Tuesday, December 1, 2015

Ancaman Putin Untuk Arab Saudi


Oleh Jamal Khashogji*
Middle East Monitor (28/11/2015)

Kita harus menanggapi secara serius ancaman tak langsung Rusia dalam sebuah artikel di Koran Pravda yang menyebut bahwa Arab Saudi, Qatar dan Turki harus diberi hukuman sebelum mereka “dapat menyebabkan perang dunia ketiga dengan mendukung ISIS”. Ini adalah yang diklaim Koran tersebut, sebuah Koran yang cukup dekat dengan Vladimir Putin. Seorang mantan penasihat Putin secara kurang ajar diMoscow Echo menulis bahwa perlu menargetkan instalasi-instalasi militer dan minyak di Saudi dan Qatar. Ya, Putin bodoh dan penuh darah. Dan lebih lanjut, dia tak dapat dipercaya. Dan saya percaya dia juga membenci orang Saudi. Benar, kita harus menganggap ancamannya serius.

Sejak ia mengambil alih kekuasaan di Kremlin 15 tahun yang lalu, mendapuk diri sebagai orang kuat Rusia, Putin telah bertualang untuk mendasarkan popularitasnya dengan memprovokasi sentiment nasionalis dan rasa kebanggaan. Dia mengobarkan api semi-fasis dalam pikiran bangsa Rusia dalam usahanya untuk menutupi kegagalan ekonominya dan menutupi jurang kekayaan yang besar antara kaum miskin dan kelas menengah, dan kelompok kaya minoritas yang berkuasa dengan penuh skandal.


Putin mendorong kemenangan dari yang terjadi di Chechnya, dimana dia melakukan kehancuran massal dan pembunuhan massal, hingga di Ukraina dimana dia menganeksasi Crimea dalam pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Tetapi, kita hidup dimasa dimana Barack Obama, sang presiden AS perlu seseorang untuk menerjemahkan pepatah arab, “Saya menuangkan hinaan pada mereka saat mereka terus berjalan pergi dengan unta.” Barat memprotes, panas dan marah tetapi akhirnya harus menerima status quo baru. Lalu tsar Putin datang ke dunia arab mengklaim bahwa ia memiliki “kepentingan vital” disana. Dia tanpa izin memasuki dan duduk dengan kaki tersilang sementara membuat persekutuan dengan sebuah minoritas sektarian, bergabung dengan mereka dalam mengejar pembunuhan dan penindasan dan memaksakan kehendaknya sendiri.

Dia bahkan mencoba mengatur ulang rumah umat islam. Dia bepergian ke sebuah tujuan dimana sebuah minoritas yang ia sukai ada, membawa bersamanya sebuah cetakan bersejarah dari al-Quran yang tertulis dalam bahasa Rusia. Dia duduk disamping Ayatullah Khamenei, sang pemimpin Iran, seperti murid duduk di dekat gurunya, memberikan hadiah tersebut padanya dan memegang tangannya dalam kepatuhan penuh dalam gesture simbolik yang tidak dapat dilewatkan siapapun. Yang ia ingin katakan dengan gesture itu adalah “disinilah otoritasnya, inilah islam” sementara disaat yang lama berani menyerang apa yang ia sebut sebagai kebijakan “ islamisasi” di Turki. Hanya masalah waktu. Dia dengan segera akan menyerang Saudi Arabia dan membuatnya bertanggung jawab atas dosa-dosa yang terjadi di masa lalu dan masa sekarang secara bersama.

Putin telah melalui serangkaian kemenangan yang membentuk kalung, yang ia ingin pakai pada hari dimana ia menerima sumpah setia dari pemegang kekuasaan yang mendominasi di wilayah yang berkembang dari Crimea hingga Syam. Mimpinya hanya tertunda oleh kekeras-kepalaan tiga Negara yang menentang rencananya dan menolak untuk tunduk padanya: Arab Saudi, Qatar dan Turki.

Hal ini terungkap pada hari Selasa saat angkatan udara Turki menembak jatuh sebuah jet rusia yang jatuh ke daratan ditengah teriakan “Allahu Akbar” oleh para revolusioner Suriah di pegunungan dekat dengan perbatasan Suriah-Turki. Momen-momen yang sedikit ini sudah cukup menjadi landasan bagi permainan politik baru di timur tengah.

Putin telah mengubah aturan main saat ia membawa pesawatnya bergabung dengan Iran dan rezim Suriah dalam perang menghadapi orang-orang yang menginginkan kebebasan. Presiden Recep Tayyip Erdogan sekarang telah mengubah aturan main Putin dan dunia menunggu reaksi Putin untuk melihat apakah ia akan menerima aturan baru atau sekali lagi membalikkan meja bagi semuanya.

Insiden jet Rusia mungkin dapat terulang. Kita hampir dalam keadaan perang dengan Rusia meski semua kunjungan, pertemuan penuh senyuman. Cepat atau lambat Arab Saudi, Qatar dan Turki akan tampil di mata Putin bersama dengan oposisi Suriah. Di saat ia gagal mengalahkan oposisi Suriah ini ia akan mulai mencari kambing hitam, dan ia akan menemukan tidak lain dan tidak bukan, kita.

Lalu, saat negosiasi di pertemuan Vienna mendatang gagal (dan kemungkinan akan gagal), pihak-pihak yang berkonflik di dalam Suriah tidak akan menemukan jalan lain selain meningkatkan konfrontasi dalam tujuan untuk mencapai kemenangan akhir. Ini akan menuju kemunculan dua kelompok berbeda: rakyat Suriah yang bebas dan sekutu mereka di satu sisi, dan trio anti-kebebasan (Assad-Iran-Rusia) penuh sektarianisme dan sekutu mereka di sisi lain.

Bahkan mungkin akan ada konfrontasi lain sebelum Vienna. Insiden SU-24 merupakan tamparan bagi image Putin sebagai Mr. invincible (tak tersentuh), dan kepada image yang ia pakaikan pada Rusia. Ini tentunya akan mempersulit posisinya secara domestik, terutama dengan kembalinya kantung mayat pertama dari tentara Rusia yang ikut campur dalam perang luar negeri mereka yang pertama sejak kekalahan mereka di Afganistan. Mungkin dia akan menantang Turki sekali lagi dan memiliki hasil jatuhnya Sukhoi lain, atau bahkan sebuah MiG. Lalu dia akan marah-marah. Sekarang sang presiden Rusia telah meluncurkan serangan tanpa pandang bulu di wilayah Turkmen Suriah. Ini bukanlah perang, ini tindakan balas dendam. Siapa yang bisa menjamin bahwa Sukhoi lain tak akan ditembak jatuh, kali ini oleh sebuah misil darat-ke-udara? Sang beruang akan semakin murka. Dia akan menuduh Saudi Arabia atau Qatar atau bahkan keduanya menyuplai misil ke para revolusioner dan menuntut mereka bertanggung jawab. Memburuknya posisi ekonominya juga 
menambah kemurkaannya. Dia telah kehilangan posisi ekonomi sebagai terbesar ke-8 di dunia dan sekarang tertinggal di belakang Spanyol dan Korea, keduanya telah melampauinya dalam hal Gross National Product. Di saat itu, dia bahkan dapat menuduh Saudi Arabia menyebabkan jatuhnya harga minyak.

Bisakah kita menghadapi Rusia di tengah jalan menuju Suriah untuk menghindari bencana? Saya rasa itu tak mungkin. Jika kita akan mendefiniskan proyek kita di Suriah dan kawasan, itu akan menjadi sebuah proyek yang tidak melibatkan intervensi tetapi berdasarkan kemerdekaan penuh dan mendirikan sistem demokrasi pluralistic di Damaskus. Jika kita akan mendefinisikan proyek Rusia, kita akan menemukannya berdasarkan sebuah tirani minoritas dan intervensi asing dibawah topeng pemilu yang direkayasa dan demokrasi palsu sama seperti di Rusia, dimana kebebasan publik mengalami kemunduran dan Negara tumbuh semakin besar, dimana pers ketakutan karena harga melakukan tugas mereka adalah sebuah peluru di kepala mereka oleh orang tak dikenal.

Kedua proyek ini berkontradiksi antara satu dengan lainnya di Vienna. Karena dua perbedaan inilah mereka tak pernah ada kata setuju. Mereka juga akan berseteru mengenai wilayah Suriah sampai salah satu mengalahkan yang lain. Sama seperti tak mungkin bagi Saudi untuk menerima pengaruh permanen Iran di Suriah. Turki tak akan mau, dari sudut pandang strategis, memiliki pengaruh Rusia di perbatasan selatannya. Perseteruan tak akan terhindarkan. Sejak Putin tak memiliki sikap kesatria, dia tidak akan menerima kekalahan dan mundur dalam semangat sportivitas; kemungkinan dia akan melanjutkan konfrontasi. Dia akan meningkatkan ketegangan secara militer dan mencoba memecah belah kita, karena memang ada celah yang bisa dieksploitasi. Situasi kita mirip dengan Husein bin Ali. Kita memiliki sekutu yang pedangnya bersama kita tapi hatinya melawan kita. Ini adalah mereka yang setuju dengan Putin dalam proyek tertentu, yaitu regenerasi despotism di Suriah dibawah topeng sistem demokrasi rusak yang hidup dengan cakar Assad. Mereka tak sedih dengan ekspansi Iran-Suriah di Suriah tapi tak senang melihat kenaikan Saudi Arabia sebagai pemimpin regional. Mereka menunjukkan lebih ketidaksukaan lagi kepada aliansi Saudi dengan Turki dan tak senang melihat hubungan tersebut berkembang hari demi hari saat mereka merencanakan masa depan bersama. Bila keseimbangan kekuasaan di kawasan beralih menguntungkan Putin, mereka akan mengungkap jati dirinya dan beralih mendukung sang tsar.

Terakhir, apakah Putin berani melakukan operasi-operasi kotor di Saudi, Qatar atau Turki, seperti yang diminta dilakukan oleh Pravda dan mantan penasihatnya? Akankah ia, misalnya, menargetkan situs tertentu dan mengklaimnya sebagai kamp pelatihan teroris atau gudang senjata untuk Suriah yang memiliki ancaman bagi “kedamaian dunia” dan keselamatan pilot Rusia? Ini adalah bahaya yang harus dipertimbangkan. Mereka menginginkan Eropa untuk tetap diam, yang akan memuaskan keinginan Putin. Orang ini berperilaku seperti seorang pengintimidasi arogan dan tidak sebagai politisi jujur, tapi seharusnya ini tak menjadi kejutan. Lagipula, dia adalah lulusan sekolah kuno intelijen Soviet dan karena itu tidak akan ragu untuk melakukan metode-metode terkotor, seperti pembunuhan mantan presiden Chechen yang mengungsi di Doha pada tahun 2000 atau penghapusan lawan politik di London pada 2006 menggunakan racun dalam cara yang terburuk. Para presiden republik lain juga tidak luput dari kemurkaannya. Dia meracuni seorang mantan 
presiden Ukraina sebagai bagian dari usahanya untuk menundukkan mereka pada Rusia. Ini menuju pada rekayasa pemilu, lalu sebuah revolusi rakyat yang berujung pada sebuah perang sipil yang masih berkobar sampai sekarang. Ini adalah catatan buruk, namun Putin tetap penting dan perlu untuk menghadapinya, juga karena dia memimpin sebuah superpower.

Saya tidak bermaksud melemahkan siapapun. Saya juga tidak menyebut bahwa kita tak dapat menghadapinya. Yang saya maksud adalah kita harus bersiap untuk yang terburuk dan, karena itu, harus berhati-hati. Lebih lanjut, kita sedang dalam pertahanan dan tak bisa menarik diri dari gelanggang Suriah. Dukungan kita kepada revolusi Suriah adalah tindakan pertahanan untuk Negara kita sendiri. Apa yang penting adalah kita menjaga diri saat kita menemukan diri kita wajib berjalan melalui hutan Rusia.



Tokoh Rusia Ini Ingin Hapus Istanbul Dengan Bom Nuklir


Tokoh politik Partai Demokrat Liberal Rusia, Vladimir Zhirinovsky menyerukan Presiden Vladimir Putin untuk menghapus ibu kota Turki, Istanbul. Hal itu sebagai respon atas ditembaknya pesawat Angkatan Udara Rusia, Sukhoi SU-24 di wilayah perbatasan Turki dan Suriah.

Menurut Zhirinovsky, keputusan Turki menembak jet tempur Rusia merupakan tindakan bodoh. Untuk ia, ia mendesak agar Putin meluncurkan senjata nuklir guna menewaskan sembilan juta warga Istanbul.

“Sebuah serangan nuklir dapat menghancurkan Istanbul sangat mudah. Hanya satu bom nuklir di Selat Istanbul akan menyapu bersih kota,” kata Zhirinovsky kepada Moscow Speaking Radio, sebagaimana dilaporkan DailyStar, Sabtu (28/11).

Dengan menembakkan rudal nuklir ke lautan, kata dia, nantinya Kota Istanbul akan terkena banjir bandang. “Ini akan menjadi seperti banjir yang mengerikan, air akan naik menjadi antara 10m dan 15m dan kota akan [banjir],” ujar Zhirinovsky.

“Dan kemudian ada sembilan juta jiwa (tewas),” kata pria yang berpangkat kolonel saat menjadi tentara Rusia tersebut yang melabeli Turki sebagai “musuh nomor satu”.

Kata-kata dingin Zhirinovsky datang sebagai bentuk respon terhadap ancaman Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang memperingatkan Putin untuk tidak “bermain dengan api”.

Hubungan yang memanas antara Rusia dan Turki memunculkan ketakutan yang berkembang di masyarakat dunia tentang kemungkinan terjadinya perang dunia ketiga. (em)