Suatu sore, senin 12 Sya’ban
1406 H. bertepatan dengan 20 April 1986 M. sepulang dari rumah kediaman syeikh
Jalaluddien Haqqoni, kutulis kata-kata ini :
Segala puji bagi Allah, hanya
kepada-Nya kita memuji, memohong pertolongan, memohon ampunan, serta memohon
perlindungan dari kejahatan jiwa kita dan keburukan amal perbuatan kita.
Barangsiapa yang diberi peunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat
menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seoarang pun
jua yang bisa memberi petunjuk kepadanya.
Aku bersaksi bahwa tiada Ilah
selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya.
Ya Allah ! Tiada kemudahan
selain yang telah Engkau jadikan mudah, dan jika Engkau berkehendak, niscaya
kesedihan akan Engkau jadikan kemudahan.
Kecintaan kepada jihad
benar-benar telah melekat pada diri dan hidupku, jiwa dan perasaanku, serta
hati dan inderaku.
Ayat-ayat muhkamat dalam
surat at taubah yang menerangkan kewajiban jihad dalam Islam, benar-benar telah
memeras kesedihan hatiku untuk mencabik-cabik jiwaku dengan duka, sedangkan aku
sadar akan kekuranganku dan kekurangan kaum muslimin terhadap kewajiban jihad
di jalah Allah ini.
Ayat tentang kewajiban
mengangkat pedang telah memansukh (menghapus) lebih kurang 120 atau 140 ayat
sebelumnya yang berbicara tentang jihad. Ini benar-benar merupakan bantahan
yang telak dan jawaban yang tuntas bagi orang yang mau bermain-main dengan
ayat-ayat Allah yang berkenaan dengan perang di jalan Allah. Juga buat orang yang
begitu berani mentakwilkan ayat-ayat muhkamat atau berani membelokkan arti
dhohir yang qoth’ie baik maksud maupun keabsahannya.
Diantara ayat-ayat yang
berkaitan dengan kewajiban melaksanakan jihad tersebut adalah :
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا
يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
“ ….. dan perangilah
musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah
bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa “. (QS. 9:36).
فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ
وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوا
الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ
رَحِيْمٌ
“ Apabila sudah habis
bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu
jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat
pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat,
maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang “. (QS. 9:5).
Mencari-cari alasan untuk
tidak berjihad dengan alasan yang bermacam-macam akan mengotori jiwa. Maka
merelakan diri untuk tidak berjihad fie sabilillah merupakan sendau gurau dan
main-main bahkan mempermainkan agama Allah. Padahal kita diperintahkan
berpaling mengjauhi orang-orang seperti mereka, sesuai firman Allah :
وَذَرِ الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَهُمْ لَعِبًا
وَلَهْوًا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
“ Dan tinggalkanlah
orang-orang yang menjadikabn agama mereka sebagai main main dan sendau gurau,
dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia “. ( QS. Al An’am : 70).
Sesungguhnya mencari-cari
alasan dengan angan-angan tanpa melakukan i’dad adalah kondisi jiwa yang kerdil
yang tiada punya semangat merengkuh puncak gunung.
“ Jika semua itu memang jiwa
yang besar bersusah payahlah badan karena cita-citanya “.
Duduk-duduk berdampingan di
masjidil Harom dan memakmurkannya dengan berbagai amal ibadah tidak mungkin
dapat dibandingkan dengan jihad di jalan Allah. Dalam hadits shohih muslim
diriwayatkan, ketika para shahabat berselisih pendapat tentang amal yang paling
utama sesudah iman, “ Memakmurkan Masjidil Harom (adalah amalan yang paling
utama) “.Yang lain berkata, “ Bukan ! Tapi (amalan yang paling utama adalah)
memberi minuman orang-orang yang beribadah haji “. Yang lain lagi berkata, “
Bukan ! Tapi jihad di jalan Allah “.
Dengan adanya peristiwa itu
maka turunlah ayat 19 hingga 22 surat At Taubah.
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَآجِّ وَعِمَارَةَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَجَاهَدَ
فِي سَبِيلِ اللهِ لاَيَسْتَوُونَ عِندَ اللهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ {19} الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ
اللهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللهِ وَأُوْلاَئِكَ
هُمُ الْفَآئِزُونَ {20} يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُم بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَانٍ
وَجَنَّاتٍ لَّهُمْ فِيهَا نَعِيمُُ مُّقِيمٌ {21} خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
إِنَّ اللهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمُُ {22}
“ Apakah (orang-orang) yang
memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil
haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian serta berjihad di jalan Allah. Mereka tidak sama di sisi Allah; dan
Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim. Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri
mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang
yang mendapatkan kemenangan. Rabb mereka mengembirakan mereka dengan memberikan
rahmat daripada-Nya, keridhoan dan jannah, mereka memperoleh di dalamnya
kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalanya selama-lamanya. Sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar “. (QS. 9:19-22)
Jadi, jelaslah bahwa jihad di
jalan Allah itu lebih besar derajat dan pahalanya dibanding memakmurkan
Masjidil Harom, khususnya kalau dilihat dari sebab turunnya ayat, yaitu adanya
perselisihan pendapat di antara para shahabat seputar masalah ini.
Asbabun Nuzul (sebab
turunnya) ayat ini tidak boleh dikhususkan untuk masalah lain, atau dita’wilkan
(dipahami dengan arti jihad yang lain, umpamanya jihad melawan hawa nafsu –
pent.) sebab di dalam nash tersebut sudah terdapat makna yang qoth’i.
Dan semoga Alloh merahmati
Abdulloh ibnul Mubarok. Suatu ketika beliau berkirim surat kepada Al Fudzail
bin ‘Iyadl, ia berkata :
“ Wahai orang yang beribadah
di Masjid Haromain Seandainya engaku mengerti keadaan kami tentu engkau tahu
bahwa Engkau bermain-main dengan ibadah itu Kalau orang pipinya dilinangi
genang air mata Maka pangkal leher kami dilumuri darah yag tertumpah “
Tahukah anda pendapat seorang
yang ahli fiqih, ahli hadits dan sekaligus mujahid ini (yaitu Abdullah bin
Mubarok) tentang orang yang duduk-duduk bersanding di Masjid Harom, beribadah
di dalamnya, sedang saat-saat yang sama tempat-tempat suci Islam dihancurkan,
darah kaum muslimin ditumpahkan, kehormatan mereka diinjak-injak dan dihinakan
serta Agama Allah dicabut sampai akar-akarnya ! Saya katakan bahwa beliau
berpendapat, “…. Itu adalah bermain-main dengan Agama Allah ….. “.
Benar, membiarkan kaum
mulimin dibantai, dibunuh dengan semena-mena – disuatu negeri nun jauh di sana
– sedangkan kita hanya membaca Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un dan Laa
Haula Wa Laa Quwwata Illa Billahil ‘Aliyyil ‘Adzim sambil membuka telapak
tangan kita dari jarak jauh tanpa terdetik di hati kita untuk tampil membela
mereka, sungguh ini adalah bermain-main dengan agama Allah serta mengumpatkan
kedustaan dan kebekuan hati serta menipu diri sendiri.
“ Bagaimana tetap tinggal
diam, dan bagaimana hati seorang muslim tetap tenangsedang kaum muslimat
bersama musuh yang kejam “.
Saya berpendapat – seperti
yang telah saya tuliskan dalam kitab Ad Difa’ ‘An Arodhil Muslimin ahammu
Furudhul a’yan (Terj. Membela Bumi Kaum Muslimin Adalah Fardhu Ain yang Paling
Utama)- Dan sebelum saya berpendapat seperti ini Ibnu Taimiyah telah
berpendapat seperti ini. Beliau mengatakan bahwa jika musuh menyerang dan
membinasakan seluruh urusan Dien dan dunia, maka tidak ada saat itu yang paling
wajib setelah iman selain melawan mereka.
Saya berpendapat – sekarang
ini – tidak ada bedanya antara orang yang meninggalkan jihad dengan orang yang
meninggalkan sholat, puasa dan zakat ?
Saya berpendapat semua
penghuni dunia memikul tanggung jawab di hadapan Allah kemudia dihadapan
sejarah.
Saya berpendapat tidak ada
alasan yang bisa diterima untuk meninggalkan jihad, baik alasan berda’wah,
sibuk mengarang, sibuk mendidik dan sebagainya.
Saya berpendapat di atas
leher setiap muslim di dunia ini sekarang ini terikat beban dan tanggung jawab
disebabkan mereka meninggalkan jihad (perang di jalan Alloh). Dan semua orang
Islam telah memikul dosa karena enggan memanggul senjata.
Jadi, setiap orang yang
berjumpa dengan Alloh – selain ulid dzhoror – sedangkan tidak ada senjata
ditangannya, ia berjumpa Alloh dengan menanggung dosa karena dia meninggalkan
perang. Karena hukum perang sekarang ini adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim
di muka bumi – selain orang-orang yang mempunyai udzur- . Sedangkan orang yang
meninggalkan kewajiban itu berdosa karena kewajiban itu definisinya adalah
perbuatan yang pelakunya mendapat pahala dan orang yang meninggalkannya akan
dihisab atau berdosa.
Sesungguhnya saya berpendapat
– wallohu a’lam – sesungguhnya orang yang dimaafkan Alloh dalam meninggalkan
jihad adalah orang buta, orang pincang, orang sakit dan orang-orang lemah dari
kalangan laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tidak bisa berupaya dan tidak
tahu jalan. Maksudnya tidak bisa berpindah ke medan perang dan tidak tahu jalan
menuju ke sana. Maka berdosalah orang-orang yang meninggalkan tugas perang,
baik di Palestina atau Afghanistan atau di belahan bumi manapun yang diinjak
dan dinodai oleh orang-orang kafir dengan najisnya.
Dan saya berpendapat pada
hari ini tidak diperlukan lagi ijin kepada siapapun untuk berperang atau
berjihad di jalan Allah tidak perlu ijin orang tua bagi anaknya, suami bagi istrinya,
atau orang yang menghutangi bagi orang yang berhutang, guru bagi muridnya,
serta ijin pemimpin bagi yang dipimpinnya.
Ini adalah ijma’ seluruh
ulama di segala zaman. Bahwa dalam keadaan seperti ini seorang anak pergi
berperang tanpa ijin orang tuanya dan seorang perempuan pergi berperang tanpa
ijin suaminya, barangsiapa berusaha mencari-cari kesalahan dalam permasalahan
ini benar-benar ia telah melampaui batas dan berbuat zalim, serta mengikuti
hawa nafsu tanpa berdasarkan petunjuk dari Allah.
Masalah ini sudah cukup
gamblang dan tegas yang di dalamnya tiada lagi kekaburan atau kerancuan. Karena
itu tidak ada peluang bagi siapa pun untuk membelokkan, menyelewengkan, atau
bermain-main dengannya dan menta’wilkannya.
Sesungguhnya amiirul mu’minin
tidak dimintai ijin untuk berjihad dalam tiga keadaan :
1. Bila ia menihilkan jihad
2. Bila ia menutup perijinan
untuk berjihad
3. Bila sebelumnya kita telah
ketahui bahwa ia akan menolak permohonan ijin.
Saya berpendapat bahwa kaum
muslimin pada hari ini bertanggung jawab atas setiap kehormatan yang dinodai di
Afghanstan dan sertiap darah yang tercucur di sana. Sesungguhnya – wallohu
a’lam – mereka semuanya berperan dalam menumpahkan darah di Afghanistan sebab
mereka kurang memperhatikan, sedangkan kaum muslimin mampu mengirim senjata
untuk membela mereka, atau dokter untuk mengobati mereka, atau harta untuk
membeli makanan atau buldoser untuk menggalikan parit perlindungan bagi mereka.
Dalam Hasyiyah Ad Dasyuki As
Syarkhil Kabir halaman 111 – 112 juz II diterangkan :
“ Orang yang memiliki
kelebihan makanan dan melihat seseorang kelaparan (tapi) ditinggalakan sampai
mati, kalau orang yag memiliki makanan itu mengira orang yang kelaparan itu
tidak mati, maka ia harus mambayar diyatnya (denda) dari harta kerabatnya. Dan
kalau sengaja membiarkan mati maka ada dua riwayat dalam madzhab (pertama) dia
harus membayar diyat dari hartanya sendiri, dan (pendapat kedua) dia harus
diqishos mati, karena dia (hakikatnya) adalah pembunuh “.
Maka, hisab dan siksa macam
apakah yang sedang dinanti oleh orang-orang yang memiliki kekayaan dan harta
benda, lalu ia salurkan harta tersebut untuk bersenang-senang dan membelanjakan
sia-sia hanya demi menuruti hawa nafsu dan kemewahan itu ?
WAHAI KAUM MUSLIMIN
Hidup kalian adalah jihad,
kemuliaan kalian adalah jihad, serta wujud dan eksistensi kalian terikat erat
dengan jihad.
WAHAI PARA JURU DAKWAH !
Tiada arti dan nilai hidup
kalian jika kalian tidak mengayunkan pedang untuk membabat kesuburan para
thoghut, kaum kuffar dan para penindas.
Sesungguhnya orang-orang yang
mengira bahwa Islam ini bisa menang tanpa jihad dan perang, tanpa pertumpahan
darah dan serpihan-serpihan daging mereka, sebenarnya mereka itu dalam
kekaburan dan tidak mengerti tabiat naluri Dinul Islam.
Wibawa para juru dakwah,
kekuatan dakwah dan kejayaan kaum muslimin tidak bakal terwujud tanpa perang.
Rosulullah shollAllahu
‘alaihi wasallam bersabda :
وَلَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ قُلُوبِ
أَعْدَاءِكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِي قُلُوبِكُمُ
الْوَهْنَ قَالُوا وَمَا الْوَهْنُ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ : حُبُّ الدُّنْيَا
وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. وَفِي رِوَايَةٍ كَرَاهِيَةُ الْقِتَالِ
“ Dan benar-benar Allah akan
mencabut rasa takut dari musuh-musuh kalian, dan melemparkan penyakit wahn ke
dalam hati kalian ! para shahabat bertanya : Apakah penyakit wahn itu ya Rosul
Allah ! beliau menjawab : “ Cinta dunia dan benci dengan kematian “. Dalam
riwayat lain, “ benci dengan peperangan “.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
فَقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ لاَ تُكَلَّفُ
إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَسَى اللهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ
الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاللهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَاَشَدُّ تَنْكِيْلاً
“ Maka berperanglah kamu pada
jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri.
Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak
serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras
siksaan(Nya) “. (QS. 4:84).
Kemusyrikanpun akan
merajalela dan berjaya jika tidak ada perang. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ
وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ للهِ
“ Dan perangilah mereka,
supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah ”. (QS.
Al Anfal : 39).
Dan yang dimaksud dengan
fitnah di sini adalah kemusyrikan.
Sesungguhnya jihad merupakan
jaminan satu-satunya bagi kebaikan di permukaan bumi ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ
لَّفَسَدَتِ اْلأَرْضُ
“ Seandainya Allah tidak
menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebagaian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini ”. (QS. Al Baqoroh : 251).
Sesungguhnya jihad juga
merupakan jaminan satu-atunya guna memelihara syi’ar-syi’ar dan tempat-tempat
peribadahan :
Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُم
بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدَ يُذْكَرُ
فِيهَا اسْمُ اللهِ كَثِيرًا
“ Dan sekiranya Allah tiada
menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi
dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah ”. (QS. Al Haj :
40).
WAHAI PARA JURU DAKWAH ISLAM
!
Gandrungi dan kejarlah
kematian, nisacaya kalian akan dikaruniai kehidupan. Janganlah terpedaya oleh
angan-angan, dan janganlah tertipu oleh apapun dalam mentaati Alloh.
Janganlah kalian sampai
tertipu dengan kitab-kitab yang kalian baca, dan dengan ibadah-ibadah sunnah
yang kalian tekuni. Kesibukan kalian dalam urusan-urusan kecil yang membuai
hati jangan sampai melupakan kalian dari masalah-masalah yang besar dan agung,
وتودون أن غير ذات الشوكة تكون لكم…
…dan kalian menginginkan
bahwa yang tanpa senjatalah yang akan kalian hadapi…
Janganlah kalian mentaati
siapapun dalam urusan jihad. Tidak perlu ijin dari komandan untuk pergi
berjihad. Sesungguhnya jihad itu adalah penegak dakwah kalian dan benteng agama
kalian serta perisai syari’at-syari’at kalian.
WAHAI ULAMA ISLAM !
Tampillah memimpin generasi
yang sedang kembali kepada jalan Robnya ini, dan janganlah takut menegakkan
Dien, janganlah gandrung dan cinta kepada dunia serta jagalah diri kalian,
jangan sampai mencicipi hidangan-hidangan thoghut, karena hal itu akan
menjadikan hati kalian gelap dan mati, akan menjadi dinding pemisah bagi kalian
dari generasi ini, serta penutup antara hati kalian dan hati mereka.
WAHAI KAUM MUSLIMIN !
Telah lama tidur kalian.
Burung-burung pipit telah menjelma menjadi burung-burung Elang di bumi kalian.
Alangkah indahnya makna bait-bait puisi ini :
“ Kian panjang tidur terlena
dalam kehinaan dimanakah gerangan barisan singa itu sementara burung-burung
pipit telah menjelma menjadi Elang sedangkan kita terbelenggu bagai budak
belenggu budak itu berupa buhul nestapa bukannya rantai dari besi lalu, kapan
kita berontak belenggu itu ? kapan kita berontak belenggu itu?!
-Abdullah Azzam-