Banyak bukti yang menunjukkan betapa kental
‘aqidah rafidhah pada Hasan As-Saqqaf. Diantara bukti tersebut adalah
sebagaimana pemaparan berikut. Namun sebelumnya, simak bagaimana sikap Ahlus
Sunnah dalam menyikapi apa yang pernah terjadi antara ‘Ali dan Mu’awiyyah radhiyallaahu
‘anhumaa disini.
[ Sikap Ahlus Sunnah Terhadap Mu'awiyah Dan
Pertikaiannya Dengan Ali
http://almanhaj.or.id/content/3769/slash/0/sikap-ahlus-sunnah-terhadap-muawiyah-dan-pertikaiannya-dengan-ali/ ]
Quote :
Abul Fida' Ibnu Katsir dalam al Bidayah wan Nihayah [1] (X/563) berkata:
"Hadits ini termasuk mu'jizat kenabian, sebab benar-benar telah terjadi
seperti yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di
dalamnya juga disebutkan, kedua kelompok yang bertikai itu, yakni penduduk Syam
dan penduduk Iraq, masih tergolong muslim. Tidak seperti anggapan kelompok
Rafidhah, orang-orang jahil lagi zhalim, yang mengkafirkan penduduk Syam. Dalam
hadits itu juga disebutkan, kelompok Ali paling mendekati kebenaran; itulah
madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Yakni Ali berada di pihak yang benar, dan
Mu'awiyah memeranginya karena ijtihad yang keliru, dan ia berhak mendapat
satu pahala atas kesalahan ijtihad itu, insya Allah. Sedangkan Ali
Radhiyallahu 'anhu adalah imam yang sah, berada di pihak yang benar insya
Allah, dan berhak mendapat dua pahala".
Namun bagaimana dengan Hasan As-Saqqaf ? Apakah
sikapnya demikian juga layaknya seorang Ahlus Sunnah sebagaimana yang
diterangkan oleh Al-Imam Ibnu Katsir? Mari kita lihat, dia berkata dalam
tahqiqnya pada kitab Daf’u Syubhah At-Tasybih karya Ibnu Al-Jauziy
hal. 240 sbb :
“Aku (As-Saqqaf) berkata : maka bagimana bisa beberapa nawashib mengatakan
bagi ‘Ali dua pahala, dan bagi Mu’awiyyah satu pahala karena dia
mujtahid??"
Via online dapat dilihat disini (hal. 235) : http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/2178_دفع-شبه-التشبيه-بأكف-التنزيه-أبو-الفرج-عبد-الرحمن-بن-الجوزي-الحنبلي/الصفحة_219
Bukankah yang berpandangan seperti itu adalah Ahlus Sunnah? Dan
siapa yang suka menggelari Ahlus Sunnah dengan Nawashib kalau bukan rafidhah?
- Jaser Leonheart -
comments:
Terima kasih atas pemberitahuannya. Saya kira
sebelumnya bahwa bantahan anak mut’ah tersebut akan berbobot, namun ternyata
hanyalah tulisan dari tong kosong yang menggelikan bunyinya. Pada intinya dia
menyatakan bahwa bisa saja nawashib yang dimaksud oleh Hasan As-Saqqaf bukanlah
Ahlus Sunnah meski Ahlus Sunnah juga berpendapat demikian –sebagaimana dinukil
Ibnu Katsir– sehingga nawashib yang dimaksud Hasan As-Saqqaf tidak tertuju
kepada Ibnu Katsir dan Ahlus Sunnah secara umum.
Sekali
lagi, pernyataannya tersebut amat menggelikan. Bagaimana bisa nawashib dan
Ahlus Sunnah beraqidah sama dalam hal tersebut (bagi ‘Ali 2 pahala dan
Mu’awiyyah 1 pahala) sedangkan sudah jelas-jelas bahwa nawashib adalah mereka
yang memusuhi Ahlul Bait?!! Masihkah bagi nawashib yang membenci Ahlul Bait
menyempatkan hati mereka untuk mengatakan bagi ‘Ali dua pahala karena ‘Ali
benar? Silahkan saja dia membuktikannya siapa dari nawashib yang berkeyakinan
demikian. Karena antara yang mengatakan “ada” dan “tiada” maka pihak yang mengatakan
“ada” lah yang harus membuktikan.
Ibnu
Hajar sendiri telah berkata dalam syarhnya terhadap suatu hadits :
وفي هذا الحديث علم من أعلام النبوة وفضيلة ظاهرة لعلي ولعمار ورد على النواصب الزاعمين أن عليا لم يكن مصيبا في حروبه
“Dalam hadits ini terdapat salah satu mukjizat Nubuwwah, fadhilah (keutamaan)
yang jelas bagi ‘Ali dan ‘Ammar, dan bantahan kepada golongan nawashib yang
mengklaim bahwa ‘Ali bukanlah pihak yang benar dalam semua peperangannya.”
[Fathul-Bariy, 1/646]
Perhatikan
perkataan Ibnu Hajar; “bantahan terhadap nawashib” dan “Ali bukanlah pihak yang
benar dalam setiap peperangannya” lantas bagaimana bisa nawashib mengatakan
bagi ‘Ali 2 pahala karena ‘Ali benar? Maka hendaknya si anak mut’ah tidak tahu
diri itu memeriksa kembali logika rendahannya tersebut. Dengan begitu
“pede”-nya ia menyatakan bahwa orang lain tidak faham logika, justru dirinya
lah yang mengalami kekacauan logika karena meletakkan sesuatu tidak pada
tempatnya sehingga ludahnya sendiri yang menelanjangi kejahilannya.
Sungguh menyedihkan.
Jika pun mengikuti pola fikir anak mut’ah
tersebut, maka terlebih dulu kita harus melihat siapakah nawashib di sisi Hasan
As-Saqqaf? Apakah Ahlus Sunnah termasuk di dalamnya? Sebenarnya apabila dia
memang sudah membaca kitab-kitab Hasan As-Saqqaf, tentu tidak asing lagi
bagaimana pandangan Hasan As-Saqqaf terhadap para ulama Ahlus Sunnah. Oleh
karena itu sengaja tidak saya paparkan pada tulisan di atas agar tidak
berkepanjangan.
Dalam
kitab Hasan-Saqqaf yang berjudul زهر الريحان في الرد على تحقيق البيان pada hal. 136-137, ia
menyatakan bahwa Ahlus Sunnah terbagi menjadi 3 bagian dimana pada bagian ke-3
nya adalah nawashib. Kemudian Hasan As-Saqqaf membagi lagi bagian ketiga ini
(nawashib) menjadi dua. Untuk yang pertama, An-Nawawiy termasuk di dalamnya.
Dan yang kedua, adalah semisal Al-Jauzjaniy dan Ibnul-‘Arabiy Al-Malikiy.
Kita
memang berlepas diri dari pembagian versi Hasan As-Saqqaf tersebut, namun dari
pola pemahamannya mengenai Ahlus Sunnah dapat difahami bahwa nawashib mencakup
Ahlus Sunnah Wa Al-Jama’ah di sisi Hasan As-Saqqaf. Dengan ini jelas bahwa
perkataan Hasan As-Saqqaf dengan “nawashib” pada artikel di atas dapat tertuju
kepada Ahlus Sunnah.
Bisa
dilihat juga bagaimana ia mencap para ‘ulama Ahlus Sunnah yang disebut dalam
dua video berikut sebagai nawashib :
Lebih
lanjut lagi, pada hal. 139, Hasan As-Saqqaf dengan jelas dan tegas pula
menyatakan bahwa Ibnu Katsir adalah nashibiy. Screenshot :
Telah jelas sebelumnya dimana Ibnu Katsir menyatakan bahwa aqidah Ahlus Sunnah adalah bagi ‘Ali 2 pahala dan bagi Mu’awiyyah 1 pahala, lalu diketahui pula pernyataan Hasan As-Saqqaf bahwa Ibnu Katsir adalah nashibiy, maka bagaimana bisa anak mut’ah tersebut mengatakan bahwa pernyataan Hasan As-Saqqaf; “bagaimana bisa sebagian nawashib menyatakan bagi ‘Ali 2 pahala dan bagi Mu’awiyyah 1 pahala” tidak tertuju kepada Ahlus Sunnah?
Maka
banyak-banyaklah membaca wahai anak mut’ah, kumpulkan refrensi sebelum
berkoar-koar. Ataukah karena kedengkian para hamba mut’ah terhadap Mu’awiyyah
radhiyallaahu ‘anhu lah yang menyebabkan otak mereka menjadi lemah?
موتوا بغيظكم
“Matilah kalian karena kemarahan kalian itu.”
Wallaahu A’lam.