Wahai 'abid Al Haramain ...
seandainya engkau memperhatikan kami
engkau pasti tahu bahwa selama ini engkau hanya bermain-main
dalam ibadah.
Kalau
pipi-pipi kalian basah dengan air mata
maka
leher-leher kami basah bersimbah darah.
Kalau
kuda-kuda kalian letih dalam hal yang sia-sia,
maka
kuda-kuda kami letih di medan laga.
Semerbak
wanginya parfum, itu untuk kalian
sedangkan
wewangian kami, pasir dan debu-debu.
Telah
datang Al Quran kepada kita menjelaskan,
para
syuhada tidak akan pernah mati, dan itu pasti.
Bahkan Al-Fudhoil bin ‘Iyadh Rohimahullah memberi kesaksian -seraya bersumpah
dalam perkataannya-, “Demi pemilik Ka’bah, kedua mataku belum pernah melihat
orang yang semisal dengan Ibnu al-Mubarok."
Dan
apabila dikembalikan ke diri kita, apa yang terlintas dipikiran antum wahai
ikhwah usai membaca syair di atas?
IBNU MUBARAK: Ulama Ahli Hadits, Hartawan, Zuhud dan Mujahid
Sejarah manusia selalu diisi oleh orang-orang besar yang
jumlah mereka sangat sedikit. Karena itulah jumlah orang-orang besar atau
pahlawan yang pernah ada di muka bumi ini terhitung, sementara jumlah manusia
biasa tidak terhitung.
Tetapi sejarah pula mencatat, mereka yang mewarnai kehidupan
manusia ini adalah orang-orang besar yang sedikit jumlahnya. Baik itu sebagai
ilmuwan, ekonom atau pemimpin. Salah satu orang besar itu bernama Abdullah bin
Mubarak.
Ibnu Mubarak tumbuh dan berkembang di kota kelahirannya. Saat
itu kota Maru merupakan pusatnya ilmu dan ulama. Ia tumbuh dari keluarga Muslim
yang taat kepada ajaran Islam. Ayahnya bekerja sebagai penjaga kebun, yang
kemudian beralih profesi sebagai pedagang. Masa kecil Ibnu Mubarak ia habiskan
dengan mempelajari berbagai ilmu dengan berguru kepada para ulama. Sehingga
dasar-dasar ilmu keislaman tertanam kuat dalam dirinya.
Ibnu Mubarak
adalah orang yang beruntung bisa merasakan masa-masa kejayaan Dinasti
Abbasiyyah. Di zaman itu berkembang pesat berbagai disiplin ilmu, mulai dari
Fiqih, Hadist dan Sastra. Tercacat beberapa ulama besar yang hidup saat itu
seperti Imam Al Auza’i, Sufyan at Tsauri, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah,
serta beberapa ulama besar lainnya.
Ibnu
Mubarak melakukan perjalanan mencari ilmu keseluruh penjuru jazirah Arab.
Yaman, Syam, Hijaz, Bashrah, Kuffah dan Mesir adalah negeri-negeri yang pernah
didatanginya. Abu Usamah dalam Tazkiratu-l Huffadz mengatakan, “aku tidak
melihat seseorang yang paling giat mencari ilmu keseluruh penjuru negeri selain
Ibnu Mubarak.” Dalam riwayat lain disebutkan Ibnu Mubarak mengunjungi kurang
lebih seperempat dunia untuk mencari hadist-hadist.
Disebabkan
kesungguhannya mencari ilmu dan banyaknya bertemu dengan para ulama, menjadikan
Ibnu Mubarak sebagai orang yang berwawasan luas. Ia dikenal sebagai ahli Hadist
yang tsiqah, ahli Fiqih dan juga seorang sastrawan. Dari semua disiplin ilmu
yang ia kuasai, ilmu hadist-lah yang paling menonjol darinya. Karena
pengetahuannya tentang hadist yang mendalam, orang-orang menjulukinya dengan
sebutan “dokter”. Kata-katanya yang termasyhur dikalangan ulama hadist yaitu,
“sanad bagian dari agama. Kalaulah bukan karena sanad, niscaya orang akan
berbicara semaunya.” Satu waktu ia juga mengatakan, “seorang yang menuntut ilmu
tanpa sanad bagaikan naik atap tanpa memakai tangga.” Guru-gurunya dalam bidang
hadist tidak terhitung, sebuah riwayat menyebutkan Ibnu Mubarak berguru kepada
800 orang ulama. Sementara itu dalam bidang fiqih ia berguru kepada Sufyan At
Tsauri, Malik bin Anas dan Abu Hanifah. Karya Ibnu Mubarak yang sangat populer
adalah kitab Az Zuhd.
Dan yang
membuat pribadi agung ini lebih istimewa adalah peranannya di medan jihad.
Adalah Ibnu Mubarak semasa hidupnya berkali-kali terlibat dalam peperangan. Ia
sering mengajarkan pasukan Islam tentang keberanian dan teknik berperang. Ibnu
Mubarak memiliki keyakinan manisnya iman hanya bisa didapat dengan berjihad di
jalannya. Maka ketika ia melihat al Fudhail bin ‘Iyyad hanya larut dalam
beribadah di mesjid Nabawi, ia mengirim bait-bait puisi yang salah satu baitnya
berbunyi:
Jika engkau
melihat kami,
Niscaya
engkau akan tahu,
Sesungguhnya
ibadahmu hanya main-main.
Sang Zahid yang Hartawan
Banyak ulama menyebut Ibnu Mubarak sebagai imamnya ahli
zuhud. Gelar itu memang sangat layak, ia bukan saja mengetahui hakikat zuhud,
akan tetapi menerapkannya dalam segenap jiwa dan raganya. Terkadang orang salah
memahami makna zuhud, bahwa zuhud adalah meninggalkan dunia, hidup dalam
kemiskinan, mengasingkan diri dari kehidupan sosial, lalu menggantungkan
hidupnya pada belas-kasih para dermawan. Inilah zuhud yang salah.
Ibnu
Mubarak adalah seorang zahid yang hartawan. Kecerdasannya dalam berbisnis berasal
dari ayahnya dan gurunya Imam Abu Hanifah, yang juga seorang pebisnis sukses.
Ibnu Mubarak memiliki harta yang banyak dan bisnis yang beragam. Ibnu Katsir
dalam al Bidayah wa an Nihayah, menyebutkan bahwa Ibnu Mubarak memiliki modal
sekitar 400 ribu Dinar. Jumlah yang sangat banyak pada waktu itu. Modal itu ia
kembangkan untuk berbisnis di beberapa negeri yang ia kunjungi. Dari keuntungan
bisnisnya yang berkisar sekitar 100 ribu Dinar itu ia infaq-kan semuanya di
jalan Allah.
Ketika
ditanya mengapa ia masih berbisnis, bukankah ia mengajarkan orang untuk
senantiasa zuhud pada dunia? Simaklah jawaban Ibnu Mubarak berikut ini, “aku
berbisnis untuk menjaga kehormatanku—dari para penguasa dan meminta-minta.
Dengan harta, membantuku semakin taat kepada Allah. Tidak satu pun hak Allah
yang aku ketahui, kecuali segera aku melaksanakannya.”
Abdullah
bin Mubarak suatu hari menjamu makan orang-orang miskin, lalu setelah itu dia
berkata,
لَوْلاَكَ
وَأَصْحَابَكَ مَا اتَّجَرْتُ
"Kalau bukan kalian dan orang-orang seperti kalian, saya
tidak akan berdagang…."
(Siyar A'lam An-Nubala..)