Ketenangan hidup di dunia
adalah dambaan setiap orang. Akan tetapi betapa banyak manusia yang hidupnya
penuh dengan kegelisahan, gundah gulana, kecemasan, ketakutan, adanya kebencian
dengan orang lain, dan keadaan lainnya yang tidak diinginkannya.
Di antara hal terbesar untuk mendapatkan ketenangan hidup adalah ketika kita
hidup di tengah-tengah manusia dalam keadaan dicintai Allah dan juga dicintai
manusia.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menunjukkan kepada kita suatu amalan yang akan
mendatangkan kecintaan Allah dan juga kecintaan manusia kepada kita.
Dari Abul ‘Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idiy radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu dia
berkata, ‘Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku akan suatu amalan yang apabila aku
mengerjakannya niscaya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia?’ Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Zuhudlah
terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa-apa yang
dimiliki oleh manusia niscaya manusia mencintaimu’.” (Shahih, HR. Ibnu Majah
dan selainnya, lihat Shahiihul Jaami’no.935 dan Ash-Shahiihah no.942)
Definisi Zuhud, Hakikat dan
Pembagiannya
Zuhud secara bahasa artinya lawan dari cinta dan semangat terhadap dunia.
Berkata Ibnul Qayyim, “Zuhud terhadap sesuatu di dalam bahasa Arab yang
merupakan bahasa Islam- mengandung arti berpaling darinya dengan
meremehkan dan merendahkan keadaannya karena sudah merasa cukup dengan sesuatu
yang lebih baik darinya.”
Beliau juga berkata, “Saya mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,
‘Zuhud adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat, adapun
wara’ adalah meninggalkan apa-apa yang ditakuti akan bahayanya di akhirat’.”
Kemudian beliau mengomentarinya, “Ini adalah definisi yang paling baik terhadap
makna zuhud dan wara’ dan yang paling mencakupnya.”
Berkata Sufyan Ats-Tsauriy, “Zuhud terhadap dunia adalah pendek angan-angan,
dan bukanlah yang dimaksud zuhud itu dengan memakan makanan yang keras dan
memakai karung.”
Berkata Az-Zuhriy, “Zuhud adalah hendaklah seseorang tidaklah lemah dan
mengurangi syukurnya terhadap rizki yang halal yang telah Allah berikan
kepadanya dan janganlah dia mengurangi kesabarannya dalam meninggalkan yang
haram.”
Berkata Al-Hasan dan lainnya, “Tidaklah zuhud terhadap dunia itu dengan
mengharamkan yang halal dan tidak pula dengan menyia-nyiakan dan membuang
harta, akan tetapi hendaklah engkau lebih tsiqah (mempercayai) terhadap apa-apa
yang ada di sisi Allah daripada apa-apa yang ada di sisimu, dan hendaklah
engkau apabila ditimpa musibah- lebih mencintai pahala dari musibah
tersebut daripada engkau tidak tertimpa musibah.”
Kesimpulannya bahwasanya hakikat zuhud yang ada di dalam hati adalah dengan
mengeluarkan kecintaan dan semangat terhadap dunia dari hati seorang hamba,
sehingga jadilah dunia itu hanya di tangannya sedangkan kecintaan Allah dan
negeri akhirat ada di dalam hatinya.
Subhaanallaah, betapa nikmatnya apabila seseorang sudah mempunyai sifat zuhud
seperti ini. Dunia/harta yang dimilikinya hanya sekedar lewat di tangannya
tidak sampai ke hatinya (hatinya tidak menjadi terikat dengannya), dia salurkan
harta tersebut di jalan Allah, dia infaqkan kepada orang yang membutuhkannya,
ibaratnya kran yang mengalirkan air untuk orang lain. Sedangkan hatinya tetap
terikat dengan kecintaan kepada Allah dan akhirat.
Tidaklah banyaknya harta menjadikan dia bangga dan senang, akan tetapi ketaatan
kepada Allah-lah yang menjadi tolak ukurnya. Banyak sedikitnya harta bagi orang
yang zuhud sama saja.
Ketika ada seseorang bertanya kepada Al-Imam Ahmad, “Apakah orang kaya bisa
menjadi orang yang zuhud?” Beliau menjawab, “Ya, dengan syarat ketika
banyak hartanya tidak menjadikannya bangga dan ketika luput darinya dunia dia
tidak bersedih hati.”
Beliau membagi zuhud menjadi tiga tingkatan:
1.Meninggalkan yang haram, yang merupakan zuhudnya orang-orang ‘awwam, dan ini
adalah fardhu ‘ain.
2.Meninggalkan kelebihan-kelebihan dari yang halal, dan ini zuhudnya
orang-orang yang khusus.
3.Meninggalkan apa-apa yang dapat menyibukkannya dari (mengingat) Allah, dan
ini adalah zuhudnya orang-orang yang mendalam pengetahuannya tentang Allah.
Jangan Salah Faham Tentang
Zuhud
Bukanlah makna zuhud itu menolak dunia secara keseluruhan dan meninggalkannya,
karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin
orang-orang yang zuhud mempunyai sembilan orang istri; Nabi Dawud dan Nabi
Sulaiman ‘alaihimas salaam dua nabi yang zuhud, keduanya mempunyai
kerajaan sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur`an, demikian juga para
shahabat radhiyallaahu ‘anhumyang merupakan orang-orang yang zuhud, mereka
pun mempunyai harta, istri dan anak-anak, dan hal ini telah dikenal oleh kita
semua.
Karena zuhud itu adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat,
adapun hal-hal yang bermanfaat seperti menikah, mencari nafkah dan lainnya maka
ini semua tidaklah mengurangi zuhudnya selama hatinya tetap terikat dengan
akhirat.
Cinta Akhirat Harus Zuhud
terhadap Dunia
Pertanyaan yang diajukan oleh orang ini yang terdapat dalam hadits di atas
tidak diragukan lagi adalah suatu pertanyaan yang mempunyai tujuan yang tinggi,
yang akan mendatangkan kecintaan Allah dan kecintaan manusia kepadanya. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dengan
sabdanya, “Zuhudlah terhadap dunia” yakni tinggalkanlah apa-apa yang
ada di dunia yang tidak akan memberikan manfaat kepadamu di akhirat. Dan hal
ini jelas mengandung konsekuensi akan adanya kecintaan terhadap akhirat. Karena
sesungguhnya dunia dan akhirat adalah dua hal yang saling berlawanan, apabila
seseorang zuhud kepada salah satunya maka berarti dia cinta kepada yang
lainnya, yakni apabila dia zuhud kepada dunia maka dia cinta kepada akhirat.
Sebaliknya kalau tamak kepada dunia berarti tidak cinta kepada akhirat.
Zuhud itu mengharuskan seseorang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan
amalan-amalan akhirat dari mengerjakan perintah-perintah dan meninggalkan
larangan-larangan serta meninggalkan apa-apa yang tidak akan memberikan manfaat
kepadanya di akhirat dari perkara-perkara yang hanya akan menghabiskan waktunya
saja dan tidak mengandung manfaat sedikit pun.
Zuhud terhadap yang Dimiliki
Manusia
Adapun amalan yang menyebabkan adanya kecintaan manusia, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Hendaklah engkau zuhud terhadap
apa-apa yang dimiliki oleh manusia.” Yaitu hendaklah kita tidak meminta
sesuatu pun kepada manusia kecuali kalau memang butuh dan terpaksa- dan
janganlah memperlihatkan kerinduan/keinginan kita terhadap yang dimiliki
manusia, serta janganlah kita mengangkat pandangan (ta’ajjub) terhadap yang
dimiliki manusia. Jika demikian keadaannya yaitu kita menjadi orang yang jauh
dari keinginan terhadap yang dimiliki manusia maka ketika itu kita akan
dicintai manusia.
Karena manusia itu apabila ada seseorang yang meminta sesuatu yang dimilikinya
maka hal ini memberatkan dia dan menjadikan dia merasa tidak suka. Sehingga
apabila kita jauh dari hal ini maka manusia pun akan mencintai kita.
Hakikat Dunia dan
Kerendahannya
Di dalam Al-Qur`an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan akan hakikat dunia,
kerendahannya, kefanaannya, dan hinanya, dan Al-Qur`an juga menerangkan
lawannya yaitu negeri akhirat, di mana akhirat itu kekal dan lebih baik
daripada dunia.
Allah berfirman yang artinya,
“Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah
kekal.” [An-Nahl:96]
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kalian serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti)
ada ‘adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Al-Hadiid:20]
Pendorong Zuhud
Ada beberapa hal yang akan menjadikan kita zuhud terhadap dunia, di antaranya:
1.Kuatnya iman hamba dan menghadirkan diri seolah-olah menyaksikan apa-apa
yang di sisi Allah, dan menyaksikan kedasyatan hari kiamat, inilah yang akan
menjadikan hilangnya kecintaan terhadap dunia dan kenikmatannya dari hati
hamba, akhirnya dia pun berpaling dari kelezatannya dan kesenangannya serta
mencukupkan diri dengan yang sedikit saja darinya.
2.Seorang hamba harus merasakan dan menyadari bahwasanya dunia itu akan
menyibukkan hati dari terikat dengan Allah, dan akan menjadikan seseorang
terlambat dari mencapai tingginya derajat di akhirat, dan bahwasanya seseorang
kelak akan ditanya tentang kenikmatan yang ada padanya, Allah berfirman yang
artinya,
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu
megah-megahkan di dunia itu).” [At-Takaatsur:8]
3.Dunia tidak akan didapat oleh seorang hamba sampai dia bersusah payah dan
bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya, dia mengerahkan segenap kemampuannya,
tenaganya dan pikirannya, dan kadang-kadang dia pun mengalami kerendahan
ataupun kegagalan dan harus siap bersaing dengan lainnya. Yang seharusnya dia
kerahkan tenaga dan pikirannya tersebut untuk mencari ilmu agama, berdakwah,
berjihad dan beribadah kepada Allah. Perasaan ini yang dirasakan oleh hamba
yang cemerlang hatinya, akan menjadikan dia bosan terhadap dunia dan beralih
kepada sesuatu yang lebih baik dan kekal yaitu akhirat.
4.Al-Qur`an telah merendahkan dan menghinakan dunia dan kenikmatannya dan
bahwasanya dunia itu sesuatu yang menipu, bathil, permainan dan sesuatu yang
melalaikan. Dan Allah telah mencela orang yang lebih mengutamakan dunia di atas
akhirat. Semua nash/dalil ini baik yang ada di dalam Al-Qur`an ataupun
As-Sunnah, akan menjadikan seorang mukmin bosan terhadap dunia, dan dia hanya
terikat dengan yang kekal yaitu akhirat.
Dari Jabir bin ‘Abdillah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam masuk ke pasar dari tempat yang tinggi sedangkan manusia ada di
sekitarnya, lalu beliau melewati seekor bangkai kambing kacang yang kecil kedua
telinganya, kemudian beliau pun mengambilnya dan memegang telinganya seraya
bersabda, “Siapakah di antara kalian yang mau membelinya dengan satu
dirham?” Maka mereka pun menjawab, “Demi Allah, seandainya hidup, kambing
itu pun mempunyai cacat karena kedua telinganya kecil, maka bagaimana (kami mau
membelinya) dalam keadaan kambing itu sudah menjadi bangkai?! Maka Rasulullah
pun bersabda, “Demi Allah, sungguh dunia itu lebih hina dan rendah di sisi
Allah daripada bangkai ini atas kalian.” (HR. Muslim dalam Kitaabuz
Zuhd, lihat Syarhnya 5/814)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Tidaklah
dunia bila dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti jari salah seorang dari
kalian yang dicelupkan ke laut, maka lihatlah apa yang dibawa jari tersebut!” (Lihat Shahiihul
Jaami’ no.5423)
Faidah-faidah hadits ini:
1.Semangatnya para shahabat radhiyallaahu ‘anhum untuk bertanya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap hal-hal yang akan
memberikan manfaat kepada mereka.
2.Bahwasanya manusia itu berdasarkan tabi’atnya senang kalau Allah
mencintainya dan manusia pun mencintainya, dan dia tidak senang kalau Allah
murka kepadanya dan manusia pun membencinya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam di dalam hadits ini menjelaskan tentang amalan yang menyebabkan
adanya kecintaan Allah dan kecintaan manusia.
3.Bahwasanya barangsiapa yang zuhud terhadap dunia niscaya Allah akan
mencintainya, karena zuhud terhadap dunia mengharuskan adanya kecintaan
terhadap akhirat, dan telah lewat penjelasan akan pengertian zuhud yaitu, “Meninggalkan
apa-apa yang tidak bermanfaat di akhirat”.
4.Bahwasanya zuhud terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia merupakan sebab
untuk mendapatkan kecintaan manusia kepada kita.
5.Sesungguhnya tamak terhadap dunia dan terikat dengannya adalah sebab yang
akan mendatangkan kebencian Allah terhadap hamba sedangkan tamak terhadap
apa-apa yang dimiliki manusia dan menanti-nantikannya (berharap agar diberi
oleh manusia) adalah sebab yang akan mendatangkan kebencian manusia kepadanya.
Maka zuhud terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia adalah sebab terbesar
yang akan mendatangkan kecintaan manusia kepadanya.
Dengan zuhud niscaya manusia mendapatkan ketenangan hidup di dunia dan di
akhirat, birahmatillaah. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang
zuhud terhadap dunia dan zuhud terhadap apa-apa yang dimiliki manusia.
Aamiin. Wallaahu A’lam.
Maraaji’: Qawaa’id wa
Fawaa`id minal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.264-268, dan At-Ta’liiqaat
‘alal Arba’iin An-Nawawiyyah hal.84-85.
Hati
Telah Mati Pada Sepuluh Perkara
Hati telah mati pada sepuluh perkara.
Suatu
hari, Ibrahim bin Adham rahimahullah berlalu melewati pasar Bashrah. Manusia
pun berkumpul kepadanya seraya berkata, “Wahai Abu Ishaq, sesungguhnya Allah
berfirman dalam kitab-Nya,
“Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagi kalian”. Sudah sekian lama kami berdoa
tapi tidak dikabulkan?”
Beliau menjawab,
“Wahai
penduduk Bashrah, hati kalian telah mati pada sepuluh perkara,
Pertama, kalian mengenal Allah tapi tidak
menunaikan hak-Nya.
Kedua, kalian membaca Al-Qur’an, tapi kalian tidak
mengamalkannya.
Ketiga, kalian mengaku mencintai Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tapi kalian meninggalkan Sunnahnya.
Keempat, kalian mengaku memusuhi syaithan, tapi
kalian mencocokinya.
Kelima, kalian mengatakan bahwa kami mencintai
surga, tapi kalian tidak beramal untuk (memasuki)nya.
Keenam, kalian mengatakan bahwa kami takut dari
neraka, tapi kalian menggadai diri-diri kalian untuk neraka.
Ketujuh, kalian mengatakan bahwa kematian adalah
benar adanya, tapi kalian tidak bersiap untuknya.
Kedelapan, kalian sibuk membicarakan aib-aib saudara-saudara
kalian, sedang kalian mencampakkan aib-aib kalian sendiri.
Kesembilan, kalian memakan nikmat-nikmat Rabb
kalian, tapi kalian tidak menunaikan kesyukuran kepada-Nya.
Kesepuluh, kalian telah mengubur orang-orang mati
kalian, tapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya.”
[Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilayatul
Auliyâ` 8/15-16. Disebutkan juga oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jâmi Bayân Al-‘Ilm
no. 1220, Asy-Syâthiby dalam Al-I’tishâm 1/149 (Tahqîq Masyhûr Hasan), dan
Al-Absyîhy dalam Al-Mustathraf 2/329.]
http://www.tabayyunnews.com/2016/02/hati-telah-mati-pada-sepuluh-perkara/
http://www.tabayyunnews.com/2016/02/hati-telah-mati-pada-sepuluh-perkara/
Kisah
Nyata Dokter Berdialog dengan Pasien Sakaratul Maut
Setiap orang pasti
mengalami yang namanya kematian.
Sebelum kematian itu
datang, seseorang akan menghadapi yang namanya sakaratul maut, detik-detik
menegangkan dan menyakitkan sebelum seseorang benar-benar meninggal.
Dikutip dari laman
Syahida dan dirilis kembali oleh WOW menariknya, seorang dokter bernama Dr
Khalid Al-Jubair di Arab Saudi, pernah mengalami pengalaman yang menakutkan, di
mana ia pernah berbicara dengan orang yang sedang menghadapi sakaratul
maut.
Dr.Khalid Al- Jubair
yang merupakan seorang ahli bedah jatung di Arab Saudi, menceritakan kejadian
menakutkan yang dialaminya ketika berbincang dengan pasiennya yang sedang
sekarat.
Suatu hari seorang
perawat menelepon Dr Khalid bahwa ada pasien yang infusnya tidak berjalan
dengan baik pada tangan sebelah kanannya, konsekuensinya harus dipindahkan ke
tangan sebelah kirinya.
Dr Khalid pun
menghampiri pasien tersebut, yang sudah dirawat di rumah sakit selama 6 bulan.
Pada 5 bulan pertama
ia masih berbincang-bincang dengan Dr Khalid, dan pada bulan keenam, pasien itu
pingsan secara total dan tidak bisa bergerak sedikitpun.
Maka didatangilah
pasien tersebut oleh Dr Khalid, dia mengecek tangan sebelah kirinya untuk
mencari urat untuk dimasukkan infus.
Tiba-tiba dia
dikagetkan ketika pasien yang tak sadarkan diri itu berbicara dengannya.
"Dr.Khalid apa
yang akan kamu lakukan? Apakah kamu Dr.Khalid?" ujar pasien itu.
"Ya betul saya
Dr.Khalid." jawab Dr Khalid.
"Apa yang akan
kamu lakukan?" tegas pasien tersebut.
"Saya akan
mencari urat tangan kiri Anda untuk memasukkan infus," jawab sang dokter.
Lalu pasien itu
berkata, "Tidak! Kamu tidak akan menemukan urat tersebut karena saya sudah
menjadi mayat."
"Tidak kamu
bukan mayat," tegas Dr. Khalid.
Kemudian pasien itu
berkata, "Wahai dokter! Saya sudah menjadi mayat."
"Tidak! Kamu
bukan mayat," Dr Khalid menjawab dengan tegas.
"Wahai dokter
saya sudah menjadi mayat, saya mellihat apa yang tidak kamu lihat. Sungguh saya
melihat malaikat maut berada di depan saya sekarang," ujar pasien
tersebut.
Tangan pasien itu
masih berada di genggaman Dr Khalid, dan kemudian dia teringat dengan salah
satu hadist yang shohih dari Al-Barro' bin adzib radhiyallahu'anhu, di mana
Rasulullah SAW bersabda, " Apabila salah seorang dari kalian menghadap
akhirat dan meninggalkan dunia (sakaratull maut) dan ia tergolong orang sholeh
maka ia akan melihat (sejauh mata memandang), para malaikat yang putih
wajahnya. Mereka adalah para malaikat ramah dan ia akan melihat kedudukanya di
surga."
Selama lebih dari 30
tahun pengabdiannya di rumah sakit, Dr Khalid pernah mengalami kejadian serupa,
di mana ia melihat tiga orang yang menghadapi sakaratul maut, sebelum mereka
meninggal.
"Wahai dokter
janganlah kamu buat cape dirimu, sungguh aku telah melihat kedudukanku di surga
dan para bidadari telah disiapkan untukku," ujar salah satu pasien pertama
yang sekarat.
"Bahwa
sesunguhnya saya telah mencium aroma surga sekarang," kata pasien sekarat
kedua.
"Sungguh saya
melihat surga sekarang," ujar pasien ketiga yang sekarat.
Dalam ilmu medis,
orang yang sedang menghadapi sakaratul maut tidak akan bisa berbicara ataupun
bergerak.
Tapi, pengalaman yang
diceritakan Dr Khalid benar-benar sangat mengejutkan, di mana ia mampu
berbicara dengan orang yang sekarat dan mengetahui apa yang sedang dihadapi
seseorang yang diambang kematian.
Ibnu Abi Ad-Dunya
rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata,
"Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi
orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan
gunting, panasnya air mendidih di bejana.
Seandainya ada mayat
yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya
kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak
nyenyak dalam tidurnya."
Semoga kisah ini
mengingatkan kita bahwa sebagai manusia, suatu saat nanti kita pasti mengalami
yang namanya kematian. Oleh karena itu, sebelum kematian itu tiba dan semua
pintu amal tertutup, mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Sumber:
Syahida, WOW Menariknya.
Perkataan
Orang-orang yang Menghadapi Kematian
SETIAP yang bernyawa pasti akan binasa. Itu janji
Allah Swt. Kematian merupakan sesuatu yang niscaya sekaligus misteri. Niscaya
karena ia akan datang dan menimpa semua orang. Misteri karena tak ada seorang
pun yang tahu kapan Ijrail akan mencabut nyawa. Namun, sejarah mencatat bahwa
banyak orang saleh yang sadar saat kematian mendekati dirinya.
Perkataan-perkataan yang mereka lontarkan pun seakan-akan sudah siap menghadapi
Ijrail, Sang Pencabut Nyawa.
Ketika
Mu’awiyyah bin Abi Sufyan menghadapi kematian, ia berkata, “Dudukkanlah aku.”
Maka, orang-orang di sekelilingnya pun mendudukkannya. Ia mulai mengingat Allah
dan bertasbih kepada-Nya. Ia kemudian menangis. Lalu, ia berkata (kepada
dirinya sendiri), “Engkau mengingat Tuhanmu, wahai Mu’awiyyah, setelah tua
renta dan lanjut usia, sedangkan masa mudamu penuh dengan kesenangan.”
Mu’awiyyah
terus menangis dan bertambah keras tangisannya. Lalu, ia berkata, “Wahai
Tuhanku, kasihanilah orang tua durhaka ini yang memiliki hati yang keras. Ya
Allah, kurangilah kesalahannya, ampunilah ketergelincirannya, dan masukkanlah
dengan kemurahan-Mu ke dalam kelompok orang-orang yang tidak mengharap
selain-Mu dan tidak meyakini siapa pun selain-Mu.
Ketika
Mu’adz bin Jabbal menjelang wafat, ia berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku
takut kepada-Mu. Hari ini aku berharap kepada-Mu, ya Allah, sesungguhnya Engkau
mengetahui bahwa aku tidak pernah mencintai dunia dan lama tinggal di dalamnya
karena sungai-sungai mengalir dan pohon-pohon tumbuh. Namun, waktu-waktu
siangnya panas menyengat saat-saat menyesakkan dan berkumpul dengan para ulama.”
Itulah
perkataan dari dua orang saleh pada saat akan menjemput maut. Sungguh banyak
keterangan yang menuliskan betapa peristiwa kematian merupakan peristiwa yang
paling menakutkan dan menyakitkan. Namun, kadar keimanan yang akan membuat
semuanya berbeda.
Seseorang dengan kadar keimanan yang tinggi tentunya
akan menyambut maut dengan senyuman. Adapun orang yang kadar keimanannya rendah
tentu saja akan dicekam ketakutan. Pilihannya adalah apakah kita akan memilih
untuk menjadi orang yang tersenyum saat menghadapi kematian ataukah sebaliknya?
Wallahu’alam. [firmansyah/islampos]
Sumber:
Mutiara Ihya Ulumuddin
Pentingnya
Mengingat Kematian
SESUNGGUHNYA kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak
dapat disangkal lagi. Allah SWT berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul
maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS. Qaaf:19)
Siapakah di
antara kita yang meragukan kematian dan sakaratul maut? Apakah ada orang yang
meragukan kubur dan azabnya? Siapakah yang mampu menunda kematiannya dari waktu
yang telah ditentukan?
Mengapa
manusia sombong padahal kelak akan dimakan ulat? Mengapa manusia melampaui
batas padahal di dalam tanah kelak akan terbujur? Mengapa menunda-nunda,
padahalkita mengetahui kematian akan datang secara tiba-tiba?
Hakikat
Kematian
Adalah salah
bila ada orang yang menyangka bahawa kematian itu hanya kefanaan semata dan
pengakhiran secara total yang tidak ada kehidupan, perhitungan, hari
dikumpulkan, kebangkitan, syurga atau neraka padanya!! Sebab andaikata
demikian, tentulah tidak ada hikmah dari penciptaan dan wujud kita. Tentulah
manusia semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat lega; fulan
mukmin dan kafir, fulan pembunuh dan terbunuh, fulan si penzalim dan yang
dizalimi, fulan yang taat dan maksiat, fulan penzina dan yang rajin
solat, fulan ahli maksiat dan ahli takwa.
Pandangan
tersebut hanyalah bersumber dari pemahaman kaum atheis yang mereka itu lebih
buruk dari binatang sekali pun. Yang mengatakan seperti ini hanyalah orang yang
telah tidak punya rasa malu dan menggelarkan dirinya sebagai orang yang bodoh
dan ‘gila.’ (Baca: QS. At-Taghabun:7, QS. Yaasiin: 78-79)
Kematian
adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, kemudian ruh berpindah dari satu
tempat ke tempat yang lain, dan seluruh lembaran amal ditutup, pintu taubat dan
pemberian masa pun terputus.
Nabi s.a.w.
bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama belum
sekarat.” (HR. At-Turmuzi dan Ibn Majah, disahihkan Al-Hakim dan Ibn Hibban)
Kematian
Merupakan Musibah Paling Besar!!
Kematian
merupakan musibah paling besar, kerana itu Allah s.w.t. menamakannya dengan
‘musibah maut’ (Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli taat didatangi maut, ia
menyesal mengapa tidak menambah amalan solehnya, sedangkan bila seorang hamba
ahli maksiat didatangi maut, ia menyesali atas perbuatan melampaui batas yang
dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat
bertaubat kepada Allah s.w.t. dan mula melakukan amal soleh. Namun! Itu semua
adalah mustahil dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS. Fushshilat: 24, QS.
Al-Mu’minun: 99-100)
Ingatlah
Penghancur Segala Kenikmatan!!
Nabi s.a.w.
menganjurkan agar banyak mengingat kematian. Beliau bersabda, “Perbanyaklah
mengingat penghancur kenikmatan (maut),” (HR. At-Tirmidzi, hasan menurutnya).
Imam
Al-Qurthubi r.a. berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan beliau,
“Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi
padat, menghimpun makna peringatan dan amat mendalam penyampaian nasihatnya.
Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi
kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita
mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari
mengangankannya, sekalipun hal itu masih mampu dicapainya.
Namun jiwa
yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan nasihat yang lebih lama dari
para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak,
sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Allah s.w.t. dalam surat Ali
‘Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati) sudah
cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”
Siapa
Orang Yang Paling Cerdik?
Ibnu Umar
r.a pernah berkata, “Aku pernah mengadap Rasulullah s.a.w sebagai orang ke
sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya
berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling
tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian
dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka
pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ath-Thabrani,
disahihkan al-Munziri)
Manfaat
Mengingat Kematian
Di antara
faedah mengingat kematian adalah:
–Mendorong
diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya.
–Memendekkan angan-angan untuk lama tinggal di dunia yang fana ini, kerana
panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian.
–Menjauhkan diri dari cinta dunia dan redha dengan
yang sedikit.
–Menguatkan
keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’at.
–Meringankan
seorang hamba dalam menghadapi ujian dunia.
–Mencegah
kerakusan dan ketamakan terhadap nikmat duniawi.
–Mendorong
untuk bertaubat dan muhasabah kesalahan masa lalu.
–Melembutkan hati, membuat mata menangis, memberi semangat untuk mendalami agama
dan menghapuskan keinginan hawa nafsu.
–Mengajak
bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak sombong, dan berlaku zalim.
–Mendorong
sikap toleransi, mema’afkan teman dan menerima kesalahan dan kelemahan orang
lain.
Perkataan
Orang-Orang Arif
Al-Qurthubi
r.a berkata, “Umat sepakat bahwa kematian tidak memiliki usia tertentu, masa
tertentu dan penyakit tertentu. Hal ini dimaksudkan agar seseorang senantiasa
waspada dan bersiap-siap menghadapinya.”
Yazid
Ar-Raqqasyi r.a. berkata kepada dirinya, “Celakalah engkau wahai Yazid! Siapa
orang yang akan menggantikan solatmu setelah mati? Siapa yang berpuasa untukmu
setelah mati? Siapa yang memohon keredhaan Allah untukmu setelah mati? Wahai
manusia! Tidakkah kamu menangis dan meratapi diri sendiri dalam sisa hidup
kamu? Siapa yang dicari maut, kuburan jadi rumahnya, tanah jadi katilnya dan
ulat jadi teman rapatnya, lalu setelah itu ia akan menunggu lagi hari kecemasan
yang paling besar; bagaimana keadaan orang yang seperti ini nanti.?” Beliau pun
kemudian menangis.
Ad-Daqqaq
r.a. berkata, “Siapa yang banyak mengingat kematian, maka ia akan dimuliakan
dengan tiga perkara: Segera bertaubat; Mendapatkan kepuasan hati; dan
bersemangat dalam beribadah. Dan siapa yang lupa akan kematian, maka ia akan
disiksa dengan tiga perkara: Menunda untuk bertaubat; Tidak merasa cukup dengan
yang ada dan malas beribadah.”
Al-Hasan
Al-Bashri r.a. berkata, “Sesungguhnya kematian ini telah
menghancurkan
kenikmatan yang dirasakan para penikmatnya. Kerana itu, carilah kehidupan yang
tidak ada kematian di dalamnya.”
Faktor-Faktor
Pendorong Mengingat Kematian
1.Ziarah
kubur. Nabi s.a.w. bersabda, “Berziarah kuburlah kamu, sebab ia dapat
mengingatkanmu akan akhirat.” (HR. Ahmad dan Abu Daud, disahihkan Syaikh
Al-Albani)
2.Melihat
mayat ketika dimandikan.
3.Menyaksikan orang-orang yang tengah sekarat dan menalqinkan mereka dengan
kalimat syahadat.
4.Mengiringi jenazah, solat ke atasnya serta menghadiri pengkebumiannya.
5.Membaca
Al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang mengingatkan akan kematian dan sakratul maut
seperti ayat 19 surat Qaaf.
6.Uban dan
Penyakit. Kedua hal ini merupakan utusan malaikat maut kepada para hamba.
7.Fenomena
alam yang dijadikan Allah s.a.w. untuk mengingatkan para hamba akan kematian
seperti gempa, gunung meletus, banjir, badai dan sebagainya.
8.Membaca
berita-berita tentang umat-umat masa lalu yang telah dibinasakan oleh maut.
Semoga Allah
s.w.t. menutup akhir hayat kita dengan Husnul Khatimah dan menerima semua amal
shalih kita, Amin. [abusyakirin]
Sudah Manfaatkah Ilmu Kita?
Muhammad Abduh
Tuasikal, MSc
Kita sudah banyak
belajar, namun kadang ilmu yang kita pelajari tidak membekas atau tidak
manfaat. Bagaimana kita bisa tahu kalau ilmu tersebut bermanfaat?
Beberapa hal berikut
bisa sebagai indikasi kalau ilmu yang kita pelajari selama ini bermanfaat.
Pertama:
Ilmu tersebut
semakin membuat kita takut pada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28)
Ibnul Qayyim
menyatakan, “Ayat tersebut menunjukkan dua hal: (1) yang takut pada Allah
hanyalah ulama, (2) tidaklah disebut alim (orang berilmu) kecuali punya rasa
takut pada Allah. Yang takut pada Allah hanyalah ulama. Semakin hilang ilmu,
semakin hilang rasa takut. Jika rasa takut hilang, maka ilmu pun akan makin
redup.” (Syifa’ Al-‘Alil, 2: 949)
Kedua:
Ilmu tersebut
mendorong kita untuk semakin semangat melakukan ketaatan dan semakin semangat
menjauhi maksiat.
Sebagian ulama salaf
berkata, “Siapa yang takut pada Allah, maka dialah ‘alim, seorang yang berilmu.
Siapa yang bermaksiat pada Allah, dialah jahil (orang yang jauh dari ilmu).”
Ketiga:
Ilmu yang manfaat
akan mengantarkan pada sifat qana’ah (selalu merasa cukup) dan zuhud pada
dunia.
Al-Hasan Al-Bashri
pernah berkata, “Sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang zuhud pada
dunia dan semangat mencari akhirat. Ia paham akan urusan agamanya dan rutin
melakukan ibadah pada Rabbnya.”
Keempat:
Tawadhu’ (rendah
hati) dan mudah menerima kebenaran dari siapa pun, lalu ingin menerapkan
kebenaran tersebut.
Kelima:
Benci pujian dan
enggan menyucikan diri sendiri, juga tidak suka ketenaran. Jika ia disanjung
lalu menjadi populer bukan karena keinginan dan pilihannya, ia pun takut dengan
rasa takut yang besar, takut akan akibat jeleknya.
Keenam:
Ilmu yang dipelajari
tidak jadi kebanggaan dan kesombongan di hadapan lainnya. Ia tahu bahwa para
salaf dahulu lebih mulia dan ia pun selalu berprasangka baik padanya.
Wallahu Ta’ala
a’lam.
Sudahkah ilmu kita
membuahkan hal-hal di atas sehingga dapat disebut ilmu itu manfaat? Semoga …
Dinukil dari bahasan
Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 10: 475-476.
اللَّهُمَّ
انْفَعْنِى بِمَا عَلَّمْتَنِى وَعَلِّمْنِى مَا يَنْفَعُنِى وَزِدْنِى عِلْمًا
[Allahummanfa’nii
bimaa ‘allamtanii wa ‘allimnii maa yanfa’unii, wa zidnii ‘ilmaa]
“Ya Allah, berilah
manfaat pada ilmu yang telah Engkau ajarkan padaku, ajarilah aku hal-hal yang
bermanfaat untukku, dan tambahkanlah aku ilmu.” (HR. Ibnu Majah, no. 251 dan
Tirmidzi, no. 3599, shahih)
Referensi:
Minhah Al-‘Allam fi
Syarh Bulugh Al-Marram. Cetakan pertama, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin
Fauzan Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Muhammad Abduh
Tuasikal
●●●BERAKHIR PENANTIAN●●●
●Apakah anda yakin setiap saat, dalam hitungan detik kedepan
akan/bisa mati , bisa kena strook/lumpuh total/penyakit yang membuat anda
antara mati-hidup ?
●Tahukan anda, syaikh Utsaimin menyatakan "setiap musibah yang terjadi pada diri kita, boleh/bisa dinisbatkan karena dosa/kedzaliman yang kita lakukan" dan bisa jadi hal tsb "Istidraj"
●Apakah anda yakin jika meninggal akan dibangkitkan dan dihisab, yang akan berakibat masuk sorga atau neraka ( azab) ? Atau jadi bangke/tulang belulang yang berserakan begitu saja ?
●Tahukan anda, syaikh Utsaimin menyatakan "setiap musibah yang terjadi pada diri kita, boleh/bisa dinisbatkan karena dosa/kedzaliman yang kita lakukan" dan bisa jadi hal tsb "Istidraj"
●Apakah anda yakin jika meninggal akan dibangkitkan dan dihisab, yang akan berakibat masuk sorga atau neraka ( azab) ? Atau jadi bangke/tulang belulang yang berserakan begitu saja ?
●Apakah anda mengingkari azab kubur ?
Silahkan buka :
Membantah Pengingkar Azab Kubur
https://abunamira.wordpress.com/2015/10/17/membantah-pengingkar-azab-kubur/
●Apakah anda " benar-benar" memiliki keyakinan "iman kepada hari akhir ? "
●Apakah dalam diri/pikiran/persepsi anda, ada sebercik kepongahan "berani melawan/menantang Allah SWT ?
●Apakah dalam diri/pikiran/persepsi ada sebercik kepongahan "Allah SWT tidak mengetahui kedzaliman/dosa yang anda lakukan ?"
●Apakah anda "benar-benar" yakin setiap kedzaliman/kefasikan/perbuatan dosa pasti ada pembalasan/hisabnya di akherat ?
●Apakah ucapan anda berbanding lurus dan sebangun dengan hati dan perbuatan anda ?
●Kalau anda dengan pongah bisa menjawab dengan lancar tanpa plagiat Pertanyaan /statement diatas kenapa anda berani makan uang haram/riba/ryswah/manipulasi/ kedzaliman/
ghibah dan lain-lain ?
silahkan buka :
●Apakah anda " benar-benar" memiliki keyakinan "iman kepada hari akhir ? "
●Apakah dalam diri/pikiran/persepsi anda, ada sebercik kepongahan "berani melawan/menantang Allah SWT ?
●Apakah dalam diri/pikiran/persepsi ada sebercik kepongahan "Allah SWT tidak mengetahui kedzaliman/dosa yang anda lakukan ?"
●Apakah anda "benar-benar" yakin setiap kedzaliman/kefasikan/perbuatan dosa pasti ada pembalasan/hisabnya di akherat ?
●Apakah ucapan anda berbanding lurus dan sebangun dengan hati dan perbuatan anda ?
●Kalau anda dengan pongah bisa menjawab dengan lancar tanpa plagiat Pertanyaan /statement diatas kenapa anda berani makan uang haram/riba/ryswah/manipulasi/
silahkan buka :
Apa dan Siapa disebut Zalim (ظلم).
http://lamurkha.blogspot.co. id/search?q=Dzalim&m=1
●Mungkin jawaban anda nanti akan tobat, malu kalau kere tdk dihargai orang, jatuh prestise anda, kurang penghormatan/terpandang...... dan
lain-lain.....nah...coba lihat pertanyaan paling atas ? ........??????
●Motivasi utama manusia adalah uang, kebiasaan buruknya ghibah/pengumpat/pencela, seperti dijelaskan di Al-Qur'an Surat Al-Humazah ayat 1- 3 ( celakalah bagi pengumpat & pencela, yang mengumpulkan harta & menghitung2nya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya .......dst )
●Apakah anda tidak khawatir dianggap sebagai orang munafik dengan ancaman yang berat di akherat ?
http://lamurkha.blogspot.co.
●Mungkin jawaban anda nanti akan tobat, malu kalau kere tdk dihargai orang, jatuh prestise anda, kurang penghormatan/terpandang......
●Motivasi utama manusia adalah uang, kebiasaan buruknya ghibah/pengumpat/pencela, seperti dijelaskan di Al-Qur'an Surat Al-Humazah ayat 1- 3 ( celakalah bagi pengumpat & pencela, yang mengumpulkan harta & menghitung2nya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya .......dst )
●Apakah anda tidak khawatir dianggap sebagai orang munafik dengan ancaman yang berat di akherat ?
◆◆◆◆◆◆◆◆
●Apa guna/tujuan anda menuntut/perdalam /menghadiri majlas Ilmu ( agama ) ?
●Apakah kedatangan anda ke majelis ilmu hanya sekedar mengisi waktu kesendirian anda dirumah dan kumpul2 karena pertemanan ?
●Apakah hati anda bergetar/nafsul mutmainah/ bara ketaatan anda tergugah/terprovokasi pada saat anda berada di majlas/mendengarkan ceramah ? Kenapa bergantung pada ustadz bukan " Al-Qur'an" ?
●Apa guna/tujuan anda mempelajari/ perdalam ilmu agama seperti : Tauhid,Fiqih, Sirah Nabawiyah, Muamalat dll ?
●Tujuan utamanya adalah menjadikan diri anda ( keluarga anda ) orang yang taqwa/memiliki Pemahaman Tauhid yang benar, komitmen terhadap Al-Qur'an/Hadits, mempunyai keyakinan terhadap Qadha/Qadar dan Iman kepada hari Akhir ?
●Berapa lama hati anda tergugah/ tergerak untuk mengimplementasikan tujuan utama diatas ?
●Apakah ada korelasi ilmu agama yang tinggi dengan komitmen ketaqwaan/ memperbesar peluang keselamatan anda diakherat ? Kenapa hal sedikit yang anda ketahui tidak anda implementasikan, menjauhkan/hindari yang Allah larang walau dalam keadaan terpaksa seperti makan riba, korupsi, kongkalingkong, berbohong, ghibah, melanggar syariat Allah dan sebagainya.
●Indikator apa yang menunjukan anda "menuai/memetik "buah dari semangat /enduran mempelajari/perdalam ilmu agama ke berbagai ustadz/masjid/melanglang buana ?
●Kemungkinan anda akan menjawab ( syahadat sudah dari kecil/otomatis dari orang tua) Shalat wajib tepat waktu/di Masjid serta khusyu dan mengikuti cara shalat Nabi, Puasa di bulan ramadhan, zakat dan haji kalau anda mampu.
●Setelah itu ......? Karena anda meyakini adanya pertanyaan pada point satu diatas, kemungkinan anda akan segera mengimplementasikan Ibadah-ibadah Sunnah : shalat-shalat Sunnah seperti Tahajud(shalat lail)/shalat Dhuha dan lain-lain, Puasa Sunnah seperti senin-kamis/3 hari pertengahan bulan, puasa arafah dll........ setelah itu ????
●Anda akan menjauhi Ghibah, Riba, Ryswah, makan uang haram dan lain-lain
●Indikator apa lagi ......? Anda merasa diawasi dan selalu berharap ( khauf) keridhaan/rahmat Allah.
●Sekarang timbul pertanyaan/review....kalau anda sudah bertahun-tahun menuntut ilmu keberbagai/kebeberapa ustadz/masjid apakah anda sudah/mampu mengimplementasikan /menerapkan ilmu yang anda dapat/antusias melaksanakan perintah/larangan Allah agar selamat di akherat ?
●Apakah kedatangan anda ke majelis ilmu hanya sekedar mengisi waktu kesendirian anda dirumah dan kumpul2 karena pertemanan ?
●Apakah hati anda bergetar/nafsul mutmainah/ bara ketaatan anda tergugah/terprovokasi pada saat anda berada di majlas/mendengarkan ceramah ? Kenapa bergantung pada ustadz bukan " Al-Qur'an" ?
●Apa guna/tujuan anda mempelajari/ perdalam ilmu agama seperti : Tauhid,Fiqih, Sirah Nabawiyah, Muamalat dll ?
●Tujuan utamanya adalah menjadikan diri anda ( keluarga anda ) orang yang taqwa/memiliki Pemahaman Tauhid yang benar, komitmen terhadap Al-Qur'an/Hadits, mempunyai keyakinan terhadap Qadha/Qadar dan Iman kepada hari Akhir ?
●Berapa lama hati anda tergugah/ tergerak untuk mengimplementasikan tujuan utama diatas ?
●Apakah ada korelasi ilmu agama yang tinggi dengan komitmen ketaqwaan/ memperbesar peluang keselamatan anda diakherat ? Kenapa hal sedikit yang anda ketahui tidak anda implementasikan, menjauhkan/hindari yang Allah larang walau dalam keadaan terpaksa seperti makan riba, korupsi, kongkalingkong, berbohong, ghibah, melanggar syariat Allah dan sebagainya.
●Indikator apa yang menunjukan anda "menuai/memetik "buah dari semangat /enduran mempelajari/perdalam ilmu agama ke berbagai ustadz/masjid/melanglang buana ?
●Kemungkinan anda akan menjawab ( syahadat sudah dari kecil/otomatis dari orang tua) Shalat wajib tepat waktu/di Masjid serta khusyu dan mengikuti cara shalat Nabi, Puasa di bulan ramadhan, zakat dan haji kalau anda mampu.
●Setelah itu ......? Karena anda meyakini adanya pertanyaan pada point satu diatas, kemungkinan anda akan segera mengimplementasikan Ibadah-ibadah Sunnah : shalat-shalat Sunnah seperti Tahajud(shalat lail)/shalat Dhuha dan lain-lain, Puasa Sunnah seperti senin-kamis/3 hari pertengahan bulan, puasa arafah dll........ setelah itu ????
●Anda akan menjauhi Ghibah, Riba, Ryswah, makan uang haram dan lain-lain
●Indikator apa lagi ......? Anda merasa diawasi dan selalu berharap ( khauf) keridhaan/rahmat Allah.
●Sekarang timbul pertanyaan/review....kalau anda sudah bertahun-tahun menuntut ilmu keberbagai/kebeberapa ustadz/masjid apakah anda sudah/mampu mengimplementasikan /menerapkan ilmu yang anda dapat/antusias melaksanakan perintah/larangan Allah agar selamat di akherat ?
●Apakah dengan kondisi tubuh/jiwa anda saat ini, ada
kekhawatiran antara amalan baik anda seimbang dengan dosa-dosa yang anda
lakukan dan terasa makin sulit menjalan perintah Allah secara totalitas, dimana
ujung penantian semakin dekat ?
●Wallahu a'lam bissawab
●Wallahu a'lam bissawab
[ red.lamurkha ]