Erdogan : Mengabaikan kejahatan Assad dengan dalih memerangi
Daesh adalah pelanggaran besar
Mereka
yang mengabaikan kejahatan Presiden rezim Suriah Bashar Al-Assad dengan dalih
memerangi Daesh sama dengan “melakukan kejahatan terbesar dalam sejarah
manusia”, Anadolu Agency mengutip perkataan Presiden Turki kemarin.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan
bahwa mereka yang menutup mata terhadap pembunuhan sekitar 400.000 orang oleh
rezim Assad selama lima tahun terakhir dengan dalih memerangi 10.000 atau
20.000 militan bersenjata Daesh adalah penjahat. Dia mencatat bahwa rezim Assad
sekarang hanya mengendalikan 14 persen saja wilayah Suriah.
Erdogan
menekankan bahwa sangat berlebihan jika Daesh yang bertempur dengan
senjata yang “dirampas” dari tentara Irak dan Suriah harus menghadapi
empat juta tentara yang memiliki sistem senjata paling modern di dunia.
Dia menekankan dukungan negaranya bagi
rakyat Suriah, mengatakan: “. Turki akan terus berdiri di samping saudara kami,
rakyat Suriah, berdasarkan tanggung jawab etika dan sejarah”
Mengomentari Presiden Rusia Vladimir
Putin, yang mengaku tidak tahu tentang keberadaan Turkmen di Latakia, Erdogan
mengatakan: “Mereka semua tidak mengatakan kebenaran. Saya secara pribadi telah
mengatakan kepada Putin bahwa tidak ada kehadiran Daesh disana, tetapi itu
adalah wilayah Turkmen. ”
Sementara itu, Erdogan
menganggap krisis Suriah sebagai “produk dinamis untuk wilayah di satu
sisi, dan sebuah proyek untuk melemahkan kebangkitan Turki di sisi
lainnya.”
Middle East Monitor
Oposisi Suriah
Tolak Peta Jalan Damai Dewan Keamanan PBB
22 Des 2015 15:35
Di saat Dewan Keamanan PBB telah mengesahkan inisiatif
perdamaian yang diprakarsai oleh Rusia di Suriah yang secara bulat ingin
mengintegrasikan pasukan pemerintah rezim Bashar Assad dengan pasukan oposisi
untuk melawan ISIS, salah satu faksi oposisi, yaitu SNC menyatakan menolak
seluruh gagasan dalam inisiatif tersebut yang dianggapnya “tidak realistis”.
SNC (Syrian National Coalition) yang selama ini
diasosiasikan sebagai sayap politik FSA dan berhaluan sekuler, namun secara
defacto hanya mewakili satu elemen FSA saja, menyatakan keberatan dan menolak
terutama terkait dengan tidak disebutkannya mengenahi nasib Basyar Assad dalam
draft resolusi DK PBB itu.(Faksi berhakuan sekuler saja menolak !! )
SNC mengungkapkan kekesalannya karena bahasa PBB menyatakan
terorisme ISIS, tetapi tidak menyebut “terorisme” untuk rezim Assad. Rusia
menyerukan suatu transisi politik dengan menyerahkan pemegang pemerintahan
nantinya kepada “rakyat Suriah”, sementara Perancis dan AS pada saat itu
mengajukan usulan pelengseran Assad sesegera mungkin sebagai prasyarat
tercapainya kesepakatan perundingan.
Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat (18/12) pekan lalu
mengadopsi sebuah resolusi yang mendorong rencana perdamaian sebagaimana yang
telah diupayakan melalui tiga putaran perundingan internasional dalam rangka
membantu mengakhiri perang sipil dan konflik di Suriah.
Resolusi itu secara bulat diputuskan dan meminta Sekjen PBB
Ban Ki-moon untuk mengajak pemerintah Suriah bersama-sama dengan
kelompok-kelompok oposisi mengadakan negosiasi formal melalui sebuah proses
transisi politik yang mendesak. Targetnya, awal Januari 2016 mendatang sudah
dimulai perundingan awal.
Resolusi badan dunia PBB yang didukung oleh
kekuatan-kekuatan besar “aktor-aktor negara” dunia termasuk sejumlah negara
Arab ini dinilai menegaskan kemungkinan diadilinya Basyar Assad atas dakwaan
kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di sebuah pengadilan
internasional yang fair dan transparan. Demikian juga komitmen politik
awal para pemimpin negara-negara itu untuk melengserkan rezim Assad akan
“dikoreksi” meskipun inkonsisten.
Dengan rencana resolusi DK PBB ini pula, berbagai kelompok
oposisi Islamis-Jihadis yang selama ini konsisten membela dan menyuarakan
aspirasi rakyat Suriah dalam gerakan revolusi mereka akan dipinggirkan
berdasarkan “konstitusi internasional” Dewan Keamanan PBB.
Reporter: Imam S.
Editor: M. Rudy