Monday, January 5, 2015

Fakta Percakapan ini Termasuk yang Membuat Syi’ah Bungkam

KAMIS, 18 SHAFAR 1436H / DECEMBER 11, 2014
(Panjimas.com) – Suatu hari terjadi dialog antara seorang da’i Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan seorang tokoh kelompok sesat Syi’ah atau Syi’i. Dalam dialog ini, tokoh Syi’ah tersebut mati kutu dan bungkam seribu bahasa dikarenakan kalah argumentasi.
(Sunni) : Apakah menurutmu Abu Bakar itu najis dan khobits (menjijikkan)?
(Syi’i) : iya, tentu!
(Sunni) : Apakah berarti istri Abu Bakar juga khobits? Karena dalam Al-Qur’an disebutkan lelaki khobits untuk wanita (khobits –red) dan begitu pula sebaliknya.
(Syi’i) : Tentu! istri dia juga khobits.
(Sunni) : Tapi ternyata salah satu mantan istri Abu Bakar, dinikahi oleh Ali bin Abi Tholib! Yaitu Asma’ binti ‘Umais, apakah Ali juga khobits?
(Syi’i) : [Agak bingung], Oo.. tidak! jelas tidak! Asma’ dulunya khobits, kemudian dia bertaubat lalu menjadi suci dan dinikahi oleh Ali.
(Sunni) : Berarti sebelum dinikahi oleh Ali, Asma’ seorang wanita yang khobits?
(Syi’i) : Tepat!
(Sunni) : Tapi sebelum dinikahi oleh Abu Bakar, Asma’ ini adalah istrinya Ja’far bin Abi Tholib, saudara kandung Ali! Apakah Ja’far seorang yang khobits?
(Syi’i) : Hah? tentu tidak!
(Sunni) : Kata Anda sebelum dinikahi Ali, Asma’ adalah wanita yang khobits bukan? Jika demikian suami dia juga khobits, yaitu Ja’far! Atau sebenarnya Asma’ ini wanita yang baik, dan suami dia juga baik, yaitu Abu Bakar! Bukan demikian logika yang Anda terapkan? Apa Anda akan mengatakan, “Asma adalah wanita yang baik ketika dinikahi oleh Ja’far, dan menjadi khobits ketika dinikahi oleh Abu Bakar, dan menjadi baik lagi ketika dinikahi oleh Ali? Jadi standar kalian dalam menerapkan kaidah ini bagaimana?
(Syi’i) : [diam tak bersuara].
Dikisahkan oleh Syekh Badar Muhammad Baqir (mantan tokoh Syi’ah yang kini menjadi pakar anti Syi’ah di Kuwait), saat acara Dauroh anti Syi’ah di Ma’had bin Baz Daerah Istimewa Yogkarta (DIY/Jogja), pada tahun 2011. [GA/Faedah dari Ustadz Yasin Aminullah]

Buka juga [ pertanyaan kritis seperti diatas yang membuat syi’ah bungkam ]


                                    


Akidah Syiah Imamiyah : Tanya Jawab Mengenai Rusak dan Bahaya Akidah Syi’ah
Ditulis oleh  Syaikh Abdurrahman bin Sa’d bin Ali Asy Syatsri
                                 NSR akidah syiah S

Sesungguhnya kaum muslimin dahulu berada di atas ajaran Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - yang disampaikan oleh Rasul-Nya berupa petunjuk dan agama yang benar, yang sesuai dengan riwayat yang shahih dan akal sehat. Ketika Amirul Mukminin Khalifah Ar-Rasyid Utsman bin Affan - Rodliallahu Anhu - terbunuh dan terjadi fitnah, maka kaum muslimin saling berperang di Shiffin sehingga terbentuk Al-Mariqah (Al-Mariqah (kelompok yang menyempal) adalah salah satu julukan kelompok Khawarij ) seperti yang telah disabdakan oleh Nabi - Sholallahu Alaihi Wassalam - 
“Akan menyempal satu kelompok ketika terjadi perpecahan dari kaum muslimin, akan diperangi oleh salah satu kelompok yang paling dekat kepada kebenaran.” [ HR Muslim no. 2458]
Mereka menyempal pada dua hakim yang mengambil keputusan. Manusia pun berpencar tanpa ada kesepakatan.
Kemudian setelah bidah Khawarij muncullah bidah faham Syiah. Diikuti kemudian bermunculan berbagai kelompok sebagaimana diberita-oleh Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - dalam sejumlah hadits, di antaranya hadits yang diwayatkan oleh Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - bersabda: ” Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok. Nashrani terpecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. [diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad nya no. 5910]

Aliran faham SyiahRafidhah muncul dari daerah Kufah. 0leh karena itu, disebut-dalam sejarah Syiah bahwa tidak ada yang menerima dakwah Syiah diseluruh negeri kaum muslimin, kecuali Kufah.Kemudian setelah itu menyebar ke selain daerah Kufah. Selain itu muncul pula dari Kufah Murjiah, Qadariah, dan Mutazilah. Dari Bashrah muncul metode dalam ibadah dan dari ujung Khurasan muncul faham Jahmiah.
kemunculan bidah-bi'dah ini disebabkan jauhnya wilayah tersebut dari Nabi karena bidah-bidah tidaklah tumbuh berkembang, melainkan di bawah atap kejahilan dan tidak adanya para ulama.
Oleh karena itu Imam Ayyub As-Sakhtiyani - rahimahullah- (w. 131 H) berkata: "Di antara kebahagiaan orang yang baru mengenal Islam dan orang non-Arab adalah ketika Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - memberikannya taufik untuk bertemu dengan alim dari kalangan Ahlus Sunnah." [ lihat: Syarh ushul itiqod ahlussunah 1/60]]
Hal tersebut disebabkan oleh cepatnya mereka terpengaruh oleh hembusan fitnah dan bidah karena lemahnya kemampuan mereka untuk mengenali kesesatan dan menyingkap cacatnya. Sesungguhnya metode terbaik untuk menghadapi bidah dan melawan perpecahan adalah menebarkan sunnah di tengah manusia dan di tengah orang-orang tersesat yang menyimpang darinya. Karena itulah para imam sunnah bangkit untuk perkara ini. Mereka terangkan keadaan kondisi sebenarnya dari para ahli bidah dan mereka bantah syubhat-syubhat mereka. Hal tersebut sebagaimana dilakukan oleh Imam Ahmad dalam membantah orang-orang Zindiq dan Jahmiah. Demikian pula Imam Al-Bukhari dalam membantah Jahmiah, Ibnu Qutaibah (w. 276 H) dalam membantah Jahmiah, Musyabbihah dan Ad-Darimi (w. 280 H) dalam membantah Bisyr Al-Mirrisi dan lain-lainnya.
Kita hidup di zaman di mana negara-negara dunia terbuka satu sama lain, hingga banyak terjadi pencampuran, jumlah kelompok-kelompok sempalan menjamur di tengah kerumunan umat-umat yang mengerumuni kita. Hal tersebut sebagaimana dalam hadits Tsauban maula Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - dia berkata: "Rasulullah bersabda: Hampir kalian akan dikerumuni oleh umat-umat dan segala penjuru sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni nampan makanan nya. Dia berkata: "Kami berkata: "Wahai Rasulullah, apakah karena hari itu jumlah kami sedikit?" Beliau bersabda: "justru Kalian hari itu banyak. Namun kalian menjadi buih seperti buih banjir. Rasa takut tercabut dari hati musuh-musuh kalian dan di dalam hati kalian terdapat wahan" Dia berkata: "Kami berkata: "Apa itu wahan wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "cinta kehidupan dunia dan benci kematian"
Inilah buku yang berupaya membongkar hakekat kelompok-kelompok sempalan, terutama Syiah Rafidhah Itsna Asyariyyah.
Mungkin ada yang mengatakan, apakah faedah dari menerbitkan buku seperti ini yang mengungkap tentang hakikat ajaran Syiah Itsna Asyariyah, bukankah hal tersebut tidak akan mengubah banyak hal dalam perkara yang telah mengglobal, kecuali atas kehendak Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - ?

Jawabannya: Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya telah menunjukkan bahwasanya akan senantiasa ada di tengah umat ini satu kelompok yang berpegang kepada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad - Sholallahu Alaihi Wassalam - dari sisi Allah - Azza Wa Jalla- hingga hari kiamat.
Hal tersebut seperti sabda beliau:
“Akan scnantiasa ada dari umatku satu umat yang tegak dengan perintah Allah tidaklah memudaratkan bagi mereka orang yang menghinakan mereka dan menyelisihi mereka hingga dating perintah Allah, sedang mereka tetap dalam keadaan mereka.” [diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits 3641 (Bab Su'al At-Musyrikin an Yuriyahumun Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Ayahh fa Arahum Insyiqaq Al-Qamar).


Dan umat beliau tidak akan pernah bersatu di atas kesesatan, hal ini Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bin Khaththab - Rodliallahu Anhu - bahwa Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam – bersabda,
“ Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku -atau beliau bersabda- Umat Muhammad di atas kesesatan. Tangan Allah berada di atas Jamaah” [ diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (w. 279 H) hadits 2167 (Bab Ma Ja'a fi Luzum Al-Jama'ah) dan dinyatakan shahih oleh Al Allamah Al-Albani dalam tahqiq beliau atas Misykah Al-Mashabih: 1/ 61 hadits 173]

Rosulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - bersabda:
“Setiap nabi yang diutus oleh Allah pada satu umat sebelumku memiliki para pembela dan shahabat dari kalangan umatnya yang berpegang dengan sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian muncul generasi setelah mereka yang mengucapkan apa yang tidak mereka (pendahulunya) perbuat, dan melakukan apa yang tidak diperintahkan kepada mereka. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia adalah seorang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan lisannya maka dia adalah seorangyang beriman. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan hatinya maka dia adalah seorang yang beriman. Dan kurang dari itu tidak ada keimanan seberat biji sawi pun.”
[Diriwayatkan oleh Muslim hadits 50 (Bab Bayan Kaun An-Nahyi an Al-Munkar min Al-lman wa anna Al-lman Yazid wa Yanqush wa anna Al-Amra bi Al-Ma'ruf wa An-Nahya an Al-Munkar Wajiban]
Mengingkari dengan hati adalah mengimani bahwa hal tersebut adalah munkar dan membencinya. Jika hal ini ada berarti dalam hati terdapat iman. Begitupun sebaliknya, jika dalam hati tidak ada rasa suka kepada kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran maka iman tercabut dari hati.
Tidak diragukan lagi jika menjelaskan keadaan kelompok-kelompok yang keluar dari Al-Jamaah dan menyelisihi As-Sunnah merupakan perkara yang bersifat darurat untuk menghilangkan kerancuan antara kebenaran dan kebatilan, menjelaskan kebenaran kepada manusia, menebarkan agama Allah dan menegakkan hujjah atas kelompok yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Hal tersebut dimaksudkan agar binasa orang yang binasa dengan kejelasan dan hidup orang yang hidup dengan kejelasan pula. Sesungguhnya kebenaran itu tidak samar bagi seorangpun, namun mereka tersesat karena mengekor hawa nafsu dan pendapat-pendapat yang salah.
Oleh karena itu, sesungguhnya para pengikut kelompok yang menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah, keadaan mereka antara seorang zindiq atau seorang yang bodoh. Maka sudah menjadi kewajiban untuk mengajari orang yang bodoh dan membongkar kedok seorang zindiq agar dia dikenal dan diwaspadai oleh setiap muslimin.

Menjelaskan tentang keadaan para pemuka bid’ah yang menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah adalah wajib berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Hingga perrnah ada yang dikatakan kepada imam Ahmad bin Hanbal - rahimahullah- : "Seseorang puasa, shalat dan iktikaf, Apakah itu lebih engkau sukai ataukah dia membicarakan ahli bidah?"
Imam Ahmad menjawab: "Jika dia shalat dan iktikaf, sesungguhnya (manfaatnya) itu untuk dirinya sendiri. Namun, jika dia membicarakan, memperingatkan ahli bidah sesungguhnya manfaatnya untuk kaum muslimin. Ini lebih afdhal.”

Syaikh Shalih bin Muhammad Al Luhaidan ( Anggota Ha’iah Kibar Ulama KSA, Ketua Mahkamah Agung KSA) , berkata :
” Saya nasihatkan kepada setiap orang yang mendapatkan buku ini agar membacanya dengan cermat. Dalam buku ini mereka akan mendapati hal-hal mencengangkan sekaligus "menggelikan" yang akan membuat heran orang-orang yang berakal. Jika mereka membicarakan imam mereka, mereka jadikan imam mereka melampaui para nabi, rasul, dan malaikat, bahkan mereka berbicara tentang malaikat dengan hal-hal yang tidak masuk akal.
Pembaca akan mendapati berbagai hal yang mencengangkan tersebut dalam buku ini, dan bagi orang yang berakal akan berkata: "Apakah kalangan Syiah ini memiliki akal pikiran?"

Adapun mengenai kewalian, mereka berkata:
"Sesungguhnya kewalian itu lebih utama dari shalat, zakat, haji dan puasa."
Ini tercantum dalam salah satu sumber pokok ajaran mereka yakni kitab Al-Kafi. Mereka juga mengatakan tentang hari raya Al-Ghadir:
"Barangsiapa yang mengingkari hari Al Ghadir maka ia telah mengingkari Islam."
Mereka mengklaim bahwa para imam mereka memiliki kedudukan yang tidak dapat dicapai oleh malaikat yang dekat (dengan Allah ) dan tidak pula seorang nabi yang diutus. Mereka menganggap bahwa hal tersebut termasuk perkara yang bersifat pasti dalam ajaran mereka.
Mereka mengklaim bahwa keimaman memiliki kedudukan yang mulia, derajat tinggi dan kekuasaan atas semesta, seluruh alam tunduk kepada kekuasaannya. Lantas manakah kekuasaan dan kedudukan mulia ini untuk menghindarkan mereka dari apa yang telah menimpa mereka dalam berbagai peperangan? Di antara ucapan mereka: "Sesungguhnya seorang alim dari kalangan Syi ah sama seperti Musa dan Harun Bisa jadi diambilnya persamaan dengan Musa dan Harun dikarenakan adanya hubungan lama antara mereka dengan Ibnu Saba Al-Yahudi, wallahu alam.
Sungguh, saya tidak mau mengisyaratkan apa yang dinukil dalam buku ini berupa kesesatan dan musibah. Namun, saya lebih senang jika al tersebut dibaca oleh seorang sunni maupun syiah. Karena tujuan nya adalah agar kebenaran dan tanda-tandanya bisa dikenali, termasuk untuk mengungkap kebatilan dengan segala kesesatan dan kehinaannya. Sesungguhnya penulis merasa senang jika seseorang yang menginginkan kebenaran dari kalangan Syiah mendapatkan hidayah melalui penjelasan kebenaaran, dan agar orang-orang yang berada di atas ajaran yang lurus tidak tergelincir ke dalam pemahaman Syiah.

oIeh karena itu, saya menekankan kepada para penuntut ilmu dan siapapun yang mencintai kemuliaan Islam agar membaca buku ini untuk mengenali jauhnya perbedaan antara Ahlus Sunnah dengan kaum Syiah Rafidhah.
Sesungguhnya di sini kamiberupaya untuk menerangkan kebenaran agar para penuntut ilmu tersebut menerangkan jalan yang membawa kepadanya. Di samping itu, agar para pengikut sunnah dapat melihat apa yang dikatakan oleh para ulama Syiah tentang Al-Quran, para shahabat, Malaikat, dan wahyu yang menurut mereka belum terputus.
Scsungguhnya satu perkara yang tidak diragukan lagi jika umat Islam -membutuhkan persatuan di atas manhaj yang jelas, kembali kepada Al Quran dan As-Sunnah serta menjadikan orang-orang yang dipersaksikan oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik yang dapat menjadi teladan.
Risalah ini -meskipun berbentuk tanya jawab- namun para penuntut ilmu membutuhkannya. Hal itu karena buku ini berisi ringkasan yang mengumpulkan dan mengikat akidah kaum tersebut.
Kedua, keistimewaan risalah ini adalah keautentikannya. Setiap riwayat, ucapan, dan nukilan dicatat dari sumber aslinya dalam kitab-kitab kalangan Syiah serta referensi-referensi yang diakui di kalangan mereka.
Ketiga, karena ajaran dan akidah mereka batil dan rusak, dan banyak mengandung kontradiksi. Buku ini dalam beberapa kesempatan berusaha mengisyaratkan hal tersebut dari kitab-kitab mereka sendiri. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk menampakkan kontradiksi yang buruk dalam ajaran mereka, agar dapat menjadi pelajaran orang-orang yang tertipu oleh mereka. Selain itu, sebagai dakwah orang yang menginginkan kebenaran dari kalangan mereka