Arab Saudi Pimpin Aliansi Militer 34 Negara Islam
Melawan Terorisme, Iran Tidak Termasuk dalam Daftar
Posted on December 15, 2015 by tabayyunnews
Pemerintah Kerajaan Arab
Saudi mengumumkan pembentukan “koalisi militer Islam” untuk memerangi
terorisme. Sebanyak 34 negara Muslim mendeklarasikan “Koalisi Militer
Islam” pada Selasa (15/12). Koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan bermarkas di
Riyadh ini bertujuan memerangi seluruh kelompok “teroris”.
Kantor Berita Saudi
Arabiyah (SPA) menjelaskan, koalisi ini dibentuk berdasarkan kesepakatan KTT
OKI (Organisasi Kerjasama Islam/organization of islamic conference) dalam
masalah pemberantasan terorisme. SPA menambahkan, aliansi Militer Islam pertama
ini akan melindungi seluruh bangsa dari kejahatan dan organisasi “teroris”
bersenjata, yang membunuh dan merusak kehidupan dunia. Serta mengganggu
kenyamanan dan keamanan.
Secara lengkap
negara-negara “koalisi Islam” itu adalah, Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), Pakistan, Bahrain, Bangladesh, Benin,
Turki, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia,
Gabon, Guinea, Palestina, Republik Federal Islam Komoro, Qatar, Cote d’Ivoire,
Kuwait, Libanon, Libya, Maladewa,
Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Niger, Nigeria dan Yaman.
“Negara-negara yang disebutkan di sini telah memutuskan pada
pembentukan aliansi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi untuk memerangi
terorisme, dengan pusat operasi gabungan yang berbasis di Riyadh untukberkoordinasi dan mendukung operasi
militer,” demikian pengumuman
Saudi yang disiarkan kantor berita Saudi Press Agency (SPA).
“Koalisi memiliki kewajiban
untuk melindungi negara Islam dari kejahatan semua kelompok teroris dan
organisasisekte apapun dan nama-nama mereka yang
mendatangkan maut dan kerusakan di muka
bumi serta yang bertujuan untuk meneror
orang yang tidak bersalah,” lanjut pengumuman itu, yang dilansir Selasa (15/12/2015).
Iran yang menganut
Syiah, tidak ikut serta dalam koalisi itu. Absennya Iran dari daftar negara
Islam yang memerangi terorisme ini merepresentasi persaingan dua kekuatan
regional di Timur Tengah, yang memengaruhi situasi politik dan keamanan di
sejumlah negara, termasuk Suriah dan Yaman dan membuka kedok Siapa Sebenarnya
Iran dimata Negara Islam, khususnya di Timur Tengah.
Dalam konferensi pers
yang jarang digelar pada Selasa (15/12), putra mahkota Saudi, Mohammed bin
Salman, 30, yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan menyatakan bahwa
kampanye akan “mengkoordinasikan” upaya untuk memerangi terorisme di Irak,
Suriah, Libya, Mesir dan Afghanistan, tapi menawarkan beberapa indikasi konkret
soal kemungkinan upaya militer dilanjutkan.”
“Akan ada koordinasi
internasional dengan negara-negara besar dan organisasi internasional, dalam
hal operasi di Suriah dan Irak. Kita tidak dapat melakukan operasi ini tanpa
berkoordinasi dengan masyarakat internasional,” kata Salman tanpa menjelaskan
lebih lanjut.
Ketika ditanya apakah
koalisi militer akan fokus hanya pada kelompok militan ISIS, Salman menyatakan
koalisi ini siap menghadapi bukan hanya ISIS tetapi juga “organisasi teroris
yang muncul di depan kami.” (DH)
Alasan Saudi Tak Ajak Iran
ke Koalisi Anti-Teroris
Selasa, 15 Desember 2015
- 15:47 wib
Iran dilaporkan menjadi
satu-satunya negara yang tidak ikut dalam koalisi anti-teroris baru pimpinan
Arab Saudi yang terdiri dari 34 negara Islam di Asia, Timur Tengah, dan Afrika.
Di antara negara-negara
Timur Tengah lainnya, Pemerintah Saudi tidak mengajak Iran untuk masuk dalam
koalisi internasional untuk memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Hal itu
disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) Saudi, Mohammed bin Salman.
“Saya pikir tindakan
Iran yang masih dicurigai sebagai negara yang turut membantu kelompok radikal
(Houthi) untuk menguasai pemerintahan sah di Yaman menjadi faktor besar mengapa
Iran tidak masuk dalam koalisi internasional ini,” ujar Menhan Salman,
sebagaimana dilansir BBC, Selasa (15/12/2015).
“Pembentukan koalisi
internasional yang baru ini berangkat dari kekhawatiran dan kewaspadaan
negara-negara Islam dalam memerangi penyakit (radikalisme yang mengatasnamakan
Islam) ini, yang jelas sudah merusak dunia Islam,” sambungnya.
Sebagaimana diberitakan,
34 negara yang tergabung dalam koalisi internasional baru untuk memerangi
terorisme ini memang terpisah dari tim koalisi besutan Pemerintah Amerika
Serikat (AS).
Meski begitu, koalisi
pimpinan Saudi ini tetap akan berkoordinasi dengan koalisi pimpinan AS dan
organisasi internasional lainnya.
Negara-negara yang sudah
pasti bergabung dalam koalisi anti-teroris ini, antara lain Mesir, Qatar, Uni
Emirat Arab (UEA), Turki, Malaysia, Pakistan, dan beberapa negara di koalisi
Teluk, serta negara-negara Afrika.
Pujian Global Untuk Kepemimpinan Saudi Dalam
Upaya Menyelesaikan Konflik Suriah
Posted on December 14, 2015 by tabayyunnews
Pujian Global Untuk
Kepemimpinan Saudi Dalam Upaya Menyelesaikan Konflik Suriah
NEW YORK: Sekretaris
Jenderal PBB Ban Ki-moon telah memuji Arab Saudi atas upaya dan kepemimpinan
dalam mengadakan konferensi oposisi Suriah di Riyadh sebagai hal yang
konstruktif, juru bicara Sekjen PBB menyampaikan dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan Sekjen
PBB juga menyoroti pentingnya menjaga momentum positif dari upaya International
Syrian Support Group (ISSG), yang memungkinkan untuk mencapai
kemajuan dan meluncurkan negosiasi politik yang kredibel antara pihak di
Suriah pada bulan Januari untuk melaksanakan kesepakatan Geneva 2012 dan
Pernyataan ISSG Wina.
Menteri Luar Negeri AS
John Kerry, berbicara di Paris sebelumnya, mengatakan pembicaraan Riyadh
tampaknya “sangat konstruktif” dan membuat kemajuan.
“Saya pikir semua orang
ingin secepatnya bergerak ke arah menuju ke proses politik,” katanya.
“Jadi kami membuat
kemajuan, tapi kami juga memiliki beberapa masalah yang sulit untuk
diselesaikan.” katanya.
Pertemuan Riyadh terjadi
di tengah meningkatnya konflik di Suriah dan diplomasi dipercepat untuk
menemukan solusi politik untuk mengakhiri perang.
Negara besar sepakat di
Wina bulan lalu untuk menghidupkan kembali upaya diplomatik untuk mengakhiri
perang, menyerukan pembicaraan damai yang akan dimulai pada bulan Januari
dan pemilu dalam waktu dua tahun.
Kabinet Saudi memuji
ketajaman Kerajaan dalam upaya memecahkan krisis Suriah melalui cara-cara
politik berdasarkan dari deklaras Jenewa I.
AS menyambut baik
kesepakatan Riyadh tetapi memperingatkan bahwa beberapa masalah tetap harus
diselesaikan antara pasukan oposisi jika pembicaraan damai yang didukung PBB
ingin dilanjutkan minggu depan.
Berkumpul di Riyadh
untuk pembicaraan besar pertama di antara berbagai faksi politik dan
bersenjata, perwakilan menyetujui kerangka kerja untuk negosiasi yang didukung
oleh kekuatan dunia.
Namun kelompok oposisi
bersikeras bahwa Assad dan para pengikutnya
harus dilucuti kekuasaannya sebagai syarat untuk dimulainya masa
transisi yang disepakati dalam pembicaraan di Wina. (Arab News)
Middle EAST Update
Malaysia Masuk Dalam Aliansi Militer 34 Negara
Dunia Berbasis Islam, Indonesia Tidak Dianggap
Selasa,
4 Rabiul Awwal 1437 H / 15 Desember 2015 15:30 WIB
Arab Saudi menggandeng
negara negara yang berlatar belakang Islam membentuk aliansi militer Islam guna
memerangi terorisme. Di aliansi tersebut terdapat 34 negara, baik dari kawasan
Teluk, Afrika maupun bagian Asia lainnya.
Seperti dikutip RT ke-34 negara tersebut di antaranya, Arab
Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Bahrain, Bangladesh, Benin, Turki,
Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia, Gabon,
Guinea, Palestina, Republik Federal Islam COmoro, Qatar, Cote d’Ivoire, Kuwait,
Lebanon, dan Libya.
Kemudian disusul
Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Niger, Nigeria serta
Yemen. Namun, di dalam daftar nama tersebut tidak terdapat Indonesia yang
merupakan negara mayoritas Islam terbesar.
“Negara-negara yang
disebutkanya telah memutuskan untuk membentuk aliansi militer yang dipimpin
oleh Saudi guna memerangi terorisme. Markas operasi gabungan ini akan berbasis
di Riyadh untuk mengkoordinasi serangan,” ujar kantor berita Saudi SPA dalam pernyataannya.
Di bawah, Raja Salman,
Saudi sangat aktif di dalam kebijakan politik luar negeri. Mereka terlibat
dalam operasi di Yaman, dan baru-baru ini Saudi mengumpulkan oposisi Suriah di
Riyadh.
Anehnya, Indonesia yang
selama ini gembar-gembor sebagai negeri mayoritas umat Islam dunia malah tidak
diangap penting untuk dimasukkan ke dalam Aliansi Militer Negeri Islam ini.
Apakah karena Indonesia sekarang tengah dirundung krisis pemimpin yang
sangat parah sehingga tidak dianggap? (ts)
Berikut 3 Syarat untuk Sukseskan Misi Aliansi
Militer Islam Perangi Terorisme
Mohammad Alhodaif, akademisi ternama di Arab
Saudi. (pbs.twimg.com)
Mohammad Alhodaif,
seorang akademisi ternama asal Arab Saudi melalui akun twitternya memberikan 3
syarat apabila Aliansi Militer Islam ingin sukses menjalani misinya.
Aliansi militer yang baru dibentuk pada hari Selasa (15/12/2015) kemarin ini
memiliki misi untuk memerangi terorisme.
Seperti dilansir
laman Islammemo.cc, Alhodaif melalui kicauannya di Twitter
menuliskan, “Aliansi Militer Islam dalam memerangi teroris akan sukses
dengan 3 syarat ini, pertama, jangan sertakan Iran dan agen-agennya masuk ke dalam aliansi ini, kedua, jangan mengidentikan terorisme sebagai bagian dari Islam, ketiga, memperjelas istilah dari terorisme itu
sendiri.”
Sebagaimana yang
diberitakan sebelumnya, baru-baru ini Kerajaan Arab Saudi mengumumkan
pembentukan Aliansi Militer Islam yang terdiri dari 34 negara. Aliansi yang
diketui oleh Arab Saudi ini bertujuan agar setiap anggotnya saling
bahu-membahu dalam memerangi terorisme. (Baca: 34 Negara Bentuk Aliansi Militer Islam)
(msy/dakwatuna)
Redaktur: M
Syarief
Politikus
Senior Kuwait Minta Aliansi Militer Islam Sasar Syiah Iran Sebagai Biang
Kejahatan di Timur Tengah
Rabu, 5
Rabiul Awwal 1437 H / 16 Desember 2015 13:00 WIB
Mantan anggota parlemen Kuwait, Walid Tabtabai,
mengingatkan Raja Salman dan Arab Saudi yang baru saja membentuk Aliansi
Militer Islam untuk menyasar Syiah Iran dan rezim Bashar Al Assad yang menjadi
biang kekacauan di Timur Tengah setelah Zionis Israel.
Pernyataan
ini dikatakan Walid Tabtabai dalam akun Twitter miliknya menanggapi pembentukan
Aliansi Militer Islam yang terdiri dari 34 negara dengan kantor pusat di
ibukota Riyadh pada hari Selasa (15/12) kemarin.
“Aliansi
Militer Islam wajib menyasar biang kejahatan Syiah Iran dan turunannya Bashar
Al Assad di Suriah,” tulis Walid dalam kicauannya di Twitter.
Disisi lain,
Menlu Arab Saudi Adil Al Jubeir dalam konferensi persnya mengatakan bahwa tidak
menutup menutup kemungkinan bagi Aliansi MIliter Islam untuk mengirimkan
pasukan darat melawan Negara Islam, jika nantinya dirasa perlu seperti di
Yaman.
Berikut
daftar negara-negara yang bergabung dengan Aliansi Militer Islam pada hari
Selasa kemarin; Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Bahrain, Bangladesh,
Benin, Turki, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone,
Somalia, Gabon, Guinea, Palestina, Republik Federal Islam COmoro, Qatar, Cote
d’Ivoire, Kuwait, Lebanon, dan Libya.
Kemudian
disusul Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Niger, Nigeria
serta Yaman. (Rassd/Ram)
Ini
Alasan Saudi Tak Ikutkan Iran dalam Koalisi Militer Islam
Penasihat Departemen Pertahanan Arab Saudi, Brigadir Jenderal Ahmad
Asiri, mengungkapkan alasan Iran tidak diikutsertakan dalam “Koalisi Militer
Islam” untuk memerangi teroris yang dibentuk Arab Saudi Senin lalu. Iran
dianggap mendukung terorisme dan memusuhi negara-negara Arab.
“Bergabungnya Iran ke dalam
Koalisi Militer Islam yang diumumkan baru-baru ini tergantung kesediaan Iran
menghentikan permusuhannya terhadap negara-negara Arab dan Islam serta
dukungannya terhadap teroris,” kata Asiri seperti dinukil Al-Arabiya dari koran
Ar-Riyadh, Rabu (16/12).
Pernyataan ini disampaikan Asiri
kepada wartawan di Kairo, Selasa (15/12). Saat itu, Asiri bersama delegasi
Saudi lainnya menggelar pertemuan dengan para pejabat Mesir.
Asiri mengatakan, saat ini kami
berbicara tentang operasi memerangi teroris. Jika Iran ingin bergabung dalam
koalisi ini, dia harus menghentikan operasi di Suriah dan Yaman. Begitu juga,
tambahnya, Iran harus menghentikan tindakan-tindakan mendukung teroris di
Lebanon dan Iraq.
“Semua ini adalah milisi-milisi
yang diciptakan oleh Iran,” jelasnya menegaskan.
“Langkah pertama yang harus
dilakukan Iran sebelum bergabung koalisi menghentikan permusuhan terhadap
negara-negara Arab dan Islam,” tegasnya lagi.
Seperti diketahui, Iran termasuk
negara yang tidak tercantum dalam Koalisi Militer Islam kendati Iran anggota
Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Dari 57 negara anggota OKI, 34 lainnya
bergabung dalam koalisi yang dipimpin Arab Saudi itu. Sementara sisanya ada
yang mendukung namun tidak ikut bergabung dan sebagian menolak bergabung.
Sumber: Al-Arabiya
Penulis: Hunef Ibrahim
Saudi ke Iran: Kalau
Mau Gabung Koalisi, Berhenti Ancam Negara-negara Arab dan Muslim
Jumat 6 Rabiulawal 1437 / 18
December 2015 06:20
ARAB Saudi
bersama 34 negara mayoritas berpenduduk muslim telah membentuk koalisi militer
baru untuk melawan terorisme.
Dari jumlah itu, tidak ada Iran sebagai anggotanya.
Jika Iran ingin bergabung, Saudi sudah menetapkan syarat mutlak kepada negara
Syiah ini yaitu berhenti mengancam negara-negara Arab dan Muslim.
Hal itu
disampaikan oleh Brig. Jenderal Ahmed Al-Assiri, penasihat kementerian
pertahanan dan juru bicara koalisi Arab untuk perdamaian Yaman. Demikian
dilansir Arab News, Kamis (17/12/2015).
“Kita sekarang berbicara soal tindakan untuk
mengalahkan teror dan jika Teheran bersedia untuk menjadi bagian dari koalisi
ini, mereka harus berhenti campur tangan di Suriah dan Yaman dan berhenti
mendukung terorisme di Lebanon dan Irak,” tandas Al-Assiri. [sa/islampos]
Ratusan Demonstran Kutuk
Iran di Depan Kantor PBB
30 Sep 2015 09:18
New York – Ratusan orang menggelar demonstrasi di depan
kantor pusat PBB di New York, AS, di saat konferensi Majelis Umum PBB yang 70.
Mereka mengutuk kebijakan politik dan intervensi Iran dalam urusan
negara-negara Arab.
Aksi yang dilakukan pada Selasa (29/09) bertepatan dengan
pidato Presiden Iran Hassan Rauhani di hadapan peserta konferensi.
Dilansir dari Al-Jazeera, para demonstran adalah aktivis dan
oposisi Iran, Suriah dan Yaman. Kendati demo ini digelar setiap tahun oleh
aktivis, namun kali ini pesertanya lebih banyak dan dari berbagai warga negara.
Demonstran mengangkat slogan-slogan mengutuk dukungan Iran
terhadap organisasi-organisasi zalim di Suriah dan Yaman. Begitu juga, dukungan
Iran terhadap faksi-faksi bersenjata yang membuat kerusuhan di negara Arab.
Mereka menuduh Iran berada di balik kekacauan dan kerusakan
di Suriah, Yaman dan Iraq. Segala peran rezim Iran dalam menyelesaikan
kekacauan itu harus ditolak.
Para demonstran juga mendesak PBB mengakhiri kebijakan Iran
di wilayah Arab. Iran harus dipaksa untuk tidak mengganggu urusan negara
tetangga.
Sementara itu, Rauhani dalam pidatonya menyampaikan tentang
pecahnya krisis di lebih dari satu negara Arab. Menurutnya, krisis itu lebih
buruk karena ada campur tangan militer negara lain.
Sumber: Al-Jazeera
Penulis: Hunef Ibrahim
PBB Kutuk Pelanggaran HAM di Iran
dan Korut
Tolak Ajakan Saudi Lawan Teroris, Jokowi Ternyata Sudah Berkoalisi Dengan Iran
Kamis,
6 Rabiul Awwal 1437 H / 17 Desember 2015 12:00 WIB
Sebanyak
34 negara berpenduduk mayoritas muslim membentuk aliansi militer untuk
memerangi terorisme, Selasa (15/12/2015). Aliansi ini dipimpin Arab Saudi dan
berpusat di Riyadh.
Namun,
di dalam daftar nama tersebut tidak terdapat Indonesia yang merupakan negara
mayoritas Islam terbesar. Indonesia menganggap pembentukan aliansi bertentangan
dengan Undang-Undang dan menolak ajakan Arab Saudi untuk bergabung dalam
aliansi.
Juru
bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Armanatha Nasir menyatakan bergabung
dalam aliansi Negara Islam dan koalisi militer internasional tidak sejalan
dengan Undang-Undang Indonesia.
“Ini
sejak awal tidak sejalan dengan Undang-Undang,” kata Arrmanatha Nasir seperti
yang dilansir ROL pada Selasa (15/12).
Menurut
dia, dua hari lalu, Arab Saudi menawarkan pada Indonesia melalu Menteri Luar
Negeri Retno Marsudi untuk bergabung dengan rencana pembentukan Center for
Counter Extremism and Terorism. “Saat itu, yang ditawarkan adalah sebuah
Center,” kata Arrmanatha Nasir.
Selain
Indonesia, Iran juga tidak masuk dalam daftar aliansi pimpinan Saudi ini.
Dari
penelusuran, ternyata Indonesia dan Iran sudah menjalin kerjasama tersendiri
untuk memerangi terorisme.
Berikut
kutipan berita dari KOMPAS bulan April lalu:
Indonesia-Iran
Jalin Kerja Sama Perangi Terorisme
Pemerintah
Indonesia bersama Pemerintah Iran berkomitmen untuk melakukan perang terhadap
segala aksi terorisme dengan kerja sama yang erat antar-kedua negara.
Demikian
kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo
dan Presiden Iran Hassan Rouhani di sela-sela acara Konferensi Asia Afrika
2015, di Jakarta Convention Center, Kamis (23/4/2015).
“Dua
negara sepakat bahwa kekerasan yang dilakukan atas nama agama oleh kelompok
teroris harus diberantas dengan kerja sama yang erat antar-negara,” ujar
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto seusai pertemuan.
Andi
mengatakan, kedua negara, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam
moderat, juga sepakat memperkuat kerja sama, terutama di bidang kebudayaan.
Sebelumnya,
Presiden Jokowi dan Presiden Hassan Rouhani sama-sama menyinggung soal perang
melawan terorisme. Secara khusus, mereka menyebut masalah keberadaan Negara
Islam Irak dan Suriah (ISIS).
http://nasional.kompas.com/read/2015/04/23/10463381/Indonesia-Iran.Jalin.Kerja.Sama.Perangi.Terorisme
(ts/pkspiyungan)
TEMUI
PRESIDEN IRAN, ALWI SHIHAB TEGASKAN KOMITMEN INDONESIA LAWAN TERORISME
SENIN,
16 MARET 2015 , 10:35:00 WIB
Iran dan Indonesia sepakat untuk
bekerjasama melawan ekstrimis dan terorisme yang mengatasnamakan Islam.
Hal itu
ditegaskan oleh Presiden Iran Hassan Rouhani saat bertemu dengan utusan khusus
Presiden untuk Timur Tengah Alwi Shihab
pada Minggu (15/3) di Tehran.
Dalam
pertemuan itu, Rouhani menyebut bahwa Tehran dan Jakarta sudah semestinya
memainkan peran penting dalam melawan fenomena suram terorisme dan kekerasan
dengan cara mempromosikan islam dengan cara yang nyata dan moderat.
Bukan
hanya itu, Rouhani juga memuji posisi Indonesia sebagai negara berpenduduk
Muslim terbesar di dunia yang memiliki hubungan persahabatan dan persaudaraan
dengan Iran. Kata Rouhani, kedua negara bisa mengambil keuntungan dari latar
belakang budaya bersama untuk memperluas hubungan.
Ia juga
menyebut bahwa Tehran akan berupaya untuk memperluas kerjasama ekonomi dengan
Jakarta.
Sementara
itu, seperti dimuat Press TV, di hadapan Rouhani, Alwi menyoroti soal peran
inspirasional Iran dalam memerangi hegemoni kekuasaan global. Kata Alwi, rakyat
Indonesia selalu mendukung Revolusi Islam Iran.
Ia pun
menegaskan bahwa Indonesia siap untuk meningkatkan hubungan saling
menguntungkan dengan Iran.
Dalam
kesempatan itu, Alwi juga menyampaikan surat undangan dari Presiden Indonesia
Joko Widodo yang mengundang Rouhani untuk ikut berpartisipasi dalam peringatan
Konferensi Asia Afrika ke-60 di Bandung dan Jakarta pada 19 hingga 24 April
mendatang. [mel]
Pakistan
Sambut Seruan Arab Saudi Bergabung Dengan Aliansi Militer Islam
zahid – Jumat, 18 Desember 2015 13:30
WIB
Kamis 17 Desember 2015, pemerintah
Pakistan melalui Menteri Luar Negeri Hakim Khalilullah mengkonfirmasi
partisipasi mereka dalam Aliansi Militer Islam yang barus aja dibentuk Kerajaan
Arab Saudi pada hari Selasa (15/12) kemarin.
“Ya kami berpartisipasi bersama
Arab Saudi dalam Aliansi Militer Islam yang bertujuan untuk memerasngi
terorisme,” ujar Menlu Hakim Khalillullah kepada wartawan di ibukota Islamabad.
Menlu Hakim Khalillullah
melanjutkan, “Kami akan meminta penjelasan dari Kerajaan Arab Saudi untuk mengetahui
sejauh mana partisipasi kami dalam berbagai kegiatan aliansi ini, dan tentunya
akan membutuhkan waktu.”
Perlu diketahui bahwa
Pakistan adalah salah satu negara penduduk Muslim yang selama ini cenderung
mengkritik intervensi militer asing ke suatu negara, khususnya Amerika Serikat
di kawasan Timur Tengah.
Tercatat ada 34 yang
dinyatakan bergabung dalam aliansi baru dunia Islam yang berpusat di ibukota
Arab Saudi, Riyadh.
Penjajahan Zionis Israel
terhadap Al Aqsha dan Palestina, serta konflik di Irak dan Suriah menjadi 2
tantangan awal Aliansi Militer Islam di awal pendiriannya. (Rassd/Ram)
Habib Zein: Hampir Tak Ada Negara Aman Berhubungan dengan Syiah
Senin, 14 Desember 2015
- 14:57 WIB
Menurut A’wan Syuriah
PWNU Jawa Timur ini, Syiah tidak hanya berbahaya bagi agama, juga berbahaya
bagi bangsa dan Negara karena doktrin Imamah
A’wan Syuriah PWNU Jawa Timur, Habib Achmad bin Zein Alkaf menganggap saat
ini sedang terjadi pemurtadan secara massif di Indonesia, baik dari agama Islam
ke agama lain maupun “permurtadan” dari agama Islam ke aliran-aliran sesat.
“Aliran-aliran sesat ini
masuk dari berbagai Negara, dengan tujuan akan mengubah iman kaum muslimin.
Kalau iman sudah rusak, otomatis persatuan dan ukhuwah Islamiyah akan rusak
pula,” ujarnya pada Muhadloroh Ilmiah dengan tema “Pererat Ukhuwah Perkokoh
Aqidah Ummah” di Masjid Manarul Ilmi Kampus Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS) Surabaya, Ahad, (13/12/2015).
Namun, menurut Habib
Zein, di antara sekian banyak aliran yang masuk ke Indonesia, Syiah dinilai
sebagai yang paling berbahaya. Dikarenakan selain ajarannya yang bertentangan
dengan Al-Quran dan hadits, juga karena didukung oleh satu Negara yang kaya.
“Mereka mampu melobi
tokoh-tokoh kita, ada yang didatangi ada juga yang diundang ke Iran, yang
memerlukan dana mereka bantu, baik untuk pribadi maupun organisasinya,
pelajarnya diberikan beasiswa belajar di sana, sewaktu pulang akidahnya
berubah,” jelasnya.
Olehnya, Ketua Majelis
Syuro Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) ini menilai bahwa Syiah tidak hanya
berbahaya bagi agama, juga berbahaya bagi bangsa dan Negara, diisebabkan salah
satunya adalah doktrin yang juga termasuk rukun iman Syiah, yakni Imamah.
Dimana mereka diharuskan patuh dengan pimpinan mereka di Iran.
“Sudah banyak contoh
bagaimana Syiah memberontak di negara-negara Timur Tengah. Hampir tidak ada
satu Negara di dalam keadaan aman apabila Negara tersebut berhubungan dengan
Syiah,” ungkapnya.
Untuk itu, Habib Zein
meminta pejabat dan aparat untuk tegas dalam menyikapi persoalan Syiah ini,
demi menjaga stabilitas yang telah diciptakan pemerintah.
“Apabila aparat dan
pejabat tidak mengambil sikap yang lebih tegas, maka kami khawatir dalam
beberapa tahun lagi, apa yang terjadi di Timur Tengah juga akan terjadi di
Indonesia,” terangnya.
“Jangan pura-pura tidak
tahu dan menutup mata. Jangan menunggu hal-hal yang tidak diinginkan baru
bertindak,” pungkasnya.
Kegiatan Muhadloroh
Ilmiah ini sendiri diselenggarakan oleh Majelis Intelektual dan Ulama Muda
Indonesia (MUIMI) Jawa Timur dan Lembaga Dakwah Kampus Jamaah Masjid Manarul
Ilmi (JMMI) Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.*
Rep: Yahya G. Nasrullah
Editor: Cholis Akbar
“Eh… Kok Malah Iran Diajak Kerjasama Berantas Teroris dan Radikalisme?”
Jumat, 24 April 2015
(10:31)
Presiden Joko Widodo dan
Presiden Republik Iran Hassan Rouhani bersepakat untuk melakukan kerjasama
pemberantasan radikalisme dan terorisme, pada Kamis (23/04/2015). Hal itu
dilakukan di sela acara Konferensi Asia Afrika 2015, di Jakarta Convention
Center. Dengan kerjasama tersebut, kedua negara akan segera mengaktifkan lagi
Komisi Bersama (SKB) kedua negara untuk pemberantasan radikalisme dan
pengentasan terorisme dengan mengedepankan sisi kebudayaan dan agama, serta
melalui kerjasama tukar informasi untuk mengatasi terorisme.
Kerjasama antara
Indonesia dan Iran untuk memberantas terorisme itu pun menuai banyak kecaman.
“Eh… kok malah Iran diajak kerjasama untuk memberantas teroris dan
radikalisme?,” tulis Jonru di facebooknya
Kritikan serupa
dilontarkan oleh anggota Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat Dr. H.
Abdul Chair Ramadhan, SH. Menurutnya, kerjasama terlalu tergesa-gesa dan akan
lebih banyak membawa mudharat dibanding kebaikannya.
“Kita harus paham dulu,
apa pengertian radikalisme dalam pikiran Iran. Bagi Iran yang Syiah, semua yang
melawan usaha-usaha syiahisasi dinilai intoleran dan takfiri. Jika takfiri akan
melahirkan gerakan radikal. Dan gerakan radikal bisa berujung tindakan
terorisme, begitu cara pikir Iran,” jelas Abdul Chair Ramadhan, lansir Hidayatullah.
Sementara sejumlah
netizen ikut menyesalkan kerjasama tersebut. Seperti netizen Usman Akadir yang
berkomentar, “Sekarang syiah merasa diatas angin…inilah akibatnya kalau
presiden gak ngerti agama…”
Sedang netizen Harto
Indrawan mengungkapkan “Itulah salah satu alasan saya dari dulu kurang suka
dengan jokowi, karena ada syiah dibelakang jokowi.”
INDONESIA “GATAL” RADIKALISME
Ketika cahaya Islam
mulai menerangi pelosok bumi, melalui seorang rasul nan agung, Muhammad
saw. seluruh jiwa insan memperoleh nuur hidaayah (petunjuk)
dan nuur sa’adah (kebahagiaan). Pada saat itu musuh-musuh
Islam tidak dapat menyembunyikan rasa jengkel dan marahnya, manakala berhadapan
dengan umat Islam, bukan karena kezalimannya tetapi karena kewibawaan dan
keteguhan aqidah yang terhujam di dalam kalbu setiap insan beriman. Umat Islam
ketika itu menunjukkan loyalitas dan komitmennya yang tinggi kepada Islam,
dengan cara menyerahkan segala aktivitas kehidupannya hanya kepada Allah
semata.
Kini umat Islam mulai
dipandang sebelah mata oleh musuh-musuhnya, bukan karena jumlah yang sedikit
atau prinsip-prinsip ajarannya yang berubah, tetapi karena umat Islam mulai
meninggalkan komitmennya, dan membuang jauh aqidah islamiyyah dari dalam dirinya.
Sedangkan musuh-musuh Islam senantiasa ingin menjatuhkan umat Muhamad ke dalam
lembah kehinaan dengan segala cara yang mampu mereka lakukan. Berbagai taktik
dan strategi mereka pergunakan. Gagal melalui penjajahan fisik dan serangan
militer, mereka berusaha menjajah pemikiran umat Islam, secara politis maupun
ekonomi, melalui lembaga pendidikan yang sengaja mereka dirikan. Bahkan mereka
berusaha menguasai jaringan teknologi informasi untuk menciptakan image dan
membentuk opini publik dengan cara memberikan kesan buruk tentang Islam dan
umat Islam di mata dunia. Salah satu di antara kesan buruk yang dibentuk itu
bahwa Islam adalah agama yang mentolelir kekerasan dan kekejaman, melalui
ungkapan bahasa atau label yang mudah diingat oleh masyarakat seperti terorisme,
fundamentalisme, dan radikalisme.
Istilah terorisme
kembali mencuat setelah terjadinya serangan terhadap menara kembar World Trade
Center (WTC) di New York dan Gedung Departemen Pertahanan Amerika Serikat,
Pentagon di Washington Amerika Serikat, 14 tahun silam.
Dengan merujuk kepada
Afganistan, tempat Osama bin Laden menjadi tamu khusus milisi Taleban, pihak AS
dan mereka yang tidak menyukai Islam bertekad menyerang sasaran-sasaran
bernilai strategis di negara yang disebut oleh mereka “menyembunyikan teroris”.
Sejak itu beberapa negara, termasuk Indonesia, menyatakan siap bekerja sama
dengan AS untuk melawan terorisme. Sejak itu pula, terbentuk image(imaji)
seakan-akan pelaku teror ini adalah umat Islam, dan label terorisme,
fundamentalisme, dan radikalisme identik dengan Islam dan umatnya.
Dewasa ini, saat isu
ISIS mencuat, istilah terorisme, fundamentalisme, dan radikalisme kembali
menghangat. Label isme-isme itu telah menjadi hantu yang amat menakutkan,
sekaligus label yang secara serampangan gampang ditudingkan kepada orang atau
kelompok orang, tanpa melihat duduk soal sebenarnya. Saking serampangannya,
hanya karena bersikap tegas terhadap persoalan Bid’ah, misalnya, kini orang
bisa saja dicurigai sebagai penganut, pengikut, bahkan penganjur terorisme,
fundamentalisme, dan radikalisme.
Di Indonesia, labelisasi
isme-isme itu terus “digoreng” tanpa kenal waktu dan event hingga terasa
renyah, tak terkecuali hajat KAA (Konferensi Asia Afrika) ke-60 yang baru lalu.
Di sela-sela acara KAA ke-60 itu, Kamis, 23 April 2015, di Jakarta Convention
Center, Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Republik Iran Hassan Rouhani
sepakat melakukan kerja sama memberantas radikalisme dan terorisme.
Jika kita merujuk
pengertian terorisme dan radikalisme secara netral atau lazim, tentu saja
kesepakatan kerjasama itu sangat membingungkan namun juga menggelikan. Sebab,
definisi terorisme dan radikalisme versi Indonesia—selain ambigu secara
implementatif (penerapan)—sudah pasti berbeda dengan versi Iran.
Dalam pengertian netral
atau lazim, terorisme adalah perbuatan dengan kekerasan yang menimbulkan
kekacauan dan ketakutan pada rakyat. Sedangkan radikalisme adalah paham atau
aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan
cara kekerasan atau drastis. Ketika kepentingan pengguna label “ikut bermain”,
maka secara implementatif kedua label ini seringkali dipisahkan dari makna
lazimnya.
Cerita Alexander Agung
(Alexander The Great) menangkap bajak laut, sangat tepat dijadikan contoh
sebuah tafsir ketika penggunaan label itu di Barat sarat kepentingan.
Alexander: “Mengapa kamu
berani mengacau lautan ? Mengapa kamu berani mengacau seluruh dunia ? Pembajak
menjawab, “Karena aku melakukannya hanya dengan sebuah perahu kecil. Aku
disebut maling, kalian yang melakukannya dengan kapal besar disebut
Kaisar/Raja.” Alexander berkomentar atas jawaban itu, “Sangat bagus dan jitu.”
Dari cerita di atas kita
dapat mengambil pemahaman bahwa istilah terorisme pada umumnya ditujukan untuk
aksi-aksi teror yang dilakukan oleh orang Arab. Sedangkan aksi-aksi oleh Kaisar
(Amerika dan sekutunya) disebut “pembalasan” atau “serangan-serangan lebih
dahulu yang sah untuk menghindari terorisme”. Oleh karena itu, dapat difahami
jika pembantaian Israel terhadap pengungsi warga Palestina dikatakan bukan
terorisme.
Nah, dalam konteks
kepentingan kerjasama Iran-Indonesia, kita harus memahami apa pengertian
radikalisme dalam pikiran Iran. Bagi Iran yang Syiah, semua yang melawan
usaha-usaha syiahisasi dinilai intoleran dan takfiri (pengkafiran).
Jikatakfiri akan melahirkan gerakan radikal, maka gerakan radikal
bisa berujung tindakan terorisme. Ini berarti, terorisme dan radikalisme versi
Iran dapat dimaknai sebagai “semua pihak yang menentang syiah”. Dengan begitu,
label radikalisme secara serampangan gampang ditudingkan kepada orang atau
kelompok orang yang bersikap tegas terhadap Syi’ah di Indonesia.
Jadi, tidak salah jika
kerjasama Iran-Indonesia untuk memberantas radikalisme dan terorisme
ditafsirkan sebagai usaha Syiah-Iran untuk menghalangi sekaligus mengamankan
usaha syiahisasi di Indonesia.
Menimbang Maslahat dan
Madarat
Kerja sama
Indonesia-Iran, termasuk salah satu bagian keberhasilan Syiah Iran mempengaruhi
pemerintah Indonesia. Kerjasama ini secara tidak langsung memberi jaminan
keamanan dan kenyamanan “berkeyakinan” bagi penganut Syiah Indonesia, yang
konon berjumlah 2.5 Juta orang. Anggap saja ini sebagai dampak positif kerja
sama itu bagi sebagian kecil warga negara Indonesia. Namun, apa dampak positif
bagi mayoritas warga Indonesia, yang notabene berbeda, bahkan bertentangan
dengan keyakinan resmi Iran?
Syiah dan Iran ibarat
dua sisi dari mata uang yang sama. Sejarah Syiah dalam banyak kasus telah
menimbulkan konflik dan bahkan mampu mengambil alih pemerintahan. Di Indonesia
selama ini, keberadaan Syiah—tanpa “dukungan resmi Iran” saja—telah berani
“unjuk gigi” hingga menimbulkan konflik dengan umat Islam. Fakta yang ada
menunjukkan terdapat 19 kejadian konflik Syiah dengan umat Islam, ditambah
kasus Adz Dzikra menjadi 20 kasus. Setelah terwujudnya kerjasama Indonesia-Iran
itu, diyakini konflik faktor Syiah ini akan kian memanas. Karena kerja sama
dalam penanggulan terorisme dan radikalisme itu, selain menjadi “bola liar”
dalam implementasinya, juga memuluskan “jalur pemasaran” ideologi-politik Syiah
Iran yang mengarah kepada konsep Wilaayatul Faqiih sebagai
pemegang kekuasaan Islam sedunia (lihat, Pasal 5 UUD Republik Iran). Cepat atau
lambat nantinya akan terjadi benturan ideologi, bukan saja dengan umat Islam,
namun ideologi negara. Karena ideologi Imamah Syiah Iran tidak dapat
dipertemukan dengan ideologi manapun, termasuk NKRI. Ini berarti kerjasama itu
akan membawa banyak madharat (mendatangkan keburukan) dibanding kebaikan bagi
bangsa Indonesia.
Jika
demikian halnya, mengapa rezim Jokowi-JK mau bekerjasama dengan Iran? Jawabnya,
barter politik para tokoh Syi’ah Indonesia pada Pilpres 2014 lalu tidaklah
sia-sia, karena kompensasi dukungan pada hajat demokrasi lima tahunan itu
sedang mereka nikmati. Ini berarti, “manuver resmi” yang telah diupayakan
mereka selama ini, tampaknya sedang “menuai hasil”.
Semoga saja,
label terorisme dan radikalisme—yang secara serampangan gampang
ditudingkan kepada orang itu—tidak ditudingkan kepada saya—dan tidak meneror
istri saya—gara-gara tulisan sederhana ini. He…he…
By Amin Muchtar,
sigabah.com
Artikel terkait bahasan diatas :
Akademisi: Iran Jadi
Ancaman Stabilitas Regional
Dianggap Biang Kerok,
Negara Teluk Akan Putuskan Hubungan Diplomatik Dengan Iran
Menhan Sentil Iran
yang Suka Berperang dan Urusi Agama Lain ( Ini Baru Menteri )
Biadab ! Iran Belum
Sadar Juga Mengacaukan Negara Islam/Arab, Jordania Berhasil Gagalkan Serangan
Teroris Milisi Syiah Iran
Syiah Begitu Bernafsu
Ingin Menyerang dan Menguasai Mekah Dan Madinah
Presiden Yaman : Iran
Inginkan Masalah Untuk Kami
Kenapa Iran Sangat
Berambisi??!
Dunia Islam Diambang
Kejatuhan ke Tangan Syiah?
Kampanye Ide Khomeini
di Balik Duka Mina 1436 H.
Tragedi Mina, Syiah
Iran Biangkeroknya
Kami Diperkosa dan
Disiksa Hanya Karena Nama Kami ‘Aisyah’ ( Ya Allah, Binasakanlah Syiah Al-Saba
Majusi Dajjal )
Setelah Bikin Kacau,
Si Yahudi Abdullah bin Saba (Dubes Iran ) Kabur Meninggalkan Ibu Kota Yaman
(Pecundang !).
Dibanding ISIS,
Tentara Assad Lebih Sadis dan Lebih Banyak Membunuh Rakyatnya Sendiri
Biadabnya Syiah,
Setelah Ngebom Khubar ( Saudi ) Lari/Sembunyi Kehabitatnya ( Seperti Buron BLBI
), Akhirnya Ketangkap Juga.
Brigade Pembebasan
Syam; Target Syiah Iran Sebenarnya Adalah Kota Makkah Dan Madinah
Video .. Mengapa
Syiah Minta Agar Presiden Mohamed Morsi Segera Dibunuh?
Nuklir Iran Menjadi
Ancaman Bagi Umat Islam (Karena Iran Adalah Musuh Dalam Selimut Bagi Umat Islam
Sedunia)
Suku Ahwaz, Aswaja Yang
Ditindas Rezim Syiah Iran ( Update )
Bedebah ! Iran
Hancurkan Satu-Satunya Masjid Ahlus Sunnah Di Teheran, Pada Saat Yang Sama Iran
Tawarkan Kerja Sama Bahas Islam ( Versi Majusi ? )
Iran ( Syiah Majusi )
Bernafsu Merebut Al-Haramain (Makkah-Madinah). Apa Yang Akan Terjadi Terhadap
Ahlus Sunnah ? Baca Fakta Dibawah Ini !
Dendam Kesumat Bangsa
Majusi(Persia) Syi'ah Kepada Umat Islam Hingga Kini.
Syiah ( Ayatullah )
Iran dan Rusia ( Gereja Ortodoks ) Anggap Perang di Suriah Sebagai “Holy War ”.
Arab Saudi Tidak Akan Membiarkan Suriah Jatuh Ke Tangan Iran
Breaking News :
Jenderal Iran Akui Negaranya Memimpin Perang Melawan Mujahidin di Suriah [ Baca
Paragraf Terakhir ]
Bagaimana Menghadapi
Tumor Ganas Syiah? Syiah dan Yahudi, Bersama Menaklukkan Dunia Islam
Standar Ganda Iran:
Antara Yaman dan Suriah [ Kedustaan Rafidhah dan Dendam Majusi ]
Bahrain Ringkus
Jaringan Teroris Iran Berikut Bahan Peledak Tingkat Tinggi Jenis Tnt & Rdx
Seberat 1.5 Ton!
Jenderal ( أحمق و مجنون
) Iran “Serang” Arab Saudi. Tipikal Rafidhi, Gemar Mengancam dan Menghujat !
Syiah Iran Incar
Palestina dan Lebanon, Setelah Kuasai Irak, Suriah, dan Yaman
Iran: Suriah Akan
Segera Dipecah ( Terkuak Kejinya Syiah ! )
Derita Muslim Ahwaz
dari penjajahan Syi'ah Iran [ Ya Allah Ya Rabb, Binasakanlah Syiah Majusi
(Iran) Laknatullah Seperti “Kaum-kaum Terdahulu” Yang Telah Engkau Binasakan ]
Syiah : Sumber Segala
Musibah
Pasukan Iran Persia
Majusi di Suriah Bantai Islam
Ambisi Khumaini Untuk
Menguasai Dunia Dengan Paham Revolusi Syiah Imamiyah Irannya
Komisi Pengkajian MUI: Umat Islam Tidak
Mengakui dan Menolak Ajaran Syiah
-------ooooooo--------
Breaking News :
Malaysia Negeri Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswj) Bermazhab Syafi'i, Bergabung
Dengan “Wahabi” Saudi Lawan Syiah Di Yaman ! Mari Kita Tiru !
Malaysia
Berencana Gabung Operasi Militer Koalisi Teluk
--------ooooooo-------
Ironis; Muslim Suriah
Membenci Iran, Indonesia Malah Jadi Teman Akrab
Kerjasama
Indonesia-Iran Yang Tidak Berimbang
Mewaspadai Hubungan
Bilateral Indonesia-Iran
Indonesia Dicaplok
Syi'ah Iran Untuk Menggayang Radikalisme
Iran Dinilai Jadikan
Isu Radikalisme Sebagai Palu Godam Halangi Syiahisasi di Indonesia
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/04/iran-dinilai-jadikan-isu-radikalisme.html
Indonesia Diambang
Ideologi Syiah; Iran akan Bangun Rumah di Tanah Air
Kerjasama Iran dan
Indonesia Adalah Celah Kudeta Syiah di Indonesia
Kerjasama Iran-Indonesia Kenalkan Islam Moderat
Habib
Zein: Hampir Tak Ada Negara Aman Berhubungan dengan Syiah
Indonesia
Lakukan Kerja Sama Pemberantasan Radikalisme dan Terorisme dengan Iran
Menhan
Ajak Tiongkok Perangi ISIS
Indonesia-Iran
Jalin Kerja Sama Perangi Terorism
Ini
Respon Netizen Soal Kerjasama Iran-Indonesia
--------ooooooo-------
Arab Saudi yang Berubah: Umat yang Bangkit dan
Bergairah
Iran Tahu Persis Kekuatan Militer Arab Saudi
Bagi Yang Membenci SAUDI, Bacalah Surat Cinta Ini,.
Teruntuk Mereka yang
Alergi Arab
APA YANG MEREKA DENDAMKAN TERHADAP NEGERI SAUDI ?
--------ooooooo-------
Waspadai Bahaya Syiah: Di Nigeria, Sekte Syiah Lakukan
Perlawanan Terhadap Negara
Militer
Nigeria Gerebek Rumah Pemimpin Syiah, Bentrok Sengit Meletus
Kelompok Syiah Lakukan Pembunuhan Terhadap Panglima Militer
Nigeria
--------ooooooo-------
Kenya
Tangkap 2 Teroris yang Diduga Intelijen Iran
--------ooooooo-------