Kamis 14
Jamadilakhir 1437 / 24 Maret 2016 22:45
ABU Bakar As-Shiddiq adalah salah satu
sahabat Rasulullah yang sudah dijamin akan masuk surga. Ada banyak keistimewaan
Abu Bakar, tentu saja, karena hal tersebut. Berikut adalah beberapa fakta soal
Abu Bakar:
1.
Dia adalah sahabat dan tetangga Nabi Muhammad SAW sebelum turunnya Quran.
2.
Dia adalah orang dewasa pertama dan yang pertama di luar keluarga Nabi Muhammad
saw yang memeluk Islam.
3.
Dia adalah orang keempat yang memeluk Islam secara keseluruhan (Setelah
Khadijah ra – wanita pertama, Ali (ra) – anak pertama dan Zaid Bin Haritsah –
budak pertama)
4.
Dia adalah orang pertama yang membebaskan budak di jalan Allah.
5.
Dia memiliki gelar ‘Siddiq’ dan ‘Atiq’ dari Nabi saw langsung.
6.
Dari semua sahabat, Abu Bakar adalah yang paling dekat dan paling menyayangi
Nabi. Dia menjadi pendamping Nabi dalam gua ketika hijrah dari Makkah ke
Madinah.
7.
Putrinya Aisyah (ra), menikah dengan Nabi Muhammad (saw)
8.
Tanah untuk Masjid Nabawi di Madina dibeli dengan uang dari Abu Bakar.
9.
Ketika Abu Bakar memeluk Islam, ia memiliki 40.000 dirham. Dia menghabiskan
seluruh uang untuk Islam. Nabi menyatakan bahwa kekayaan Abu Bakar digunakan
untuk Islam lebih dari kekayaan orang lain. Dalam perang Tabuk, Abu Bakar
memberikan semua kekayaannya.
10.
Nabi saw senang menunjuk Abu Bakar sebagai orang yang pertama bergelar “Amirul
Hajj” dalam sejarah Islam.
11.
Abu Bakar satu-satunya orang yang pernah menjadi ditunjuk sebagai imam shalat
di masa Nabi saw.
12.
Dalam pidato terakhirnya di Masjid Nabawi, Nabi memerintahkan agar semua pintu
ke masjid harus ditutup kecuali pintu menuju ke rumah Abu Bakar.
13. Abu Bakar adalah khalifah pertama
dalam sejarah Islam.
14.
Dia adalah satu-satunya Khalifah dalam sejarah Islam yang mengembalikan
kekayaannya ke kas negara pada saat kematiannya yang ia dapatkan ketika
menjabat sebagai khalifah.
15.
Nabi berkata, “Jika aku mengambil seorang Khalil, aku akan mengambil Abu Bakr,
tapi dia adalah saudara dan sahabatku (dalam Islam).” Bukhari
16.
Dia mendapat kehormatan dimakamkan tepat di sebelah Nabi Muhammad saw di
Madinah.
Syubhat-syubhat tentang
abu bakar radhiyallahu anhu
Oleh
Ustadz Abdullah Roy
Lc, MA
Abu Bakar ash-Shiddîq
Radhiyallahu anhu adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan
laki-laki. Beliau Radhiyallahu anhu adalah manusia paling utama setelah para
nabi dan rasul. Beliau Radhiyallahu anhu membenarkan dan mengimani Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat manusia mendustakannya, yakin tentang
kebenaran apa yang dibawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika manusia
meragukannya. Berbagai gangguan di jalan Allâh beliau hadapi bersama dengan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak orang yang masuk Islam dengan
sebab beliau Radhiyallahu anhu. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengabarkan bahwa laki-laki yang paling beliau cintai adalah Abu Bakr
Radhiyallahu anhu .
Meski demikian,
sebagian orang telah berani mencela dan menuduh Abu Bakar Radhiyallahu anhu
dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar, mereka mendatangkan syubhat-syubhat
tentang beliau Radhiyallahu anhu. Syubhat-syubhat mereka telah dibantah oleh
para Ulama sebagai bentuk pembelaan kepada shahabat mulia ini. Diantara syubhat-syubhat
tersebut adalah:
Syubhat Pertama :
Mereka mengatakan bahwa nama asli Abu Bakr adalah Abdullaata yang artinya hamba
laata, nama berhala Quraisy, ketika masuk Islam nama beliau diganti dengan
Abdullah.
Bantahan :
Nama Beliau
Radhiyallahu anhu adalah Abdullâh, sebagaimana dalam kitab-kitab yang
menceritakan biografi para sahabat. Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah
mengatakan, “Sa’îd bin Manshûr mengatakan, ‘Telah mengabarkan kepadaku Shâlih
bin Musa, telah mengabarkan kepada kami Mu’âwiyah bin Ishâq, dari ‘Aisyah binti
Thalhah, dari ‘Aisyah Ummul Mu’minin Radhiyallahu anhuma beliau berkata :
اسْمُ أَبِي بَكْرٍ الَّذِيْ سَمَّاهُ بِهِ أَهْلُهُ عَبْدُ اللهِ وَلَكِنْ
غَلَبَ عَلَيْهِ اِسْمُ عَتِيْقٍ
“Nama Abu Bakar yang
keluarganya memanggil dengannya adalah Abdullah, akan tetapi sering beliau
dipanggil ‘Atiiq” [al-Ishâbah fii Tamyîz ash-Shahâbah 4/170]
Seandainya pun nama
itu benar maka ini bukan celaan bagi beliau Radhiyallahu anhu karena beliau
Radhiyallahu anhu sudah masuk Islam dan bertaubat.
Syubhat Kedua: Mereka
mengatakan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu anhu masuk Islam dengan pura-pura.
Bantahan :
Kaum Muslimin telah
bersepakat bahwa beliau Radhiyallahu anhu adalah laki-laki yang pertama masuk
Islam.
Abdullah bin Abbâs
Radhiyallahu anhuma pernah ditanya, “Siapa yang pertama kali masuk Islam?” Maka
beliau Radhiyallahu anhuma menjawab, “Abu Bakar ash-Shiddîq” [Fadhâilu ash
Shahâbah, 1/133]
Syubhat Ketiga: Abu
Bakar menghalangi Fathimah Radhiyallahu anhuma dari warisan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan berdalil hadits yang dia riwayatkan sendiri, padahal
Allah Azza wa Jalla berfirman :
يُوصِيكُمُ اللَّهُ
فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
Allâh telah berwasiat
kepada kalian tentang anak-anak kalian, laki-laki mendapatkan dua bagian wanita
[an-Nisâ’/4:11]
Dan mereka juga
mengatakan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu anhu menghalangi Fathimah dari
mendapatkan Fadak, sebuah daerah di Khaibar, bagian Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam . Mereka meyakini bahwa alasan Abu Bakar Radhiyallahu anhu
melakukannya adalah karena takut apabila Fathimah Radhiyallahu anhuma mendapatkannya
maka beliau Radhiyallahu anhuma akan menggunakan harta tersebut untuk mencari
dukungan manusia membatalkan kekhilafahan Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Mereka
berkata bahwa barangsiapa yang menyakiti Fâthimah Radhiyallahu anhuma berarti
dia menyakiti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , padahal Allâh Azza wa
Jalla berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ
يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا
Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allâh dan Rasul-Nya, Allâh melaknat mereka di dunia
dan di akhirat, dan menyediakan bagi mereka adzab yang menghinakan
[al-Ahzâb/33:57]
Bantahan.
1. Abu Bakar
ash-Shiddiiq Radhiyallahu anhu tidak memberikan kepada Fathimah Radhiyallahu
anhuma dan ahli waris Rasûlullâh yang lain berdasarkan hadits yang shahih bukan
berdasarkan keinginan hawa nafsu. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
لاَ نُورَثُ مَا
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
Kami tidak diwarisi,
apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah [HR. al-Bukhâri dan Muslim]
2. Hadits ini telah
diriwayatkan oleh sahabat selain Abu Bakar, seperti Umar Radhiyallahu anhu, Ali
bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu , Abbâs bin Abdul Muththalib Radhiyallahu
anhu, dan lain-lain. Dalam Shahîh al-Bukhâri diceritakan bahwa Umar
Radhiyallahu anhu datang kepada Abbâs Radhiyallahu anhu dan Ali Radhiyallahu
anhu dan berkata: Aku bertanya kepada kalian berdua dengan nama Allâh, ‘Apakah
kalian berdua mengetahui bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengucapkan hadits ini? Maka mereka berdua berkata, “Ya.” [Shahîh al-Bukhâri,
no. 3809]
Ini menunjukkan bahwa
hadits ini bukan dibuat-buat oleh Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan tidak mungkin
Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dan para sahabat lain bersepakat untuk
memalsu hadits.
3. Abu Bakar
Radhiyallahu anhu dan Umar Radhiyallahu anhu telah memberi Ali Radhiyallahu
anhu dan keturunannya lebih dari yang ditinggalkan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Seandainya maksud Abu Bakar Radhiyallahu anhu adalah supaya
mereka tidak mendapat harta niscaya beliau Radhiyallahu anhu tidak akan
memberikan mereka sedikitpun.
4. Abu Bakar
Radhiyallahu anhu dan Umar Radhiyallahu anhu tidak mengambil sedikitpun dari
harta yang ditinggalkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Ada riwayat dalam
kitab-kitab Syiah yang menguatkan hadits :
لاَ نُورَثُ مَا
تَرَكْنَا صَدَقَةٌ
Seperti hadits:
وَإِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا
دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَلَكِنْ وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ مِنْهُ
أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Dan sesungguhnya para
ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham
tapi mewariskan ilmu, barangsiapa yang mengambil ilmu darinya maka sungguh
telah mengambil dengan bagian yang banyak [Ushûlul Kâfii 1/42]
Hadits tersebut juga
ada dalam kitab Ahlussunnah wal Jama’ah. Ini menunjukkan bahwa para nabi hanya
mewariskan ilmu bukan harta dunia.
6. Ayat di atas bersifat
umum dan dikhususkan maknanya dengan hadits. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan nabi-nabi yang lain telah Allâh Azza wa Jalla khususkan dengan
beberapa perkara, diantaranya adalah masalah warisan ini.
7. Mereka sendiri
menyelisihi keumuman ayat yang lain, mereka mengatakan bahwa yang menerima
warisan hanya Fathimah Radhiyallahu anhuma, padahal disana ada istri-istri
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mereka juga berhak berdasarkan
keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ
مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ
فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا
أَوْ دَيْنٍ
Para istri memperoleh
seperempat harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak mempunyai anak. Jika
kalian mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kalian tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kalian buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutang kalian [an-Nisâ’/4:12]
8. Mereka
meriwayatkan bahwa Ja’far ash Shâdiq pernah ditanya tentang apa yang menjadi
hak wanita dalam warisan? Beliau menjawab, “Mereka berhak mendapatkan harga
dari batu bata, bangunan, kayu, dan tumbuh-tumbuhan yang beruas, adapun tanah
dan harta yang tidak bergerak maka mereka tidak berhak” [Man Lâ Yahdhuruhuu Al
Faqîh, ash Shodûq 11/178].
Seluruh peninggalan
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah harta benda yang tidak
bergerak, seperti tanah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
meninggalkan dinar dan dirham. Berkata ‘Amr bin al-Hârits :
مَاتَرَكَ رَسُوْلُ
اللهِ
n عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلاَ دِيْنَارًا وَلاَ
عَبْدًا وَلاَ أَمَةً وَلاَ شَيْئًا إِلاَّ بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ وَسِلاَحَهُ
وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً
Rasûlullâh tidak
meninggalkan dirham, dinar, budak laki-laki, budak wanita, dan tidak yang lain,
kecuali bagal putih beliau, senjata, dan tanah, yang semuanya dijadikan sedekah
[HR. al-Bukhâri]
Lalu mengapa mereka
meyakini bahwa Fathimah berhak mengambil tanah Fadak?
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendapatkan Fadak, beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam hanya mengambil hasilnya untuk nafkah keluarga beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama setahun, sisanya beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam shadaqahkan untuk orang faqir miskin.
Ali bin Abi Thâlib
ketika menjadi khalifah, beliau Radhiyallahu anhu tidak membagi-bagi Fadak
kepada ahli warisnya atau kepada Ummahâtul Mukminin, padahal kekuasaan ada di
tangan beliau Radhiyallahu anhu dan beliau Radhiyallahu anhu adalah orang yang
adil dan pemberani. Ini menunjukkan bahwa Fadak memang bukan harta warisan.
Syubhat Keempat : Abu
Bakar Radhiyallahu anhu mengangkat dirinya sebagai khalifah padahal Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengangkatnya sebagai seorang
khalifah.
Bantahan.
Makna khalifah adalah
orang yang melanjutkan kekuasaan penguasa sebelumnya [Lihat ash-Shihhâh, al
Jauhari 4/1356, dan al-Muhkam, Ibnu Sayyidihi 5/121-122] , dan tanpa
disyaratkan harus diangkat oleh penguasa sebelumnya.
Sepeninggal
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi khalifah adalah Abu Bakar
Radhiyallahu anhu , tidak ada yang lain. Beliaulah yang mengemban tugas sebagai
seorang pemimpin saat itu, memimpin shalat, mengirim pasukan, mengangkat
gubernur, dan lain-lain.
Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri menamakan mereka dengan khalifah, Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِيْنَ عَضُّوْا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Maka hendaklah kalian
berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafa’ râsyidîn yang
mendapatkan petunjuk , gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian [HR.
Abû Dâwûd, at-Tirmidzi, dan Ibnu Mâjah, dan dishahihkan Syaikh al-Albâni]
Padahal ‘Umar bin
al-Khaththab Radhiyallahu anhu tidak mengangkat ‘Utsmân bin ‘Affân Radhiyallahu
anhu sebagai khalifah setelahnya, dan ‘Utsmân Radhiyallahu anhu juga tidak
mengangkat ‘Ali bin Abi Thâlib sebagai khalifah setelahnya.
Syubhat Kelima :
Mereka mengatakan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu anhu telah menyuruh Khalîd bin
al-Walîd Radhiyallahu anhu untuk membunuh ‘Ali bin Abi Thâlib supaya tidak
mengganggu kekhilafahan Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Dan beliau pernah
mengingkari Abu Bakar Radhiyallahu anhu atas perbuatannya ini. Mereka
mengatakan bahwa kabar ini banyak di dalam kitab-kitab ahlussunnah.
Bantahan.
Ucapan ini hanya
tuduhan belaka, tidak memiliki bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Cerita
ini tidak ada dalam kitab-kitab ahlussunnah, namun banyak di kitab-kitab orang
Syi’ah.
Ali bin Abû Thâlib
Radhiyallahu anhu pernah mengatakan bahwa beliau tidak melihat dalam khilafah
Abu Bakar Radhiyallahu anhu dan ‘Umar Radhiyallahu anhu kecuali kebaikan.
Seandainya kisah ini benar tentunya beliau Radhiyallahu anhu tidak akan
mengatakan perkataan ini.
Demikian pula hal ini
bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Ali Radhiyallahu anhu semenjak
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal melakukan taqiyyah.
Seandainya beliau bertaqiyyah mengapa beliau mengingkari Abu Bakr.
Syubhat Keenam :
Mereka mengatakan bahwa Abu Bakar Radhiyallahu anhu telah mengangkat ‘Umar
Radhiyallahu anhu sebagai khalifah setelahnya tanpa musyawarah, dan
mengharuskan manusia untuk membaiatnya [Lihat al-Istighâtsah, Abul Qâsim
al-Kûfi, hlm. 50]
Bantahan.
Ini justru adalah
keutamaan Abu Bakar Radhiyallahu anhu , karena dengan diangkatnya Umar
Radhiyallahu anhu umat Islam mendapatkan banyak kebaikan. Telah dibuka banyak
negeri di zaman beliau Radhiyallahu anhu sehingga banyak yang masuk Islam.
Seandainya beliau Radhiyallahu anhu tidak meminta pendapat orang lain pun
pilihan beliau sudah tepat sekali.
Kemudian tidak benar
bahwa beliau Radhiyallahu anhu tidak bermusyawarah dalam mengambil keputusan.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa beliau Radhiyallahu anhu meminta pendapat
Abdurrahman bi ‘Auf Radhiyallahu anhu , ‘Utsmân bin ‘Affan Radhiyallahu anhu,
Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu , Usaid bin al-Khudhair Radhiyallahu anhu dan
para shahabat lainnya. Setelah melihat bahwa mereka ternyata menginginkan ‘Umar
Radhiyallahu anhu maka beliau Radhiyallahu anhu menulis wasiat yang isinya adalah
pengangkatan ‘Umar Radhiyallahu anhu sebagai khalifah setelah beliau, suratnya
sebagai berikut:
بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، هَذَا مَا عَهِدَ أَبُوْ بَكْرٍ بْنِ أَبِي قَحَافَةَ
فِي آخِرِ عَهْدِهِ بِالدُّنْيَا خَارِجًا مِنْهَا وَعِنْدَ أَوَّلِ عَهْدِهِ
بِالآخِرَةِ دَاخِلاً فِيْهَا حَيْثُ يُؤْمِنُ الْكَافِرُ وَيُوْقِنُ الْفَاجِرُ
وَيَصْدُقُ الْكَاذِبُ، إِنِّي اسْتَخْلَفْتُ عَلَيْكُمْ بَعْدِي عُمُرَ بْنَ
الْخَطَّابِ فَاسْمَعُوْا لَهُ وَأَطِيْعُوْا، وَإِنِّي لَمْ آلُ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ وَدِيْنَهُ وَنَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ خَيْرًا، فَإِنْ عَدَلَ فَذَلِكَ
ظَنِّي بِهِ وَعِلْمِي فِيْهِ، وَإِنْ بَدَّلَ فَلِكُلِّ امْرِئٍ مَااكْتَسَبَ
مِنَ الإِثْمِ، وَالْخَيْرَ أَرَدْتُ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ، سَيَعْلَمُ
الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا أَيَّ مُنْقَلِبٍ يَنْقَلِبُوْنَ، وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ
Bismillâhirrahmânirrahîm.
Inilah janji dari Abu Bakar di akhir dunianya, dalam keadaan keluar darinya,
dan di awal akhiratnya untuk memasukinya, ketika orang kafir beriman, orang
fasiq yakin, dan pendusta akan berkata jujur. Aku telah mengangkat ‘Umar bin
al-Khaththâb sebagai khalifah setelahku, maka dengarkanlah dan taatilah, karena
sesungguhnya aku telah berusaha untuk tidak menyiakan-nyaiakan hak Allâh,
Rasul-Nya, agama-Nya, diriku, dan kalian. Apabila dia berbuat adil maka itulah
persangkaanku dan itu yang aku ketahui, dan apabila dia mengubah (tidak adil)
maka setiap orang menanggung dosanya sendiri. Kebaikan yang aku inginkan, dan
aku tidak mengetahui yang ghaib, orang-orang zhalim akan mengetahui kemana tempat
kembali mereka. Wassalâmu’alaikum warohmatullâhi wabarokatuh [Lihat
ath-Thabaqât, Ibnu Sa’d 3/199-200].
Semoga Allâh membalas
Abu Bakar ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu dengan kebaikan dan menjadikan
tuduhan-tuduhan tersebut sebagai tambahan kebaikan baginya di hari kiamat.
Itulah yang bisa penulis sampaikan. Semoga bermanfaat.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVII/1435H/2014M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]