KAMIS, 18 SHAFAR 1436H / DECEMBER 11, 2014
(Panjimas.com) – Suatu hari terjadi dialog antara
seorang da’i Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan seorang tokoh kelompok sesat Syi’ah
atau Syi’i. Dalam dialog ini, tokoh Syi’ah tersebut mati kutu dan bungkam
seribu bahasa dikarenakan kalah argumentasi.
(Sunni) : Apakah menurutmu Abu Bakar itu najis
dan khobits (menjijikkan)?
(Syi’i) : iya, tentu!
(Sunni) : Apakah berarti istri Abu Bakar juga khobits?
Karena dalam Al-Qur’an disebutkan lelaki khobits untuk
wanita (khobits –red) dan begitu pula sebaliknya.
(Syi’i) : Tentu! istri dia juga khobits.
(Sunni) : Tapi ternyata salah satu mantan
istri Abu Bakar, dinikahi oleh Ali bin Abi Tholib! Yaitu Asma’ binti ‘Umais,
apakah Ali juga khobits?
(Syi’i) : [Agak bingung], Oo.. tidak! jelas
tidak! Asma’ dulunya khobits, kemudian dia bertaubat lalu
menjadi suci dan dinikahi oleh Ali.
(Sunni) : Berarti sebelum dinikahi oleh Ali,
Asma’ seorang wanita yang khobits?
(Syi’i) : Tepat!
(Sunni) : Tapi sebelum dinikahi oleh Abu
Bakar, Asma’ ini adalah istrinya Ja’far bin Abi Tholib, saudara kandung Ali!
Apakah Ja’far seorang yang khobits?
(Syi’i) : Hah? tentu tidak!
(Sunni) : Kata Anda sebelum dinikahi Ali,
Asma’ adalah wanita yang khobits bukan? Jika demikian suami dia
juga khobits, yaitu Ja’far! Atau sebenarnya Asma’ ini
wanita yang baik, dan suami dia juga baik, yaitu Abu Bakar! Bukan demikian
logika yang Anda terapkan? Apa Anda akan mengatakan, “Asma adalah wanita yang
baik ketika dinikahi oleh Ja’far, dan menjadi khobits ketika
dinikahi oleh Abu Bakar, dan menjadi baik lagi ketika dinikahi oleh Ali? Jadi
standar kalian dalam menerapkan kaidah ini bagaimana?
(Syi’i) : [diam tak bersuara].
Dikisahkan oleh Syekh Badar Muhammad Baqir
(mantan tokoh Syi’ah yang kini menjadi pakar anti Syi’ah di Kuwait), saat acara
Dauroh anti Syi’ah di Ma’had bin Baz Daerah Istimewa Yogkarta (DIY/Jogja), pada
tahun 2011. [GA/Faedah dari Ustadz Yasin Aminullah]
Buka juga [
pertanyaan kritis seperti diatas yang membuat syi’ah bungkam ]
Akidah
Syiah Imamiyah : Tanya Jawab Mengenai Rusak dan Bahaya Akidah Syi’ah
Ditulis oleh Syaikh
Abdurrahman bin Sa’d bin Ali Asy Syatsri
Sesungguhnya kaum muslimin dahulu berada di atas ajaran
Allah - Subhanahu Wa Ta'ala - yang disampaikan oleh Rasul-Nya berupa petunjuk
dan agama yang benar, yang sesuai dengan riwayat yang shahih dan akal sehat.
Ketika Amirul Mukminin Khalifah Ar-Rasyid Utsman bin Affan - Rodliallahu Anhu -
terbunuh dan terjadi fitnah, maka kaum muslimin saling berperang di Shiffin
sehingga terbentuk Al-Mariqah (Al-Mariqah (kelompok yang menyempal) adalah
salah satu julukan kelompok Khawarij ) seperti yang telah disabdakan oleh Nabi
- Sholallahu Alaihi Wassalam -
“Akan menyempal satu kelompok ketika terjadi perpecahan dari kaum muslimin,
akan diperangi oleh salah satu kelompok yang paling dekat kepada kebenaran.” [
HR Muslim no. 2458]
Mereka menyempal
pada dua hakim yang mengambil keputusan. Manusia pun berpencar tanpa ada
kesepakatan.
Kemudian setelah bidah
Khawarij muncullah bidah faham Syiah. Diikuti kemudian bermunculan berbagai
kelompok sebagaimana diberita-oleh Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam -
dalam sejumlah hadits, di antaranya hadits yang diwayatkan oleh Abu Hurairah,
dia berkata: "Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - bersabda: ” Yahudi
terpecah menjadi tujuh puluh satu kelompok. Nashrani terpecah menjadi tujuh
puluh satu atau tujuh puluh dua kelompok, dan umatku akan terpecah menjadi
tujuh puluh tiga kelompok. [diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnad nya no.
5910]
Aliran faham SyiahRafidhah
muncul dari daerah Kufah. 0leh karena itu, disebut-dalam sejarah Syiah bahwa
tidak ada yang menerima dakwah Syiah diseluruh negeri kaum muslimin, kecuali
Kufah.Kemudian setelah itu menyebar ke selain daerah Kufah. Selain itu muncul
pula dari Kufah Murjiah, Qadariah, dan Mutazilah. Dari Bashrah muncul metode
dalam ibadah dan dari ujung Khurasan muncul faham Jahmiah.
kemunculan bidah-bi'dah ini disebabkan jauhnya wilayah tersebut dari Nabi
karena bidah-bidah tidaklah tumbuh berkembang, melainkan di bawah atap
kejahilan dan tidak adanya para ulama.
Oleh karena itu Imam Ayyub
As-Sakhtiyani - rahimahullah- (w. 131 H) berkata: "Di antara kebahagiaan
orang yang baru mengenal Islam dan orang non-Arab adalah ketika Allah -
Subhanahu Wa Ta'ala - memberikannya taufik untuk bertemu dengan alim dari
kalangan Ahlus Sunnah." [ lihat: Syarh ushul itiqod ahlussunah 1/60]]
Hal tersebut disebabkan oleh
cepatnya mereka terpengaruh oleh hembusan fitnah dan bidah karena lemahnya
kemampuan mereka untuk mengenali kesesatan dan menyingkap cacatnya.
Sesungguhnya metode terbaik untuk menghadapi bidah dan melawan perpecahan
adalah menebarkan sunnah di tengah manusia dan di tengah orang-orang tersesat
yang menyimpang darinya. Karena itulah para imam sunnah bangkit untuk perkara
ini. Mereka terangkan keadaan kondisi sebenarnya dari para ahli bidah dan
mereka bantah syubhat-syubhat mereka. Hal tersebut sebagaimana dilakukan oleh
Imam Ahmad dalam membantah orang-orang Zindiq dan Jahmiah. Demikian pula Imam
Al-Bukhari dalam membantah Jahmiah, Ibnu Qutaibah (w. 276 H) dalam membantah Jahmiah,
Musyabbihah dan Ad-Darimi (w. 280 H) dalam membantah Bisyr Al-Mirrisi dan
lain-lainnya.
Kita hidup di zaman di mana
negara-negara dunia terbuka satu sama lain, hingga banyak terjadi pencampuran,
jumlah kelompok-kelompok sempalan menjamur di tengah kerumunan umat-umat yang
mengerumuni kita. Hal tersebut sebagaimana dalam hadits Tsauban maula
Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam - dia berkata: "Rasulullah
bersabda: Hampir kalian akan dikerumuni oleh umat-umat dan segala penjuru
sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni nampan makanan nya. Dia berkata:
"Kami berkata: "Wahai Rasulullah, apakah karena hari itu jumlah kami
sedikit?" Beliau bersabda: "justru Kalian hari itu banyak. Namun
kalian menjadi buih seperti buih banjir. Rasa takut tercabut dari hati
musuh-musuh kalian dan di dalam hati kalian terdapat wahan" Dia berkata:
"Kami berkata: "Apa itu wahan wahai Rasulullah?" Beliau
bersabda: "cinta kehidupan dunia dan benci kematian"
Inilah buku yang berupaya
membongkar hakekat kelompok-kelompok sempalan, terutama Syiah Rafidhah Itsna
Asyariyyah.
Mungkin ada yang mengatakan,
apakah faedah dari menerbitkan buku seperti ini yang mengungkap tentang hakikat
ajaran Syiah Itsna Asyariyah, bukankah hal tersebut tidak akan mengubah banyak
hal dalam perkara yang telah mengglobal, kecuali atas kehendak Allah -
Subhanahu Wa Ta'ala - ?
Jawabannya: Kitabullah dan
Sunnah Rasul-Nya telah menunjukkan bahwasanya akan senantiasa ada di tengah
umat ini satu kelompok yang berpegang kepada kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad
- Sholallahu Alaihi Wassalam - dari sisi Allah - Azza Wa Jalla- hingga hari
kiamat.
Hal tersebut seperti sabda beliau:
“Akan scnantiasa ada dari umatku satu umat yang tegak dengan perintah Allah
tidaklah memudaratkan bagi mereka orang yang menghinakan mereka dan menyelisihi
mereka hingga dating perintah Allah, sedang mereka tetap dalam keadaan mereka.”
[diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits 3641 (Bab Su'al At-Musyrikin an
Yuriyahumun Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam Ayahh fa Arahum Insyiqaq Al-Qamar).
Dan umat beliau tidak akan pernah bersatu di atas kesesatan, hal ini
Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bin Khaththab - Rodliallahu Anhu - bahwa
Rasulullah - Sholallahu Alaihi Wassalam – bersabda,
“ Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku -atau beliau bersabda- Umat
Muhammad di atas kesesatan. Tangan Allah berada di atas Jamaah” [ diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi (w. 279 H) hadits 2167 (Bab Ma Ja'a fi Luzum Al-Jama'ah) dan
dinyatakan shahih oleh Al Allamah Al-Albani dalam tahqiq beliau atas Misykah
Al-Mashabih: 1/ 61 hadits 173]
Rosulullah - Sholallahu Alaihi
Wassalam - bersabda:
“Setiap nabi yang diutus oleh Allah pada satu umat sebelumku memiliki para
pembela dan shahabat dari kalangan umatnya yang berpegang dengan sunnahnya dan
mengikuti perintahnya. Kemudian muncul generasi setelah mereka yang mengucapkan
apa yang tidak mereka (pendahulunya) perbuat, dan melakukan apa yang tidak
diperintahkan kepada mereka. Barangsiapa yang berjihad melawan mereka dengan
tangannya maka dia adalah seorang yang beriman. Barangsiapa yang berjihad
melawan mereka dengan lisannya maka dia adalah seorangyang beriman. Barangsiapa
yang berjihad melawan mereka dengan hatinya maka dia adalah seorang yang
beriman. Dan kurang dari itu tidak ada keimanan seberat biji sawi pun.”
[Diriwayatkan oleh Muslim hadits 50 (Bab Bayan Kaun An-Nahyi an Al-Munkar min
Al-lman wa anna Al-lman Yazid wa Yanqush wa anna Al-Amra bi Al-Ma'ruf wa
An-Nahya an Al-Munkar Wajiban]
Mengingkari dengan hati adalah
mengimani bahwa hal tersebut adalah munkar dan membencinya. Jika hal ini ada
berarti dalam hati terdapat iman. Begitupun sebaliknya, jika dalam hati tidak
ada rasa suka kepada kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran maka iman
tercabut dari hati.
Tidak diragukan lagi jika
menjelaskan keadaan kelompok-kelompok yang keluar dari Al-Jamaah dan
menyelisihi As-Sunnah merupakan perkara yang bersifat darurat untuk
menghilangkan kerancuan antara kebenaran dan kebatilan, menjelaskan kebenaran
kepada manusia, menebarkan agama Allah dan menegakkan hujjah atas kelompok yang
menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Hal tersebut dimaksudkan agar binasa orang
yang binasa dengan kejelasan dan hidup orang yang hidup dengan kejelasan pula.
Sesungguhnya kebenaran itu tidak samar bagi seorangpun, namun mereka tersesat
karena mengekor hawa nafsu dan pendapat-pendapat yang salah.
Oleh karena itu, sesungguhnya
para pengikut kelompok yang menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah, keadaan mereka
antara seorang zindiq atau seorang yang bodoh. Maka sudah menjadi kewajiban
untuk mengajari orang yang bodoh dan membongkar kedok seorang zindiq agar dia
dikenal dan diwaspadai oleh setiap muslimin.
Menjelaskan tentang keadaan
para pemuka bid’ah yang menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah adalah wajib
berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Hingga perrnah ada yang dikatakan kepada
imam Ahmad bin Hanbal - rahimahullah- : "Seseorang puasa, shalat dan
iktikaf, Apakah itu lebih engkau sukai ataukah dia membicarakan ahli
bidah?"
Imam Ahmad menjawab: "Jika dia shalat dan iktikaf, sesungguhnya (manfaatnya)
itu untuk dirinya sendiri. Namun, jika dia membicarakan, memperingatkan ahli
bidah sesungguhnya manfaatnya untuk kaum muslimin. Ini lebih afdhal.”
Syaikh Shalih bin Muhammad Al
Luhaidan ( Anggota Ha’iah Kibar Ulama KSA, Ketua Mahkamah Agung KSA) , berkata
:
” Saya nasihatkan kepada setiap orang yang mendapatkan buku ini agar membacanya
dengan cermat. Dalam buku ini mereka akan mendapati hal-hal mencengangkan
sekaligus "menggelikan" yang akan membuat heran orang-orang yang
berakal. Jika mereka membicarakan imam mereka, mereka jadikan imam mereka
melampaui para nabi, rasul, dan malaikat, bahkan mereka berbicara tentang
malaikat dengan hal-hal yang tidak masuk akal.
Pembaca akan mendapati berbagai hal yang mencengangkan tersebut dalam buku ini,
dan bagi orang yang berakal akan berkata: "Apakah kalangan Syiah ini
memiliki akal pikiran?"
Adapun mengenai kewalian,
mereka berkata:
"Sesungguhnya kewalian itu lebih utama dari shalat, zakat, haji dan
puasa."
Ini tercantum dalam salah satu sumber pokok ajaran mereka yakni kitab Al-Kafi.
Mereka juga mengatakan tentang hari raya Al-Ghadir:
"Barangsiapa yang mengingkari hari Al Ghadir maka ia telah mengingkari
Islam."
Mereka mengklaim bahwa para imam mereka memiliki kedudukan yang tidak dapat
dicapai oleh malaikat yang dekat (dengan Allah ) dan tidak pula seorang nabi
yang diutus. Mereka menganggap bahwa hal tersebut termasuk perkara yang
bersifat pasti dalam ajaran mereka.
Mereka mengklaim bahwa
keimaman memiliki kedudukan yang mulia, derajat tinggi dan kekuasaan atas
semesta, seluruh alam tunduk kepada kekuasaannya. Lantas manakah kekuasaan dan
kedudukan mulia ini untuk menghindarkan mereka dari apa yang telah menimpa
mereka dalam berbagai peperangan? Di antara ucapan mereka: "Sesungguhnya
seorang alim dari kalangan Syi ah sama seperti Musa dan Harun Bisa jadi
diambilnya persamaan dengan Musa dan Harun dikarenakan adanya hubungan lama
antara mereka dengan Ibnu Saba Al-Yahudi, wallahu alam.
Sungguh, saya tidak mau
mengisyaratkan apa yang dinukil dalam buku ini berupa kesesatan dan musibah.
Namun, saya lebih senang jika al tersebut dibaca oleh seorang sunni maupun
syiah. Karena tujuan nya adalah agar kebenaran dan tanda-tandanya bisa
dikenali, termasuk untuk mengungkap kebatilan dengan segala kesesatan dan
kehinaannya. Sesungguhnya penulis merasa senang jika seseorang yang
menginginkan kebenaran dari kalangan Syiah mendapatkan hidayah melalui
penjelasan kebenaaran, dan agar orang-orang yang berada di atas ajaran yang
lurus tidak tergelincir ke dalam pemahaman Syiah.
oIeh karena itu, saya
menekankan kepada para penuntut ilmu dan siapapun yang mencintai kemuliaan
Islam agar membaca buku ini untuk mengenali jauhnya perbedaan antara Ahlus
Sunnah dengan kaum Syiah Rafidhah.
Sesungguhnya di sini kamiberupaya untuk menerangkan kebenaran agar para
penuntut ilmu tersebut menerangkan jalan yang membawa kepadanya. Di samping
itu, agar para pengikut sunnah dapat melihat apa yang dikatakan oleh para ulama
Syiah tentang Al-Quran, para shahabat, Malaikat, dan wahyu yang menurut mereka
belum terputus.
Scsungguhnya satu perkara yang
tidak diragukan lagi jika umat Islam -membutuhkan persatuan di atas manhaj yang
jelas, kembali kepada Al Quran dan As-Sunnah serta menjadikan orang-orang yang
dipersaksikan oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik yang dapat menjadi teladan.
Risalah ini -meskipun
berbentuk tanya jawab- namun para penuntut ilmu membutuhkannya. Hal itu karena
buku ini berisi ringkasan yang mengumpulkan dan mengikat akidah kaum tersebut.
Kedua, keistimewaan risalah
ini adalah keautentikannya. Setiap riwayat, ucapan, dan nukilan dicatat dari
sumber aslinya dalam kitab-kitab kalangan Syiah serta referensi-referensi yang
diakui di kalangan mereka.
Ketiga, karena ajaran dan
akidah mereka batil dan rusak, dan banyak mengandung kontradiksi. Buku ini
dalam beberapa kesempatan berusaha mengisyaratkan hal tersebut dari kitab-kitab
mereka sendiri. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk usaha untuk
menampakkan kontradiksi yang buruk dalam ajaran mereka, agar dapat menjadi
pelajaran orang-orang yang tertipu oleh mereka. Selain itu, sebagai dakwah
orang yang menginginkan kebenaran dari kalangan mereka