“Arab Saudi Tak Lagi
Peduli Siapa Di Antara Kami Yang Menang, Selama Bukan Isis.”
Setahun
lalu, Presiden Suriah Bashar al-Assad dan para sekutunya memproklamasikan
kemenangan mereka atas musuh-musuhnya. Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah,
salah satu sekutu utama Assad, mengatakan bahaya bagi rezim Assad sudah lewat.
Suriah, menurut Nasrallah, juga sudah lepas dari kemungkinan terbelah konflik
sektarian. “Musuh-musuh Assad tak bisa menjatuhkannya, tapi mereka bisa saja
terus merongrong,” kata Nasrallah kala itu. Sejumlah kemenangan kecil Negara
Islam alias ISIS di Provinsi Latakia, di mata pemimpin milisi Syiah dari
Libanon itu, tak banyak artinya. “Itu hanya operasi terbatas... tapi media
kelewat membesar-besarkannya.” Siapa pun yang hendak bicara soal perdamaian di
Suriah, menurut Nasrallah, dia harus datang kepada Assad. “Apa pun solusi
politik untuk Suriah, harus dimulai dan diakhiri dengan Assad,” kata Nasrallah.
Pernyataan Nasrallah terang ditujukan kepada semua pihak yang menghendaki Assad
menyingkir dari Damaskus. Satu tuntutan yang tak akan dipenuhi oleh Assad dan
sekutu-sekutunya. “Tak akan ada negosiasi yang berujung pada turunnya Assad.” Assad
punya utang besar kepada Nasrallah dalam meraih “kemenangan” itu.
Bersama
sponsor utama mereka, Iran, pasukan Assad dan prajurit Hizbullah bahu-membahu
melawan ISIS, Front al-Nusra, Tentara Pembebasan Suriah, dan kelompok-kelompok
anti-Assad lain. Sejak Nasrallah menyampaikan perintah kepada pengikutnya untuk
membantu Assad lebih dari dua tahun lalu, ribuan prajurit Hizbullah
mencemplungkan diri di medan perang Suriah. Bagi Nasrallah dan pengikutnya,
mengangkat senjata untuk Assad bukan cuma menolong sesama muslim Syiah—Assad
berasal dari keluarga Syiah Alawiyyah—tapi juga membayar utang budi. “Mereka
para tentara bayaran dari Chechnya, Yaman, dan Libya hendak menjatuhkan
Assad.... Dia telah banyak membantu kami dalam perang melawan Israel pada 2006.
Sudah jadi tugas kami untuk menolongnya,” kata Mahmud, veteran perang 2006.
Kehilangan suaminya dalam perang Suriah tak menghalangi Fatimah untuk mengirim
dua anaknya kembali ke medan tempur di negara tetangga. Anak sulungnya, Wissam,
25 tahun, sudah pulang dari Suriah. Giliran Khodr, anak keduanya, berangkat
berperang. “Aku sudah mengirim Khodr untuk mengikuti latihan selama satu bulan.
Dia harus belajar menggunakan senapan supaya bisa menjadi pejuang seperti
ayahnya,” kata Fatimah beberapa waktu lalu. Mereka, kata Wissam, tak akan
membiarkan Assad jatuh dan ISIS berkuasa di Suriah. “Apakah kami harus
membiarkan mereka datang dan menyembelih kami bak kambing seperti yang mereka
lakukan terhadap umat Syiah di Irak dan Suriah? Tidak, kami akan mengalahkan mereka
seperti kami mengalahkan Israel,” kata Wissam, penuh keyakinan. “Kami harus
patuh kepada Syekh Hassan Nasrallah saat dia meminta kami berperang. Ayahku
mati sebagai martir, dan kami siap mengikuti jalannya.”
●●●
Tak sarinya
Presiden Suriah Bashar al-Assad muncul di layar televisi. Sejak kekuasaannya
terus digoyang, Assad memang jarang tampil di televisi. Tapi, beberapa pekan
lalu, tiba-tiba Assad berpidato di stasiun televisi milik pemerintah. “Hari ini
kita sedang menghadapi perang, bukan sekadar pertempuran.... Perang bukanlah
satu pertempuran, melainkan banyak sekali pertempuran,” kata Assad. “Kita tak
sedang bicara soal puluhan atau ratusan pertempuran, melainkan ribuan
pertempuran.... Dan hal yang biasa dalam pertempuran bila kita maju atau mundur,
menang atau kalah.” Assad tak nongol di layar televisi tanpa alasan. Dia mesti
meyakinkan para pendukungnya bahwa posisinya masih kokoh, tak tergoyahkan,
meski sejak beberapa bulan lalu berita-berita soal kekalahan bertubi-tubi
pasukan loyalis Assad dari milisi Front al-Nusra, ISIS, Ahrar ashSham, dan
milisi-milisi anti-Assad lainnya terus bermunculan.
Dua video
yang beredar di Internet beberapa waktu lalu mengabarkan bagaimana perubahan
peta kekuatan di medan perang Suriah. Satu video menampilkan sekitar 1.700
prajurit milisi anti-Assad, Jaysh al-Islam, berparade di luar Kota Damaskus
lengkap dengan sejumlah tank T-72 yang mereka rebut dari pasukan loyalis Assad.
Satu video lagi merekam percakapan Kolonel Suhail Hassan, komandan kesatuan
elite Brigade Harimau, dengan Menteri Pertahanan Suriah Fahad Jassim al-Freij,
beberapa hari setelah Kota Jisr al-Shughour jatuh ke tangan gabungan milisi
Jaish al-Fattah akhir April lalu. “Mereka butuh amunisi. Mereka tak punya lagi
amunisi,” kata Kolonel Suhail lewat telepon. Setelah beberapa pekan menyerbu
Kota Jisr al-Shughour dan Idlib di Provinsi Idlib, operasi besar-besaran milisi
Ahrar ash-Sham, Front alNusra, Legiun Sham, dan Jaysh al-Sunna, yang tergabung
dalam Tentara Penakluk alias Jaish al-Fattah, berhasil mengusir tentara loyalis
Assad dari kota itu. Disokong oleh Hizbullah, Kolonel Suhail mencoba merebut
kembali sejumlah desa di sekitar Kota Jisr al-Shughour, tapi mendapat
perlawanan sengit dari milisi Jaish al-Fattah. “Seluruh Jisr alShughour sudah
dibebaskan, tak ada lagi pasukan rezim di sini,” kata Ahmad, juru bicara Ahrar
ash-Sham. Menurut dia, posisi Kota Jisr sangat strategis, karena bisa menjadi
batu loncatan mereka untuk menyerang basis-basis utama kekuatan loyalis Assad
di wilayah pesisir Suriah. “Bahkan Kota Jisr ini lebih penting ketimbang
Idlib.... Sekarang wilayah pesisir ada dalam jangkauan tembakan kami.” Dua
pekan lalu, giliran Mastouma, basis militer loyalis Assad terbesar di Idlib,
dikuasai gabungan milisi yang dipimpin Front al-Nusra. “Seluruh tentara Assad
sudah ditarik mundur dari Mastouma,” Al-Nusra menulis di Twitter.
Hanya
berselang beberapa hari, giliran Kota Palmyra yang jatuh ke tangan milisi ISIS.
Kemenangan gabungan milisi Jaysh al-Fattah menjadi kabar buruk bagi Assad.
Milisi-milisi anti-Assad yang biasanya saling bertikai kini bisa bersatu
melawan musuh bersama mereka, Bashar al-Assad. Negara-negara sponsor
mereka—Turki, Qatar, dan Arab Saudi—punya andil besar mendamaikan milisi-milisi
itu.
“Semuanya
telah berubah. Mereka telah menyingkirkan semua perbedaan.... Arab Saudi tak
lagi peduli siapa di antara kami yang menang, selama bukan ISIS. Saudi
meyakinkan semua pihak bahwa musuh nyata kami adalah Iran,” ujar seorang
pemimpin kelompok antiAssad. Ditekan ISIS dan milisi gabungan Jaysh al-Fattah
dari pelbagai arah, Assad tak punya pilihan selain berpaling pada Iran dan
Hizbullah. Dua pekan lalu, penguasa di Teheran sudah setuju memberikan utang
kepada Assad senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13 triliun untuk membiayai
perang di Suriah. Hassan Nasrallah juga siap mengirimkan tambahan ribuan
prajuritnya untuk membantu tentara loyalis Assad. “Kami akan ada di manamana di
Suriah,” kata Nasrallah. Menurut Nasrallah, mereka akan terus menggenjot
operasi militer di daerah Qalamoun, sepanjang perbatasan Suriah dan Libanon.
“Kami tak bisa menerima kelompok teroris dan takfiri di Bekaa dan Arsal.”
Assad
mungkin semakin terpojok, tapi tak berarti minggu depan, bulan depan, atau
setahun lagi bakal jatuh. Saat musuh-musuhnya terus merekrut prajurit, sejumlah
milisi Syiah yang disponsori Iran, seperti Kataib Sayyid alSyuhada dan Liwa
al-Imam al-Hussein, juga terus merekrut prajurit untuk “menolong” Assad.
Menurut sumber di Libanon, Nasrallah sadar Assad tak mungkin mempertahankan
setiap jengkal tanah di Suriah, atau merebut semua wilayah yang telah diduduki
Al-Nusra atau ISIS. “Prioritas bagi Assad adalah mempertahankan Damaskus dan
wilayah sekitar Damaskus, baru kemudian Aleppo dan sekitarnya,” kata Salem
Zahran, wartawan Libanon yang dekat dengan Hizbullah. ■ SAPTO PRADITYO | GUARDIAN | REUTERS |
CNN | NYTIMES | DAILY STAR |
AL-JAZEERA
Iran Kirim 15.000 Milisi
Syi'ah Bayaran Asal Iran, Irak dan Afghanistan ke Suriah
Iran telah mengirimkan 15.000 petempur Syi'ah bayaran ke Suriah
untuk membalikkan kekalahan pasukan pemerintah Suriah di medan perang baru-baru
ini dan "bermimpi" untuk mencapai hasil tersebut pada akhir bulan
ini, seorang sumber politik Libanon mengatakan kepada The Daily Star.
Pasukan milisi itu, terdiri dari warga Syi'ah Iran, Syi'ah Irak dan Syi'ah Afghanistan, yang dibayar minimal 3000 USD untuk terjun ke pertempurna, telah tiba di wilayah Damaskus dan di provinsi pesisir Latakia yang merupakan kampung halaman Assad, kata sumber tersebut.
Pasukan milisi itu, terdiri dari warga Syi'ah Iran, Syi'ah Irak dan Syi'ah Afghanistan, yang dibayar minimal 3000 USD untuk terjun ke pertempurna, telah tiba di wilayah Damaskus dan di provinsi pesisir Latakia yang merupakan kampung halaman Assad, kata sumber tersebut.
Sumber itu mengatakan para petempur itu diharapkan menjadi ujung
tombak upaya untuk merebut daerah-daerah di provinsi Idlib, di mana rezim telah
mengalami serangkaian kekalahan di tangan koalisi Jaisyul Fath.
Jenderal Qasem Soleimani, komandan elit pasukan Quds Iran, berada di Latakia
pekan ini untuk menopang persiapan kampanye tersebut, kata sumber itu.
Soleimani menjanjikan "kejutan" dari Teheran dan Damaskus.
"Dunia akan terkejut dengan apa yang kita dan kepemimpinan militer Suriah
sedang persiapkan untuk beberapa hari mendatang," kata kantor berita resmi
negara Iran IRNA mengutip perkataan jenderal tersebut hari Selasa (2/6/20150.
Rezim Presiden Suriah Bashar Assad setuju dengan berat hari terhadap rencana
tersebut, yang diharapkan untuk mencapai dua tujuan, menurut sumber itu.
Salah satunya adalah untuk membalikkan moral pendukung rezim yang jatuh
menyusul berbagai kekalahan di medan perang dan banyaknya jumlah korban tewas
dari pihak mereka, sedangkan yang kedua adalah untuk mencapai keberhasilan
tersebut pada akhir bulan ini, yang bertepatan dengan batas waktu bagi Iran dan
kekuatan dunia untuk menyelesaikan kesepakatan interim tentang program nuklir
Teheran.
Sebuah pembalikan nasib Damaskus, yang sangat tergantung pada bantuan dari
Syi'ah Iran, akan meningkatkan pengaruh Teheran karena berhubungan dengan fase
negosiasi penyelesaian pasca-Juni di beberapa bidang daerah bergolak, termasuk
Suriah, kata sumber itu.
Pasukan rezim Bashar Al-Assad telah berada di bawah tekanan yang meningkat
dalam beberapa bulan terakhir - di Idlib mereka dikalahkan di beberapa lokasi
oleh koalisi tujuh anggota pejuang oposisi yang termasuk milisi kuat Ahrar
Al-Sham dan Jabhat Al-Nusrah, afiliasi Al-Qaidah di Suriah.
Pasukan rezim juga kalah di kota pusat Palmyra bulan lalu setelah kampanye
singkat oleh Daulah Islam (IS). (st/tds)
Foto: 4 Milisi Syi'ah bayaran asal dari Afghanistan ditangkap
mujahidin Suriah di Idlib.