PUTIN FRANKENSTEIN
Setelah
4 tahun memerangi dan membunuhi ratusan ribu rakyatnya sendiri, posisi rezim
Basyar al-Assad semakin terjepit sejak awal tahun 2015. Ibarat efek domino,
kekalahan demi kekalahan terus menyusul dimulai dari kota Idlib hingga Jisr
Syughur, Ariha sampai yang terakhir adalah bandara Abu Zhuhur, serta berbagai
kerugian dalam pertempuran lainnya. Moral tempur bala pasukan Syi'ah
Nushairiyah dan Rafidhah di wilayah utara terus-menerus jeblok, melawan sipil
bersenjata bernama Mujahidin.
Dalam kondisi Assad sakaratul maut, datanglah
Putin dengan mengirimkan jet-jet tempur mulai 30 September, dengan meluncurkan
serangan udara di wilayah yang dikuasai oposisi dan membunuh sebagian besar
warga sipil dan pejuang oposisi. Assad pun dibangkitkan kembali dari maut oleh
si PUTIN FRANKENSTEIN.
Tentu, sebagaimana tokoh-tokoh jahat, kejahatan
mereka dibungkus dengan kamuflase. Dan kamuflase si PUTIN FRANKENSTEIN adalah
memerangi ISIS. Namun pada akhirnya kedok kejahatan mereka terbongkar.
"Mendukung rezim (Assad) yang telah
membunuh 380.000 jiwa di Suriah dan melakukan terorisme yang disponsori Negara,
Putin sedang bermain dengan api,” sebut Erdogan dalam sebuah pidato di provinsi
Bayburt, Jumat (27/11).
"Rusia selama ini berdalih terbang di atas
langit Turkmen untuk gempur ISIS, tapi saya katakan daerah tersebut bukan
kekuasaan ISIS melainkan kekuasaan mujahid Suriah anti Assad, dan ini bukti
nyata siapa musuh Rusia sebenarnya di Suriah." Tegas Erdogan.
Putin
mau apa?
Dimata
masyarakat Arab, Presiden Turki dinilai memiliki rekam jejak dan reputasi yang
baik, khususnya dimata masyarakat arab yang baik-baik, bukan yang bobrok,
sehingga wajar saja bila dunia arab membenarkan apa yang disampaikan Ankara
terkait penembakan pesawat Sukhoi Rusia yang sudah lancang menembus batas
wilayah udara Turki dan tidak mau mendengarkan peringatan yang berulang-ulang.
Dunia sadar bahwa Erdogan benar dan
senantiasa berpihak kepada kebenaran, selalu membela kemanusiaan. Kita semua
juga mengetahui bahwa Putin itu serigala di dunia intelijen, jendral ganas yang
kerjaanya dimana-mana mendukung kedikatatoran.
Kita tidak pernah mendengar kalau Erdogan
suka memborbardir warga tidak berdosa secara semena-semena, atau mendukung
rezim yang menjatuhkan bom barel terhadap anak-anak lemah tidak berdaya, atau
meratakan satu kampung dengan tanah demi menopang seorang teman dikatator biar
enggak tumbang, atau memberikan lahan cuma-cuma kepada militer asing buat
landasan pesawat tempurnya untuk menghujani bom buat negeri kita, atau membantu
siapapun yang ingin menggagalkan arab spring. Semua itu tidak pernah terjadi.
Tetapi, semua kita mengetahui secara haqqul
yakin bahwa tangan Putin berlumuran dengan darah-darah saudara kita di Syiria.
Tangan Putin juga berlumuran dengan darah saudara-saudara kita di Wilayah
Krimea, dan sebelumnya di Cehnya dan Afganistan. Kita sadar benar bahwa
penguasa Kremlin ingin mengembalikan Kekaisaran Rusia yang semena-mena itu ,
tapi paling vokal berbicara tentang perang melawan teroris. Padahal merekalah
pendukung utama dan kepala biangkerok dari semua rezim “yang lebih ISIS dari
ISIS” itu sendiri, meskipun harus menggunakan cara-cara super teror, seperti
saat mereka menjatuhkan pesawat sipil milik Rusia sendiri di Sinai beberapa minggu
yang lalu. Musibah penjatuhan pesawat sipil itu sangatlah menyedihkan hati
masyarakat arab awam ketimbang Kaisar Rusia dan para tuan-tuan demangnya yang
tidak lain lain adalah dikator-diktator kecil arab yang pastinya tidak perlu
merasa sedih sama sekali, karena itu ulah mereka sendiri untuk tujuan politik
tertentu.
Tidak benar, kalau Rusia datang ke negeri
kita untuk memerangi teroris. Yang tepat dan yang lebih valid adalah:
kedatangannya ke arab untuk mengambil jatah keuntungan pada proyek melawan
teroris. Proyek ini sangat menguntungkan semua pihak kecuali bangsa arab
sendiri. Kita tidak akan salah jika menyimpulkan bahwa mereka sengaja
menciptakan ISIS dan memeliharanya dengan baik lalu melepaskannya dan
mengirimkannya ke rumah-rumah kita sebagai pegawai mereka buat “memerah susu
ternak kita” secara paksa, dan menguras sumur-sumur ladang minyak kita, lalu
memaksa kita untuk menerima pemerintahan ISIS ciptaan mereka yang bertugas
untuk mengangkangi “arab spring” kita yang sudah patah tulang.
Saya pernah mengatakan bahwa Rusia dan
China adalah dua negara yang sangat tidak suka dengan “arab springs” secara
umum, dan sangat benci dengan revolusi Syiria secara khusus, karena jika
pergantian rezim di Syiria terjadi, berarti perombakan secara totalitas pada
stabilitas berbagai hubungan di Timur Tengah secara keseluruhan.
Seperti hasil riset yang dikeluarkan oleh
“Centre For Arab Unity Studies” setelah meletusnya berbagai revolusi di tanah
arab pada tahun 2011 yang mengatakan bahwa semangat arab spring ternyata sudah
merembes sampai Rusia pada saat pemilu 2011, dimana Partai Putin mengalami
kemunduran pada capaian hasil pemilunya, plus berbagai demo meletus secara
luas, baik di Moskow maupun di kota-kota lainnya dalam rangka menolak hasil
pemilu yang dinilai curang oleh rakyat Rusia. Sementara itu, -sejak meledaknya
arab spring- China juga saat itu melakukan operasi pembungkaman secara serius
dan keras terhadap rakyatnya, , dimana kata-kata “revolusi yasmin” atau
revolusi penjatuhan rezim Tunisia, “arab spring”, “Egypt”, dan “Tahrir Square”
adalah kata-kata terlarang untuk dicari di mesin pencari di internet, di China.
Salah besar, ketika beberapa markas studi
di arab pernah memperkirakan pada tahun 2011 yang lalu, bahwa Rusia tidak akan
ikut campur membela rezim Basyar sampai titik darah penghabisan meskipun Moskow
memiliki hubungan kuat dengan Basyar di bidang keamanan, dimana Rusia adalah
satu-satunya yang memiliki pangkalan angkatan laut Mediterania tepatnya di kota
Tartus-Syiria. Waktu itu banyak yang melihat bahwa kepentingan startegis utama
Rusia ada di Eropa Timur dan Asia Tengah, berikut berbagai kepentingan dagang
dengan negara-negara Barat dan negara-negara di Timur Tengah. Dengan Demikian
Rusia akan membela rezim Basyar tapi tidak untuk selama-lamanya. Dan Basyar
akan menarik dukungannya bila sudah terjadi pembunuhan dan perang secara
besar-besaran, atau bila rezim sudah terlihat sangat lemah dan kehilangan
kontrol.
Sekarang, perang berkecamuk dengan
sadisnya, pembunuhan dimana-mana, sungai darah rakyat Syiria meluap dengan
derasnya, rezim Syiria sudah lemas lunglai dan itu terlihat secara kasat mata.
Lalu mengapa Moskow tidak berlepas tangan dan tidak membiarkan Basyar masuk
neraka sendirian? Mengapa pula Moscow ikut-ikutan terjun ke neraka?
Sepertinya, Putin merasa punya kekuatan
lebih yang membuatnya tergoda untuk bertualang dan pamer kekuatan, dalam rangka
mengetes kemampuan pihak-pihak lain untuk menghadapi Rusia. Namun yang jelas,
Putin sangat yakin bahwa banyak pihak tidak serius dalam membantu rakyat-rakyat
yang ingin memerdekakan diri dari pemerintahan-pemerintahan diktator.
Bisa dikatakan bahwa titik awal perubahan
sikap Rusia adalah ketika dunia menunggu serangan militer Amerika terhadap
pasukan rezim Syiria setelah pembantaian Ghouta dengan bom kimia (https://en.m.wikipedia.org/wiki/Ghouta_chemical_attack) pada Agustus 2013 yang sudah membunuh
hampir 1500 nyawa manusia tak berdosa dengan menggunakan Gas VX, namun Obama
kebanyakan mikir sampai akhirnya mendengkur tertidur, dan pas bangun tau-taunya
ISIS sudah keluar dari kepompongnya untuk dihadiahkan kepada rezim-rezim. ISIS
yang super teror dan doyan mandi darah.
Putin petantang-petentang di negeri kita bukan karena benci dengan
teroris dan ingin melumpuhkannya, melainkan karena Putin sangat cinta dengan
kediktatoran dan ingin mengukuhkan ketiranian dan sangat benci dengan
“Democracy Spring” di Timur Tengah.
Oleh karena itu, jet-jet tempurnya akan
terus berjatuhan, Putin akan terus melanjutkan tipuan-tipuannya, dan
bangsa-bangsa kita akan tetap melanjutkan perlawanan dalam rangka
mempertahankan hak hidup kita dan hak kita untuk merdeka.
Penulis: Syafruddin Ramly
(*/arrahmah.com)