Saturday, December 26, 2015

Amnesty Internasional : Milisi Syiah Lebih Kejam Dibanding ISIS. Kekejaman Syiah Di Irak Dan Suriah Semakin Menjadi-Jadi. Kejahatan Amerika Serikat Dan Iran Di Timur Tengah.


Amnesty Internasional : Milisi Syiah Lebih Kejam Dibanding ISIS
                             
Lakukan Pembantaian, Amnesti Internasional: Milisi Syiah Lebih Kejam dari ISIS. Banyak ditemukan korban tewas dari warga Sunni dengan tangan terborgol dan ditembak di belakang kepala.

Di saat seluruh dunia berfokus menyerang gerakan Daulah Islamiyah Iraq wa Syam (DAIS) atau sering disingkat ISIS atau ISIL, lembaga hak asasi manusia (HAM) Internasional menemukan banyak korban warga Sunni jadi korban pembantaian milisi Syiah.

Dalam satu laporan bertajuk “Absolute Impunity: Militia Rule in Iraq” yang diterbitkan hari Selasa 14 Oktober 2014, lembaga HAM internasional berbasis di London, Amnesti Internasional (AI) menemukan banyak korban diculik dari rumah mereka, tempat kerja atau pos-pos pemeriksaan.



Mereka kemudian ditemukan tewas, kebanyakan dengan tangan terborgol dan ditembak di belakang kepala.


Laporan AI diperoleh dari keluarga korban dan saksi yang telah dikuatkan oleh Departemen Kesehatan, di mana ditemukan dalam beberapa terakhir mereka telah menerima puluhan mayat laki-laki tak dikenal dengan luka tembak di kepala dan sering dengan kondisi tangan mereka diikat dengan logam, tali plastik, atau kain.

Menurut AI, pola pembunuhan dilakukan secara disengaja, sebagaimana gaya eksekusi. Beberapa korban tewas bahkan setelah pihak keluarga telah membayar uang tebusan.

Beberapa keluarga mengatakan kepada AI bagaimana mereka telah menerima panggilan dan ditakuti dan ancaman pihak penculik dengan meminta uang tebusan puluhan ribu dolar AS, tapi akhirnya tetap saja dibunuh.

“Aku memohon teman-teman dan kenalan untuk meminjam uang tebusan guna menyelamatkan anak saya, tapi setelah saya bayar mereka justru membunuhnya dan sekarang saya tidak punya cara untuk membayar kembali uang yang saya pinjam,” ujar seorang ibu sebagaimana dikutip AI dalam laporannya.

Menurut AI, puluhan korban lainnya kini masih dinyatakan hilang. Pihak amnesti juga telah mendokumentasikan puluhan kasus penculikan dan pembunuhan di luar hukum oleh milisi Syiah di wilayah Baghdad, Samarra dan Kirkuk.

Mayoritas korban ditemukan tewas tertembak di belakang kepala dengan tangan terborgol

Laporan juga mengutip anggota milisi Syiah Asa’ib Ahl al-Haq, salah satu milisi terbesar di Iraq, bertugas di pos pemeriksaan di utara Baghdad, mengatakan, “Jika kita berhasil menangkap “anjing itu” (Sunni) turun dari Tikrit kita mengeksekusi mereka; di daerah-daerah mereka semua bekerja dengan DAIS/ISIS.Mereka datang ke Baghdad untuk melakukan kejahatan teroris. Jadi kita harus menghentikan mereka,” ujarnya dikutip laman [url=http://www.independent.co.uk.]www.independent.co.uk.[/url]

Amnesti juga menuduh milisi Syiah Iraq sengaja memanfaatkan perang melawan ISIS justru untuk membantai warga sipil Muslim Sunni di seluruh Iraq.

Menurut AI, milisi Syiah –di antaranya Brigade Badr dan Mehdi—di mana mereka justru mendapat dukungan pemerintah Iraq (terutama saat Iraq diperintah PM Nuri al-Maliki), termasuk menyediakan senjata, melawan ISIS.

Namun kenyataan milisi Syiah dinilai lebih suka membunuh warga sipil Muslim Sunni yang tak bersenjata. Mereka beroperasi di luar kerangka hukum dan tanpa pengawasan resmi. Mereka menyebabkan peningkatan pelanggaran hukum serius di Iraq.

“Mereka kejam. Mereka memicu konflik sektarian dengan kedok memerangi terorisme,” ujar Donatella Rovera, panasehat senior AI.

“Mereka lebih suka menghukum Muslim Sunni atas kebangkitan ISIS,” lanjut Rovera.

Menurut AI, milisi Syiah terus beroperasi dengan berbagai tingkat kerjasama dengan pasukan pemerintah, mulai persetujuan secara diam-diam, terkoordinasi, bahkan operasi bersama.

Meski demikian, PM Haidar al-Abbadi tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah kekejian yang diperlihatkan milisi Syiah saat ini.*
=========================================
benar kata dubes arab saudi: Syiah lebih berbahaya dibanding ISIS


Kekejaman Syiah di Irak dan Suriah Semakin Menjadi-Jadi

Jadikan – Milisi-milisi syiah semakin brutal dan tidak terkendali. Dengan memanfaatkan ISIS atau ISIL sebagai dalih untuk terus menghabisi para pejuang Sunni di Irak dan Suriah, mereka terus melakukan kejahatan genosida tanpa kenal ampun.
Negara yang dilanda konflik berkepanjangan, Irak dan Suriah menjadi semakin mencekam dan menakutkan karena adanya ‘mesin’ pembunuh, ISIS dan ‘Hizbullah’ (Syiah). Tidak hanya ISIS saja yang melakukan pembantaian seperti memenggal kepala tawanan-tawanan mereka. Syiah juga demikian, bahkan lebih parah lagi.
Milisi-milisi Syiah ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kerangka pemerintahan Irak. Pemerintah Irak sangat mempercayai dan bergantung sepenuhnya dengan milisi-milisi ini sampai titik di mana mereka tak akan mungkin berfikir untuk macam-macam dengannya.
Pemerintah Irak dan milisi-milisi Syiah ini bekerjasama dalam melakukan berbagai pelanggaran HAM yang super sadis. Sebagai contoh pada awal Juni lalu dikabarkan, milisi-milisi Syiah bahu-membahu dengan pasukan keamanan Irak menghukum mati sekitar 225 warga yang ditahan di penjara. Diantara mereka masih anak-anak.
Amnesti Internasional melaporkan bagaimana milisi-milisi itu melakukan hukuman mati dengan rapinya di luar proses pengadilan. Laporan Amnesti Internasional juga menyebutkan, puluhan tahanan Muslim dibunuh di dalam kantor-kantor pemerintah Irak.
Milisi-milisi Syiah ini merupakan aktor utama pembebasan Amirli, daerah Suku Turkman yang menjasi basis Syiah yang pernah dikepung oleh milisi ISIS, tepatnya oleh batalion-batalion Hizbullah.
Hizbullah sendiri merupakan organisasi teroris -menurut Amerika Serikat- yang bekerja sebagai wakil langsung pemerintahan Iran. Batalion ini menggunakan helikopter-helikopter milik pemerintah Irak untuk menyuplai senjata dan logistik saat pertempuran pembebasan Amirli.
Hizbullah juga menggunakan kendaraan-kendaraan militer pemberian Amerika Serikat kepada pemerintahan Irak. Pemerintah Irak menggunakan tank buatan Amerika Abrams M1A1 yang diserahkan untuk mendukung milisi-milisi syiah Irak sektarian dan mendukung berbagai operasi Hizbullah di Irak.
Iran disebut-sebut sebagai aktor utama dalam membesarkan dan mengembangkan milisi-milisi Syiah di Irak sejak tahun 2013. Sejak itu, Teheran terus memperkuat jaringan-jaringannya yang terdiri dari kelompok-kelompok baru dan lama di Irak yang loyal kepada Teheran untuk menyiapkan gelombang-gelombang baru mesin pembunuh untuk dikirim ke Suriah.
Sebahagian pasukan-pasukan Irak Syiah ini awalnya berperang di Suriah membantai Muslim atas nama rezim Bashar. Lalu mereka dipulangkan kembali ke Irak untuk membentuk bibit-bibit milisi Syiah baru yang sekarang berperang menghabisi Muslim yang menjadi musuh pemerintahan Irak. Sebagaimana Iran bekerja keras dalam merekrut pasukan baru yang fokus untuk perang di Suriah, maka jaringan-jaringan Teheran juga melakukan hal yang sama di Irak.
Pada April lalu, kelompok-kelompok yang disokong Iran -seperti Hizbullah, Badar, dan kelompok-kelompok rekrutan baru- mengajak berperang di Irak. Ajakan ini membuahkan milisi-milisi baru Syiah Irak.
Pembentukan kelompok-kelompok milisi baru ini sekilas terlihat rumit dan tak berguna. Tapi ini sangat penting untuk pembentukan opini adanya dukungan besar yang datang dari rakyat kepada pemerintahan Irak, yang pada hakikatnya adalah dukungan milisi-milisi yang sebenarnya bekerja untuk mendukung politik dan ideologi Iran di dalam pemerintahan Irak.
Target milisi-milisi Syiah yang loyal kepada Iran ini berperan aktif dalam membantu mencapai target-target Iran untuk mewujudkan kontrol Syiah di Irak. Sebaliknya, milisi-milisi ini tidak hanya memanfaatkan bantuan dan sokongan dana dan jalur kordinasi dari Iran, melainkan semua aktivitas pembunuhannya berjalan sesuai road map ideologi Teheran.
Mereka secara totalitas  adalah loyalis-loyalis pimpinan spiritual tertinggi Ayatullah Khomenei dan ideologi Iran dengan Wilayat Faqihnya, dimana pada akhirnya pemimpin spritualnya diberikan kekuasaan tertinggi politik dan agama. Milisi-milisi Syiah ini juga mengikuti gaya boneka Iran yang di Libanon yaitu Hizbullah,  dan bertekad untuk melaksanakan keinginan Iran di kawasan untuk melipatgandakan pendapatan “revolusi Syiah Iran”.
Ada kesamaan antara ISIS dengan milisi-milisi Syiah ini. Jika ISIS mengumumkan niatnya secara terbuka untuk menghapus perbatasan-perbatasan yang sudah dipetakan si Timur Tengah setelah selesainya perang dunia pertama, maka milisi-milisi Syiah yang disokong Iran ini juga melakukan hal yang sama.
Kawin silang antara milisi-milisi Syiah Suriah dan Irak menyebabkan semakin terhapusnya perbatasan-perbatasan nasional secara perlahan dan pasti, persis seperti yang dilakukan oleh pejuang-pejuang Muslim. Hal itu terlihat jelas sejak mereka memulai bertempur di kawasan, dimana milisi-milisi Syiah ini senantiasa mengangkat motto “mempertahankan tempat-tempat suci” atau “membela Syiah” tanpa pernah memperdulikan posisi geografis tempat beradanya tempat-tempat suci tersebut.
Diantara milisi Syiah yang terdiri dari mesin-mesin pembunuh asing di Damaskus antara lain milisi Mayjen Abi El-Fadhal Al-Abbas (LAFA). Milisi ini yang paling terkenal dan paling berperan dalam mempromosikan ide perang agama (Syiah-Muslim).
Pada Agustus kemarin, sebuah organisasi yang berafiliasi ke Iran mengumumkan memulai operasinya di Irak dan mengklaim mereka sudah menguasai selatan Baghdad, kemungkinan dekat Emirli.
Ada juga dari milisi-milisi Syiah ini yang tidak jelas ideologinya, namun hubungan mereka dengan kaki tangan Iran mengindikasikan kuat  pengaruh Teheran. Meskipun Iran memiliki hubungan yang sangat kuat dengan sebagian besar milisi Syiah di Irak, hanya saja elemen-elemen syiah Irak yang tidak satu ideologi secara total dengan Iran  juga dapat mengembangkan milisi-milisi khususnya.
Milisi-milisi Syiah ini terus bertambah kuat meskipun PM Nur Maliki yang beragama Syiah itu sudah dilengserkan. Ini pertanda bahwa pemerintah Irak masih sangat berhutang budi pada milisi-milisi sektarian itu. Milisi-milisi ini secara umum beraktivitas dengan bebasnya di Baghdad dan mengeksploitasi sistem demokrasi yang baru saja bergaung di Irak, lalu menguasai berbagai instansi resmi dalam rangka mendapatkan dukungan.
Milisi-milisi ini bukanlah unsur tambahan bagi negara, melainkan dia adalah negara di dalam negara. Mereka tak pernah menghargai otoritas apapun di Irak, mereka hanya patuh kepada pemimpin-pemimpin keagamaan dan Teheran. Dan saat ini yang menjadi fokus utama para milisi ini adalah menghabisi ISIS.
Kelompok-kelompok bersenjata beragama Syiah ini akan memberi pengaruh besar dalam membangun masa depan agama Syiah di Irak. Ideologi ekstrimnya dan hubungannya yang sangat rapat dengan Iran mengindikasikan, mereka akan membuka pintu selebar-lebarnya kepada Iran untuk menguasai Irak secara total, sehingga jika saja tidak segera diambil langkah-langkah yang tepat untuk menghentikan milisi-milisi ini maka itu sama artinya secara de facto kita menyerahkan Baghdad kepada Iran, sebagaimana dilansir islamion.com, Senin (22/08)
Pada situs itu ditayangkan sebuah video saat milisi Syiah bernama “Batalion Imam Ali” menggorok batang leher personal ISIS sambil meneriakkan “labbaika ya Husein….Labbaika Ya Husein“. Video ini awalnya ada di Youtube, cuma pihak Youtube sudah menghapusnya.
Faktanya, ISIS tak sendiri, milisi-milisi Syiah tak kalah kejam dalam perang di Suriah dan Irak. (Jadikan.com/Muslimdaily)

Kejahatan Amerika Serikat dan Iran di Timur Tengah

Selama ini hubungan Barat dan Iran masih terkesan abu-abu atau sengaja disamarkan. Hubungan keduanya justru seolah bertentangan, yaitu dalam penggunaan dan pembangunan fasilitas nuklir. Namun dalam berbagai peristiwa, hal-hal yang samar tersebut menjadi tersingkap. Layaknya sebuah bayangan, semua akan terungkap jika munculnya cahaya.

Salah seorang pejuang Suriah yang tengah berada di pusaran konflik global Timur Tengah berusaha untuk menyingkap hal ini. Berikut Kiblat.net hadirkan sebuah tulisan yang aslinya berjudul: “Unmasking The Shadow Allies”.

Sudah tak terhitung. Berapa banyak orang-orang Kurdi dari Barat dan Timur yang bergerak ke Irak dan Kobani. Mereka berjuang bersama Peshmerga, YPG, PKK dan kelompok lainnya untuk memerangi Daulah. Tidak hanya orang-orang Kurdi dari Barat dan Timur, tapi Kurdi di seluruh dunia juga ikut bergabung. Datang dari berbagai elemen; kelompok preman dan gank Amerika, tentara bayaran Israel, bahkan dokter hewan.

Pejuang Kurdi dari Barat yang ikut bergabung memerangi Daulah, bebas dari dakwaan apapun. Tak ada penangkapan di bandara-bandara, paspor mereka masih bebas digunakan, dan tidak ada larangan terbang atau bepergian. Ini berbeda dengan perlakuan terhadap pejuang-pejuang asing di Barat yang ingin berjihad di Suriah.

Barat hanya memainkan politiknya terhadap umat Islam yang ingin membela rakyat sipil Suriah atas tindakan kejam Bashar Assad. Kebijakan ini berlaku di seluruh dunia.
                                                                      
Kita juga melihat bahwa Barat menekan Turki dengan intervensi militer atas Kobani. Di saat yang sama, kenapa hal ini tidak dilakukan Barat saat Bashar Assad melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya –sedangkan sama-sama dari daerah yang berbatasan?

Jika ingin lebih jauh, maka pertanyaannya; kenapa Barat tidak memaksa Mesir untuk melakukan intervensi militer ketika rakyat Muslim dibantai oleh Zionis di Gaza? Apakah negara Timur Tengah hanya wajib membantu saudaranya saat Barat punya kepentingan di dalamnya?

Ketika umat Islam pergi ke Suriah melalui Turki dalam rangka membantu saudaranya, Barat berteriak bahwa perbatasan Turki harus ditutup. Sementara itu ribuan Muslim ditangkap dan diusir. Tapi saat terkait darah Kurdi di Kobani, para pejuang Peshmerga yang menyeberang dari Irak ke Kobani, secara pribadi diterima dan dan disambut oleh Turki. Ini berdasarkan perintah Barat yang disaksikan oleh dunia.

Milisi PKK, Hizbullah atau sejenisnya –yang pernah masuk daftar teroris oleh Barat—justru mendapat dukungan secara terbuka ataupun tertutup, langsung maupun tidak langsung. Paling tidak, mereka dibukakan pintu seluas-luasnya, sedangkan menutup rapat-rapat pintu bagi para mujahidin yang ingin membela umat Islam.

Hal ini terlihat jelas di Lebanon dan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Milisi Syiah Hizbullah dapat melenggang bebas ke Suriah untuk berrgabung dengan Bashar Assad. Di sisi lain, Muslim Sunni dari Lebanon atau negara lainnya dihalau untuk bergabung dengan mujahidin di Suriah. Milisi Syiah dari negara lain; Irak, Lebanon, Yaman, Afghanistan dan Iran juga dipersilahkan melakukan hal serupa.

Garda Revolusi Iran juga secara terbuka berperan langsung dalam tentara Suriah. Ini sudah menjadi konsumsi publik. Namun, apakah barat dan dunia internasional pernah mengajukan protes atas hal ini. Semua tuduhan hanya tertuju kepada Muslim Sunni yang ingin membantu dan melindungi warga sipil tak bersalah di Suriah.

Milisi Syiah Hautsi menyerang kota-kota di Yaman, mengambil alih ibukota Sana’a, mengepung istana presiden, mengusir mantan presiden Yaman Abdu Rabbi Mansur Hadi, dan menempatkannya di bawah tahanan rumah. Kudeta Hautsi ini hampir-hampir tidak pernah menghiasi media-media Barat. Lantas, bagaimana dengan para mujahidin yang selalu mendapat sorotan besar di Irak dan Suriah.

Padahal, pemberontak Syiah Hautsi dengan mudahnya berhasil mengakuisisi Yaman tanpa perlawanan. Mata dunia seolah buta dengan tindakan ini. Ketika milisi Syiah Hautsi di Yaman ditangkap, dunia Arab dan Barat hanya melakukan sebuah perundingan. Mengapa mereka bersikap acuh tak acuh saat milisi Syiah melakukan sebuah perlawanan? Di sisi lain dunia begitu waspada ketika mujahidin Sunni membebaskan sebuah kota di negara mereka sendiri.

Bandingkan dengan Al-Qaidah dan Anshar Syariah yang menguasai sebuah kota di Yaman, berapa banyak negara yang berkumpul membentuk koalisi menyerang mereka? Ketika Al-Qaidah dan Anshar Syariah mengambil alih kota-kota di Yaman; Adan dan Abyan pada tahun 2012 dengan sebuah pemerintahan syariah. Maka, militer Yaman langsung melawan mereka dengan dukungan dan bala bantuan internasional.

Tapi sekarang ini dunia betah menonton, manakala pemberontak Hautsi mengambil alih Yaman tanpa ada perlawanan, baik dari tentara Yaman ataupun dunia. Bahkan, serangan udara AS justru diarahkan kepada Al-Qaidah dan anggota Anshar Syariah serta suku-suku Sunni di Yaman.

Padahal mereka sedang berjuang untuk memerangi Syiah Hautsi. Waktu serangan udara tampaknya dikoordinasikan dengan pemberontakan Hautsi, seperti di kota Radaa. Ini semakin memperjelas bahwa Syiah menjadi sekutu bayangan Barat di Timur Tengah.

Ketika AS menginvasi Afghanistan, Syiah Aliansi Utara mereka jadikan sekutu utama. Dalam invasi Irak, mereka juga menjadikan Syiah Irak dan Iran sebagai sekutu utama. Sekarang, Syiah di Irak menjadi sekutu penting dalam koalisi Barat melawan Daulah. Iran sudah mulai menampakkan jati dirinya, diberi peran langsung oleh Barat dalam jalinan koalisi.

AS sudah lupa tentang sengketa program nuklir dengan Iran. Di sisi lain, Israel tidak ada keluhan tentang hubungan AS-Iran ini. Semua sengketa yang menjurus ke Iran, tiba-tiba hilang tanpa sebuah pengungkitan. Bahkan, Amerika menncapai persetujuan  dengan Iran tentang senjata nuklir di Jenewa. Ini menandakan  Amerika dan Iran telah berdamai.

Jadi, asumsi bahwa AS bekerja sama –secara diam-diam—dengan Syiah Alawit Suriah dan Syiah Zaidi Yaman di bawah payung Iran bukanlah sebuah paranoid. Sayangnya, banyak kalangan Muslim hanya tertuju pada ancaman Salafi Arab Saudi, sementara itu mereka ceroboh tentang ancaman Safawi Iran. Padahal, kedua negara tersebut terlibat dalam proyek korupsi yang sama. Kecerobohan ini adalah akar pemberontakan Safawi Syiah di negeri-negeri Sunni.

Umat Islam sering terlihat naïf dan bingung –terutama di Barat. Mereka sebagian besar terkena propaganda bahwa mujahidin dibiayai oleh negara-negara Teluk. Padahal permusuhan di antara mereka masih terjadi, di samping fakta bahwa negara-negara Teluk menjadi sekutu setia bagi Barat dalam perang melawan mujahidin.                                                                      
Ini menjadi sebuah pertanyaan, kenapa mereka masih dibingungkan dengan hal demikian. Mereka justru tidak dipusingkan dengan milisi Syiah Hautsi Yaman, Syiah Hizbullah di Suriah, atau tentara Syiah Irak yang semuanya –secara terbuka—didukung dan didanai oleh Iran.

Ini harus dipahami semua orang, bahwa rezim-rezim Arab di negara-negara Sunni adalah rezim boneka tirani yang berbahaya dan korup. Rezim ini tidak hanya melindungi kepentingan neo-kolonial Barat d wilayah tersebut. Tapi, mereka sebagai negara Teluk –yang mengaku bermusuhan dengan Syiah—ternyata membangun kolusi dengan Syiah terhadap Ahlus Sunnah.

Arab Saudi dan negara Teluk lainnya secara terbuka membantu rezim Syiah di Irak dengan serangan udara terhadap Muslim Sunni. Secara langsung maupun tidak langsung, juga bekerja sama dengan Iran. Bagaimana mungkin mereka menyerang Muslim Sunni di Irak, sedangkan mereka mengaku sebagai penentang Syiah?

Tampaknya, pemberontak Syiah Hautsi Yaman secara tidak langsung didukung oleh Arab Saudi melalui mantan presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh yang setelah jatuhnya mengungsi ke Arab Saudi.

Apakah perlakuan sama juga ditunjukkan kepada Zainal Abidin Ben Ali, mantan presiden Tunisia? Ali Abdullah Saleh mencoba menggunakan pengaruh politik dan tekanannya terhadap Yaman dengan mendukung pemberontak Hautsi. Dia melakukannya di bawah pengawasan dari Arab.

Mereka bisa merencanakan, sedangkan Allah juga mempunyai rencana. Setelah pemberontakan Hautsi, beberapa suku Sunni di Yaman telah bergabung dengan Al-Qaidah –di mana sebelumnya tidak mendukung. Pemberontakan Hautsi dan kekejaman rezim Assad mendorong umat Islam bergabung ke jajaran Mujahidin.

Al-Qaidah berhasil mempersenjatai suku-suku Sunni di Yaman dalam berjuang melawan Hautsi dan pemerintah boneka Yaman yang korup. Ini adalah masa depan jihad, jihad yang dipikul bersama oleh seluruh umat Islam melawan musuh berrsama.

Di mana rezim-rezim Arab Sunni yang sekarang membantu Syiah Irak ketika umat Islam Gaza dibom dan dibunuh secara brutal oleh Zionis? Di mana mereka, ketika minoritas Muslim di Burma (Myanmar) dibantai dan dibakar oleh umat Budha? Di mana mereka ketika umat Islam Suriah dibantai oleh rezim Assad yang haus darah?

Ketika puluhan ribu Muslim Suriah dibantai, rezim-rezim tersebut hanya diam. Ini sudah menunjukkan kemunafikan. Ditambah, mereka memutuskan untuk menjalin koalisi dengan Barat di Mali Utara dengan alasan pembebasan dari kaum ekstrimis. Lantas, di mana mereka saat umat Islam di Republik Afrika Tengah menjadi korban pembersihan etnis? Ini juga terjadi di Afrika, sedangkan mereka hanya menuju ke Mali Utara.

Jika mereka menyerbu Mali Utara lantaran ekstrimis yang menindas penduduk lokal, kenapa mereka tidak menyerang Nigeria Utara yang nyata sebagai ekstrimis takfiri Boko Haram yang menewaskan ribuan warga sipil Muslim yang tidak bersalah?

Apakah kejahatan perang itu tidak dapat mereka lihat? Ataukah ekstrimisme, radikalisme, terorisme itu hanya sekedar pelabelan yang tertuju bagi mereka yang dikehendaki? Semua ini hanya pertanyaan retoris, di mana kita sudah tahu alasan sebenarnya.                                                 
Pertempuran Kobani mendapat sorotan yang berlebih dari media. Sedangkan bagaimana dengan Suriah? Ratusan bahkan ribuan korban terjadi di Suriah, terkubur karena timpaan bom barel Bashar setiap harinya di kota-kota seperti Duma. Atau, apakah Kobani hanya digunakan untuk mengalihkan perhatian dunia untuk menutupi kejahatan perang ini?

Sehingga, penggunaan senjata kimia di Ghouta menjadi terlupakan, padahal telah menewaskan lebih dari 1.700 warga sipil Suriah hanya dalam satu serangan?
Sebuah garis merah ditarik oleh Obama. Sebulan sebelum Kobani diserang, PBB secara resmi memutuskan tidak lagi menghitung korban perang Suriah.

Di sini, kehidupan warga Muslim bahkan tidak layak mengisi daftar statistik mereka yang sederhana. Sedangkan di Kobani, Barat benar-benar khawatir terhadap warga sipil di sana? Siapakah yang sebenarnya mereka bodohi?

Di mana peran Barat ketika milisi Syiah Hizbullah menyerang Qusayr? Apakah ada yang ingat tentang Qusayr? Apakah ada yang mendengarnya? Amerika Serikat dan Iran telah melakukan kejahatan bersama dan bersekongkol ingn menghancurkan Muslim Sunni.