمْ
يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً وَإِنِّى أَرْجُو أَنْ أَكُونَ
أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً
Sesungguhnya setiap nabi memiliki Haudh
(telaga). Dan mereka akan saling berlomba, siapa diantara mereka yang telaganya
paling banyak pengunjungnya. Dan saya berharap, aku adalah orang yang telaganya
paling banyak pengunjungnnya. (HR. Turmudzi 2631 dan dishahihkan al-Albani)
Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menunggu kita di telaga
Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنِّى فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، مَنْ مَرَّ
عَلَىَّ شَرِبَ ، وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا
Saya menunggu kalian di telaga. Siapa
yang mendatangiku, dia akan minum airnya dan siapa yang minum airnya, tidak
akan haus selamanya. (HR. Bukhari 6583 & Muslim 6108)
Ketiga, ada yang disesatkan, sehingga
tidak bisa mendekat ke telaga
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ،
وَلَيُرْفَعَنَّ لِي رِجَالٌ مِنْكُمْ، ثُمَّ لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي، فَأَقُولُ:
يَا رَبِّ، أَصْحَابِي، فَيُقَالُ لِي: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا
بَعْدَكَ
Aku menunggu kalian di telaga. Sungguh
ditampakkan kepadaku beberapa orang diantara kalian, kemudian dia disimpangkan
dariku. Lalu aku mengatakan, “Ya Rabbi, itu umatku.” Kemudian disampaikan
kepadaku, “Kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat setelah kamu meninggal.”
(HR. Ahmad 4180 dan Bukhari 6576)
Keempat, air telaga bersumber dari surga
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu,
سُئِلَ عَنْ عَرْضِ الحَوضِ فَقَالَ « مِنْ
مَقَامِى إِلَى عَمَّانَ ». وَسُئِلَ عَنْ شَرَابِهِ فَقَالَ « أَشَدُّ بَيَاضًا
مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ
مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ وَالآخَرُ مِنْ وَرِقٍ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditanya tentang lebar telaga. Jawab beliau, “Dari tempatku ini sampai Oman.”
Lalu beliau ditanya tentang kondisi airnya, jawab beliau, “Lebih putih dari
susu, lebih manis dari madu, ada dua pancuran yang selalu memancar, terhubung
sampai ke surga. Yang satu dari emas dan yang satu dari perak.” (HR. Muslim
6130).
Kelima, Luas telaga dan Gayungnya
Dari Abdullah bin Amr bin Ash
radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَوْضِى مَسِيرَةُ شَهْرٍ ، مَاؤُهُ أَبْيَضُ
مِنَ اللَّبَنِ ، وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ ، وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ
السَّمَاءِ
Telagaku lebarnya sejauh perjalanan
sebulan. Airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dari kesturi,
gayungnya seperti bintang di langit. (HR. Bukhari 6579 & Muslim 6111).
Gayungnya disamakan dengan bintang
artinya sama dalam jumlah dan gemerlapnya.
Mereka yang Disesatkan dari Telaga
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
bercerita,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mendatangi kuburan, lalu beliau memberi salam, “Salamu alaikum, wahai penduduk
negeri kaum mukminin, kami insyaaAllah akan bertemu kalian.” Lalu beliau
mengatakan,
“Saya ingin ketemu dengan teman-temanku.”
“Bukankah kami ini teman-teman anda ya
Rasulullah?” tanya para sahabat.
“Bukan, kalian sahabatku. Teman-temanku
adalah umat islam yang akan datang setelah masa ini. Aku menunggu mereka di
telagaku.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Ya Rasulullah, bagaimana anda bisa
mengenali umatmu yang belum pernah ketemu dengan anda?” tanya sahabat.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membuat permisalan,
“أَرَأَيْتَ
لَوْ أَنَّ رَجُلًا كَانَ لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ
خَيْلٍ بُهْمٍ دُهْمٍ، أَلَمْ يَكُنْ يَعْرِفُهَا؟ ” قَالُوا: بَلَى. قَالَ: ”
فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ
الْوُضُوءِ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ”
“Bagaimana menurut kalian, jika ada orang
yang memiliki kuda hitam yang ada belang putih di wajah dan kaki-kakinya, dan
dia berada di kerumunan kuda yang serba hitam. Bukankah dia bisa mengenalinya?”
“Tentu dia bisa mengenali kudanya.” Jawab
sahabat.
“Umatku akan dibangkitkan di hari kiamat
dalam keadaan belang di wajah dan tangannya karena bekas wudhu. Saya menunggu
mereka di telaga.” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lalu beliau mengingatkan,
أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ عَنْ
حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ، أُنَادِيهِمْ: أَلَا هَلُمَّ،
فَيُقَالُ: إِنَّهُمْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ: سُحْقًا، سُحْقًا
Ketahuilah, sungguh ada beberapa orang
yang disesatkan, tidak bisa mendekat ke telagaku, seperti onta hilang yang
tersesat. Aku panggil-panggil mereka, “Kemarilah…kemarilah.” Lalu disampaikan
kepadaku, “Mereka telah mengubah agamanya setelah kamu meninggal.”
Akupun (Nabi) mengatakan,
“Celaka-celaka..”. (HR. Ahmad 8214 & Muslim 607)
Dalam riwayat Bukhari, Dari Abu Said
al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ
تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“Mereka umatku… “
lalu disampaikan kepadaku, “Kamu tidak
tahu bahwa mereka telah mengubah (agamanya) setelah kamu meninggal”. Akupun
berkomentar, “Celaka-celaka bagi orang yang mengganti agamannya setelah aku
meninggal.” (HR. Bukhari 7051).
Siapakah Orang yang Mengganti itu?
Kita simak keterangan al-Qurthubi,
قال علماؤنا رحمة الله عليهم أجمعين : فكل من
ارتد عن دين الله أو أحدث فيه ما لا يرضاه الله و لم يأذن به الله فهو من
المطرودين عن الحوض المبعدين عنه و … وكذلك الظلمة المسرفون في الجور و الظلم و
تطميس الحق و قتل أهله و إذلالهم و المعلنون بالكبائر المستحفون بالمعاصي و جماعة
أهل الزيغ و الأهواء و البدع
Para ulama (guru) kami – rahimahumullah –
mengatakan,
Semua orang yang murtad dari agama Allah,
atau membuat bid’ah yang tidak diridhai dan diizinkan oleh Allah, merekalah
orang-orang yang diusir dan dijauhkan dari telaga…. Demikian pula orang-orang
dzalim yang melampaui batas dalam kedzalimannya, membasmi kebenaran, membantai
penganut kebenaran, dan menekan mereka. Atau orang-orang yang terang-terangan melakukan dosa besar
terang-terangan, menganggap remeh maksiat, serta kelompok menyimpang, penganut
hawa nafsu dan bid’ah. (at-Tadzkirah, hlm. 352).
Keterangan lain juga disampaikan Ibnu
Abdil Bar,
“Semua orang yang melakukan perbuatan
bid’ah yang tidak diridhai Allah dalam agama ini akan diusir dari telaga
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang paling parah adalah ahlul bid’ah
yang menyimpang dari pemahaman kaum muslimin, seperti khawarij, syi’ah rafidhah
dan para pengikut hawa nafsu… semua mereka ini dikhawatirkan termasuk
orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini yang diusir dari telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Syarh az Zarqaani ‘ala al-Muwaththa, 1/65).
Mengapa mereka diusir dari telaga?
Karena sewaktu di dunia mereka tidak mau
minum sunah dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka lebih memihak
bid’ah dengan sejuta alasannya, demi membela ajaran tokohnya. Sebagaimana
mereka tidak minum telaga sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka di
akhirat kelak mereka tidak boleh minum air telaga beliau, yang merupakan janji
indah untuk ahlus sunah.
Terutama
Mereka Yang Mengingkari Keberadaan Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam
Kita simak penuturan Imam Ibnu Katsir,
“Penjelasan tentang telaga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari telaga tersebut
pada hari kiamat – yang disebutkan dalam banyak hadis, dengan banyak jalur yang
kuat, meskipun ini tidak disukai oleh
orang-orang ahlul bid’ah yang keras kepala menolak dan mengingkari keberadaan
telaga ini. Merekalah yang paling terancam untuk diusir dari telaga tersebut
pada hari kiamat. Sebagaimana ucapan salah seorang ulama salaf,
من كذب بكرامة لم ينلها
“Barangsiapa yang mendustakan
(mengingkari) suatu kemuliaan maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan
tersebut…”(an-Nihayah fi al-Fitan wal Malahim, 1/374).
Semoga Allah memberi kekuatan kita untuk
selalu istiqamah di atas kebenaran…
Allahu a’lam.
Dtulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan
Pembina Konsultasisyariah.com)
Telaga Kemuliaan Rasulullah pada Hari Kiamat
Telaga Kemuliaan Rasulullah pada Hari Kiamat
Iman kepada hari akhir/hari kemudian, yang berarti mengimani semua
peristiwa yang diberitakan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits shahih
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi setelah kematian,
adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap orang yang beriman
kepada Allah Ta’ala dan kebenaran agama-Nya.
Bahkan karena tingginya kedudukan iman kepada hari akhir, Allah
Ta’ala dalam banyak ayat al-Qur’an sering menggandengkan antara iman kepada-Nya
dan iman kepada hari akhir. Hal ini dikarenakan orang yang tidak beriman kepada
hari akhir maka tidak mungkin dia beriman kepada Allah Ta’ala, sebab orang yang
tidak beriman kepada hari akhir dia tidak akan mengerjakan amal shaleh, karena
seseorang tidak akan mengerjakan amal shaleh kecuali dengan mengharapkan
balasan kemuliaan dan karena takut siksaan-Nya pada hari pembalasan kelak.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala menggambarkan sifat orang-orang yang
tidak beriman kepada hari akhir dalam firman-Nya,
{وَقَالُوا
مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا
الدَّهْرُ}
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan
di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita
selain masa (waktu)” (al-Jaatsiyah:24)[1].
Kewajiban Mengimani Keberadaan Telaga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
Di antara perkara yang wajib diimani sehubungan dengan iman kepada
hari akhir adalah keberadaan al-haudh (telaga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagai kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, yang pada hari kiamat nanti orang-orang yang beriman dan
mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu di dunia akan
mendatangi dan meminum air telaga yang penuh kemuliaan tersebut, semoga Allah
Ta’ala memudahkan kita untuk meraih kemuliaan tersebut, amin.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam
adalah kewajiban) mengimani (keberadaan) telaga milik Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada hari kiamat, yang nanti akan didatangi oleh umat beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam… sebagaimana yang disebutkan dalam banyak hadits
yang shahih (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)”[2].
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi berkata, “Al-Haudh (telaga) yang
dengannya Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk
diminum (airnya) oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari
kiamat nanti) adalah suatu yang benar adanya”[3].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan perkara-perkara
yang wajib diimani pada hari kiamat, beliau berkata[4], “Pada hari kiamat (ada)
telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan didatangi (oleh umat
beliau)…barangsiapa yang meminum (air) telaga tersebut maka dia tidak akan
merasakan haus lagi selamanya”[5].
Imam an-Nawawi mencantumkan hadits-hadits dalam “Shahih imam
Muslim” yang menyebutkan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam bab, “Penetapan (keberadaan) telaga Nabi kita (Muhammad)
shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti)…”[6].
Dalil-dalil yang menjelaskan keberadaan telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menjelaskan ini banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir
(diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari kebenarannya).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari
telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang
telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini
tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeraskepala menolak dan
mengingkari keberadaan telaga ini…”[7].
Senada dengan ucapan di atas, imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi
menjelaskan, “Hadits-hadits (shahih) yang menyebutkan (keberadaan) telaga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai derajat mutawatir,
diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh orang sahabat (dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam)…”[8].
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga (pada
hari kiamat nanti), dan mereka saling membanggakan siapa di antara mereka yang
paling banyak orang yang mendatangi telaganya (dari umatnya), dan sungguh aku
berharap (kepada Allah Ta’ala) bahwa akulah yang paling banyak orang yang
mendatangi (telagaku)”[9].
Juga sabda beliau dalam hadits lain, “Sesungguhnya aku akan berada
di depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku akan
menjadi saksi bagi kalian, demi Allah, sungguh aku sedang melihat telagaku saat
ini”[10].
Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku
akan berada di depan kalian ketika mendatangi telaga (pada hari kiamat nanti),
barangsiapa yang mendatanginya maka dia akan meminum airnya, dan barangsiapa
yang meminumnya maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[11].
Gambaran tentang Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam Hadits-Hadits yang Shahih
– Barangsiapa yang meminum air telaga tersebut maka dia tidak akan
merasakan haus lagi selamanya, sebagaimana hadits yang tersebut di atas.
– Sumber air telaga tersebut adalah sungai al-Kautsar di surga
yang Allah Ta’ala peruntukkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kalian
mengetahui apa al-Kautsar itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya
yang lebih mengetahuinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
al-Kautsar adalah sungai yang Allah Ta’ala janjikan kepadaku, padanya terdapat
banyak kebaikan, dan (airnya akan mengalir ke) telagaku yang akan didatangi
oleh umatku pada hari kiamat (nanti)…”[12].
Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dialirkan pada telaga itu dua saluran air yang (bersumber) dari (sungai
al-Kautsar) di surga…”[13].
– Adapun gambaran air telaga tersebut adalah sebagaimana sabda
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Airnya lebih putih dari susu dan baunya
lebih harum dari (minyak wangi) misk (kesturi)”[14]. Dalam hadits lain, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan (rasanya) lebih manis dari
madu”[15].
– Gayung/timba untuk mengambil air telaga tersebut sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gayung-gayungnya adalah
seperti bintang-bintang di langit”[16]. Artinya: jumlahnya sangat banyak dan
berkilauan seperti bintang-bintang di langit[17].
– Bentuk telaga tersebut adalah persegi empat sama sisi[18],
sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih[19].
Siapakah Orang-Orang yang Terpilih Mendatangi Telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu mengikuti petunjuk yang beliau
sampaikan. Adapun orang-orang yang berpaling dari petunjuk beliau sewaktu di
dunia, maka mereka akan diusir dari telaga tersebut[20].
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan bahwa ada orang-orang yang dihalangi dan diusir dari telaga
yang penuh kemuliaan ini[21]. Karena mereka sewaktu di dunia berpaling dari
petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemahaman
dan perbuatan bid’ah, sehingga di akhirat mereka dihalangi dari kemuliaan
meminum air telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, sebagai
balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka[22].
Imam Ibnu Abdil Barr[23] berkata, “Semua orang yang melakukan
perbuatan bid’ah yang tidak diridhai Allah dalam agama ini akan diusir dari
telaga Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti), dan
yang paling parah di antara mereka adalah orang-orang (ahlul bid’ah) yang
menyelisihi (pemahaman) jama’ah kaum muslimin, seperti orang-orang khawarij,
syi’ah rafidhah dan para pengikut hawa nafsu, demikian pula orang-orang yang
berbuat zhalim yang melampaui batas dalam kezhaliman dan menentang kebenaran,
serta orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar secara terang-terangan, semua
mereka ini dikhawatirkan termasuk orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini
(yang diusir dari telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)[24].
Terlebih lagi orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, seperti kelompok Mu’tazilah[25],
mereka termasuk orang yang paling terancam diusir dari telaga ini.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum dari
telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam hadits-hadits yang
telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur yang kuat, meskipun ini
tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang berkeraskepala menolak dan
mengingkari keberadaan telaga ini. Mereka inilah yang paling terancam untuk
dihalangi (diusir) dari telaga tersebut (pada hari kiamat)[26], sebagaimana
ucapan salah seorang ulama salaf: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari)
suatu kemuliaan maka dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut…”[27].
Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi berkata, “Semoga Allah membinasakan
orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga ini, dan alangkah pantasnya mereka
ini untuk dihalangi dari mendatangi telaga tersebut pada hari (ketika manusia
mengalami) dahaga yang sangat berat (hari kiamat)”[28].
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang telaga kemuliaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kewajiban mengimaninya merupakan perkara
penting yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir dan merupakan salah satu
prinsip dasar akidah Ahlus sunnah wal jamaah, yang tercantum dalam kitab-kitab
akidah para imam Ahlus sunnah.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita
semua untuk dapat meraih semua kebaikan dan kemuliaan yang dijanjikan-Nya di
dunia dan di akhirat kelak, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar, Maha
Dekat, dan Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا
أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 3 Sya’ban 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim
al-Buthoni, MA
[1] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin
dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/528).
[2] Kitab “Ushuulus sunnah” (hal. 3-4).
[3] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith
thahaawiyyah” (hal. 227).
[4] Kitab “Syarhul ‘aqiidatil
waasithiyyah” (2/572).
[5] Sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits shahih yang akan kami sebutkan insya Allah.
[6] Kitab “Shahih imam Muslim” (4/1791).
[7] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal
malaahim” (hal. 127).
[8] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith
thahaawiyyah” (hal. 227).
[9] HR at-Tirmidzi (no. 2443) dan
ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul Kabiir” (no. 6881), juga dari jalur lain (no.
7053) dari sahabat Samurah bin Jundub, hadits ini sanadnya lemah, akan tetapi
diriwayatkan dari beberapa jalur yang saling menguatkan, sehingga hadits ini
mencapai derajat hasan atau bahkan shahih, sebagaimana penjelasan syaikh
al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 1589).
[10] HSR al-Bukhari (no. 6218) dan Muslim
(no. 2296) dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6643) dan Muslim
(no. 2290) dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Saa’idi.
[12] HSR Muslim (no. 400) dari sahabat
Anas bin Malik.
[13] HSR Muslim (no. 2300) dari sahabat
Abu Dzar al-Gifaari.
[14] HSR al-Bukhari (no. 6208) dari
sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[15] HSR Muslim (no. 2301) dari sahabat
Tsauban.
[16] HSR al-Bukhari (no. 6208) dan Muslim
(no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[17] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin
dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[18] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu
syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/463).
[19] HSR Muslim (no. 2292) dari sahabat
Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[20] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin
dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[21] Riwayat imam al-Bukhari (no. 6211)
dan Muslim (no. 2304) dari Anas bin Malik.
[22] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu
syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[23] Beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin
Muhammad bin Abdul Barr An Namari Al Andalusi (wafat 463 H), syaikhul Islam dan
imam besar ahlus Sunnah dari wilayah Magrib, penulis banyak kitab hadits dan
fikih yang sangat bermanfaat. Biografi beliau dalam kitab “Tadzkiratul
huffaazh” (3/1128).
[24] Kitab “Syarh Az Zarqaani ‘ala
muwaththa-il imaami Maalik” (1/65).
[25] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu
syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[26] Sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits shahih di atas
[27] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal
malaahim” (hal. 127).
[28] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith
thahaawiyyah” (hal. 229).