بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمٰنِ الرَّ حِيْمِ
Orang pertama yang mencetuskan paham Rafidhah adalah Abdullah bin Saba’ si Yahudi dari kalangan Yahudi Yaman. Dia menampakkan keislaman kemudian datang ke Madinah pada masa khalifah yang lurus, Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu.
Mereka dinamakan dengan Rafidhah (kaum yang meninggalkan) karena mereka meninggalkan Zaid bin ‘Ali, ketika mereka meminta beliau untuk menyatakan putus hubungan dengan Abu Bakar dan Umar, tetapi beliau justru mendoakan rahmat untuk mereka berdua. Maka mereka mengatakan, “Jika demikian, kami akan meninggalkanmu”. Beliau berkata, “Pergilah! Kalian adalah Rafidhah (orang-orang yang meninggalkan).”
Adz-Dzahabi berkata dalam Siyar A’lam An-Nubala’ (5/390) bahwa Isa bin Yunus berkata, “Orang-orang Rafidhah datang menemui Zaid, lantas mereka berkata, ‘Buatlah pernyataan putus hubungan dengan Abu Bakar dan Umar sehingga kami akan membantumu.’ Beliau menanggapi, ‘Bahkan aku loyal kepada mereka berdua.’ Mereka pun berkata, ‘Jika demikian, maka kami meninggalkanmu’.” Dari situlah mereka dikatakan Rafidhah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa(4/435), “Dikatakan kepada Al-Imam Ahmad, ‘Siapa itu Rafidhah?’ Beliau menjawab, ‘Orang yang mencela Abu Bakar dan Umar.’ Karena alasan inilah mereka dinamakan Rafidhah. Sebab mereka meninggalkan Zaid bin Ali tatkala beliau loyal kepada kedua khalifah (Abu Bakar dan Umar) sedangkan mereka benci kepada keduanya. Sehingga orang yang membenci mereka berdua dinamakan Rafidhah.
Ada yang berkata bahwa mereka dinamakan Rafidhah sebab mereka meninggalkan Abu Bakar dan Umar.
Ibnu Taimiyyah juga berkata pada sumber yang lalu,
“Asal usul Rafidhah dari kalangan munafik dan zindiq. Rafidhah itu dibuat oleh Ibnu Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung Ali dengan propaganda bahwa Ali yang berhak untuk kepemimpinan dan ada wasiat bagi Ali.”
“Asal usul Rafidhah dari kalangan munafik dan zindiq. Rafidhah itu dibuat oleh Ibnu Saba’ yang zindiq. Dia menampakkan sikap ekstrim mendukung Ali dengan propaganda bahwa Ali yang berhak untuk kepemimpinan dan ada wasiat bagi Ali.”
Beliau juga berkata pada (28/483),
“Para ulama menyebutkan bahwa permulaan paham Rafidhah dari seorang zindiq Abdullah bin Saba’. Dia menampakkan keislaman dan menyembunyikan agama Yahudinya. Dia ingin merusak Islam sebagaimana dilakukan oleh Paulus An-Nashrani yang dulunya Yahudi ketika merusak agama Nashrani.”
“Para ulama menyebutkan bahwa permulaan paham Rafidhah dari seorang zindiq Abdullah bin Saba’. Dia menampakkan keislaman dan menyembunyikan agama Yahudinya. Dia ingin merusak Islam sebagaimana dilakukan oleh Paulus An-Nashrani yang dulunya Yahudi ketika merusak agama Nashrani.”
Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafi berkata dalam Syarh Ath-Thahawiyyah hal. 490 dengan tahqiq AI-Albani,
“Asal mula paham Rafidhah dimunculkan oleh seorang munafik lagi zindiq yang bermaksud meruntuhkan agama Islam dan mencela Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan oleh para ulama. Karena Abdullah bin Saba’ si Yahudi ketika menampakkan Islam, dia hanya ingin merusak Islam dengan tipu daya dan keburukannya, sebagaimana dilakukan oleh Paulus terhadap agama Nashrani. Dia berpenampilan orang yang rajin beribadah kemudian dia perlihatkan amar ma’ruf nahi mungkar sampai akhirnya dia berupaya memfitnah Utsman dan membunuhnya. Kemudian ketika datang ke Kufah, dia nampakkan sikap ekstrim terhadap Ali dan pembelaan kepadanya agar dengan itu ia mampu untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berita itu akhirnya sampai kepada Ali, maka Ali bermaksud membunuhnya sehingga dia melarikan diri darinya menuju Qarqis, dan berita tentangnya sudah sangat dikenal dalam sejarah. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ dulunya seorang Yahudi kemudian dia tampakkan keislamannya padahal dia seorang munafik zindiq.”
“Asal mula paham Rafidhah dimunculkan oleh seorang munafik lagi zindiq yang bermaksud meruntuhkan agama Islam dan mencela Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan oleh para ulama. Karena Abdullah bin Saba’ si Yahudi ketika menampakkan Islam, dia hanya ingin merusak Islam dengan tipu daya dan keburukannya, sebagaimana dilakukan oleh Paulus terhadap agama Nashrani. Dia berpenampilan orang yang rajin beribadah kemudian dia perlihatkan amar ma’ruf nahi mungkar sampai akhirnya dia berupaya memfitnah Utsman dan membunuhnya. Kemudian ketika datang ke Kufah, dia nampakkan sikap ekstrim terhadap Ali dan pembelaan kepadanya agar dengan itu ia mampu untuk mencapai tujuan-tujuannya. Berita itu akhirnya sampai kepada Ali, maka Ali bermaksud membunuhnya sehingga dia melarikan diri darinya menuju Qarqis, dan berita tentangnya sudah sangat dikenal dalam sejarah. Buku-buku sejarah menyebutkan bahwa Ibnu Saba’ dulunya seorang Yahudi kemudian dia tampakkan keislamannya padahal dia seorang munafik zindiq.”
Ath-Thabari telah menyebutkan dalam At-Tarikh (4/340) bahwa Ibnu Saba’ dulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a.
Ibnul Atsir berkata dalam Al-Kamil (3/77),
“Abdullah bin Saba’ si Yahudi dulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a dan ibunya adalah Sauda’.”
“Abdullah bin Saba’ si Yahudi dulunya seorang Yahudi dari penduduk Shan’a dan ibunya adalah Sauda’.”
Ath-Thabari menyebutkan dalam sejarah kejadian-kejadian di tahun 30 bahwa Ibnu Saba’ mendatangi Abu Darda’, maka Abu Darda’ berkata kepadanya, “Siapa kamu ini? Aku mengira kamu ini -demi Allah- seorang Yahudi!”
Aku (penulis) katakan,
“Sehingga Abdullah bin Saba’ itu hanyalah seorang Yahudi yang berkedok Islam. Asy-Syihrastani berkata dalam Al-Milal wan Nihal(1/204) cet. Darul Ma’rifah, ‘Saba’iyyah adalah para pengikut Abdullah bin Saba’ yang berkata kepada Ali, ‘Kamulah, kamulah!’ Maksudnya, ‘Kamu adalah tuhan.’ Maka Ali kemudian mengusirnya ke Al-Madain.
Orang-orang menyangka bahwa ia dulunya seorang Yahudi lantas masuk Islam, ketika beragama Yahudi dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun berwasiat kepada Musa ‘alaihissallam seperti yang dikatakannya tentang Ali, dialah orang pertama yang memunculkan pernyataan adanya wasiat tentang kepemimpinan Ali radhiyallahu ‘anhu dan dari situlah bercabang berbagai macam sikap berlebihan. Dia meyakini bahwa Ali terus hidup dan tidak akan mati, padanya terdapat sifat ketuhanan dan beliau tidak boleh menjadi bawahan. Beliaulah yang datang di awan, halilintar adalah suaranya, dan kilatan petir adalah senyumnya. Beliau nanti akan turun ke bumi lantas memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezhaliman. Ibnu Saba’ menampakkan ucapan ini setelah wafatnya Ali radhiyallahu ‘anhu dan adanya sejumlah orang yang berhimpun mendukungnya. Merekalah kelompok pertama yang menyatakan tawaqquf, ghaib, dan akan kembalinya Ali. Mereka juga menyatakan menjelmanya sebagian sifat ketuhanan pada para imam setelah Ali radhiyallahu ‘anhu.
“Sehingga Abdullah bin Saba’ itu hanyalah seorang Yahudi yang berkedok Islam. Asy-Syihrastani berkata dalam Al-Milal wan Nihal(1/204) cet. Darul Ma’rifah, ‘Saba’iyyah adalah para pengikut Abdullah bin Saba’ yang berkata kepada Ali, ‘Kamulah, kamulah!’ Maksudnya, ‘Kamu adalah tuhan.’ Maka Ali kemudian mengusirnya ke Al-Madain.
Orang-orang menyangka bahwa ia dulunya seorang Yahudi lantas masuk Islam, ketika beragama Yahudi dia mengatakan bahwa Yusya’ bin Nun berwasiat kepada Musa ‘alaihissallam seperti yang dikatakannya tentang Ali, dialah orang pertama yang memunculkan pernyataan adanya wasiat tentang kepemimpinan Ali radhiyallahu ‘anhu dan dari situlah bercabang berbagai macam sikap berlebihan. Dia meyakini bahwa Ali terus hidup dan tidak akan mati, padanya terdapat sifat ketuhanan dan beliau tidak boleh menjadi bawahan. Beliaulah yang datang di awan, halilintar adalah suaranya, dan kilatan petir adalah senyumnya. Beliau nanti akan turun ke bumi lantas memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezhaliman. Ibnu Saba’ menampakkan ucapan ini setelah wafatnya Ali radhiyallahu ‘anhu dan adanya sejumlah orang yang berhimpun mendukungnya. Merekalah kelompok pertama yang menyatakan tawaqquf, ghaib, dan akan kembalinya Ali. Mereka juga menyatakan menjelmanya sebagian sifat ketuhanan pada para imam setelah Ali radhiyallahu ‘anhu.
Dia (Abdullah bin Saba’) berkata, ‘Makna seperti ini sebenarnya juga diketahui oleh para sahabat, sekalipun mereka berseberangan dengan keinginannya (Ali). Ini Umar bin Al-Khaththab, ketika kejadian Ali mencungkil mata seseorang dengan benda tajam di tanah suci dilaporkan kepadanya dia berkomentar, ‘Apa yang sanggup aku katakan terhadap tangan Allah yang telah mencungkil mata di tanah suci milik Allah?’ Jadi Umar memberikan baginya sebutan ketuhanan karena memang Umar mengetahui sifat itu ada pada diri Ali’.”
Berikut ini adalah biografi Abdullah bin Saba’ si Yahudi dari kitabMizanul I’tidal karya Adz-Dzahabi dan Lisanul Mizan karya Ibnu Hajar.
Al-Hafizh Adz-Dzahabi berkata,
“Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi termasuk orang-orang zindiq yang paling ekstrim, sesat, dan menyesatkan. Aku mengira Ali yang membakarnya dengan api. Al-Jauzajani berkata, ‘Dia meyakini bahwa Al-Quran itu hanya satu bagian dari sembilan bagian yang ilmunya ada pada Ali, Ali mengusirnya setelah bertekad melakukannya’.”[4]
“Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi termasuk orang-orang zindiq yang paling ekstrim, sesat, dan menyesatkan. Aku mengira Ali yang membakarnya dengan api. Al-Jauzajani berkata, ‘Dia meyakini bahwa Al-Quran itu hanya satu bagian dari sembilan bagian yang ilmunya ada pada Ali, Ali mengusirnya setelah bertekad melakukannya’.”[4]
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Lisanul Mizan [5],
{Ibnu Asakir berkata dalam Tarikhnya, Asalnya dari Yaman, dulunya dia seorang Yahudi kemudian dia menampakkan keislaman. Kemudian dia berkeliling ke negeri-negeri muslimin untuk memalingkan mereka dari ketaatan kepada penguasa dan menyusupkan keburukan di tengah-tengah mereka. Dia memasuki kota Damaskus untuk tujuan tadi pada masa Utsman.”
{Ibnu Asakir berkata dalam Tarikhnya, Asalnya dari Yaman, dulunya dia seorang Yahudi kemudian dia menampakkan keislaman. Kemudian dia berkeliling ke negeri-negeri muslimin untuk memalingkan mereka dari ketaatan kepada penguasa dan menyusupkan keburukan di tengah-tengah mereka. Dia memasuki kota Damaskus untuk tujuan tadi pada masa Utsman.”
Kemudian dia (Ibnu Asakir) meriwayatkan dari jalan Saif bin Umar At-Tamimi dalam Al-Futuh dengan kisah yang panjang, tetapi sanadnya tidak benar. Juga dari jalan Ibnu Abi Khaitsamah, dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Muhammad bin Abbad, ia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Sufyan dari Ammar Ad-Duhni, ia mengatakan: Aku mendengar Abu Ath-Thufail berkata: Aku melihat Al-Musayyib bin Najbah datang menyeretnya[6], sementara Ali sedang di atas mimbar. Lantas beliau berkata, Ada apa dengannya?’ Al-Musayyib berkata, ‘Dia berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.’[7]
Beliau juga berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Umar bin Marzuq, dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Syu’bah dari Salamah bin Kuhail dari Zaid bin Wahb, dia berkata: Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Apa urusanku dengan al-hamit [8]yang hitam ini -yakni Abdullah bin Saba’-? Dia biasa mencela Abu Bakar dan Umar.[9]‘
Dari jalan Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah, dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami, Muhammad bin Al-‘Alla’ dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Abu Bakar bin Ayyas dari Mujahid dari Asy-Sya’bi, dia berkata: ‘Orang pertama yang berbuat kedustaan adalah Abdullah bin Saba’. Abu Ya’la Al-Mushili berkata dalam Musnadnya: Telah memberikan hadits kepada kami Abu Kuraib, dia berkata, Telah memberikan hadits kepada kami Muhammad bin Al-Hasan Al-Asadi, dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Harun bin Shalih dari Al-Harits bin Abdurrahman dari Abul Jalas, ia berkata: Aku rnendengar Ali berkata kepada Abdullah bin Saba’, ‘Demi Allah, beliau tidak pernah menyampaikan kepadaku sesuatu pun yang beliau sembunyikan dari manusia. Benar-benar aku rnendengar beliau bersabda, ‘Sesungguhnya sebelum terjadinya kiamat ada tiga puluh pendusta,’ dan engkau adalah salah satu dari mereka!’[10]
Abu Ishaq Al-Fazari berkata: Dari Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Abu Az-Za’ra’, dari Zaid bin Wahb, bahwa Suwaid bin Ghafalah masuk menemui Ali radhiyallahu ‘anhu di masa kepemimpinannya. Lantas dia berkata, ‘Aku melewati sekelompok orang yang menyebut-nyebut Abu Bakar dan Umar (dengan kejelekan). Mereka berpandangan bahwa engkau juga menyembunyikan perasaan seperti itu terhadap mereka berdua. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba’ dan dialah orang pertama yang menampakkan hal itu.
Lantas Ali berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah untuk menyembunyikan sesuatu terhadap mereka berdua kecuali kebaikan.’ Kemudian beliau mengirim utusan kepada Abdullah bin Saba’ dan mengusirnya ke Al-Madain. Beliau juga berkata, ‘Jangan sampai engkau tinggal bersamaku dalam satu negeri selamanya.’ Kemudian beliau bangkit menuju mimbar sehingga manusia berkumpul. Lantas beliau menyebutkan kisah secara panjang lebar yang padanya terdapat pujian terhadap mereka berdua, dan di akhirnya (beliau berkata), ‘Ketahuilah, jangan pernah sampai kepadaku dari seorang pun yang mengutamakan aku dari mereka berdua melainkan aku akan mencambuknya sebagai hukuman untuk orang yang berbuat dusta.’[11]
Berita tentang Abdullah bin Saba’ ini sangatlah masyhur dalam buku-buku sejarah dan dia tidak mempunyai satu riwayat hadits pun, walhamdulillah. Dia mempunyai pengikut yang dikenal dengan Saba’iyyah yang meyakini sifat ketuhanan Ali bin Abi Thalib dan Ali telah membakarnya dengan api di masa kekhalifahannya.}
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib telah membakar pengikut si Yahudi Abdullah bin Saba’ setelah beliau menasihati mereka agar kembali dan bertaubat kepada Allah dari kesesatan dan penyelewengan mereka. Al-Bukhari meriwayatkan (12/335) dalamFathul Bari no. 6922, beliau berkata, Telah memberikan hadits kepadakami Abu An-Nu’mar Muhammad bin Al-Fadhl ia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Hammad bin Zaid, dari Ayyub, dari Ikrimah bahwa ia berkata: Didatangkan kepada Ali sekelompok orang zindiq, lantas beliau membakarnya. Kemudian berita itu sampai kepada Ibnu Abbas maka beliau berkata, ‘Seandainya aku yang menghukumnya, maka aku tidak akan membakarnya karena larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Jangan kalian menyiksa dengan api,’ tetapi aku akan membunuh mereka karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,‘Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia’.”
Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits ini berkata
“{Abul Muzhfir Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan Nihalbahwa yang dibakar oleh Ali itu adalah orang-orang Rafidhah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri Ali yang mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang kemudian menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thahir Al-Mukhlish, dari jalan Abdullah bin Syarik Al-Amiri dari ayahnya dia berkata bahwa dikatakan kepada Ali, ‘Di sana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah rabb mereka.’ Lantas beliau memanggil mereka dan mengatakan kepada mereka, ‘Celaka kalian, apa yang kalian katakan?’ Mereka menjawab, ‘Engkau adalah Rabb kami, pencipta kami, dan pemberi rizki kami.’ Ali berkata, ‘Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak dan jika aku bermaksiat maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, dan kembalilah.’ Tetapi mereka tetap enggan.
“{Abul Muzhfir Al-Isfirayini mengatakan dalam Al-Milal wan Nihalbahwa yang dibakar oleh Ali itu adalah orang-orang Rafidhah yang mengklaim sifat ketuhanan pada diri Ali yang mereka itu adalah Saba’iyyah. Pemimpin mereka adalah Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang kemudian menampakkan keislaman. Dia membuat bid’ah berupa ucapan seperti ini. Dan sangatlah mungkin asal hadits ini adalah apa yang kami riwayatkan dalam juz 3 dari hadits Abu Thahir Al-Mukhlish, dari jalan Abdullah bin Syarik Al-Amiri dari ayahnya dia berkata bahwa dikatakan kepada Ali, ‘Di sana ada sekelompok orang di depan pintu masjid yang mengklaim bahwa engkau adalah rabb mereka.’ Lantas beliau memanggil mereka dan mengatakan kepada mereka, ‘Celaka kalian, apa yang kalian katakan?’ Mereka menjawab, ‘Engkau adalah Rabb kami, pencipta kami, dan pemberi rizki kami.’ Ali berkata, ‘Celaka kalian, aku hanyalah seorang hamba seperti kalian. Aku makan makanan sebagaimana kalian makan, dan aku minum sebagaimana kalian minum. Jika aku mentaati Allah, maka Allah akan memberiku pahala jika Dia berkehendak dan jika aku bermaksiat maka aku khawatir Dia akan mengadzabku. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, dan kembalilah.’ Tetapi mereka tetap enggan.
Ketika datang hari berikutnya, mereka datang lagi kepada Ali kemudian datanglah Qambar dan berkata, ‘Demi Allah, mereka kembali mengatakan perkataan seperti itu.’ Ali pun berkata, ‘Masukkan mereka kemari.’ Tetapi mereka masih mengatakan seperti itu juga. Ketika di hari ketiga, beliau berkata, ‘Jika kalian masih mengatakannya, maka benar-benar aku akan membunuh kalian dengan cara yang paling buruk’. Tetapi mereka masih berkeras kepala menjalaninya. Maka Ali berkata, ‘Wahai Qambar, datangkan kepadaku para pekerja yang membawa alat-alat galian dan alat-alat kerja lainnya, lantas buatkan untuk mereka parit-parit yang luasnya antara pintu masjid dengan istana.’ Beliau juga berkata, ‘Galilah dan dalamkan galiannya.’
Kemudian beliau memerintahkan mendatangkan kayu bakar lantas menyalakan api di parit-parit tersebut. Beliau pun berkata, ‘Sungguh aku akan lempar kalian ke dalamnya atau kalian kembali.’ Tetapi, mereka tetap enggan untuk kembali, maka Ali melempar mereka ke dalamnya, sampai ketika mereka telah terbakar, beliau pun berkata,
Ketika aku melihat perkara yang mungkar
Aku sulut apiku dan aku panggil Qambar
Ini adalah sanad yang hasan.}
Aku sulut apiku dan aku panggil Qambar
Ini adalah sanad yang hasan.}
Adapun Abdullah bin Saba’ maka Ali mengusirnya ke Al-Madain. Ketika Ali meninggal dan berita kematian Ali sampai kepada Abdullah bin Saba’, dia berkata kepada orang yang membawa berita, “Seandainya pun engkau datang kepada kami membawa otaknya dimasukkan ke dalam rujuh puluh kantong dan engkau berdirikan tujuh puluh orang saksi yang adil maka tentu kami masih bisa memastikan bahwa dia belum terbunuh dan tidak akan mati sampai menguasai bumi.”[12]
Ibnu Saba’ Al-Yahudi memanfaatkan kematian Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dia susupkan keyakinan-keyakinan rusaknya dan diterima oleh para pengikutnya dari orang-orang Rafidhah. Mereka pun kemudian menyebarkannya dan menyeru kepadanya. Di sini, kami akan menyebutkan sebagian yang diperbuat oleh orang Yahudi ini dan keyakinan-keyakinan rusaknya yang dia masukkan (ke dalam kaum muslimin):
1. Mencetuskan kelompok yang menyimpang ini, yaitu Rafidhah.
2. Upayanya untuk membunuh khalifah yang lurus Dzun Nurain(pemilik dua cahaya: dua anak perempuan Nabi) Utsman bin Affanradhiyallahu ‘anhu.
3. Mencela sahabat dan mengkafirkannya, terutama Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhu.
4. Keyakinan adanya wasiat secara tertulis bagi Ali.
5. Aqidah raj’ah (akan kembalinya Ali).
6. Sikap ekstrim terhadap Ali dan ahli bait.
7. Aqidah Bada’ (menjadi nampak)[13].
8. Pengkultusan Ali radhiyallahu ‘anhu
9. Keyakinan tentang tidak meninggalnya Ali radhiyallahu ‘anhu.
2. Upayanya untuk membunuh khalifah yang lurus Dzun Nurain(pemilik dua cahaya: dua anak perempuan Nabi) Utsman bin Affanradhiyallahu ‘anhu.
3. Mencela sahabat dan mengkafirkannya, terutama Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhu.
4. Keyakinan adanya wasiat secara tertulis bagi Ali.
5. Aqidah raj’ah (akan kembalinya Ali).
6. Sikap ekstrim terhadap Ali dan ahli bait.
7. Aqidah Bada’ (menjadi nampak)[13].
8. Pengkultusan Ali radhiyallahu ‘anhu
9. Keyakinan tentang tidak meninggalnya Ali radhiyallahu ‘anhu.
Orang-orang Rafidhah mengambil aqidah jelek yang disusupkan oleh si Yahudi tersebut[14] dan mereka sampai sekarang masih meyakini aqidah-aqidah ini dan membelanya, sebagaimana dikatakan oleh guru kami Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah, dalam kitabnya Al-Ilhad Al-Khumaini fil Ardhil Haramain hal. 110 cet. Darul Hadits,
“Mudah-mudahan kaum muslimin mengambil pelajaran dari kisah Abdullah bin Saba’ sehingga mereka waspada dari tipu daya dan keburukan orang-orang Rafidhah, sebab seruan mereka terbangun di atas kedustaan dan sungguh betapa miripnya malam ini dengan malam sebelumnya. Orang-orang Rafidhah sekarang menganut keyakinan Abdullah bin Saba’.”
“Mudah-mudahan kaum muslimin mengambil pelajaran dari kisah Abdullah bin Saba’ sehingga mereka waspada dari tipu daya dan keburukan orang-orang Rafidhah, sebab seruan mereka terbangun di atas kedustaan dan sungguh betapa miripnya malam ini dengan malam sebelumnya. Orang-orang Rafidhah sekarang menganut keyakinan Abdullah bin Saba’.”
Tatkala aqidah orang-orang Rafidhah diambil dari orang Yahudi ini, maka kamu dapati keserupaan mereka dengan Yahudi dalam banyak perkara. Penulis telah meletakkan sebuah pasal dalam risalah ini seputar masalah tersebut. Rafidhah memiliki beberapa nama, mereka disebut sebagai Al-Itsnai ‘Asyariyah nisbat kepada keyakinan mereka tentang 12 imam. Mereka dinamakan Ja’fariyyah, nisbat kepada Ja’far Ash-Shadiq. Mereka dinamakan Imamiyyahkarena berpandangan kepemimpinan itu hanya untuk Ali dan anak turunannya, dan mereka menunggu seorang imam yang akan muncul di akhir zaman. Mereka juga dinamakan Rafidhah karena sikap mereka yang meninggalkan Zaid bin Ali sebagaimana pembahasan lalu.[15]
Demikianlah, dan hendaknya diketahui oleh setiap muslim bahwa orang-orang Rafidhah pada hakikatnya adalah para musuh Islam. Hanyalah mereka berkedok Islam untuk menghantam Islam. Mereka bahu-membahu dengan semua musuh Islam untuk menghadapi Islam dan bekerjasama dengan semua orang jahat untuk melawan Islam. Laa haula walaa quwwata illaa billaah.
Berikut ini adalah apa yang ditulis oleh guru kami, Al-Imam Al-Wadi’irahimahullah dalam kitabnya, Irsyadul Dzawil Futhun li Ib’adi Ghulatil Rawafidh ‘anil Yaman hal. 343,
“Telah memasuki kaum muslimin dan Islam keburukan yang sangat banyak di bawah propaganda yang mengatas namakan ahli baitrahimahumullah. Bahkan telah memasuki ahli bait Nabi keburukan yang besar disebabkan orang yang berkedok tasyayyu’ (keiompok pembela ahli bait).”
Siapa orangnya yang telah melukai kalbu Ali radhiyallahu ‘anhusampai-sampai beliau mengatakan, ‘Wahai orang-orang yang menyerupai Iaki-laki tapi bukan laki-laki?’ Siapa yang telah mencela Al-Hasan bin Ali ketika beliau turun dari kepemimpinannya? Siapa yang telah mengundang Al-Husain bin Ali kemudian menyerahkannya kepada lawannya? Siapa yang mengklaim kenabian di bawah kedok pembelaan terhadap ahli bait? Dia itu adalah musuh Allah, Al-Mukhtar bin Abi ‘Ubaid Ats-Tsaqafi. Siapa yang menyeru kepada mazhab kebatinan yang zhahirnya memberikan loyalitas terhadap ahli bait, tetapi batinnya sebenarnya kekufuran dan kezindiqan? Mereka membunuh jama’ah haji di tanah suci dan mencungkil Hajar Aswad. Siapa yang berdusta atas nama ahli bait Nabi dan meriwayatkan hadits-hadits palsu tentang fadhilah mereka -yang justru menurunkan kedudukan mereka? Siapa yang menjadi sebab tumbangnya kekhalifahan Islam dan berkuasanya Tartar atas Baghdad? Mereka itu adalah dua penghianat Ibnu Al-Alqami dan Nashiruddin Ath-Thusi. Bersembunyi di bawah kedoktasyayyu’ kemudian menghianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Dan Nashiruddin sendiri menyembunyikan kekufurannya kepada Allah.
Siapa yang bekerjasama dengan Yahudi dan Nashrani untuk menghadapi muslimin? Mereka itu adalah Rafidhah sebagaimana dalam Al-Bidayah wan Nihayah. Siapa yang berdiri bersama Yahudi di masa kita sekarang ini? Mereka itu adalah Rafidhah. Merekalah yang telah membunuh orang-orang Palestina di kemah-kemah mereka. Siapa yang bersembunyi dengan kedok kecemburuan terhadap Islam sementara perbuatan-perbuatannya justru menunjukkan bahwa dia sebenarnya membenci Islam? Dia itu adalah pemimpin sesat Khumaini. Silahkan merujuk Wija’u Duril Majus karya saudara kami, Abdullah Muhammad Al-Gharib.[16]
Jika ada seseorang yang angkat bicara tentang orang-orang jahat itu, mereka pun berkata, “Kamu membenci ahli bait.” Siapa yang berdiri menghadang dakwah yang diberkahi ini, dakwah kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mereka itu adalah Rafidhah.
Ketika pendiri Rafidhah itu seorang Yahudi, maka kamu dapati keserupaan yang sangat besar antara Rafidhah dengan Yahudi. Penulis rahimahullah telah meletakkan sebuah poin di akhir risalah ini tentang keserupaan mereka dengan Yahudi. Sungguh betapa indah apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyahrahimahullah dalam Minhajus Sunnah (jilid 1 hal. 22) seputar kesamaan Rafidhah dengan Yahudi. Beliau rahimahullah berkata,
“Oleh karena inilah, antara mereka dengan Yahudi terdapat kesamaan dalam keburukan, sikap mengikuti hawa nafsu dan Iain-lain dari perangai-perangai orang-orang Yahudi. Dan antara mereka dengan Nashrani terdapat kesamaan dalam sikap ekstrim, dungu, dan selainnya dari perangai-perangai orang Nashrani. Sungguh betapa miripnya mereka dengan Yahudi dari satu sisi dan dengan Nashrani dari sisi yang lain, dan senantiasa manusia mensifati mereka dengan sifat itu.”
Di antara orang yang paling tahu tentang mereka adalah Asy-Sya’bi dan yang semisalnya dari para ulama Kufah. Telah datang secara otentik dari Asy-Sya’bi bahwa beliau berkata, ‘Aku tidak pernah melihat orang yang paling dungu daripada khasyabiyyah [17]. Andaikan mereka dari jenis burung, maka mereka itu adalah rakham[18] dan andaikata mereka itu dari jenis hewan ternak maka mereka itu adalah keledai. Demi Allah, seandainya aku meminta mereka agar memenuhi rumah ini dengan emas lalu aku berdusta atas nama Ali, niscaya mereka akan memberikannya kepadaku dan demi Allah aku tidak akan berdusta atas nama beliau selamanya.’ Ucapan ini juga diriwayatkan dari beliau secara panjang lebar, lebih dari ini.
Akan tetapi, nampaknya ucapan yang panjang lebar itu dari ucapan selain beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hafsh bin Syahim dalam kitab Al-Lathif Fis Sunnah, ia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Muhammad bin Abul Qashim bin Harun, dia berkata: Telah memberikan hadits kepada kami Ahmad bin Al-Walid Al-Wasithi dia berkata: Telah memberikan hadits kepadaku Ja’far bin Nashir Ath-Thusi Al-Wasithi dari Abdurrahman[19] bin Malik bin Mighuwal, dari ayahnya, dia berkata: “Asy-Sya’bi berkata kepadaku, Aku peringatkan dari hawa nafsu yang menyesatkan ini dan paling jeleknya adalah Rafidhah. Mereka tidak masuk ke dalam Islam dengan rasa harap dan cemas, akan tetapi dengan kebencian terhadap orang Islam dan sikap lalim terhadap mereka.”
Sungguh Ali radhiyallahu ‘anhu telah membakar mereka dengan api dan mengusir mereka ke berbagai negeri. Di antara mereka adalah Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi dari Shan’a yang beliau usir ke Sabath dan Abdullah bin Yasar yang beliau usir ke Khazir. Tanda hal tersebut (bahwa Rafidhah itu hawa nafsu yang paling jelek, ed-) adalah karena bencana yang dibawa Rafidhah itu sama dengan bencana yang dibawa Yahudi. Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tidak pantas kekuasaan itu kecuali pada keluarga Dawud’, dan orang-orang Rafidhah mengatakan, ‘Tidak pantas kepemimpinan itu kecuali pada keturunan Ali’.
Yahudi mengatakan, ‘Tiada jihad fi sabilillah sampai keluarnya Al-Masih Ad-Dajjal dan turunnya pedang dari langit’, sedangkan Rafidhah mengatakan, ‘Tiada jihad fi sabilillah sampai keluarnya Al-Mahdi dan adanya penyeru yang menyeru dari langit’. Yahudi mengakhirkan shalat sampai munculnya bintang, demikian pula Rafidhah mengakhirkan shalat Maghrib sampai munculnya bintang, padahal hadits dari Nabi mengatakan, “Senantiasa umatku berada di atas fitrah selama mereka tidak mengakhirkan Maghrib sarmpai munculnya bintang.” [20]
Yahudi bergeser sedikit dari arah kiblat, demikian pula Rafidhah. Yahudi menggerak-gerakkan kepala dan pundak ketika shalat, demikian pula Rafidhah. Yahudi mengurai pakaiannya ketika shalat, demikian pula Rafidhah. Yahudi menyelewengkan Taurat, demikian pula Rafidhah menyelewengkan Al-Quran. Yahudi mengatakan, ‘Allah mewajibkan kepada kita lima puluh shalat’, demikian pula Rafidhah.
Yahudi tidak memurnikan ucapan salam terhadap kaum muslimin, tetapi mereka mengatakan, ‘As-Saamu ‘alaikum (semoga kematian atasmu)’ dan kata as-saamu adalah kematian, demikian pula Rafidhah. Yahudi tidak mau memakan al-jari, al-marmati, dan adz-dzanab [21], demikian pula Rafidhah. Yahudi menghalalkan harta manusia seluruhnya, demikian pula Rafidhah. Dan Allah telah memberitahukan kepada kita tentang mereka akan hal itu dalam Al-Quran, bahwasanya mereka,
“Mereka mengatakan, ‘Tidak ada dosa bagi kami kalau melalimi orang-orang ummi’.” (Ali ‘Imran: 75)
“Mereka mengatakan, ‘Tidak ada dosa bagi kami kalau melalimi orang-orang ummi’.” (Ali ‘Imran: 75)
Demikian pula Rafidhah. Yahudi sujud dengan bagian atas kepalanya ketika shalat, demikian pula Rafidhah. Yahudi tidak sujud sampai mengangguk-anggukkkan kepalanya berulang kali seperti ruku, demikian pula Rafidhah. Yahudi membenci malaikat Jibril dan mengatakan, ‘Dia adalah musuh kami dari kalangan malaikat’, demikian pula Rafidhah mengatakan, ‘Jibril telah salah menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam‘-
Rafidhah juga menyerupai perangai Nashrani yang tidak memberi mahar bagi istri, mereka hanya hendak bersenang-senang dengannya, demikian pula dengan Rafidhah mereka melakukan nikah mut’ah dan menghalalkannya. Akan tetapi, Yahudi dan Nashrani melebihi Rafidhah dalam dua perkara:
• Orang-orang Yahudi ditanya, ‘Siapa orang-orang terbaik dari agama kalian?’ Mereka menjawab, ‘Para sahabat Musa’. Orang-orang Nashrani ditanya, ‘Siapa orang terbaik dari agama kalian?’ Mereka menjawab, ‘Para pengikut setia Isa’. Lantas orang-orang Rafidhah ditanya, ‘Siapa orang terjelek dari agama kalian?’ Mereka menjawab, ‘Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam‘.”
Mereka diperintah untuk beristighfar bagi para sahabat, tetapi justru mereka cela, sehingga pedang itu senantiasa akan terhunus bagi mereka sampai hari kiamat. Tidak akan pernah tegak bendera perdamaian buat mereka. Tidak akan kokoh kaki-kaki mereka. Tidak akan bersatu kalimat mereka. Tidak akan dikabulkan doa mereka. Doa mereka tertolak. Kalimat mereka berselisih. Persatuan mereka tercerai-berai. Setiap kali mereka menyulut api peperangan, maka Allah akan memadamkannya.
4. Kalimat ini dalam kitab arabnya berada di footnote, kami naikkan, ed-.
5. (29/30).
6. Yakni Ibnu Saba’. Dalam kitab arabnya berbunyi ملببـه, berasal dari kata لّببـه تلبيبـا : Dia ikat lawan dengan bajunya ketika terjadi pertikaian kemudian dia seret. (Al-Qamus).
7. HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (29/7) dan sanadnya hasan.
8. Al-hamit sebutan untuk segala sesuatu yang busuk dan dia berarti orang botak yang tidak mempunyai rambut, (Al-Qamus).
9. HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Ad-Dimasyqi (29/7) dan sanadnya shahih.
10. Atsar ini tsabit (kokoh) diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 1325, Abu Ya’la dalam Musnadnya (449) dan Ibnu ‘Abi ‘Ashim dan As-Sunnah (982). Al-Haitsami berkata dalamMajma’ Az-Zawaid (jilid 7/333), “Para rawinya tsiqah (terpercaya).”
11. Atsar ini tsabit.
12. Firaq Asy-Syi ‘ah karya An-Naubakhti hal. 21 cet. Karbala.
13. Yaitu orang-orang Rafidhah menyakini bahwasanya akan menjadi terang sesuatu bagi Allah setelah sebelumnya tersembunyi. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang besar. Silakan melihat Butlanu ‘Aqaid Asy-Syi’ah karya Al-‘Allamah Muhammad Abdussattar A-Turisi hal. 23 dan Mas-alatut Taqrib baina Ahlissunnah wal Asy-Syi ‘ah (1/344).
14. Tidak ada celah untuk mengingkari eksistensi Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi , sebagaimana disangka oleh sebagian orang bahwa dia hanyalah cerita dongeng. Buku-buku sejarah telah menetapkan hakikat perbuatannya bahkan menetapkan hakikat dirinya, sampai-sampai ditulis oleh orang-orang Syiah sendiri.
Tentang hakikat Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi ini telah dijelaskan oleh saudaraku yang mulia Ali Ar-Razihi dalam kitabnya Taudhihun Naba’ ‘an Mua’assis Asy-Syi’ah Abdullah bin Saba’ baina Aqlami Ahlissunnah wa Asy-Syi’ah wa Ghairihim. Silakan merujuknya.
Tentang hakikat Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi ini telah dijelaskan oleh saudaraku yang mulia Ali Ar-Razihi dalam kitabnya Taudhihun Naba’ ‘an Mua’assis Asy-Syi’ah Abdullah bin Saba’ baina Aqlami Ahlissunnah wa Asy-Syi’ah wa Ghairihim. Silakan merujuknya.
15. Dan silakan melihat Asy-Syi’ah wa At-Tasyayyu’ karya Asy-Syaikh Ihsan Ilahi Dhahir rahimahullah hal. 296.
16. Ini sebelum Muhammad bin Surur menampakkan hizbiyyahnya, ketika dia datang ke Dammaj dan mengunjungi Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah. Kemudian setelah itu, dia mengaku kepada Asy-Syaikh bahwa dia mempunyai jama’ah. Asy-Syaikh Muqbil telah menasihatinya untuk meninggalkan hizbiyyah. Ketika keluar majalah yang dia miliki yaitu majalah As-Sunnah, Asy-Syaikh Muqbil berkata, “Kita merasa gembira dengannya.” Tetapi tatkala beliau melihat berbagai bala’ yang ada padanya berupa celaan terhadap ulama, dan adanya hizbiyyah Sururiyyah yang dibenci, beliau kemudian menamakannya dengan majalah Al-Bid’ah.
17. Nisbat kepada khasyab (kayu). Hal itu disebabkan mereka tidak mau berperang dengan pedang, tetapi justru berperang dengan kayu.
18. Ar-Rakham adalah salah satu jenis burung. Bentuk tunggalnya rakhamah. Burung itu disifati dengan kelicikan dan kedunguan. Dan dikatakan: disifati dengan sifat jorok. Di antara makna ini adalah ucapan mereka: رخم السـقاء (tempat air dari kulit itu bau), jika berbau tidak sedap. (Lisanul ‘Arab (12/235) cet. Beirut)
19. Ahmad dan Ad-Daruquthni berkata, “Dia matruk (ditinggalkan haditsnya).” Al-Mizan (2/584)
20. HR. Abu Dawud no. 418 dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhudan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7258.
21. Al-Jari adalah salah satu jenis ikan. Mereka mengira bahwa dia dulunya seorang budak wanita kemudian dirubah wujudnya, Al-Hayawan (1/397). Al-Marmahi adalah ikan yang menyerupai ular, tetapi bukan dari golongan ular, Al-Hayawan (4/129). Adz-Dzanab: Barangkali yang benar adalah Al-Arnab (kelinci) sebagaimana pada hal 20 kitab Al-Minhaj dari ucapan Asy-Sya’bi. Orang-orang Yahudi mengharamkan kelinci dan limpa, demikian pula Rafidhah. Selesai catatan kaki Minhajussunnah, dengan sedikit perubahan.
[Dari: Risalatun fir Raddi ‘alal Rafidhah; Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab; Judul Indonesia: Bantahan & Peringatan atas Agama Syiah Rafidhah; Penerjemah: Abu Hudzaifah Yahya; Penerbit: Penerbit Al-Ilmu]