Hanya
Satu Jalan Menuju Allah Azza Wa Jalla
http://lamurkha.blogspot.co.id/2015/03/hanyh-satu-jalan-menuju-allah-azza-wa.html
15
Alasan Kokohnya Aqidah Salaf Shalih
Sebagian besar umat islam ( juga ulamanya ) indonesia tidak
bermanhaj/berfaham seperti para sahabat/tabi’in /tabi’ut tabi’in, sesuai Al-Qur’an
Surat Al-An’am ayat 153. Mereka lebih gemar membela kelompoknya ( Hyzbi) yang
sealiran/sejenis dalam hal ritual-ritual keagamaan bahkan lebih ektrim lagi
membela syiah
Penyebab Aliran Sesat
By Dr. H. R. Taufiqurrochman, MA
Akhir-akhir
ini, aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam dan akidah Ahli
Sunnah wal Jamaah kerap bermunculan. Berbagai madzhab dan aliran impor dari
luar negeri cepat masuk ke Indonesia seiring dengan derasnya arus informasi dan
kemudahan mengakses hal itu melalui internet, buku, organisasi, dan sebagainya.
Selain itu, aliran-aliran sesat bersifat lokal seperti aliran kepercayaan, kembali
hidup lagi seiring terbukanya alam demokrasi.
Apa
penyebab kemunculan aliran-aliran sesat yang meresahkan umat Islam. Beberapa
penyebab munculnya aliran sesat, antara lain:
1. Karena mencari hidayah Allah dengan cara yang salah: bertapa
dan merenung
Islam
tidak mengenal bertapa. Ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada
Allah dapat melalui shaum, tahajjud dan dzikir. Justru ketika bertapa atau
merenung, setan akan lebih mudah masuk, sampai-sampai ada orang yang mengaku
menjadi nabi.
2. Karena ada orang yang dipuji secara berlebihan, dikultuskan,
dianggap suci
Jebakan
setan ini bahkan dapat menimpa para ulama. Ketika doa sering dikabulkan, makin
banyak orang yang datang untuk meminta pertolongan, baik untuk disembuhkan dari
penyakit maupun untuk hal-hal yang lain. Kepercayaan berlebih yang cenderung
fanatik dari sekelompok pengikut dapat menjadikan seorang ulama/ustadz beralih
profesi menjadi dukun atau paranormal. Realita ini memudahkan iblis menggodanya
untuk lebih mementingkan perdukunannya daripada fungsi utamanya, dan lebih
parah lagi dapat membuat ulama atau pemimpin sebuah kelompok dikultuskan, hal
yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Suatu
aliran biasanya memiliki seorang pemimpin yang dianggap panutan sejati yang
menjadi magnet bagi orang baru untuk tertarik masuk kedalam komunitas tersebut.
Dalam psikologi, sang pemimpin baru ini biasanya menampilkan gejala psikiatrik
berupa waham kebesaran, padahal sebenarnya ia tengah mengalami disintegrasi
kepribadian saat menjadikan dirinya sebagai pemimpin keagamaan. Bagi
pengikutnya, pemimpin tersebut diyakini memiliki kharisma sangat tinggi, mampu
menyelesaikan berbagai persoalan, mampu membaca situasi seperti paranormal atau
lain sebagainya. Waham ini ibarat fenomena salju yang makin hari makin
membesar. Pada kasus aliran sesat keagamaan, kebetulan waham kebesaran agama
diikuti dengan turunnya wahyu, suara-suara malaikat, atau klaim si pemimpin
yang mengaku telah diberi kekuatan untuk menolong orang lain, atau lain
sebagainya. Pemimpin aliran sesat, oleh lingkungannya tidak dianggap sebagai
“orang sakit”, tetapi justru sebagai orang sakti mandraguna dan dipuja.
Biasanya, banyak dari mereka cenderung mengisolasi diri dari lingkungan, dan
hidup secara eksklusif dengan kelompoknya Dan keyakinan inilah yang kian hari
kian menguat dan diminati pengikutnya.
3. Ujung-ujungnya duit, atau hal porno
Ada
pula aliran sesat yang tujuannya mengumpulkan harta. Mereka punya baiat setelah
syahadat, harus patuh kepada imam jauh di atas kepatuhan terhadap orang tua dan
kepada suami (bagi wanita). Bentuk kepatuhan tersebut juga dapat berupa
pengalihan nama surat-surat tanah menjadi milik imam atau guru, sehingga si
imam menjadi orang yang sangat kaya dengan kekayaan yang berasal dari muridnya.
Ada pula aliran yang cara ibadahnya berada di dalam kegelapan, cenderung kepada
perdukunan. Setelah diteliti, ternyata mereka beribadah tanpa busana, sungguh
hal yang sangat jauh dari petunjuk Allah SWT. Ujung-ujungnya tentu agar si imam
dapat memilih wanita sesuka nafsunya, sangat jauh dari ajaran Islam.
4. Kurangnya perhatian tokoh agama terhadap umatnya
Ketika
orang-orang yang dianggap sebagai panutan umat terkesan hanya sibuk mengurusi
kepentingan diri sendiri, golongan maupun menceburkan diri kedalam ranah
politik, maka wajar bila sebagian dari umat yang tergolong awam mencari
pegangan lain. Kalangan awam ini, pada prinsipnya, tidak mempersoalkan apakah
ajaran baru yang mereka peroleh menyimpang dari norma-norma akidah. Yang mereka
butuhkan adalah untaian kalimat sejuk dan perhatian dari orang yang dianggap
sebagai panutan.
5. Grand design pihak asing untuk menghancurkan akidah umat
Islam Indonesia
Aliran-aliran
sesat itu bisa jadi muncul sebagai grand design (proyek besar) pihak asing
untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia. Jika data statistik yang
dijadikan patokan, maka Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim
terbesar di dunia. Ada semacam kekhawatiran bahwa peradaban Islam diprediksikan
akan kembali berjaya seperti di masa Dinasti Abbasiyyah (750 M–1258 M).
Kiblatnya tidak lagi di kawasan Timur Tengah, tetapi Benua Asia dengan
Indonesia sebagai titik sentralnya. Tentu saja banyak pihak yang sekarang
merasa paling bergengsi peradabannya (the most civilized nations) resah jika
Islam di Indonesia suatu saat menggeser kejayaan mereka.
6.Popularitas Pribadi dan Faktor Ekonomi
Boleh
jadi para penggagas aliran sesat ini muncul hanya untuk mencari popularitas dan
keuntungan pribadi. Sejak era reformasi bergulir dan rezim Suharto jatuh, tidak
sedikit orang yang hendak mengail di air keruh. Saat siapa pun bebas berbicara,
terbuka pula peluang untuk mempopulerkan diri sendiri (self–declared
popularity).
Nafsu
semacam ini tidaklah aneh. Memunculkan aliran baru dalam beragama menjadi
pilihan yang dipandang strategis untuk sebuah popularitas. Tak hanya itu,
dengan bujuk rayu dan kadang disertai ancaman dosa jika tidak mematuhi, maka
kalangan awam yang menjadi pengikut aliran baru itu pun rela mengeluarkan
sejumlah uang untuk diberikan kepada penyebar ajaran baru, meski mereka
sebenarnya diarahkan ke jalan yang sesat.
7. Masalah Kesulitan Ekonomi
Ali bin
Abu Thalib menegaskan, “Kefakiran dekat sekali dengan kekufuran”. Pernyataan
Ali tersebut tampak jelas bahwa faktor ekonomi dapat mengubah keyakinan
seseorang untuk mengikuti orang lain, teman atau orang yang dipandangnya dapat
mengangkat dan memberi kesejahteraan ekonomi.
Tatkala
ia mengalami kesulitan ekonomi, bujuk rayu pihak-pihak tertentu yang menawarkan
ajaran baru dengan jaminan makan-minum ditanggung oleh ketua kelompok atau
pengaku rasul menjadi alternatif pilihan yang menurutnya perlu dicoba.
Akhirnya, setelah ia merasa lebih makmur, hidup saling tolong-menolong antar
penganut ajaran sesat, lalu ia akan mengajak keluarga dan semua kerabatnya
untuk bergabung. Dari sinilah, ajaran sesat itu terus menjalar.
8. Penyebaran dakwah belum merata
Bisa
jadi, faktor munculnya aliran sesat juga akibat penyebaran dakwah yang tidak
merata. Banyak umat Islam yang hidup di pedalaman atau perkampungan yang belum
terjamah oleh dakwah islamiyah.
Buktinya,
dengan mudah mereka bisa menerima adanya nabi lain setelah Nabi Muhammad SAW,
adanya kitab lain selain al-Qur'an yang bisa menjadi pedoman, adanya informasi
bahwa pimpinan mereka ditemui malaikat Jibril, dan sebagainya.
Keyakinan
ini menjadi tolak ukur betapa rendahnya daya serap beberapa kelompok muslim terhadap
ajaran dakwah. Prinsip dasar rukun iman dan rukun Islam justru belum diketahui
oleh sebagian umat. Padahal, dengan mengetahui prinsip-prinsip itu, akan banyak
aliran sesat yang terbantahkan dan umat –secara pribadi– memiliki ketahanan dan
kekuatan untuk menolaknya.
9. Pendidikan dan Arus Informasi
Bagaimana
pun juga, faktor pendidikan yang bebas dan derasnya arus informasi dapat memicu
seseorang mengikuti ajaran sesat. Tatkala model pendidikan modern kurang
memberikan kontrol yang maksimal terhadap peserta didik, bahkan kontrol itu
sendiri dianggap sebagai pengekangan, maka di sanalah ada ruang bagi peserta
didik, terutama yang pemerolehan dasar-dasar agamanya kurang mendalam, dapat
salah tafsir dalam membaca buku-buku terjemahan dan literatur yang ia pelajari.
Gaung
kebebasan berijtihad yang ia dengar dari dosen/guru atau rekan-rekannya telah
mendorongnya berani mengambil kesimpulan, sekalipun bertentangan dengan
pendapat para ulama. Informasi tanpa batas dari internet, media massa, dan
forum-forum diskusi dapat menjadi ajang pertukaran pikiran sesat, nakal, dan
menyimpang.
Dari
sini, maka pengelola pendidikan seperti: pesantren, sekolah, perguruan tinggi,
ormas, yayasan, dan lainnya tak terkecuali pemerintah patut mengkaji ulang
sistem pendidikan yang diterapkan.
Wallahu
A'lam
Mengapa Aliran Sesat Selalu Mendapat Pengikut di Indonesia?
Oleh:
Abdul Halim
JAKARTA- Sebagaimana aliran sesat Ahmadiyah yang sengaja
diciptakan penjajah Inggris di India pada abad ke 19 dengan tujuan untuk
merusak Islam melalui agen intelijen dan antek penghianat Mirza Ghulam Ahmad al
Kadzab, maka agama Bahai (Al Bahaiyyah) sengaja diciptakan Inggris di Iran,
dengan tujuan sama untuk merusak Islam melalui agen intelijen dan antek
penghianat, Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab.
Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab maupun Mirza Ghulam
Ahmad Al Kadzab sama-sama mengaku sebagai Nabi baru. Adapun perbedaannya,
Ahmadiyah tetap mengaku sebagai bagian dari Islam, sedangkan Bahai menjadi
agama tersendiri diluar Islam. Agama Bahai resmi berdiri pada 23 Maret 1844 M/
5 Jumadil Ula 1260 H di Iran, dimana sekarang dirayakan sebagai hari kelahiran
agama Bahai oleh pengikutnya di seluruh dunia.
Tepat pada bulan Ramadhan tahun 1435 H lalu, Menteri Agama Lukman
Hakim Saifuddin yang waktu itu masih berada dalam KIB II dibawah Presiden SBY,
mengudang para tokoh agama lokal, sekte keagamaan serta aliran kepercayaan
minoritas yang berkembang di Indonesia seperti Bahai, Syiah, Yahudi, Sikh,
Zoroaster bahkan Sunda Wiwitan untuk bertemu dan berbuka puasa bersama. Setelah
itu muncul kabar kalau agama Bahai akan dijadikan agama resmi di Indonesia
disamping keenam agama yang telah diakui secara resmi oleh negara. Sehingga
nantinya agama Bahai akan memiliki Dirjen tersendiri di Kementerian Agama.
Menurut Menteri Agama,agama adalah persoalan keyakinan dan sangat
personal antara seseorang dengan sesuatu yang diyakininya, sehingga pemerintah
tidak mempunyai otoritas atau kewenangan apakah ini agama atau bukan
agama, apakah ini agama resmi atau tidak resmi, apakah ini diakui atau tidak
diakui, sebab ini merupakan persoalan keyakinan.
Sementara disisi lain, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
pemerintah mempunyai kewajiban melindungi dan melayani kehidupan umat beragama,
sehingga timbul persoalan legalitas. Sedangkan yang disebut agama ini apa,
apakah komunitas yang kumpul-kumpul dengan ritual tertentu bisa disebut agama !
Persoalannya baru muncul ketika pemerintah ingin melaksanakan kewajibannya
untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada rakyatnya karena itu
merupakan amanah konstitusi.
Bagi Menag, mengenai agama Bahai, persoalan bukan apakah Bahai
akan dijadikan agama resmi atau tidak resmi, diakui atau tidak diakui di
Indonesia. Tetapi persoalannya adalah apakah agama lokal itu merupakan agama
atau bukan agama, siapa yang memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah itu
agama atau bukan agama dan itupun setelah adanya kesepakatan perlu adanya
legalitas dan perlu adanya pernyataan resmi bahwa ini agama dan ini bukan
agama. Kalau perlu, siapa yang memiliki otoritas menyatakan ini agama dan ini
bukan agama, apakah pemerintah atau siapa.
Dikatakan Menag, sesungguhnya Bahai telah menjadi agama
sejak abad 19 lalu di negara lain (Iran). Bahkan agama Bahai sudah disebut
dalam UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Penodaan Agama. Dalam UU tersebut
tidak ada istilah agama diakui atau agama tidak diakui. Dalam penjelasannya
disebutkan warga negara Indonesia mayoritas menganut enam agama (Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu), diluar itu ada agama lain yang
juga dianut warga negara Indonesia yang keberadaannya dibiarkan ada asal tidak
melanggar peraturan perundang-undangan, termasuk Bahai, Taoisme, Yahudi, Sikh
dan lain-lain. Jadi agama Bahai sudah ada dan disebut dalam UU Nomor 1 PNPS
Tahun 1965.
Aliran Sesat
Jika nantinya agama Bahai diakui pemerintahan Jokowi-JK melalui
Menag Lukman Hakim Saifuddin sebagai agama baru di Indonesia, jelas hal itu
dimaksudkan untuk merusak agama Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia.
Sebab dalam sejarahnya, agama Bahai didirikan penjajah Inggris di Iran untuk
merusak kesucian Islam.
Jika nantinya Bahai benar-benar eksis dan diakui negara sebagai
agama resmi, maka praktis umat Islam Indonesia akan semakin dibebani dengan
berkembangnya aliran sesat yang semakin subur dibawah rezim Jokowi-JK sekarang
ini. Belum lagi persoalan aliran sesat Ahmadiyah, Syiah, Lia Eden, Al Qiyadah
Al Islamiyyah, Satria Piningit Weteng Bawono berhasil diatasi, sekarang muncul
aliran sesat Bahai yang praktis akan membahayakan keimanan umat Islam
Indonesia.
Penistaan Agama
Islam
Sebagaimana pengakuan pendiri agama Bahai, Mirza Ali Muhammad
Asy-Syirazi Al Kadzab, pengakuan pendiri aliran sesat Ahmadiyah, Mirza Ghulam
Ahmad Al Kadzaab (MGAK) sebagai Tuhan. Pada awalnya MGAK mengaku dirinya
sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi dan Al Masihul Al Mau’ud, sebagaimana ditulis
dalam Kitab Suci Ahmadiyah, Tadzkirah. Kemudian MGAK mengaku menyatu dengan
Tuhan, menjadi Anak Tuhan, menjadi Tuhan dan akhirnya lebih sempurna dari
Tuhan. (Kitab Tadzkirah, hal 245, 277 dan 366).
Memang demikianlah ciri-ciri aliran sesat, dimana pendirinya
selalu mengaku sebagai Nabi, Rasul, Imam Mahdi, Malaikat Jibril bahkan Tuhan.
Seperti aliran sesat Lia Eden yang mengaku sebagai Malaikat Jibril, dan anaknya
Abdul Rahman diakukan sebagai reinkarnasi dari Nabi Muhammad Saw. Sementara
Ahmad Mossadeq pendiri Al Qiyadah Al Islamiyyah mengaku sebagai Nabi.
Meski sepertinya tidak ada korelasi antara Ahmadiyah dan Bahai
dengan aliran sesat lainnya seperti Satria Piningit, Lia Eden dan Ahmad
Mossadeq, namun sesungguhnya sangatlah berkaitan. Sebab dengan tetap
dipertahankannya Ahmadiyah meski secara terang-terangan melanggar SKB Tiga
Menteri, maka itu menjadi pemicu awal munculnya aliran-aliran sesat lainnya.
Sebab mereka beranggapan, hukuman yang diterapkan kepada pendiri aliran sesat
seperti Lia Eden dan Mossadeq sangatlah ringan, sehingga mereka tidak jera
bahkan mengulangi lagi penyebaran aliran sesatnya ditengah-tengah umat Islam
Indonesia.
Selain itu dengan tetap dipertahankannya eksistensi Ahmadiyah oleh
Rezim Jokowi-JK bahkan adanya pengakuan atas Bahai sebagai agama baru, meski
Fatwa MUI telah menyatakan Ahmadiyah berada diluar Islam, sesat dan menyesatkan
serta menyerukan pemerintah untuk membubarkannya; dapat menjadi pemicu dan
semangat para calon pendiri aliran sesat baru untuk mendirikan aliran di
Indonesia guna mencari pengikut setia. Sebab selain mendapat pengikut setia,
juga sangsi hukum yang dikenakannya sangatlah ringan, sehingga mereka tidak
takut lagi dengan hukuman yang akan dihadapinya.
Padahal merebaknya aliran sesat di Indonesia jelas merupakan
penistaan terhadap agama Islam yang dianut mayoritas rakyat Indonesia. Apalagi
berbagai aliran sasat tersebut juga mengaku sebagai bagian dari ajaran Islam.
Seharusnya pemerintah melalui Badan Koordinasi Pengkajian Ajaran dan
Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) segera membubarkan dan mempidanakan para
pemimpinnya. Mereka dapat dikenai pasal 156 A KUHP mengenai penodan terhadap
agama dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Mengapa Mendapat
Pengikut?
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa berbagai aliran
sesat yang menjual kesesatannya di Indonesia selalu mendapat pengikut, meski
mereka jelas-jelas menyimpang dari ajaran Islam seperti Ahmadiyah, Syiah,
Bahai, Satria Piningit, Ahmadiyah, Al Qiyadah Al Islamiyyah, Lia Eden dan
lain-lain.
Pertama, hal itu menunjukkan tingkat aqidah dan keimanan umat
Islam Indonesia masih rendah, meski setiap tahun ribuan orang berangkat
beribadah haji ke tanah suci. Sebab gelar haji tidak ada korelasinya dengan
peningkatan aqidah dan keimanan seseorang.
Kedua, hal itu menunjukkan tingkat pengetahuan mengenai
ke-Islam-an rakyat Indonesia masih kurang. Sehingga mereka mudah tertarik untuk
mengikuti aliran sesat, sebab dikiranya merupakan bagian dari ajaran Islam.
Ketiga, adanya survei yang menunjukkan hanya 20 persen umat Islam
Indonesia yang menjalankan sholat lima waktu secara rutin, juga dapat menjadi
penyebab mereka mudah tertarik mengikuti aliran sesat. Sebab menjalankan sholat
lima waktu menjadi pembatas antara muslim dan kafir.
Keempat. ketidak-tegasan sikap pemerintah sejak Orla, Orba hingga
Reformasi dan rezim Jokowi-Jk sekarang ini terhadap keberadaan aliran
sesat di Indonesia, menjadi penyebab mereka semakin berkembang biak di
tengah-tengah masyarakat. Meski sejak dulu para pemimpin Islam resah, namun
tampaknya pemerintah tetap “konsisten” untuk membiarkan berkembangnya aliran
sesat, bahkan menghukum dengan hukuman penjara siapapun yang berusaha
membubarkannya.
Kelima, adanya tekanan internasional dari Barat untuk tetap
mempertahankan eksistensi Ahmadiyah dan Bahai di Indonesia, hal itu menunjukkan
adanya intervensi dari Barat khususnya AS dan Inggris agar aliran sesat semakin
berkembang subur dengan tujuan untuk mengerogoti eksistensi Islam sebagai
agama mayoritas bangsa Indonesia dan benteng terakhir dalam mempertahankan
eksistensi NKRI. Jika Islam lemah dan aliran sesat semakin menguat, maka NKRI
akan berhasil dipecah belah menjadi beberapa negara, naudzubillah min
dzalik.(*) (voa-islam.com)
Kenapa berbagai aliran sesat bermunculan?
Kenapa
aliran-aliran sesat itu bermunculan dan mirip-mirip dengan aliran-aliran sesat
yang sudah ada?
Masalah kenapa di Indonesia bermunculan aliran sesat,
sering dipertanyakan orang di mana-mana. Bukan hanya orang dari dalam negeri
saja yang sering mempertanyakan masalah itu.
Seharusnya yang perlu menjawab dan lebih tahu
jawabannya itu adalah pihak-pihak yang berwewenang. Hanya saja selama ini belum
terdengar adanya keterangan yang jelas dari mereka.
Agar ada sedikit gambaran, karena memang kenyataannya
aliran sesat bermunculan, maka untuk menjawab pertanyaan itu perlu ditengok,
bagaimana sikap para petinggi negeri ini terhadap aliran-aliran sesat yang
sudah nyata-nyata sesat dan telah diprotes atau difatwakan atau dinyatakan
dengan rekomendasi tentang sesatnya oleh MUI dan lainnya: di antaranya aliran
sesat Ahmadiyah, LDII, Syi’ah, NII KW IX dan sebagainya.
Ternyata
di samping pihak petinggi negeri ini tidak atau belum-belum juga membubarkan
aliran-aliran sesat, justru ada petinggi yang malahan munduk-munduk
sowanminta restu dan dukungan
kepada aliran sesat. (baca Golkar Tidak Percaya Diri Jusuf Kalla Minta
Dukungan Aliran Sesat LDII, nahimunkar.com, March 2, 2009 10:44 pm Artikel).
Bagaimana orang yang ada ambisi kesesatan tidak tergiur
dengan yang seperti itu?
Factor lain lagi, kadang aliran sesat di Indonesia ini
pemimpin dan kerajaannya justru menjadi istana raja diraja. Lihat saja pusat
aliran sesat NII KW IX di Indramayu. Jawa Barat. Entah berapa petinggi negeri
ini yang sudah munduk-munduk
sowan (merunduk-runduk hadir) ke sana.
Bahkanngrampek-ngrampek (mendekat-dekat dengan penuh harap) untuk
minta dukungan, dengan mengadakan TPS (tempat pemungutan suara) khusus segala
dalam pemilu yang lalu.
Apakah itu bukan berarti menyuburkan aliran sesat
bahkan menjunjungnya?
Di samping para pejabat tinggi banyak yang sowan ke istana aliran sesat, masih pula
para petinggi aliran sesat sering tidak dijamah oleh hukum, entah apa sebabnya.
Itu LDII yang telah dikhabarkan menipu hampir 11 triliun rupiah, tidak pernah
ada khabar bahwa mereka diseret ke pengadilan. (lihat buku HMC Shodiq, Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan
Rupiah, LPPI,
Jakarta, cetakan kedua, Oktober 2004). Padahal saat ini banyak pejabat
setelah menduduki jabatan kemudian diseret ke pengadilan dan akhirnya masuk ke
penjara. Sampai-sampai menteri agama saja ada yang masih di dalam penjara
sekarang ini dalam kasus sebagaimana yang lain-lainnya yakni korupsi. Lha kalau
jadi pemimpin aliran sesat, entah itu bisa memeras, bahkan menipu
mentah-mentah, ternyata dibiarkan lenggang
kangkung (berjalan
santai) tidak diusik-usik. Sebaliknya, justru para pemimpin aliran sesat itu disowani denganmunduk-munduk oleh pejabat tinggi negeri ini, masih
pula dimintai restunya. Apakah itu tidak menggiurkan untuk pertumbuhan aliran
sesat?
Dalam wacana perpolitikan, apakah lakon seperti itu
termasuk tingkah politisi busuk yang diharapkan agar tidak dipilih lagi atau
bukan, wallahu a’lam. (haji/ tede).
Dua
Penyebab Berkembangnya Aliran Sesat di Indonesia
Bermacam
aliran sesat baik dalam skala besar maupun kecil masih banyak bermunculan di
Indonesia. Ada yang masuk ke beberapa daerah, kebupaten, dan mencakup di
provinsi tertentu.
Ketua Komisi Kajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof Utang
Ranuwijaya menyebutkan beberapa penyebab berkembangnya aliran sesat di
Indonesia. Alasan pertama, karena rentannya persoalan akidah di tengah-tengah
suatu masyarakat. Hal inilah yang kemudian membuat mudahnya dirasuki
paham-paham yang sebenarnya menyimpang dari ajaran Islam.
“Ada masyarakat yang rentan dengan persoalan akidah, karena kekurangan
kepngetahuan agama. Kemudian paham-paham baru yang masuk mereka anut dan
dianggap sebagai paham yang normal, padahal sebenarnya sudah menmyimpang,” kata
Utang kepada ROL, Rabu
(28/1).
Hal inilah, menurut Utang, yang kemudian semakin berkembang di tengah-tengah
masyarakat sehingga jumlah pengikutnyan semakin besar. Faktor lain yang
menyebabkan perkembangan aliran sesat adalah tidak sampainya siar agama ke
suatu wilayah tertentu.
Hal ini biasanya terjadi di wilayah-wilayah terpencil, sehingga
akses penyiaran agama Islam tidak berjalan dengan maksimal. “Keluasan
pengetahuan agama seseorang kadang masih banyak yang terbatas. Dan ada aliran
baru yang kemudian dianggap sebagai ajaran agama, padahal itu bukan,” ujar
Utang.
Untuk mencegah hal ini, Utang berpendapat perlunya kerjasama dari seluruh pihak
baik kalangan ulama, tokoh masyarakat, dan masyarakat secara umum untuk
sama-sama menyiarkan dakwah Islam. Sebab kata dia tugas untuk menyebarkan agama
adalah tanggung jawab setiap pemeluk agama Islam.
Bila dakwah sudah serentak sesuai dengan ajaran Islam yang
dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW, ia yakin perkembangan aliran sesat akan dapat
dicegah.
Aliran sesat tumbuh subur di Indonesia, tidak kalah dengan kesuburan
tanah airnya. Berbagai aliran dan paham sesat tumbuh dengan pesat bagaikan
jamur di musim hujan. Mulai dari yang mengaku nabi atau yang meyakini akan
turunnya nabi baru, mengkafirkan sahabat atau semua orang selain jama’ahnya,
sampai kepada merekonstruksi ulang Islam dengan pemikiran liberalnya. Ironisnya
mereka semua mengaku bagian dari Islam. Bahkan mengaku Islam yang paling benar
dan moderat sesuai dengan perkembangan zaman.
Yang perlu
kita cermati bahwa setiap kali aliran
sesat tersebut
muncul selalu saja mendapat sambutan dari masyarakat. Hal tersebut terbukti
dengan banyaknya pengikut yang bersikap fanatik buta membela mati-matian
terhadap faham yang jelas-jelas kesesatannya. Anehnya banyak orang yang mengaku
Muslim menganggap hal tersebut suatu kebebasan beragama yang wajar-wajar saja.
Aliran Sesat Tumbuh di Bawah Naungan Payung Demokrasi
Silih
berganti aliran sesat di negeri ini tumbuh dan bersemi di bawah payung
demokrasi. Sistem demokrasi ternyata menjadi mediator dalam menumbuh-kembangkan
aliran sesat di Indonesia. Oleh karena itu tidak heran jika demokrasi menjadi
pabrik aliran sesat. Tidak dipungkiri ada kebaikan dalam sistem tersebut. Namun
meski ada satu atau dua kebaikan di dalamnya tetap saja tidak menjadikan sistem
demokrasi menjadi sistem Islami.
Perlu
dipahami tidak setiap negara yang sistemnya kufur mengharuskan semua orang yang
berada dalam negara tersebut menjadi kafir. Di bawah naungan sistem kufur
inilah “kebebasan murtad” seolah-olah di jamin oleh undang-undang. Begitu juga
kebebasan menyebarkan faham sesat kepada siapa saja selama hal tersebut
bisa hidup “rukun dan tenteram” dalam masyarakat.
Namun
kenyataanya hadirnya aliran sesat tersebut selalu saja meresahkan masyarakat.
Ya, sangat meresahkan karena memang masing-masing mengaku dirinya Islam. Tentu
saja hal tersebut akan mengundang banyak pertanyaan dalam hati kita. Jika
memang benar bagian dari Islam kenapa justru ajaran dan keyakinannya
bertentangan dengan kemurnian syari’at Islam? Kalau memang bukan dari Islam
kenapa harus mengatasnamakan Islam? Kenapa juga tidak mengatas namakan agama
lain selain Islam?
Demokrasi
memang ibarat tong sampah yang menampung kotoran apa saja. Tentu saja dalam
ekosistem tong sampah yang paling tumbuh subur adalah paham-paham yang memang
busuk dan parasit. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah Islam yang murni
aqidah dan syari’atnya. Ajarannya tidak akan berubah hingga akhir zaman.
Al-Qur’an dan as-Sunnah pun tetap terjaga meski banyak orang memalsukannya.
Maka sangat mudah sekali sebenarnya jika ada aliran yang menyelisihi jalan yang
lurus tersebut bisa dipastikan aliran tersebut adalah aliran yang tersesat dari
Islam.
Pergulatan Aliran Sesat di Indonesia
Dahsyat
sekali pergulatan aliran sesat di negeri ini, terlebih pasca
reformasi. Benih-benih kesesatan di masa orde lama dan baru mulai menggeliat di
era reformasi. Ada yang murni dari dalam negeri, ada juga yang impor dari luar
negeri lewat agen-agen yang telah ditanam jauh-jauh hari. Meski MUI sebagai
lembaga fatwa yang independen di Indonesia sebenarnya cukup sigap menghadang
laju arus aliran sesat di Indonesia.
Fatwa-fatwa
yang dikeluarkan tentang aliran sesat cukup gamblang. Hanya saja fatwa tersebut
tidak punya kekuatan hukum layaknya hukum positif di Indonesia. Semua itu
memang Islam telah dipisahkan dalam negara Indonesia. Banyak orang Islam
sendiri bahkan para pemimpinnya belum yakin bahwa Islam mampu menaungi
kemajemukan dibanding sistem sekuleris. Padahal dari fakta sejarah para pejuang
kaum Musliminlah yang berperan utama mengobarkan jihad melawan penjajah yang
kafir. Dengan demikian meski ada fatwa sesat dari MUI tetap saja aliran sesat
laris manis bagai kacang goreng di negeri ini.
Kalau kita cermati hari ini sepak terjang
aliran sesat di negeri ini semakin hari semakin menjadi-jadi. Berbagai
rekrutmen dilakukan terang-terangan dalam rangka menjaring pengikut. Korbannya
tidak lain dan tidak bukan adalah kaum Muslimin sendiri. Memang masyarakat kita
masih di dominasi kejahilan. Sekedar di iming-imingi dengan sembako saja banyak
orang rela menjual keimanan. Kalau kita perhatikan aliran sesat tersebut selain
sesat dan menyesatkan manusia, banyak manufer-manufer politik di balik
pergerakan aliran sesat di Indonesia. Hal ini sangat kentara ketika menjelang
pesta demokrasi. Banyak parpol yang “bergandeng tangan” dengan aliran-aliran
tertentu demi meraup suara terbanyak dalam pemilu.Ya, beginilah negeri
demokrasi. Mirip amburadulnya dengan negeri yang menjadi asal-usulnya.
Namun
demikian kita jangan pesimis. “Likuli
zaman rijal”begitulah pepatah Arab mengatakan. Artinya setiap masa
pasti ada pahlawannya. Dibalik gerilya aliran sesat yang membahana ini kitapun
mulai melihat kebangkitan Islam di nusantara. Pahlawan-pahlawan kebangkitan
Islam mulai berani dan bangkit menyerukan kebenaran yang lama memudar. Memang
gerakannya kelihatan lambat ibarat bayi yang tertatih berjalan. Namun di balik
itu semua kita semakin yakin akan janji Alloh bahwa kemenangan bagi agama Alloh
dan kebathilan akan sirna sebesar apapun kekuatannya.
Iblis dan Setan
Sumber Aliran Sesat di Negeri Ini
Kalau
kita runut semua aliran sesat dari zaman klasik sampai modern bersumber dari
ajaran iblis dan setan. Tidak ragu lagi di balik geliat aliran sesat di
Indonesia iblis dan setanlah biang keladinya. Lebih parahnya setan dan
iblis saat ini mempunyai sistem yang berkuasa sehingga hal ini menjadikan ajang
pergulatan aliran sesat semakin dahsyat. Puluhan aliran sesat di Indonesia
hingga saat ini masih eksis meski bergerak di bawah tanah. Semua aliran sesat
tersebut berdakwah dan menyebarkan pemahamannya. Jika kita biarkan
aliran-aliran sesat di negeri ini maka bahaya mengancam kemurnian agama Islam.
Memang
pertama berawal dari pemahaman yang sesat. Namun lambat laun pemahaman
tersebut akan mengkristal menjadi budaya bahkan peradaban. Bukankah budaya
penyembahan patung di bangsa Arab awalnya lahir ketika pemahaman mereka
menyimpang dari ajaran yang hanif (lurus)?
Tidak
dipungkiri banyaknya aliran sesat merupakan bagian dari fakta perpecahan umat.
Namun yang harus kita ketahui bahwa yang benar hanyalah satu. ltulah Islam yang
murni berdasarkan petunjuk Nabi dan para sahabatnya yang mulia. Tak ada jalan
keselamatan dalam pergulatan aliran dan firqoh-firqoh sesat tersebut kecuali
dengan meniti sirothul mustaqim.
Alloh
berfirman:
“Dan bahwa
(yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan
janganlah kalian men gikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh
agar kalian bertakwa.” (QS. al-An’am [6]: 153)