KH. Abdussomad Buchori
Selain skenario global, keberadaan Israel menjadi
sumber masalah di Timur Tengah terutama di Palestina
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH.
Abdushomad Buchori menyatakan dirinya kurang setuju dengan sikap orang yang
memojokan Arab, seolah Arab sebagai negara tidak aman, sementara Indonesia
lebih baik.
“Kondisi Indonesia memang bagus, tapi
kalau menilai Arab sebagai negara yang tidak aman itu juga kurang tepat,”
katanya pada saat Musyawarah Daerah (Musda) MUI Jawa Timur di Asrama Haji
Sukolilo, Sabtu, (19/12/2015).
Menurutnya, dunia Islam dan Timur Tengah
khususnya tidak stabil karena ada scenario global yang terlibat merusaknya.
“Kenapa dunia Arab atau Timur Tengah itu
tidak stabil, semua tidak lepas dari skenario global, yang melibatkan
negara-negara besar yang notabene adalah negara-negara Barat,” tambahnya.
Skenario global itu, lanjut Kiai
Abdushomad, karena ada kepentingan politik dan ekonomi yang mendorong
negara-negara besar mengintervensi Timur Tengah.
Ia mencontohkan seperti yang terjadi di
Aljazair, Turki dan kudeta Mohammad Mursy di Mesir, semuanya ditumbangkan
setelah memenangkan Pemilu. Demikian juga kemenangan Hamas di Pemilu Palestina
yang disikapi oleh Barat dengan melakukan boikot ekonomi dan blokade.
Selain faktor skenario global, terang
KH. Abdushomad, keberadaan Israel juga menjadi sumber masalah yang
berkepanjangan bagi Timur Tengah terutama di Palestina.
“Kaum Yahudi yang tadinya tidak memiliki
wilayah, pada tahun 1948 menjadikan sebagian wilayah Palestina sebagai negara
Israel atas prakarsa gerakan Zionisme yang diusung oleh Theodore Herzl dan
dukungan negara Barat terutama Amerika,” paparnya.
Belum lagi, kata KH. Abdushomad,
keberadaan Syiah di Timur Tengah yang turut menjadi sumber kekacauan
dikarenakan doktrin ajarannya untuk menguasai wilayah.
“Jadi tolong diperhatikan, bahwa Syiah
itu mempunyai doktrin sebagaimana dalam rukunnya yakni al-Wilayah. Jadi kalau
sudah kuat mesti menguasai, mesti berontak,” ungkapnya.
Ia mencontohkan kasus pemberontakan
Syiah seperti yang terjadi di Yaman, yang mana mereka baru sepertiga jumlahnya
sudah memberontak, merebut kekuasaan. Juga sebagaimana di Suriah, yang mana
mereka minoritas tapi berhasil menjadi penguasa dan menindas muslim sunni.
“Kami di MUI sangat kritis, jangan
sampai pemberitaan itu selalu memojokan Islam. Timur Tengah itu sebetulnya
baik-baik saja. Karena ada intervensi Barat dan keberadaan Israel disana itulah
menjadi penyebab kekacauan,” pungkasnya.*
Rep: Yahya G Nasrallah
http://www.hidayatullah.com/none/read/2015/12/21/85869/mui-sebagai-muslim-tak-perlu-memojokan-arab.html
Peneliti
Asing: Identitas Islam Indonesia Masih Kurang Dikenal Masyarakat Dunia
2 Des 2015 18:59
Direktur Riset dan Program Akademik
International Institute of Islamic Thought (IIIT), Dr. Ermin Sinanovic
mengatakan Islam Indonesia masih belum banyak diketahui oleh umat Islam di
dunia lain, kecuali sekedar fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan
penduduk Muslim terbesar di dunia.
“Ini adalah proses globalisasi saling
mempengaruhi, bukan hanya menerima pengaruh,” katanya dalam Seminar
Internasional bertajuk “Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam
Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara” yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah
dan IMM di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, di Jl.Menteng Raya no.61, Jakarta,
siang ini (02/12).
Menurut pria asal Bosnia itu, umat Islam
Indonesia seharusnya tidak hanya besar dalam jumlah angka, tetapi juga harus
besar dalam memberi pengaruh.
Karena itulah, kata Sinanovic, umat Islam
Indonesia harus mampu menceritakan dirinya kepada dunia luar melalui tulisan,
penerbitan, penyelenggaraan konferensi, dan program internasional, film-film, dokumenter,
dan sebagainya. Ini tentu saja memerlukan kemampuan bahasa asing, terutama
bahasa Inggris.
“Muslim Indonesia harus menghasilkan produk
intelektual dan budaya, serta menyebarkannya kepada yang lain,” ujarnya.
Sinanovic menjelaskan, orang Islam di negara
lain perlu belajar sejarah umat Islam di Indonesia, keragaman Islam, sejarah
Muhammadiyah dan NU, perjuangan dan karya-karya mereka baik di zaman kolonial
maupun di era kontemporer. Pendeknya, umat Islam di Indonesia perlu
meningkatkan produksi budayanya dan harus dalam bentuk yang berkualitas kelas
dunia.
Dia menyayangkan sangat sedikitnya buku yang
mengulas tentang umat Islam Indonesia, terutama yang ditulis oleh umat Islam
Indonesia sendiri. Kalaupun ada, itu ditulis oleh orang asing yang pasti memiliki
keterbatasan dalam memahami umat Islam di Indonesia.
“Padahal, penulis dari luar sudah tentu
menaruh cara pandangnya di dalam tulisan mereka,” tandasnya.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Fajar Shadiq
Editor: Fajar Shadiq
Peneliti Nilai Isu Ancaman Arabisasi
Berlebihan di Indonesia
3 Des 2015 05:06
Direktur Riset dan Program Akademik
International Institute of Islamic Thought (IIIT), Dr. Ermin Sinanovic menilai
isu ancaman Arabisasi di Indonesia terlalu dilebih-lebihkan.
“Bahwa Arab Islam telah mengambil alih Islam
lokal di Indonesia itu tidak benar,” katanya saat berbicara dalam Seminar
Internasional bertajuk “Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam
Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara” yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah
dan IMM di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, di Jl. Menteng Raya no.61,
Jakarta, Rabu (02/12).
Sinanovic sendiri mengaku mengkaji fenomena
Arabisasi dalam dua aspek yaitu globalisasi dan usul fiqih.
Selain itu, menurutnya, isu ancaman Arab Islam
terhadap Islam lokal telah sukses disebarkan di Indonesia. Sehingga, isu
tersebut berpotensi memecah-belah umat Islam.
Padahal, lanjutnya, globalisasi Islam adalah
satu kesatuan Islam di Indonesia, tidak berbeda dengan di Arab, di Turki,
ataupun di Eropa.
“Globalisasi Islam bukan terpecah belah,” tandasnya.
Reporter: Bilal Muhammad
Editor: Hunef Ibrahim
Editor: Hunef Ibrahim