Amnesty Internasional : Milisi Syiah
Lebih Kejam Dibanding ISIS
Lakukan
Pembantaian, Amnesti Internasional: Milisi Syiah Lebih Kejam dari ISIS. Banyak ditemukan korban tewas dari warga Sunni
dengan tangan terborgol dan ditembak di belakang kepala.
Di saat seluruh dunia berfokus menyerang gerakan Daulah Islamiyah Iraq wa Syam
(DAIS) atau sering disingkat ISIS atau ISIL, lembaga hak asasi manusia (HAM)
Internasional menemukan banyak korban warga Sunni jadi korban pembantaian
milisi Syiah.
Dalam satu laporan bertajuk “Absolute Impunity: Militia Rule in Iraq” yang
diterbitkan hari Selasa 14 Oktober 2014, lembaga HAM internasional berbasis di
London, Amnesti Internasional (AI) menemukan banyak korban diculik dari rumah
mereka, tempat kerja atau pos-pos pemeriksaan.
Mereka kemudian ditemukan tewas, kebanyakan dengan tangan terborgol dan
ditembak di belakang kepala.
Laporan AI diperoleh dari keluarga korban dan saksi yang telah dikuatkan oleh
Departemen Kesehatan, di mana ditemukan dalam beberapa terakhir mereka telah
menerima puluhan mayat laki-laki tak dikenal dengan luka tembak di kepala dan
sering dengan kondisi tangan mereka diikat dengan logam, tali plastik, atau
kain.
Menurut AI, pola pembunuhan dilakukan secara disengaja, sebagaimana gaya
eksekusi. Beberapa korban tewas bahkan setelah pihak keluarga telah membayar
uang tebusan.
Beberapa keluarga mengatakan kepada AI bagaimana mereka telah menerima
panggilan dan ditakuti dan ancaman pihak penculik dengan meminta uang tebusan
puluhan ribu dolar AS, tapi akhirnya tetap saja dibunuh.
“Aku memohon teman-teman dan kenalan untuk meminjam uang tebusan guna menyelamatkan
anak saya, tapi setelah saya bayar mereka justru membunuhnya dan sekarang saya
tidak punya cara untuk membayar kembali uang yang saya pinjam,” ujar seorang
ibu sebagaimana dikutip AI dalam laporannya.
Menurut AI, puluhan korban lainnya kini masih dinyatakan hilang. Pihak amnesti
juga telah mendokumentasikan puluhan kasus penculikan dan pembunuhan di luar
hukum oleh milisi Syiah di wilayah Baghdad, Samarra dan Kirkuk.
Mayoritas korban ditemukan tewas tertembak di belakang kepala dengan tangan terborgol
Laporan juga mengutip anggota milisi Syiah Asa’ib Ahl al-Haq, salah satu milisi
terbesar di Iraq, bertugas di pos pemeriksaan di utara Baghdad, mengatakan,
“Jika kita berhasil menangkap “anjing itu” (Sunni) turun dari Tikrit kita
mengeksekusi mereka; di daerah-daerah mereka semua bekerja dengan
DAIS/ISIS.Mereka datang ke Baghdad untuk melakukan kejahatan teroris. Jadi kita
harus menghentikan mereka,” ujarnya dikutip laman
[url=http://www.independent.co.uk.]www.independent.co.uk.[/url]
Amnesti juga menuduh milisi Syiah Iraq sengaja memanfaatkan perang melawan ISIS
justru untuk membantai warga sipil Muslim Sunni di seluruh Iraq.
Menurut AI, milisi Syiah –di antaranya Brigade Badr dan Mehdi—di mana mereka
justru mendapat dukungan pemerintah Iraq (terutama saat Iraq diperintah PM Nuri
al-Maliki), termasuk menyediakan senjata, melawan ISIS.
Namun kenyataan milisi Syiah dinilai lebih suka membunuh warga sipil Muslim
Sunni yang tak bersenjata. Mereka beroperasi di luar kerangka hukum dan tanpa
pengawasan resmi. Mereka menyebabkan peningkatan pelanggaran hukum serius di
Iraq.
“Mereka kejam. Mereka memicu konflik sektarian dengan kedok memerangi
terorisme,” ujar Donatella Rovera, panasehat senior AI.
“Mereka lebih suka menghukum Muslim Sunni atas kebangkitan ISIS,” lanjut
Rovera.
Menurut AI, milisi Syiah terus beroperasi dengan berbagai tingkat kerjasama
dengan pasukan pemerintah, mulai persetujuan secara diam-diam, terkoordinasi,
bahkan operasi bersama.
Meski demikian, PM Haidar al-Abbadi tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah
kekejian yang diperlihatkan milisi Syiah saat ini.*
=========================================
benar kata dubes arab saudi: Syiah lebih berbahaya dibanding ISIS
Kekejaman
Syiah di Irak dan Suriah Semakin Menjadi-Jadi
Jadikan –
Milisi-milisi syiah semakin brutal dan tidak terkendali. Dengan memanfaatkan
ISIS atau ISIL sebagai dalih untuk terus menghabisi para pejuang Sunni di Irak
dan Suriah, mereka terus melakukan kejahatan genosida tanpa kenal ampun.
Negara
yang dilanda konflik berkepanjangan, Irak dan Suriah menjadi semakin mencekam
dan menakutkan karena adanya ‘mesin’ pembunuh, ISIS dan ‘Hizbullah’ (Syiah).
Tidak hanya ISIS saja yang melakukan pembantaian seperti memenggal kepala
tawanan-tawanan mereka. Syiah juga demikian, bahkan lebih parah lagi.
Milisi-milisi
Syiah ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kerangka pemerintahan Irak.
Pemerintah Irak sangat mempercayai dan bergantung sepenuhnya dengan
milisi-milisi ini sampai titik di mana mereka tak akan mungkin berfikir untuk
macam-macam dengannya.
Pemerintah
Irak dan milisi-milisi Syiah ini bekerjasama dalam melakukan berbagai
pelanggaran HAM yang super sadis. Sebagai contoh pada awal Juni lalu
dikabarkan, milisi-milisi Syiah bahu-membahu dengan pasukan keamanan Irak
menghukum mati sekitar 225 warga yang ditahan di penjara. Diantara mereka masih
anak-anak.
Amnesti
Internasional melaporkan bagaimana milisi-milisi itu melakukan hukuman mati
dengan rapinya di luar proses pengadilan. Laporan Amnesti Internasional juga
menyebutkan, puluhan tahanan Muslim dibunuh di dalam kantor-kantor pemerintah
Irak.
Milisi-milisi
Syiah ini merupakan aktor utama pembebasan Amirli, daerah Suku Turkman yang
menjasi basis Syiah yang pernah dikepung oleh milisi ISIS, tepatnya oleh
batalion-batalion Hizbullah.
Hizbullah
sendiri merupakan organisasi teroris -menurut Amerika Serikat- yang bekerja
sebagai wakil langsung pemerintahan Iran. Batalion ini menggunakan
helikopter-helikopter milik pemerintah Irak untuk menyuplai senjata dan
logistik saat pertempuran pembebasan Amirli.
Hizbullah
juga menggunakan kendaraan-kendaraan militer pemberian Amerika Serikat kepada
pemerintahan Irak. Pemerintah Irak menggunakan tank buatan Amerika Abrams M1A1
yang diserahkan untuk mendukung milisi-milisi syiah Irak sektarian dan
mendukung berbagai operasi Hizbullah di Irak.
Iran
disebut-sebut sebagai aktor utama dalam membesarkan dan mengembangkan
milisi-milisi Syiah di Irak sejak tahun 2013. Sejak itu, Teheran terus
memperkuat jaringan-jaringannya yang terdiri dari kelompok-kelompok baru dan
lama di Irak yang loyal kepada Teheran untuk menyiapkan gelombang-gelombang
baru mesin pembunuh untuk dikirim ke Suriah.
Sebahagian
pasukan-pasukan Irak Syiah ini awalnya berperang di Suriah membantai Muslim
atas nama rezim Bashar. Lalu mereka dipulangkan kembali ke Irak untuk membentuk
bibit-bibit milisi Syiah baru yang sekarang berperang menghabisi Muslim yang
menjadi musuh pemerintahan Irak. Sebagaimana Iran bekerja keras dalam merekrut
pasukan baru yang fokus untuk perang di Suriah, maka jaringan-jaringan Teheran
juga melakukan hal yang sama di Irak.
Pada April
lalu, kelompok-kelompok yang disokong Iran -seperti Hizbullah, Badar, dan
kelompok-kelompok rekrutan baru- mengajak berperang di Irak. Ajakan ini
membuahkan milisi-milisi baru Syiah Irak.
Pembentukan
kelompok-kelompok milisi baru ini sekilas terlihat rumit dan tak berguna. Tapi
ini sangat penting untuk pembentukan opini adanya dukungan besar yang datang
dari rakyat kepada pemerintahan Irak, yang pada hakikatnya adalah dukungan
milisi-milisi yang sebenarnya bekerja untuk mendukung politik dan ideologi Iran
di dalam pemerintahan Irak.
Target
milisi-milisi Syiah yang loyal kepada Iran ini berperan aktif dalam membantu
mencapai target-target Iran untuk mewujudkan kontrol Syiah di Irak. Sebaliknya,
milisi-milisi ini tidak hanya memanfaatkan bantuan dan sokongan dana dan jalur
kordinasi dari Iran, melainkan semua aktivitas pembunuhannya berjalan sesuai road map ideologi Teheran.
Mereka
secara totalitas adalah loyalis-loyalis pimpinan spiritual tertinggi
Ayatullah Khomenei dan ideologi Iran dengan Wilayat Faqihnya, dimana pada
akhirnya pemimpin spritualnya diberikan kekuasaan tertinggi politik dan agama.
Milisi-milisi Syiah ini juga mengikuti gaya boneka Iran yang di Libanon yaitu
Hizbullah, dan bertekad untuk melaksanakan keinginan Iran di kawasan
untuk melipatgandakan pendapatan “revolusi Syiah Iran”.
Ada kesamaan
antara ISIS dengan milisi-milisi Syiah ini. Jika ISIS mengumumkan niatnya
secara terbuka untuk menghapus perbatasan-perbatasan yang sudah dipetakan si
Timur Tengah setelah selesainya perang dunia pertama, maka milisi-milisi Syiah yang
disokong Iran ini juga melakukan hal yang sama.
Kawin silang
antara milisi-milisi Syiah Suriah dan Irak menyebabkan semakin terhapusnya
perbatasan-perbatasan nasional secara perlahan dan pasti, persis seperti yang
dilakukan oleh pejuang-pejuang Muslim. Hal itu terlihat jelas sejak mereka
memulai bertempur di kawasan, dimana milisi-milisi Syiah ini senantiasa
mengangkat motto “mempertahankan tempat-tempat suci” atau “membela Syiah” tanpa
pernah memperdulikan posisi geografis tempat beradanya tempat-tempat suci
tersebut.
Diantara
milisi Syiah yang terdiri dari mesin-mesin pembunuh asing di Damaskus antara
lain milisi Mayjen Abi El-Fadhal Al-Abbas (LAFA). Milisi ini yang paling
terkenal dan paling berperan dalam mempromosikan ide perang agama (Syiah-Muslim).
Pada Agustus
kemarin, sebuah organisasi yang berafiliasi ke Iran mengumumkan memulai
operasinya di Irak dan mengklaim mereka sudah menguasai selatan Baghdad,
kemungkinan dekat Emirli.
Ada juga
dari milisi-milisi Syiah ini yang tidak jelas ideologinya, namun hubungan
mereka dengan kaki tangan Iran mengindikasikan kuat pengaruh Teheran.
Meskipun Iran memiliki hubungan yang sangat kuat dengan sebagian besar milisi
Syiah di Irak, hanya saja elemen-elemen syiah Irak yang tidak satu ideologi
secara total dengan Iran juga dapat mengembangkan milisi-milisi
khususnya.
Milisi-milisi
Syiah ini terus bertambah kuat meskipun PM Nur Maliki yang beragama Syiah itu
sudah dilengserkan. Ini pertanda bahwa pemerintah Irak masih sangat berhutang
budi pada milisi-milisi sektarian itu. Milisi-milisi ini secara umum
beraktivitas dengan bebasnya di Baghdad dan mengeksploitasi sistem demokrasi
yang baru saja bergaung di Irak, lalu menguasai berbagai instansi resmi dalam
rangka mendapatkan dukungan.
Milisi-milisi
ini bukanlah unsur tambahan bagi negara, melainkan dia adalah negara di dalam
negara. Mereka tak pernah menghargai otoritas apapun di Irak, mereka hanya
patuh kepada pemimpin-pemimpin keagamaan dan Teheran. Dan saat ini yang menjadi
fokus utama para milisi ini adalah menghabisi ISIS.
Kelompok-kelompok
bersenjata beragama Syiah ini akan memberi pengaruh besar dalam membangun masa
depan agama Syiah di Irak. Ideologi ekstrimnya dan hubungannya yang sangat
rapat dengan Iran mengindikasikan, mereka akan membuka pintu selebar-lebarnya
kepada Iran untuk menguasai Irak secara total, sehingga jika saja tidak segera
diambil langkah-langkah yang tepat untuk menghentikan milisi-milisi ini maka
itu sama artinya secara de facto kita menyerahkan Baghdad kepada Iran,
sebagaimana dilansir islamion.com, Senin (22/08)
Pada situs
itu ditayangkan sebuah video saat milisi Syiah bernama “Batalion Imam Ali”
menggorok batang leher personal ISIS sambil meneriakkan “labbaika ya Husein….Labbaika Ya Husein“.
Video ini awalnya ada di Youtube, cuma pihak Youtube sudah menghapusnya.
Faktanya,
ISIS tak sendiri, milisi-milisi Syiah tak kalah kejam dalam perang di Suriah
dan Irak. (Jadikan.com/Muslimdaily)
Kejahatan Amerika Serikat dan Iran di Timur Tengah
Selama
ini hubungan Barat dan Iran masih terkesan abu-abu atau sengaja disamarkan.
Hubungan keduanya justru seolah bertentangan, yaitu dalam penggunaan dan
pembangunan fasilitas nuklir. Namun dalam berbagai peristiwa, hal-hal yang
samar tersebut menjadi tersingkap. Layaknya sebuah bayangan, semua akan
terungkap jika munculnya cahaya.
Salah
seorang pejuang Suriah yang tengah berada di pusaran konflik global Timur
Tengah berusaha untuk menyingkap hal ini. Berikut Kiblat.net
hadirkan sebuah tulisan yang aslinya berjudul: “Unmasking The
Shadow Allies”.
Sudah tak
terhitung. Berapa banyak
orang-orang Kurdi dari Barat dan Timur yang bergerak ke Irak dan Kobani. Mereka berjuang bersama Peshmerga, YPG,
PKK dan kelompok lainnya untuk memerangi Daulah. Tidak hanya orang-orang Kurdi
dari Barat dan Timur, tapi Kurdi di seluruh dunia juga ikut bergabung. Datang
dari berbagai elemen; kelompok preman dan gank Amerika, tentara bayaran Israel,
bahkan dokter hewan.
Pejuang
Kurdi dari Barat yang ikut bergabung memerangi Daulah, bebas dari dakwaan
apapun. Tak ada penangkapan di bandara-bandara, paspor mereka masih bebas
digunakan, dan tidak ada larangan terbang atau bepergian. Ini berbeda dengan
perlakuan terhadap pejuang-pejuang asing di Barat yang ingin berjihad di
Suriah.
Barat
hanya memainkan politiknya terhadap umat Islam yang ingin membela rakyat sipil
Suriah atas tindakan kejam Bashar Assad. Kebijakan ini berlaku di seluruh
dunia.
Kita
juga melihat bahwa Barat menekan Turki dengan intervensi
militer atas Kobani. Di
saat yang sama, kenapa hal ini tidak dilakukan Barat saat Bashar Assad
melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya –sedangkan sama-sama dari daerah yang
berbatasan?
Jika
ingin lebih jauh, maka pertanyaannya; kenapa Barat tidak memaksa Mesir untuk
melakukan intervensi militer ketika rakyat Muslim dibantai oleh Zionis di Gaza?
Apakah negara Timur Tengah hanya wajib membantu saudaranya saat Barat punya
kepentingan di dalamnya?
Ketika
umat Islam pergi ke Suriah melalui Turki dalam rangka membantu saudaranya,
Barat berteriak bahwa perbatasan
Turki harus ditutup.
Sementara itu ribuan Muslim ditangkap dan diusir. Tapi saat terkait darah Kurdi
di Kobani, para pejuang Peshmerga yang menyeberang dari Irak ke Kobani, secara
pribadi diterima dan dan disambut oleh Turki. Ini berdasarkan perintah Barat
yang disaksikan oleh dunia.
Milisi
PKK, Hizbullah atau sejenisnya –yang pernah masuk
daftar teroris oleh Barat—justru mendapat dukungan secara terbuka ataupun
tertutup, langsung maupun tidak langsung. Paling tidak, mereka dibukakan pintu
seluas-luasnya, sedangkan menutup rapat-rapat pintu bagi para mujahidin yang
ingin membela umat Islam.
Hal ini
terlihat jelas di Lebanon dan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah.
Milisi Syiah Hizbullah dapat melenggang bebas ke Suriah untuk berrgabung dengan
Bashar Assad. Di sisi lain, Muslim Sunni dari Lebanon atau negara lainnya
dihalau untuk bergabung dengan mujahidin di Suriah. Milisi Syiah dari negara
lain; Irak, Lebanon, Yaman, Afghanistan dan Iran juga dipersilahkan melakukan
hal serupa.
Garda
Revolusi Iran juga secara terbuka berperan langsung dalam tentara Suriah. Ini
sudah menjadi konsumsi publik. Namun, apakah barat dan dunia internasional
pernah mengajukan protes atas hal ini. Semua tuduhan hanya tertuju kepada
Muslim Sunni yang ingin membantu dan melindungi warga sipil tak bersalah di
Suriah.
Milisi
Syiah Hautsi menyerang kota-kota di Yaman, mengambil alih ibukota Sana’a,
mengepung istana presiden, mengusir mantan presiden Yaman Abdu Rabbi Mansur
Hadi, dan menempatkannya di bawah tahanan rumah. Kudeta Hautsi ini hampir-hampir
tidak pernah menghiasi media-media Barat. Lantas, bagaimana dengan para
mujahidin yang selalu mendapat sorotan besar di Irak dan Suriah.
Padahal,
pemberontak Syiah Hautsi dengan mudahnya berhasil mengakuisisi Yaman tanpa
perlawanan. Mata dunia seolah buta dengan tindakan ini. Ketika milisi Syiah
Hautsi di Yaman ditangkap, dunia Arab dan Barat hanya melakukan sebuah
perundingan. Mengapa mereka bersikap acuh tak acuh saat milisi Syiah melakukan
sebuah perlawanan? Di sisi lain dunia begitu waspada ketika mujahidin Sunni
membebaskan sebuah kota di negara mereka sendiri.
Bandingkan
dengan Al-Qaidah dan Anshar Syariah yang menguasai sebuah kota di Yaman, berapa
banyak negara yang berkumpul membentuk koalisi menyerang mereka? Ketika
Al-Qaidah dan Anshar Syariah mengambil alih kota-kota di Yaman; Adan dan Abyan
pada tahun 2012 dengan sebuah pemerintahan syariah. Maka, militer Yaman
langsung melawan mereka dengan dukungan dan bala bantuan internasional.
Tapi
sekarang ini dunia betah menonton, manakala pemberontak Hautsi mengambil alih
Yaman tanpa ada perlawanan, baik dari tentara Yaman ataupun dunia. Bahkan,
serangan udara AS justru diarahkan kepada Al-Qaidah dan anggota Anshar Syariah
serta suku-suku Sunni di Yaman.
Padahal
mereka sedang berjuang untuk memerangi Syiah Hautsi. Waktu serangan udara tampaknya
dikoordinasikan dengan pemberontakan Hautsi, seperti di kota Radaa. Ini semakin memperjelas bahwa Syiah
menjadi sekutu bayangan Barat di Timur Tengah.
Ketika AS
menginvasi Afghanistan, Syiah Aliansi Utara mereka jadikan sekutu utama. Dalam invasi Irak, mereka juga menjadikan
Syiah Irak dan Iran sebagai sekutu utama. Sekarang, Syiah di Irak
menjadi sekutu penting dalam koalisi Barat melawan Daulah. Iran sudah mulai menampakkan jati
dirinya, diberi peran langsung oleh Barat dalam jalinan koalisi.
AS
sudah lupa tentang sengketa program nuklir dengan Iran. Di sisi lain, Israel
tidak ada keluhan tentang hubungan AS-Iran ini. Semua sengketa yang menjurus ke
Iran, tiba-tiba hilang tanpa sebuah pengungkitan. Bahkan, Amerika menncapai
persetujuan dengan Iran tentang senjata nuklir di Jenewa. Ini menandakan
Amerika dan Iran telah berdamai.
Jadi,
asumsi bahwa AS bekerja sama –secara diam-diam—dengan Syiah Alawit Suriah
dan Syiah Zaidi
Yaman di bawah payung Iran bukanlah sebuah paranoid. Sayangnya, banyak kalangan Muslim hanya
tertuju pada ancaman Salafi Arab Saudi, sementara itu mereka ceroboh tentang
ancaman Safawi Iran. Padahal, kedua negara tersebut terlibat dalam proyek
korupsi yang sama. Kecerobohan ini adalah akar pemberontakan Safawi Syiah di
negeri-negeri Sunni.
Umat
Islam sering terlihat naïf dan bingung –terutama di Barat. Mereka sebagian
besar terkena propaganda bahwa mujahidin dibiayai oleh negara-negara Teluk.
Padahal permusuhan di antara mereka masih terjadi, di samping fakta bahwa
negara-negara Teluk menjadi sekutu setia bagi Barat dalam perang melawan
mujahidin.
Ini
menjadi sebuah pertanyaan, kenapa mereka masih dibingungkan dengan hal
demikian. Mereka justru tidak dipusingkan dengan milisi Syiah Hautsi Yaman,
Syiah Hizbullah di Suriah, atau tentara Syiah Irak yang semuanya –secara
terbuka—didukung dan didanai oleh Iran.
Ini
harus dipahami semua orang, bahwa rezim-rezim Arab di negara-negara Sunni
adalah rezim boneka tirani yang berbahaya dan korup. Rezim ini tidak hanya
melindungi kepentingan neo-kolonial Barat d wilayah tersebut. Tapi, mereka
sebagai negara Teluk –yang mengaku bermusuhan dengan Syiah—ternyata membangun
kolusi dengan Syiah terhadap Ahlus Sunnah.
Arab Saudi dan
negara Teluk lainnya secara terbuka membantu rezim Syiah di Irak dengan
serangan udara terhadap Muslim Sunni. Secara langsung maupun tidak langsung, juga bekerja sama dengan
Iran. Bagaimana mungkin mereka menyerang Muslim Sunni di Irak, sedangkan mereka
mengaku sebagai penentang Syiah?
Tampaknya,
pemberontak Syiah Hautsi Yaman secara tidak langsung didukung oleh Arab Saudi
melalui mantan presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh yang setelah jatuhnya
mengungsi ke Arab Saudi.
Apakah
perlakuan sama juga ditunjukkan kepada Zainal Abidin Ben Ali, mantan presiden
Tunisia? Ali Abdullah Saleh mencoba menggunakan pengaruh politik dan tekanannya
terhadap Yaman dengan mendukung pemberontak Hautsi. Dia melakukannya di bawah
pengawasan dari Arab.
Mereka
bisa merencanakan, sedangkan Allah juga mempunyai rencana. Setelah
pemberontakan Hautsi, beberapa suku Sunni di Yaman telah bergabung dengan
Al-Qaidah –di mana sebelumnya tidak mendukung. Pemberontakan Hautsi dan kekejaman rezim
Assad mendorong umat Islam bergabung ke jajaran Mujahidin.
Al-Qaidah
berhasil mempersenjatai suku-suku Sunni di Yaman dalam berjuang melawan Hautsi
dan pemerintah boneka Yaman yang korup. Ini adalah masa depan jihad, jihad yang
dipikul bersama oleh seluruh umat Islam melawan musuh berrsama.
Di mana
rezim-rezim Arab Sunni yang sekarang membantu Syiah Irak ketika umat Islam Gaza
dibom dan dibunuh secara brutal oleh Zionis? Di mana mereka, ketika minoritas
Muslim di Burma (Myanmar) dibantai dan dibakar oleh umat Budha? Di mana mereka
ketika umat Islam Suriah dibantai oleh rezim Assad yang haus darah?
Ketika
puluhan ribu Muslim Suriah dibantai, rezim-rezim tersebut hanya diam. Ini sudah
menunjukkan kemunafikan. Ditambah, mereka memutuskan untuk menjalin koalisi
dengan Barat di Mali Utara dengan alasan pembebasan dari kaum ekstrimis.
Lantas, di mana mereka saat umat Islam di Republik Afrika Tengah menjadi korban
pembersihan etnis? Ini juga terjadi di Afrika, sedangkan mereka hanya menuju ke
Mali Utara.
Jika
mereka menyerbu Mali Utara lantaran ekstrimis yang menindas penduduk lokal,
kenapa mereka tidak menyerang Nigeria Utara yang nyata sebagai ekstrimis
takfiri Boko Haram yang menewaskan ribuan warga sipil Muslim yang tidak
bersalah?
Apakah
kejahatan perang itu tidak dapat mereka lihat? Ataukah ekstrimisme,
radikalisme, terorisme itu hanya sekedar pelabelan yang tertuju bagi mereka
yang dikehendaki? Semua ini hanya pertanyaan retoris, di mana kita sudah tahu
alasan sebenarnya.
Pertempuran
Kobani mendapat sorotan yang berlebih dari media. Sedangkan bagaimana dengan
Suriah? Ratusan bahkan ribuan korban terjadi di Suriah, terkubur karena timpaan
bom barel Bashar setiap harinya di kota-kota seperti Duma. Atau, apakah Kobani
hanya digunakan untuk mengalihkan perhatian dunia untuk menutupi kejahatan
perang ini?
Sehingga,
penggunaan senjata kimia di Ghouta menjadi terlupakan, padahal telah menewaskan
lebih dari 1.700 warga sipil Suriah hanya dalam satu serangan?
Sebuah
garis merah ditarik oleh Obama. Sebulan sebelum Kobani diserang, PBB secara
resmi memutuskan tidak lagi menghitung korban perang Suriah.
Di
sini, kehidupan warga Muslim bahkan tidak layak mengisi daftar statistik mereka
yang sederhana. Sedangkan di Kobani, Barat benar-benar khawatir terhadap warga
sipil di sana? Siapakah yang sebenarnya mereka bodohi?
Di mana
peran Barat ketika milisi Syiah Hizbullah menyerang Qusayr? Apakah ada yang
ingat tentang Qusayr? Apakah ada yang mendengarnya? Amerika Serikat dan Iran
telah melakukan kejahatan bersama dan bersekongkol ingn menghancurkan Muslim
Sunni.
Milisi Syiah Hizbullah Irak
Culik Ribuan Warga Anbar
Syaikh Sudais Sebut Siapa
Sebenarnya Teroris
Kekejaman Isis Dan Kekejaman
Syi’ah, Mana Lebih Kejam ?