02 Oktober 2015
Gereja
Ortodoks Rusia pada Rabu (30/9), menyuarakan dukungan atas keputusan Moskow
melakukan serangan udara di Suriah melawan kelompok Negara Islam Irak dan
Suriah (ISIS). Mereka menyebut pertempuran tersebut sebagai perang suci.
Seperti
dilansir Al-Arabiya, Kapala Departemen Urusan Publik Gereja Vsevolod
Chaplin mengatakan pertarungan melawan terorisme merupakan perang suci.
Menurutnya, saat ini Rusia merupakan negara paling aktif yang melakukan
serangan melawan terorisme.
Dalam
sebuah pernyataan resmi Gereja Patriakh Kirill mengatakan, Rusia mengambil
keputusan yang bertanggung jawab untuk menggunakan kekuatan militernya
melindungirakyat Suriah dari kesengsaraan akibat teroris.
Patriarkh
mengatakan intervensi bersenjata diperlukan karena proses politik tak
menyebabkan perbaikan nyata. Juru bicara gereja Chaplin mengatakan bahwa keputusan
tentang tindakan militer Rusia sesuai dengan hukum internasional. Menurutnya
Rusia harus memanikan peran khusus di Timur Tengah.
Seorang
ulama Muslim senior juga mendukung intervensi militer. Ia mengatakan Suriah
secara praktis adalah tetangga kita. "Kami sepenuhnya mendukung penggunaan
kontingen angkatan bersenjata Rusia dalam pertempuran melawan terorisme
internasional," kata Kepala Administrasi Spiritual Pusat Muslim
Rusia Talgat Tadzhuddin.
Rusia
pada Rabu meluncurkan serangan udara pertama di Suriah. Serangan dilancarkan
setelah Presiden Rusia Vladmir Putin mendapat persetujuan parlemen, untuk
menggunakan kekuatan negara di luar negeri.
"Satu-satunya
cara benar memerangi terorisme internasioal adalah melakukan tindakan
pencegahan, pertempuran dan menghancurkan militan dan teroris di wilayah yang
mereka kuasai, bukan untuk menunggu mereka mendatangi kami,: kata Putin dalam
komentarnya di televisi. [yy/news.detik]
Warga
Sebut Serangan Rusia Hanya Menambah Kehancuran di Suriah
Warga
Suriah, terutama yang tinggal di wilayah Homs yang dikuasai pemberontak sudah
banyak melihat kehancuran selama 4 tahun terakhir. Mereka menyebut serangan
udara Rusia hanya menambah kehancuran di sekitar tempat tinggal mereka.
Serangan udara pertama
militer Rusia dilancarkan pada Rabu (30/9) waktu setempat di wilayah Homs dan
dilaporkan menewaskan sedikitnya 36 warga sipil. Keberadaan jet Rusia yang
terbang lebih tinggi dari jet tempur Suriah memang tidak memicu suara bising
bagi warga di bawahnya, tapi warga kaget dengan jatuhnya banyak korban di
sekitar mereka.
"Kami telah
menghadapi banyak senjata selama lima tahun terakhir, tapi apa yang terjadi
hari ini jelas yang paling keji, dan paling menyeluruh di wilayah Homs,"
tutur seorang dokter yang enggan disebut namanya, yang tinggal di kota Rastan,
seperti dilansir Reuters, Kamis (1/10/2015). Rastan merupakan salah satu
wilayah yang terkena serangan udara Rusia.
"Saat saya
berbicara kepada Anda sekarang, menara masjid menyampaikan peringatan adanya
pesawat di udara dan memperingatkan agar kerumunan orang membubarkan
diri," terang dokter ini kepada Reuters.
Dokter ini menyebut
sedikitnya 11 orang yang tewas di kota Rastan, yang berjarak 20 kilometer dari
Homs. Korban tewas tersebut, menurut dokter ini, termasuk tiga anak-anak
bersama ayah mereka serta dua tamunya yang tewas ketika rumah mereka terkena
serangan udara Rusia.
"Seolah rumah itu
tidak pernah ada," ucap dokter yang banyak mengevakuasi korban tewas dari
serangan tersebut.
Menurut dokter ini,
dirinya dan warga lainnya sama sekali tidak tahu bahwa pesawat tempur yang
menyerang wilayahnya pada Rabu (30/9) pagi merupakan pesawat Rusia. Namun
mereka mulai mengetahui faktanya setelah menyadari pesawat yang menyerang
mereka mampu terbang tinggi dan bermanuver dengan baik, ditambah adanya laporan
bahwa Rusia memulai serangan udara di Suriah, termasuk di Rastan.[yy/news.detik]
Serangan Udara Rusia di Suriah Akan Berlangsung 3-4 Bulan
Rusia
telah mulai melancarkan serangan-serangan udara di Suriah, yang disebutnya
untuk memerangi kelompok radikal ISIS. Gempuran tersebut akan berlangsung tiga
hingga empat bulan.
Demikian disampaikan
seorang anggota parlemen senior Rusia, Alexei Pushkov kepada radio
Prancis, Europe 1 seperti dilansir media AFP, Jumat (2/10/2015).
Pushkov juga
mengomentari serangan-serangan udara yang telah dilancarkan Amerika Serikat dan
koalisinya di Suriah. Menurut politikus Rusia tersebut, serangan-serangan
koalisi AS gagal menimbulkan kerusakan signifikan bagi kelompok ISIS.
Dikatakannya, kampanye militer Rusia akan lebih gencar untuk mencapai hasil
yang diinginkan.
"Saya pikir
intensitaslah yang penting. Koalisi yang dipimpin AS telah berpura-pura
membombardir Daesh (nama lain ISIS) selama setahun, tanpa hasil," tutur
Pushkov yang merupakan sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Jika Anda
melakukannya dengan cara yang lebih efisien, saya pikir Anda akan melihat
hasilnya," imbuhnya.
Kelompok pemantau HAM
Suriah, Syrian Observatory for Human Rights menyatakan,
serangan-serangan udara Rusia di Suriah telah menewaskan 28 orang sejak dimulai
pada Rabu, 30 September waktu setempat.
Sedangkan kelompok
oposisi utama Suriah menuduh Rusia menewaskan 36 warga sipil dalam serangan
udaranya di provinsi Homs pada Rabu (30/9). Namun pemerintah Rusia membantah
adanya warga sipil yang tewas dalam serangan itu.
Presiden Rusia
Vladimir Putin mengecam tuduhan mengenai jatuhnya korban sipil tersebut dan
menyebutnya sebagai "perang informasi".
Moskow menegaskan,
pihaknya hanya menargetkan kelompok radikal ISIS. Namun pemerintah AS dan
sekutunya mencurigai intervensi militer Rusia dimaksudkan untuk tetap
mempertahankan rezim Presiden Bashar al-Assad dengan dalih memerangi
terorisme. [yy/news.detik]
JUM`AT, 18 DZULHIJAH 1436H / OCTOBER 2, 2015
Gereja Ortodoks Rusia
menyuarakan dukungan pada keputusan Moskow melancarkan serangan udara di Suriah
untuk melawan ISIS dengan menyerunya sebagai “perang suci”.
“Perang melawan terorisme
adalah perang suci dan hari ini negara kita adalah mungkin kekuatan paling
aktif dalam memerangi terorisme,” kata Kepala Humas Gereja Ortodoks Vsevolod
Chaplin seperti dikutip AFP.
Dilansir dari antaranews.
Kamis, (1/10) Chaplin menyatakan Gereja Ortodoks mendukung keputusan Rusia
menggelarkan angkatan udaranya di Suriah untuk memerangi ISIS.
“Keputusan ini sudah sesuai
dengan hukum internasional, mentalitas rakyat kita dan peran khusus negara kita
yang selalu berperan di Timur Tengah,” kata Chaplin.
Chaplin mengatakan sebuah
dewan beranggotakan para tokoh lintas agama utama Rusia –Gereja Ortodoks,
Kristen, Islam, Yahudi dan Budha– akan merilis pernyataan bersama mengenai
peran Rusia di Suriah.
“Dalam pernyataan bersama
ini, kami akan mendukung keputusan yang telah diambil pemerintah kita,” kata
Chaplin.
Gereja Ortodoks Rusia yang
bertahun-tahun lalu ditindas di zaman Soviet mendapatkan kembali pengaruh
kuatnya dan telah membangun hubungan yang erat dengan pemerintah meskipun Rusia
memisahkan Gereja dari negara.
Presiden Vladimir Putin
sendiri adalah pemeluknya yang taat, demikian AFP.