Russian aerospace forces
Lt.-Gen. Sergei Dronov, left, and Lt.-Gen. Sergei Bainetov talk, as an image of
a flight data recorder from the Russian warplane downed by Turkey is displayed
on a screen in the background. during a news conference, in Moscow, Russia,
Friday, Dec. 18, 2015. Russian officials on Friday invited British, Chinese and
Indian diplomats to witness the opening of the black box of a Russian warplane
downed in Turkey last month. Turkey shot down the Russian Su-24 on a bombing
mission in Syria on Nov. 24 after it violated its airspace for 17 seconds but
Russia insists that the plane never entered Turkish airspace. (AP
Photo/Alexander Zemlianichenko)
December 24, 2015
Opini
Oleh : Ahmad Dzakirin
Rusia
tampaknya tengah mempermalukan dirinya sendiri. Rusia mengaku bahwa kotak hitam
rusak berat sehingga tidak memungkinkan membuka rekaman pembicaraan pilot
sebelum pesawat jatuh. Sebelumnya Rusia berjanji akan menunjukkan kepada dunia
hasil penyelidikannya.
Dua
kemungkinan yang terjadi ini sama-sama akan mempermalukan Rusia.
Pertama,
teknologi penerbangan Rusia yang tidak teruji, sehingga kotak hitam yang
seharusnya kokoh, tidak rusak ditengah goncangan dan kebakaran yang hebat
ternyata tidak terbukti. Pertanyaannya adalah apakah kerusakan black box adalah
hal yang lumrah terjadi atau bukan? Karena, hal yang serupa tidak terjadi atas
pesawat Malaysia MH 17 yang ditembak jatuh misil Rusia. Rusia mengklaim dari 16
microchip data recorder, 13 diantaranya hancur dan 3 lainnya rusak berat.
Artinya, tidak ada bukti yang dapat dikuak sama sekali.
Kedua,
Rusia menyadari kesalahannya dalam insiden jatuhnya pesawat tempur mereka
sehingga pengungkapan bukti rekaman ke publik hanya akan mempermalukan Rusia
secara politik dan tentu akan memukul popularitas Putin secara domestik. Putin
telah mengobarkan kebencian kepada Turki dan Erdogan, bahkan sebelum
penyelidikan yang kredibel dimulai. Jadi politics of denial yang paling
memungkinkan untuk menyelamatkan muka sang Tzar adalah menyalahkan kualitas
teknologi mereka. Kendati memalukan, ini resiko yang paling rendah.
Namun
yang jelas, Putin telah melakukan ekspansi regional di luar batas teritorialnya
(beyond border) dan juga di luar kemampuannya (overextended). Padahal, Timur Tengah
adalah political flashpoint yang tidak dapat ditangani, bahkan oleh negara
adidaya sekalipun. Sang Tzar akan mengalami kondisi overextended dan
overstreched, yakni memaksakan ikut campur secara politik dan militer di luar
kemampuan sumber dayanya. Seperti halnya, kecerobahan Hitler yang memaksakan
diri menundukkan Moskow, benteng terakhir kekuasaan Komunis Stalin setelah
kejatuhan Stalingrad di Front Timur.
Hal
yang sama dilakukan Putin ketika menjerumuskan Rusia dalam Perang Suriah untuk
menyelamatkan rejim Assad yang kolaps, setelah sebelumnya sukses menekuk
Georgia dan Ukraina secara militer karena ketidakberdayaan AS dan NATO.
Namun
yang jelas, manuver Putin dapat dikatakan sama bodohnya dengan Leonid Brezhnev
yang mengirim ratusan ribu pasukan Soviet ke medan perang Afghanistan karena
berasumsi mereka tengah berperang dengan masyarakat tribal yang tidak
berpengetahuan. Namun celakanya, medan perang Afghanistan tidak hanya menjadi
kuburan pasukan komunis, namun juga kuburan bagi Uni Soviet. Sama jelasnya
pula, langkah blunder Putin akan menjadi advonturisme sang Tzar yang
mencelakakan.