Thursday, September 3, 2015

Aqidah Kufur Syiah Tentang Imam Mahdi


Keyakinan Syiah tentang Mahdiyyah 

Mahdiyyah (percaya akan keberadaan Imam Mahdi dan kebangkitannya versi Syiah) juga menjadi salah satu tiang penyangga doktrin imamah dalam Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah. Al-Mahdi adalah salah satu model terpenting dalam sekte ini. Tanpa konsep ini, barangkali Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah tak akan ada atau paling tidak akan kehilangan muka, sebab dengan demikian para Imam tidak lengkap menjadi dua belas. ‘Kegaiban’ Imam ke-12 inilah salah satu poin kunci yang menjadikan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah tetap langgeng, dan di balik ‘topeng’ konsep ini pula Wilayat al-Faqih berdiri.
Tapi, Imam Mahdi tidak hanya milik orang Syiah. Sebab Ahlussunnah juga percaya bahwa kelak akan muncul sosok penegak keadilan yang bergelar Imam Mahdi. Namun, adakah konsep Imam Mahdi yang dibangun Syiah sama dengan Imam Mahdi Ahlussunnah? Yang jelas jawabannya adalah tidak sama, baik dalam hal kepribadiannya maupun hal-hal yang akan dilakukannya.

Imam Mahdi Versi Syiah

Mayoritas umat Syiah sepakat bahwa Imam al-Mahdi kelak akan datang menjelang hari kiamat tiba, sama dengan keyakinan kaum Muslimin pada umumnya. Namun perlu dicatat, bahwa persamaan konsep mahdiyyah ini hanya terbatas pada titik itu saja: keyakinan akan kehadiran Imam Mahdi, tidak lebih. Sementara pada aspek yang lain, seperti sosok, misi dan perannya, amat jauh berbeda, sejauh timur dan barat.

Orang-orang Syiah yakin bahwa Imam Mahdi pernah hadir ke dunia, lahir dari keluarga keturunan Rasulullah SAW. Namun akhirnya dia dapat bersembunyi—entah mengapa dan untuk apa—hingga hari ini, dan akan datang lagi nanti sebelum hari akhir. Konon, kelak dia akan menegakkan keadilan di muka bumi.

Mengenai eksistensi al-Mahdiyyah ini, semua aliran Syiah sepakat. Akan tetapi kemudian mereka sendiri berbeda pendapat mengenai siapa yang sesungguhnya menjadi al-Mahdi? Syiah Sabaiyah (penganut faham Abdullah bin Saba’) mengatakan bahwa al-Mahdi tak lain adalah Imam Ali radhiyallahu ‘anhu Kelompok ini berpendapat bahwa Imam Ali radiyallahu ‘anhu tidak dibunuh juga tidak mati. Sabaiyah berpendapat bahwa Imam Ali radhiyallahu ‘anhu tidak akan mati sebelum berhasil menguasai Semenanjung Arabia dan sebelum memenuhi seantero jagad raya dengan keadilan.

Keyakinan kelompok ini bermula dari perkataan pionir mereka, Abdullah bin Saba’, saat dia mendapatkan informasi bahwa Sayyidina Ali radhiyallahu ‘anhu telah dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam. Ketika itu ia mengatakan :

كَذَبَتْ, لَوْ جِعْنَا بِدِمَاغِهِ فِيْ سَبْعِيْنَ صُرَّةً, وَأَقَمْتَ عَلَى قَتْلِهِ سَبْعِيْنَ عَدْلًا لَعَلِمْنَا أَنَّهُ لَمْ يَمُتْ وَلَمْ يُقْتَلْ، وَلَا يَمُوْتُ حَتَّى يَمْلِكَ الأَرْضَ.

“Kamu bohong, andaikan engkau datang padaku dengan membawa tujuh puluh kantong berisi otak Imam Ali AS dan kamu membawa tujuh puluh orang terpercaya yang bersaksi atas kematian Ali, maka aku tetap yakin bahwa Ali tidak mati, tidak pula dibunuh, dia tidak akan mati hingga menguasai bumi.“[1]

Kepercayaan akan kembalinya al-Mahdi Saba’iyah di atas berbeda dengan al-Mahdi versi Syiah Kurabiyah (pengikut Abu Kuraib adh-Dharir). Kelompok ini adalah pecahan dari Syiah Kaisaniyah. Perbedaannya dari Syiah Sabaiyah adalah terletak pada sosok al-Mahdi itu sendiri. Imam Mahdi yang mereka yakini bukanlah Imam Ali AS, melainkan putranya, yaitu Muhammad bin al-Hanafiyah. Syiah Kurabiyah yakin bahwa Muhammad bin al-Hanafiyah masih hidup. Konon, beliau sekarang berada di gunung Radhwa, yaitu gunung yang terletak di antara Mekah dan Madinah. Beliau dijaga oleh singa di samping kanannya dan harimau di samping kirinya. Kedua binatang ini akan terus menjaga beliau hingga tiba saatnya untuk keluar.[2]

Sekte Syiah lain berpendapat bahwa Imam al-Mahdi adalah Ja’far ash-Shadiq AS, Imam keenam Syiah. Karena menurut aliran Syiah versi ini, beliau belum mati dan tidak akan mati. Ada lagi yang mengatakan bahwa al-Mahdi itu bukan Imam Ja’far ash-Shadiq AS, melainkan putranya, Ismail AS. Syiah yang lain mengatakan bahwa al-Mahdi adalah Musa bin Ja’far al-Shadiq. Sedangkan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah berpendapat bahwa al-Mahdi al-Muntadzar adalah Muhammad bin al-Hassan al-Askari.[3]

Dari pemaparan sekilas di atas, maka amat jelas bagi kita, bahwa dalam tubuh Syiah sendiri terjadi dikotomi yang luar biasa pelik dan rumit mengenai konsep al-Mahdi. Pertentangan ini, selain mustahil dikompromikan, juga absurd untuk diunggulkan (di-tajrih) antara pandangan Syiah yang satu dengan yang lain. Sebab semua versi yang beragam tersebut sama-sama tidak memiliki landasan yang absah untuk diunggulkan, apalagi untuk diakui; semua berangkat dari unsur fanatisme pada sosok yang dikagumi dan mitos yang berkembang pada masing-masing aliran Syiah.

Terlepas dari perbedaan pelik berikut aneka faktor pemicunya di atas, ada beberapa poin penting yang perlu dikemukakan, terkait dengan apa yang dilakukan al-Mahdi (versi Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah) ketika ia muncul kelak. Poin-poin itu antara lain:

a. Membawa Syari’at dan al-Qur’an baru

Al-Mahdi akan datang dengan membawa syari’at baru yang berbeda dengan syari’at Nabi Muhammad SAW. Menurut pandangan Syiah, al-Mahdi akan menerapkan syari’at Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS. Dia tidak akan mengambil jizyah (pajak) sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. Penjelasan ini amat melimpah dalam literatur-literatur Syiah, sebab sudah menjadi keyakinan mereka secara umum:

قال أبو عبد الله: إِذَا قَامَ قَائِمُ آلِ مُحَمَّدٍ حَكَمَ بِحُكْمِ دَاوُدَ وَسُلَيْمَنَ وَلَا يَسْأَلُ بَيِّنَةً.

Abu Abdilla AS berkata, “Apabila datang pembela keluarga Muhammad (al-Mahdi), maka dia akan memberlakukan hukum Daud dan Sulaiman tanpa bantuan saksi.[4]

إِذَا قَامَ قَائِمُ آلِ مُحَمَّدٍ حَكَمَ بَيْنَ النَّاسِ بِحُكْمِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَلَا يَحْتَاجُ إِلَى بَيِّنَةٍ.

Apabila datang pembela keluarga Muhammad, maka dia akan menetapkan keputusan berdasarkan hukum Daud AS dan dia tidak memerlukan saksi.[5]

وَلَا يَقْبَلُ صَاحِبُ هَذَا الأَمْرِ الجِزْيَةَ كَمَا قَبِلَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ.

Pemegang urusan ini (al-Mahdi) tidak akan menrima jizyah (hasil pungutan pajak) sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW.[6]

Riwayat-Riwayat mengenai al-Mahdi versi Syiah sangat kental dengan nuansa ajaran (baca: mitos) Yahudi. Riwayat-riwayat itu mengesankan seakan-akan syari’at Nabi Muhammad SAW tidak cukup untuk memberi solusi terhadap semua persoalan umat. Hal ini tidaklah aneh, sebab orang pertama yang menabur benih-benih tasyayyu’ adalah seorang Yahudi tulen, Abdullah bin Saba’. Dalam konteks ini, Ibnu Babawaih berikut ulama Syiah yang lain bertutur dengan lugas, bahwa al-Mahdi akan memberlakukan tiga hukum yang tidak pernah diajarkan oleh orang-orang sebelumnya, termasuk Nabi Muhammad SAW.

إِنَّهُ يَحْكُمُ بِثَلَاثٍ لَمْ يَحْكُمْ بِهَا أَحَدٌ قَبْلَهُ: يَقْتُلُ الشَّيْخَ الزَّانِيْ, وَيَقْتُلُ مَانِعَ الزَّكَاةِ، وَيُوْرِثُ الأَخَ أَخَاهُ فِيْ الأَظِلَّةِ.

Sesungguhnya dia akan memberlakukan tiga hukum yang sebelumnya tidak pernah diterapkan oleh siapapun: yaitu membunuh orang tua yang berzina, membunuh orang yang tidak mau membayar zakat dan memberi warisan kepada saudaranya yang menetap dalam satu naungan.[7]

أَنَّهُ يَقْتُلُ مَنْ بَلَغَ الْعِشْرِيْنَ وَلَمْ يَتَفَقَّهْ فِيْ الدِّيْنِ.

Dia akan membunuh pemuda berumur 20 (dua puluh) yang tidak memahami ilmu agama.[8]

Dalam riwayat lain terdapat pernyataan berbeda dengan pernyataan di atas, bahwa al-Mahdi akan memberlakukan semua hukum-hukum Nabi pembawa kitab Allah SWT; yakni Nabi Musa, Dawud, Isa dan Muhammad SAW:

إِذَا قَامَ الْقَائِمُ قَسَمَ بِالسَّوِيَةِ، وَعَدِلَ فِيْ الرَّعِيَةِ، وَاسْتَخْرَجَ التَّوْرَاةَ وَسَائِرَ كُتُبِ اللهِ تَعَالَى مِنْ غَارٍ بِأَنْطَاكِيَةَ، حَتَّى يَحْكُمَ بَيْنَ أَهْلِ التَّوْرَاةِ بِالتَّوْرَاةِ، وَبَيْنَ أَهْلِ الْإِنْجِيْلِ بِالْإِنْجِيْلِ، وَبَيْنَ أَهْلِ الزَّبُوْرِ بِالزَّبُوْرِ، وَبَيْنَ أَهْلِ الْقُرْآنِ بِالْقُرْآنِ.

Apabila pembela keluarga Nabi Muhammad telah datang dia akan memberi bagian dengan adil, berbuat adil kepada rakyat, mengeluarkan Taurat dan kitab-kitab Allah yang lain dari Antokia, hingga memberi keputusan pada pembaca Injil dengan Injil, kepada pembaca Zabur dengan Zabur, dan kepada pembaca al-Qur’ab dengan al-Qur’an.[9]

Selain riwayat-riwayat ganjil di atas, masih ada beberapa tumpukan riwayat lagi yang menceritakan keanehan-keanehan seputar kemunculan al-mahdi. Barangkali, ketika kita menyimak riwayat-riwayat di atas, di lubuk hati kita timbul semacam keanehan atau keasingan yang sukar dipercaya. JIka perasaan semacam itu memang muncul, maka sebetulnya tak perlu dirisaukan, sebab teologi Syiah kebanyakan mamang dibangun di atas reruntuhan mitos yahudi, Nashrani, dan Parsi. Mitos al-mahdiyyah misalnya, dibangun sebagai ajaran dan akidah Syiah guna memberikan kesan bahwa mereka kelak akan bangkit dari keterpurukan setelah mengalami pengucilan berabad-abad.

Dengan doktrin al-Mahdiyyah, Syiah mengajarkan kepada umatnya, bahwa mereka akan mengakhiri sejarah ini dengan Muntadzar muncul kelak, mereka akan mengauasai dunia, membalas dendam terhadap musuh-musuhnya tanpa perlawanan sedikit pun. Dengan demikian, doktrin ini menjadi kelengkapan dari doktrin raj’ah yang akan kami jelaskan pada sub bagian berikutnya.

Skenario happy ending ini dipersiapkan antara lain guna memompa semangat penganut Syiah agar terus berjuang dan berdakwah menyebarkan ajaran Syiah sekaligus merekrut pengikut. Di samping itu, sebagaimana yang telah menjadi suatu kelaziman, bahwa doktrin ini diusung juga untuk menopang imamah; doktrin Syiah yang membawa misi untuk mendominasi dunia, mendirikan kerajaan Syiah dengan agama dan ajaran baru, menyulap setiap wilayah Islam layaknya negeri para Mulla: Iran. Penjelasan mengenai hal ini, ulama Syiah banyak mengutip, hadits yang diafiliasikan kepada Imam Ja’far ash-Shadiq AS sebagai berikut:

عَنْ أَبِيْ بَصِيْرٍ قَالَ: قَالَ أَبُوْ جَعْفَرٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَقُوْمُ القَائِمُ بِأَمْرٍ جَدِيْدٍ، وَكِتَابٍ جَدِيْدٍ، وَقَضَاءٍ جَدِيْدٍ.

Dari Abi Bashir, dia berkata: Abu Ja’far AS berkata: “Akan datang sang pembela (keluarga Muhammad SAW) dengan membawa perkara baru, kitab baru, dan undang-undang baru.[10]

لَكَأَنِّيْ أَنْظُرُ إِلَيْهِ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالمَقَامِ يُبَايِعُ النَّاسَ عَلَى كِتَابٍ جَدِيْدٍ.

Aku benar-benar seperti melihat dia (al-Mahdi) antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim sedang membaiat orang banyak untuk menerima kitab baru.[11]

عَنْ أَبِيْ جَعْفَرٍ أَنَّهُ قَالَ: إذَا قَامَ قَائِمُ آلِ مُحَمَّدٍ ضَرَبَ فَسَاطِيْطَ يُعَلِّمُ فِيْهِ الْقُرْآنَ عَلَى مَا أُنْزِلَ فَأَصْعَبُ مَا يَكُوْنُ عَلَى مَنْ حَفِظَهُ اليَوْمَ لِأَنَّهُ يُخَالِفُ فِيْهِ التَّأْلِيْفَ.

Dari Abu Ja’far AS, dia berkata: Apabila pembela keluarga Muhammad datang, maka dia akan mendirikan perkemahan, lalu mengajarkan al-Qur’an yang asli. Inilah hal yang paling berat bagi orang-orang yang menghafalnya, sebab al-Qur’an (yang diajarkan al-Mahdi) berbeda susunannya.[12]

b. Merobohkan Masjid al-Haram lalu membongkar kuburan Abu Bakar RADIYALLAHU ‘ANHU dan Umar RADIYALLAHU ‘ANHU

Ath-Thusi, penulis al-Istibshar dan at-Tahdzhib (dua kitab utama kaum Syiah), menyatakan bahwa al-Mahdi kelak akan merobohkan Masjid al-haram dan Masjid Nabawi.[13] Tujuannya untuk mengembalikan kepada bentuk semula, persis sebagaimana model pada zaman Nabi SAW. Syiah juga percaya bahwa al-Mahdi juga akan mengeluarkan jasad sahabat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhu, lalu menyalib dan membakar keduanya, kemudian menghambur-hamburkan abunya:

أَنَّ الْقَائِمَ يَهْدِمُ الْمَسْجِدَ الحَرَامَ حَتَّى يَرُدَّهُ إِلَى أَسَاسِهِ، وَمَسْجِدَ الرَسُوْلُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَسَاسِهِ، وَيَرُدَّ الْبَيْتَ إِلَى مَوْضِعِهِ وَإِقَامَتِهِ عَلَى أَسَاسِهِ.

Sesungguhnya al-Mahdi akan merobohkan Masjid al-Haram dan Masjid an-Nabawi, lalu mengembalikannya pada fondasi semula. Dia juga akan membongkar Baitullah dan mengembalikannya pada fondasi semula, serta akan meletakannya pada posisi asalnya.[14]

كَذَلِكَ يَتَّجِهُ إلِىَ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَاحِبَيْهِ وَيَبْدَأُ – كَمَا تَقُوْلُ أَخْبَارُهُمْ – “بِكَسْرِ الْحَائِطِ الَّذِيْ عَلَى الْقَبْرِ… ثُمَّ يُخْرِجُهُمَا غَضَّيْنِ رُطْبَيْنِ فَيَلْعَنُهُمَا وَيَتَبَرَّأُ مِنْهُمَا وَيَصْلُبُهُمَا ثُمَّ يُنْزِلُهُمَا وَيُحْرِقُهُمَا ثُمَّ يُذْرِيْهُمَا فِيْ الرِّيْحِ.

Demikian pula, al-Mahdi akan pegi ke makam Rasulullah SAW dan makam dua sahabatnya (Abu Bakar dan Umar). Mula-mula dia akan menghancurkan tembok makam… kemudian dia mengeluarkan dua sahabat Rasul yang kelihatannya masih segar itu, lalu dia melaknati keduanya, berlepas diri darinya, kemudian menyalibnya, menurunkannya (dari tiang salib), lalu membakarnya dan menghambur-hamburkan abunya.[15]

Dalam riwayat lain disebutkan:

أَوَّلُ مَا يَبْدَعُ بِهِ الْقَائِمُ… يُخْرِجُ هَذَيْنِ رُطْبَيْنِ غَضَّيْنِ فَيُحْرِقُهُمَا وَيُذْرِيْهُمَا فِيْ الرِّيْحِ, وَيُكَسِّرُ الْمَسْجِدَ.

Yang dilakukan al-Mahdi pertama kali… mengeluarkan dua orang yang masih segar ini, lalu membakarnya dan meghambur-hamburkan abunya. Dia juga akan merobohkan Masjid (An-Nabawi).[16]

Tampak dengan jelas dari riwayat-riwayat di atas, bagaimana Syiah menggambarkan sang Imam yang ditunggu-tunggu layaknya monster, yang memangsa dengan ganas. Tugas yang kelak dilakukan al-Mahdi, rasanya bukan tugas yang diberikan oleh Allah SWT, melainkan tugas yang diberikan oleh Syiah sendiri, yang sangat muak dengan para sahabat Nabi SAW. Artinya, mitos mahdiyyah dimunculkan guna melampiaskan dendam mereka yang memuncak kepada para sahabat sejati Nabi SAW. Dan dalam hal ini, mereka rupanya merasa perlu untuk membuat proyek hadits-hadits palsu, sebagaimana dikemukakan di atas, atau bahkan ayat-ayat al-Qu’an palsu. Syiah bercerita, bahwa ketika Rasulullah SAW. melakuan Isra’, Allah SWT. berfirman seperti ini:

وَهَذَا اْلقَائِمُ… هُوَ الَّذِيْ يَشْفِيْ قُلُوْبَ شِيْعَتِكَ مِنَ الظَّالِمِيْنَ وَالْجَاحِدِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ، فَيُخْرِجُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (يَعْنُوْنَ خَلِيْفَتَيْ رَسُوْلِ اللهِ) طُرِيَّيْنِ فَيُحْرِقُهُمَا.

“Pembela ini (al-Mahdi). . . dialah yang menyembuhkan sakit hati pengikutmu dari (kekejaman) orang-orang lalim, pembelot dan orang-orang kafir. Dia akan mengeluarkan Lata dan Uzza (maksudnya adalah Dua Khalifah Rasulullah, Abu Bakar dan Umar) yang masih segar lalu membakarnya.”[17]

Kemudian sikap kita terhadap riwayat-riwayat mahdiyyah di atas, barangkali tak akan jauh dari tanggapan Dr. Nashir bin Abdullah bin Ali al-Qifari. Dalam Ushul Madzhab asy-Syi’ah Itsna ‘Asyariyah: ‘Aradh wa Naqdh, beliau mengatakan:

Jelas, bahwa tanduk-tanduk al-Mahdi yang diceritakan dalam kitab-kitab mereka adalah gambaran kebencian mereka kepada Islam, hingga mereka berandai-andai kalau saja mereka punya kesempatan untuk menghancurkan Mekah, Madinah, dan membongkar kuburan sahabat Abu Bakar RA dan Umar RA. Ketika mereka merasa tidak mungkin melakukan semua itu, mereka mulai meratapi diri sendiri, dan untuk mengobati kekesalannya pada agama Islam, dan kepada kaum Muslimin yang telah menaklukan dan menghilangkan kerajaannya (Persia), mereka membuat mimpi-mimpi yang sebenarnya malah membongkar rencana mereka, andai nanti mereka punya kesempatan.[18]

c. Membalas dendam kepada bangsa Arab dan Nawashib (para anti-Syiah)

Di antara tugas-tugas al-Mahdi—yang diberikan oleh Syiah sendiri—adalah melakukan balas dendam kepada bangsa Arab secara khusus, dan kepada nawashib (orang-orang anti-Syiah) secara umum.[19] Menurut kepercayaan Syiah, Abu Abdillah AS telah memberitakan hal ini kepada mereka:

عَنْ الْحَارِثِ بْنِ الْمُغِيْرَةَ وَذَرِيْحِ الْمَحَارِبِيْ قَالَا: قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ عَلَيْهِ السَّلَامُ: مَا بَقِيَ بَيْنَنَا وَ بَيْنَ الْعَرَبِ إِلَّا الذَّبْحُ.

Dari al-Harits bin al-Mughirah dan Dzarih al-Maharibi, keduanya mengatakan: “Yang tersisa antara kita dan orang Arab hanyalah pembantaian.[20]

Dalam rangka balas dendam ini, al-Mahdi akan memanggil 3000 orang Quraisy, lalu memenggal kepala mereka.[21] Mereka juga mengatakan bahwa Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha akan dibangkitkan dari kuburannya untuk diqishash oleh al-Mahdi, sebab beliau—kata mereka—telah menyakiti Sayyidah Marriatul Qibthiyah radhiyallahu ‘anha. Mereka beranggapan, mestinya yang meng-qishash Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah Rasulullah SAW sendiri, namun beliau tidak melakukannya, sebab beliau diutus sebagai rahmat untuk alam semesta. Kelak, al-Mahdi akan melaksanakan qishash tersebut, sekaligus membalaskan dendam Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha.[22]

Al-Mahdi juga akan membunuh Nawashib (anti-Syiah) yang selama ini menentang aqidah mereka, kecuali mereka mau eksodus ke Syiah. Al-Majlisi memberi penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut:

فَإِذَا قَامَ الْقَائِمُ عَرَضُوْا كُلَّ نَاصِبٍ عَلَيْهِ فَإِنْ أَقَرَّ بِالإِسْلَامِ وَهِيَ الْوِلَايَةُ وَإِلَّا ضُرِبَتْ عُنُقَهُ أَوْ أَقَرَّ بِالْجِزْيَةِ فَأَدَّاهَا كَمَا يُؤَدِّيْ أَهْلُ الذِّمَّةِ.

Apabila datang pembela keluarga Muhammad SAW, mereka akan menyerahkan Nawashib kepadanya. Bila dia bersedia menerima Islam, yaitu wilayah (maka dia akan memaafakannya). Namun bila tidak bersedia, maka dia akan membunuhnya, atau dia bersedia membayar pajak sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Dzimmah.[23]

Kebencian yang memuncak membuat Syiah tidak hanya ‘menugaskan’ al-Mahdi untuk membunuh anti-Syiah. Dalam rangka pelampiasan dendam ini, Syiah juga ‘menugaskan’ al-Mahdi untuk membunuh orang-orang yang tak berdosa.

إِذّا خَرَجَ الْقَائِمُ قَتَلَ ذَرَارِيَّ قَتَلَةِ الْحُسَيْنِ بِفِعْلِ آبَائِهَا.

Apabila al-Mahdi keluar, maka dia akan membunuh keturunan pembunuh Husain sebab perbuatan bapak-bapaknya.[24]

Tampaknya, tugas al-Mahdi tak lain kecuali untuk melakukan balas dendam kepada orang-orang yang tidak menyukai ajaran Syiah. Cerita al-Mahdi versi Syiah adalah cerita pembunuhan dan pembantaian. Al-Ghaibah karya an-Nu’mani, secara gamblang menggambarkan kekejaman al-Mahdi sebagai berikut:

Andaikan orang-orang mengetahui apa yang akan dilakukan al-Mahdi kelak, tentu mereka tidak akan sudi melihatnya, sebab dia akan membunuh banyak orang …hingga orang-orang akan mengatakan: Dia bukan keturunan Nabi Muhammad, kalau dia keturunan beliau tentu dia punya rasa kasih sayang.[25]

Maka, apa yang akan dilakukan al-Mahdi—versi Syiah—sama sekali tidak mencerminkan keteladanan keluarga Rasulullah SAW. Semua yang dilakukan al-Mahdi Syiah, mulai dari merubah Syari’at, memperkenalkan al-Qur’an baru, melakukan pembantaian dan lain sebagainya, adalah benar-benar menyimpang dari ajaran yang yang diteladankan oleh Rasulullah SAW dan para keluarga beliau yang mulia.

Ulama-ulama Syiah menegaskan bahwa al-Mahdi memang diperintahkan untuk mengambil jalan lain yang tidak dilalui oleh Rasulullah SAW. Dia diperintahkan untuk berbuat tegas kepada musuh-musuhnya. Jika al-Mahdi tidak mengikuti Rasulullah SAW, maka sudah jelas dia bukanlah seorang Muslim, karena telah membuang ajaran Nabinya SAW. Jika yang dianggap musuh adalah Ahlussunnah lantaran menolak ajaran Syiah, maka sebenarnya mereka telah membuang teladan terbaik yang pernah dicontohkan oleh Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib RA yang mereka sebut sebagai Washiyyu Rasulillah SAW di mana beliau tidak pernah mengkafirkan lawan-lawan politiknya. Jadi, jelaslah bahwa al-Mahdi—versi Syiah—dan pengikutnya bukan pecinta Ahlul Bait.[26]

Berbagai data dan fakta yang telah dikemukakan pada edisi sebelumnya menunjukkan secara jelas bahwa apa yang akan dilakukan al-Mahdi—versi Syiah—sama sekali tidak mencerminkan keteladanan keluarga Rasulullah SAW. Semua yang dilakukan al-Mahdi Syiah, mulai dari merubah Syari’at, memperkenalkan al-Qur’an baru, melakukan pembantaian dan lain sebagainya, adalah benar-benar menyimpang dari ajaran yang yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. dan para keluarga beliau yang mulia.

Ulama-ulama Syiah menegaskan bahwa al-Mahdi memang diperintahkan untuk mengambil jalan lain yang tidak dilalui oleh Rasulullah SAW. Dia diperintahkan untuk berbuat tegas kepada musuh-musuhnya. Jika al-Mahdi tidak mengikuti Rasulullah SAW, maka sudah jelas dia bukanlah seorang Muslim, karena telah membuang ajaran Nabinya SAW. Jika yang dianggap musuh adalah Ahlussunnah lantaran menolak ajaran Syiah, maka sebenarnya mereka telah membuang teladan terbaik yang pernah dicontohkan oleh Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib RA yang mereka sebut sebagai Washiyyu Rasulillah SAW di mana beliau tidak pernah mengkafirkan lawan-lawan politiknya. Jadi, jelaslah bahwa al-Mahdi—versi  Syiah—dan pengikutnya bukan pecinta Ahlul Bait.[27]

Al-Mahdi Syiah adalah fiktif

Terlepas dari keberagaman versi al-Mahdi dalam perspektif Syiah dan riwayat-riwayat palsu mereka, sebetulnya ada sisi lain yang menjadikan cerita itu tidaklah aneh, bahkan mungkin bisa menarik, yakni pernyataan sebagian kelompok Syiah bahwa al-Mahdi hanyalah tokoh fiktif belaka. Dengan begitu, maka cerita-cerita mengerikan itu tidak akan beranjak dari alam khayal ke alam nyata, tak ubahnya film horor yang sering kita tonton di layar kaca.

Sayyid Husain al-Musawi dalam Lillahi tsumma li at-Tarikh mengungkapkan pernyataannya sebagai berikut:

“Ahmad al-Katib telah menulis tema ini dan dia menjelaskan tentang Imam kedua belas yang hakikatnya tidak ada, tidak memiliki eksistensi dan wujud. Dia telah menyajikan pembahasan yang memuaskan dalam tema ini. Akan tetapi saya berkata, ‘Bagaimana dia dinyatakan ada, sedangkan kitab-kitab kami yang muktabar menyatakan bahwa Hasan al-Askari—Imam yang kesebelas—telah meninggal dan tidak memiliki seorang anak laki-laki pun! Mereka menyelidiki para istri dan budak perempuannya ketika beliau wafat, namun mereka tidak mendapatkan seorang pun dari mereka yang hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Lihatlah tentang hal ini dalam kitab al-Ghaibat karya ath-Thusi pada halaman 74, al-Irsyad karya al-Mufid pada halaman 354, A’lam al-Wari karya Fadhal ath-Thabrasi pada halaman 380 dan al-Maqalat wa al-Firaq karya al-Asy’ari al-Qummi pada halaman 102.[28]

Pasca wafatnya Imam al-Hasan al-Askari (30 th) pada tahun 260 H, para pengikut Syiah Imamiyah kebingungan, karena mereka melihat bahwa mata rantai imamah tampaknya akan segera terputus sebab Imam al-Askari tidak memiliki anak laki-laki, hingga mereka terpecah menjadi 14 golongan. Tak satupun dari mereka yang dapat membuktikan adanya putra sang Imam. Sementara Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah ‘terlanjur’ membuat doktrin bahwa dunia tidak boleh absen dari kehadiran seorang Imam, sehingga mereka pun membuat cerita bahwa Imam al-Askari telah meninggalkan pengganti, yaitu anak laki-lakinya yang akan meneruskan kepemimpinan setelah beliau. Semua orang tidak boleh membahas keberadaannya, dilarang menyebut namanya, bahkan tidak boleh menanyakan di mana tempatnya. Mereka mengeluarkan statemen bahwa kelahiran al-Mahdi memang dirahasiakan oleh Allah SWT.

Di antara 14 golongan Syiah, hanya 3 golongan saja yang bersedia menerima keberadaan al-mahdi, sedangkan yang lain tetap membantah opini bahwa Imam al-Askari memiliki putra. Di antara 3 golongan ini ada yang berpendapat bahwa dua tahun sebelum wafat, al-Askari dikarunia putra bernama Muhammad. Kepadanyalah imamah diwasiatkan. Golongan kedua berpendapat bahwa putra al-Askari dilahirkan delapan bulan kemudian setelah wafatnya al-Askari. Dan sungguh merupakan dusta yang luar biasa bila dikatakan bahwa beliau memiliki putra saat masih hidup. Sedangkan golongan ketiga berpendapat bahwa al-Askari telah meninggalkan pengganti, tapi siapapun tidak boleh membahasnya, tidak boleh menanyakan tempat dan namanya. Golongan ini akhirnya banyak mendapat dukungan daripada yang lain. Di samping itu, tak bisa dimungkiri bahwa ada juga kelompok pecahan Syiah yang berpendapat bahwa Imam al-Askari tidak memiliki putra sama sekali, sebab mereka telah berusaha mencari data dan fakta keberadaannya, namun hasilnya tetap nihil.

Kendati demikian, mereka yang meyakini keberadaan al-Mahdi juga memperselisihkan kapan dia menghilang (ghaib), apakah terjadi tiga hari, tujuh hari, atau empat hari setelah kelahirannya? Atau mungkin dia sebenarnya ada di sekitar kita, namun kita saja yang tidak melihatnya? Ada pula yang mengabarkan jika dia bersembunyi di sebuah gua di Samarra. Lalu, cerita manakah yang dapat kita percaya dari beragam cerita yang membingungkan ini? Yang jelas, bahwa pernyataan al-Hasan Askari tidak memiliki putra memang tertera dalam kitab Syiah sendiri, seperti al-Maqalat wa al-Firaq karya Sa’ad bin Abdullah al-Asy’ari al-Qummi (halaman 102) dan Firaq asy-Syi’ah karya Hasan bin Musa al-Nubakhti (halaman 96). Pada buku yang disebut terakhir dapat penjelasan sebagai berikut:

لَمْ يُرَ لَهُ خَلَفٌ وَلَمْ يُعْرَفْ لَهُ وَلَدٌ ظَاهِرٌ, فَاقْتَسَمَ مَا ظَهَرَ مِنْ مِيْرَاثِهِ أَخُوْهُ جَعْفَرٌ وَ أُمُّهُ.

“Beliau (al-Askari) tidak meninggalkan pengganti, tidak diketahui punya anak, harta peninggalannya diwariskan kepada Ja’far, saudaranya, juga pada ibunya.”[29]

Riwayat-riwayat tentang al-Mahdi yang berbenturan di atas, pada gilirannya menyampaikan kita pada satu titik temu, bahwa orang yang pertama menyuarakan jika al-Askari punya putra dan bersembunyi di gua Samarra adalah Utsman bin Sa’id al-Umri. Dia mengatakan putra al-Askari itu menghilang pada waktu berumur empat tahun. Orang ini juga mengambil harta benda dari pengikut Syiah atas nama zakat, khumus dan hak Ahlul Bait. Dia juga mengklaim bahwa dirinya adalah satu-satunya perantara antara para pengikut dengan Imam yang ghaib, membawakan harta dan menanyakan berbagai masalah yang ditanyakan umat kepadanya.

Setelah Utsman meninggal dia digantikan oleh putranya yang bernama Muhammad bin Utsman, yang wafat pada tahun 305 H, lalu dia digantikan oleh al-Husain bin Ruh an-Nubakhti, yang meninggal pada tahun 326 H. Sebelum al-Husain bin Ruh an-Nubakhti wafat, ia bepesan agar yang menjadi penghubung dengan Imam yang ghaib sesudahnya adalah Ali bin Muahammad as-Samiri, yang meninggal tahun 329 H. Dengan demikian Ali bin Muhammad as-Samiri, berakhir pulalah hubungan umat dengan al-Mahdi, Shahih az-Zaman yang ghaib, sebab pengikut Syiah meyakini bahwa kematian Ali bin Muhammad as-Samiri menyebabkan terjadinya Ghaibat al-Kubra.[30]

Paparan data yang tersaji pada edisi lalu dan sekarang cukup sebagai bukti bahwa cerita Imam Mahdi versi Syiah tidak lebih dari sekadar bunga rampai riwayat ganjil dan kumpulan “hadis aneh-aneh”. Bagi orang berhati jernih dan berakal sehat tentu saja akan timbul semacam keanehan atau keasingan yang sukar dipercaya. Namun masuk akal jika dikatakan bahwa keyakinan Syiah tentang Imam Mahdi memang sengaja dibangun dari beragam khurafat, mitos, dan hikayat dari negeri antah-berantah. Pasalnya, teologi Syiah kebanyakan memang dibangun di atas reruntuhan mitos yahudi, Nashrani, dan Parsi. Mitos al-mahdiyyah misalnya, dibangun sebagai ajaran dan akidah Syiah guna memberikan kesan bahwa mereka kelak akan bangkit dari keterpurukan setelah mengalami pengucilan berabad-abad.
Dengan doktrin al-Mahdiyyah, Syiah mengajarkan kepada umatnya, bahwa mereka akan mengakhiri sejarah ini dengan Muntazhar muncul kelak, mereka akan mengauasai dunia, membalas dendam terhadap musuh-musuhnya tanpa perlawanan sedikit pun. Dengan demikian, doktrin ini menjadi kelengkapan dari doktrin raj’ah yang akan kami jelaskan pada topik pembahasan berikutnya.
By Apad Ruslan, diadaptasi dari buku Mungkinkah SUNNAH-SYIAH DALAM UKHUWAH? Jawaban Atas Buku Dr. Quraish Shihab (Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan, Mungkinkah?)
[1] Lihat, Firaq asy-Syi’ah, hlm. 23, al-Maqalat wa al-Firaq, hlm. 21, at-Tasyayyu’ baina Mafhum al-Aimmah wa al-Mafhum al-Farisi, hlm. 212.

[2] Periksa, Ushul Madzhabasy-Syi’ah, juz 2 hlm. 1000.

[3] Lihat, at-Tasyayyu’, hlm. 212.

[4] Al-Kulaini, al-Kafi, juz 1 hlm. 397.

[5]Al-Irsyad, hlm. 413. A’lam al-Wara, hlm. 433.

[6] Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz. 52 hlm. 349.

[7] Ibnu Babawaih, al-Kishal, hlm. 169, al-Majlisi. Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 152.

[8] Lihat, A’lam al-Wara, hlm. 431, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 152.

[9]Lihat, An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 157, Bhiar al-Anwar, juz 52 hlm. 351.

[10] An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 157, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 351. Ilzam an-Nashib, juz 2 hlm. 283.

[11] An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 176. Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 135.

[12] Lihat, Al-Mufid, al-Irsyad, hlm. 365, Haqiqat asy-Syi’ah, hlm. 154.

[13] An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 282.

[14]An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 282, al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 338.

[15]Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 386.

[16]Ibid.

[17]Ibnu Babawaih, ‘Uyunu Akhbar ar-Ridha, juz 1 hlm. 58, Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 379.

[18] Ketika orang Syiah mengungkapkan kata-kata Nashib, maka yang dikehendaki adalah orang-orang yang mendahulukan dan mengutamakan Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman daripada Ali, baik segi kekhilafahan maupun keyakinan. (lihat, Haqiqat asy-Syi’ah, hlm. 19).

[19] Al-Qifari, Ushul Madzhab asy-Syi’ah Itsna ‘Asyariyah: ‘Aradh wa Naqdh, juz 2 hlm. 1065.

[20]An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 155, al-Majlisi, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 34.

[21]Al-Irsyad, hlm. 411, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 338.

[22] ‘Ilal asy-Syarayi’, hlm. 579-580, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 314-315.

[23] Lihat, Tafsir al-Furat, hlm. 100, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 373.

[24]‘Ilal asy-Syarayi’, hlm. 229, ‘Uyunu Ahbar ar-Ridha, juz 1 hlm. 273, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 313.

[25]An-Nu’mani, al-Ghaibah, hlm. 154, Bihar al-Anwar, juz 52 hlm. 354.

[26] Al-Qifari, Ushul Madzhab asy-Syi’ah, juz 2 hlm. 1059-1075.
[27] Al-Qifari, Ushul Madzhab asy-Syi’ah, juz 2 hlm. 1059-1075.

[28] Sayyid Husain al-Musawi, Lillahi tsumma li at-Tarikh, hlm. 84.

[29] Al-Hasan bin Musa al-Nubakhti, Firaq asy-Syi’ah, hlm. 96.

[30] Lihat: an-Nubakhti, Firaq asy-Syi’ah, hlm. 79-94, Ibnu Hazm azh-Zhahiri, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, juz 5 hlm. 21-22, al-Bandari, at-Tasyayyu’, hlm. 213 dan Ushul Madzah asy-Syi’ah, juz 3 hlm. 1011-1012.
(sigabah.com/syiahindonesia.com)

Artikel terkait :
Imam ke 12 Imam Mahdi : Ia ujud atas andaian bukan atas kelahiran.
Imam Kedua Belas Syiah, Manusia Fiktif
Propaganda Syiah Iran Menjelang Perang Akhir Zaman
Ancaman Keji Syiah ( Yaman/Iran ) Serang Mekkah di Abad 20 !!!
Syubhat ( klaim ) Syiah Sebagai Kelompok Yang Benar, menganggap “ Khurasan ( keberadaan al-Mahdi ) adalah bagian dari Iran !