January
3, 2015
Diterbitkan: Senin, 29 Desember 2014
Gensyiah: Faishal
Qasim seorang penulis Suriah menuduh bahwa Negara-negara Arab mendukung rezim
Bashar al-Assad secara sembunyi-sembunyi untuk menghabisi pejuang Islam
(Islamiyyiin).
Faishal Qasim
melalui situs jejaring sosialnya, Twitter-nya mengatakan:
“الدول
العربية
التي
تدعم
بشار
من
تحت
الطاولة
تقول
له:
لا
بأس
أن
تقتل
الشعب
السوري،
وتهجره،
وتدمر
سوريا
طالما
أنك
تحارب
الإرهاب
الإسلامي:
نحن
معك”.
“Negara-negara Arab mendukung Bashar dari bawah meja, mereka mengatakan kepada
Bashar: Tidak apa-apa Anda membunuh rakyat Suriah, dan mengusirnya, serta
menghancurkan Suriah selama Anda memerangi terorisme Islam maka Kami bersama
Anda”
Di sisi lain,
Qasim mengatakan bahwa Bashar al-Assad mendapat dukungan dan sokongan dari
beberapa pihak untuk memastikan keselamatannya.
Jurnalis Suriah itu
mengatakan sinis: “Sebagian besar rezim Arab memiliki satu polisi asuransi
Amerika, sedangkan Bashar al-Assad ia memiliki empat polisi asuransi: “Amerika,
Rusia, Iran dan Israel”
Jika ditambahkan dengan yang atas tadi maka menjadi lima polisi asuransi.
Namun sunnatullah pasti berjalan, tidak ada yang bisa menghalangi sedikitpun
meskipun seluruh jin dan manusia melindungi Bashar asad, orang zhalim pasti
akan runtuh, pemimpin kejam pasti akan jatuh. Hanya menunggu ajal.
Benang Kusut Konflik Suriah
Keterlibatan
banyak pihak dalam perang sipil di Suriah semakin memperuncing permasalahan.
Pihak-pihak yang bertikai hanya mengutamakan kepentingan mereka masing-masing,
akibatnya solusi damai pun sulit tercapai.
Konflik Suriah
bagaikan benang kusut yang sulit diurai. Menginjak awal 2015, genap empat tahun
lamanya konflik yang berubah menjadi perang sipil itu. Akibat perang itu,
Suriah tidak lagi tampak sebagai sebuah negara, melainkan seperti sebuah medan
pertempuran dengan hujan bom hampir setiap hari. Sesungguhnya, dunia tidak
tinggal diam atas kemelut yang dihadapi Suriah. Pada 2014, misalnya, Amerika
Serikat (AS) berhasil memasuki Suriah setelah tiga tahun negeri itu kacau
karena konflik tak berkesudahan. Sayangnya, kehadiran AS nyaris tak berarti
apa-apa. Presiden Suriah, Bashar al-Assad, yang didesak mengundurkan diri oleh
Presiden AS, Barack Obama, sesuai tuntutan oposisi Suriah, memilih tak
bergeming. Orang nomor satu di Suriah itu tidak mau melepaskan jabatannya.
Akibat perang
sipil tersebut, tercatat lebih dari 200 ribu orang meninggal dunia dan jutaan
orang mengungsi. Perang sipil juga berimbas pada anjloknya harga minyak mentah.
Situasi ekonomi yang pelik itu membuat fraksi-fraksi di tubuh Pemerintah Suriah
semakin sulit mengambil keputusan yang bisa menguntungkan pihak-pihak
berkepentingan. Upaya untuk menemukan sebuah solusi politik yang ditekankan
oleh dunia internasional pun belum membuahkan hasil. Langkah-langkah
penyelesaian konflik antara Bashar al-Assad dengan lawan-lawan politiknya tak
pernah menemukan titik temu. Perang sipil Suriah semakin runyam saat kelompok
anti-Assad terbesar di sana, yang umumnya pemberontak garis keras seperti
Islamic State (ISIS), Nusra Front, dan sekutu-sekutu al-Qaeda melakukan
pemberontakan habis-habisan.
Mereka bahkan
disebut-sebut mendapat dukungan dari Barat, sedangkan Presiden Assad didukung
oleh Rusia dan Iran. Para analis politik mengatakan negara-negara Barat, bahkan
musuh-musuh Presiden Assad dari negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, melihat
perang sipil di Suriah sulit dicari jalan keluarnya. Perang tersebut, seperti
tanpa pilihan. “Arab Saudi sudah tidak lagi memberikan dukungan kepada oposisi.
Mereka tahu, memberikan dukungan sama saja dengan memberi angin pada ISIS,
Nusra, dan antek-anteknya. Mereka tidak punya pilihan ketiga sehingga dukungan
pun menguap,” kata Nasser Qandil, editor surat kabar di Libanon pada al-Jazeera
pekan lalu.
Saat ini, kata
Qandil, banyak “pemain” regional dan mungkin negara- negara Barat memilih
posisi mundur. Mereka meninggalkan para pemberontak Suriah untuk melakukan
perlawanan sendiri. Perubahan sikap pun diperlihatkan oleh Washington yang
mendadak mendukung Presiden Assad secara “moderat” dan menjadikannya bagian
dari strategi. Sebagai bentuk nyata pilihannya tersebut, AS membantu Angkatan
Udara Suriah dengan menjatuhkan bom hampir setiap hari di kantung-kantung
pertahanan ISIS. Mereka juga menyerang kelompok Nusra Front. Kepentingan
Masing-masing Para pemberontak Suriah yang dulu mati-matian dibela
negara-negara Barat untuk menjatuhkan Presiden Assad, kini terbelah-belah
hingga ratusan kelompok. Mereka saling bersaing, memperjuangkan kepentingan
masing-masing.
Selain AS, militan
Kurdi di wilayah timur laut juga ikut memerangi ISIS. Mereka bahkan berkoalisi
dengan militer AS. Hanya, upaya mereka belum membuahkan hasil. Pihak ISIS masih
bercokol kuat di Suriah, bahkan Irak. Militer Suriah sejak awal meletupnya
konflik sebenarnya sudah habis-habisan memerangi mereka. “Semakin banyak
kelompok-kelompok yang berperang, maka ketegangan semakin meningkat di Suriah.
Situasi ini tentu kian sulit dikendalikan oleh Pemerintah Suriah sekaligus menambah
tekanan terhadap rezim. Pada 2015, saya memproyeksikan akan terjadi kekacauan
total di Suriah,” ujar Lina Khatib, Direktur Carnegie Middle East Center di
Beirut, Libanon.
Terkait situasi di
Suriah, tidak sedikit pula analis politik yang mengatakan serangan udara yang
dilakukan AS terhadap ISIS bukan hanya mengincar kelompok itu, tetapi untuk
mengambil alih Suriah secara perlahan. Sejumlah pemberontak “moderat” atau
non-jihadis bahkan berharap tindakan militer AS tersebut bisa berubah jadi
menyerang Presiden Assad. Runyamnya perang sipil di Suriah terlihat pula dari
dua utusan perdamaian PBB yang memilih mengundurkan diri. Utusan perdamaian PBB
untuk Suriah yang baru, Staffan de Mistura, terang-terangan mengakui sulit
menemukan solusi dari konflik Suriah sekarang ini.
Pasalnya, selama
ini bukan kesepakatan yang dicapai, melainkan kebekuan. Upaya genjatan senjata
sama sekali tidak berjalan. Rencana yang dibuat dimentahkan oleh realitas
Suriah terbelah dalam ratusan fraksi-fraksi daerah. Kondisi tersebut tentunya
semakin membuat solusi damai bagi Suriah jauh panggang dari api. Jika hal itu
terus berlangsung, entah akan seperti apa masa depan Suriah.
suci sekarwati