Senin,
14 Mar 2016 18:05
Dr. Slamet
Muliono*
Pergolakan
di Yaman kembali memanas, setelah adanya indikasi bahwa Iran akan mengirim
penasihat militer ke Yaman untuk membantu milisi Hutsi. Rencana pengiriman
penasihat militer ini dilakukan pasca penetapan koalisi Teluk pimpinan Arab
Saudi yang memandang bahwa Houtsi merupakan kelompok militan beraliran Syiah
yang menjadi biang krisis di Yaman. Namun dalam pandangan Iran, bahwa membantu
warga Yaman dengan cara apapun dan di level apapun adalah sebuah kewajiban
sebagaimana membantu pemerintah Suriah. Hal ini merujuk pada ucapan Brigadir
Jenderal Masoud Jazayeri, sebagaimana dilansir Reuters Selasa (8/3/2016) lalu.
Seperti
diketahui, Iran memang mengirimkan ribuan pasukan dan penasihat militer ke
Suriah. Bersama dengan pasukan Rusia, pasukan Iran membantu pasukan Assad
mengembalikan kedudukan mereka dari tangan kelompok pejuang yang didukung oleh
Arab Saudi dan sekutunya. Kebijakan politik yang sama juga dilakukan terhadap
Yaman, dimana Iran memandang perlu untuk membantu Houtsi. Maka tepatlah
pandangan Arab Saudi dan negara-negara Teluk yang menuduh Iran sebagai aktor di
belakang kelompok Houtsi di Yaman sehingga memicu konflik yang terjadi sejak
Maret 2015. Iran sendiri berkali-kali membantah hal ini meskipun pengamat
politik Timur Tengah, Syaikh Abdullah An-Nafisi telah membeberkan bukti-bukti
keterlibatan Iran dalam krisis di Yaman. (Fokusislam.com 9/3/2016)
Sebagaimana
diketahui bahwa Arab Saudi dalam memimpin koalisi, gabungan dari negara-negara
jazirah Arab dalam serangan militer di Yaman sejak Maret 2015, merupakan atas
permintaan Presiden Yaman Abed Rabbo Mansour Hadi yang terancam kekuasaannya
oleh kelompok Houtsi yang didukung Iran. Sementara Iran sendiri mengakui bahwa
Teheran sedang mempertimbangkan untuk mengulangi tindakannya untuk Bashar Assad
pada milisi Syiah Hutsi di Yaman. Fakta sebelumnya menunjukkan bahwa milisi
Syiah Hutsi sendiri telah menguasai sebagian wilayah Yaman sejak bulan
September 2014 silam dan mereka telah menerima dukungan keuangan dari militer
Iran untuk persenjataan guna melakukan perlawanan (kiblatnet.11/3/2016).
Yang
menarik adalah alasan Iran ketika membela kelompok Houtsi. Bahkan hal itu bisa
dikatakan bahwa Iran sedang menjalankan politik standar ganda, jika
dibandingkan dengan pembelaannya terhadap rezim Bashar Assad. Sebagaimana
dikatakan Iran bahwa pemerintahnya mengirimkan bantuannya militer kepada Suriah
adalah untuk menyelamatkan Bashar Assad, sebagai penguasa yang sah, dari
rongrongan para pemberontak. Namun hal itu tidak dijadikan alasan dalam konteks
pemerintahan Yaman. Kalau Iran konsisten dengan jalan pikirannya saat membantu
sebuah rezim dari ancaman sebuah kelompok, maka seharusnya Iran membantu
memulihkan penguasa Yaman dari rongrongan kelompok pemberontak yakni kelompok
Houtsi. Artinya, pemerintah Iran seharusnya menyerang kelompok Houtsi yang
sedang melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Tetapi yang terjadi
adalah sebaliknya, Iran justru memasok berbagai kekuatan untuk memback up
kelompok Houtsi guna melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Abed Rabbo
Mansour Hadi.
Fakta
di atas menunjukkan bahwa Iran sedang menjalankan politik pembelaan terhadap
kelompok Syiah. Bahkan bisa dikatakan bahwa Iran saat ini sedang melakukan
politik kolonisasi untuk penyebaran faham di Syiah di negeri Sunni. Apa yang dilakukan
Iran terhadap pemerintah Suriah dengan mengirimkan bantuan militer merupakan
sebuah upaya sistematis untuk menyelamatkan Bashar Assad yang berideologi
Syiah. Iran bersama Rusia bahu membahu untuk menyelamatkan rezim Suriah dari
ancaman para pejuang kelompok Sunni yang merupakan penduduk mayoritas di
Suriah.
Begitu
pula yang terjadi di Yaman, dimana Iran bukan menyelamatkan penguasa Yaman dari
ancaman pemberontakan, tetapi justru melakukan politik pelemahan terhadap
penguasa Yaman. Houtsi merupakan kelompok Syiah yang ingin menggulingkan
kekuasaan yang sah. Keberanian kelompok Houtsi begitu tinggi perlawanannya
karena disokong dan dibantu Iran, baik secara finansial maupun militer. Iran
terus menerus melakukan dukungan dan pembelaan terhadap kelompok Houtsi dari
belakang meskipun hal itu terus ditutup-tutupi. Bantuan Iran terhadap kelompok
Houtsi memang sangat efektif dalam melumpuhkan pemerintah Yaman. Namun berkat
bantuan negara-negara Arab yang dipimpin Saudi, pemerintahan Yaman bisa kembali
berdiri tegak dan berhasil mengembalikan wibawanya di hadapan kelompok
pemberontak ini.
Apa
yang terjadi di Yaman ini merupakan sebuah potret bagi kegigihan negara Iran
dalam memback up sebuah gerakan yang mengancam pemerintahan yang sah dan
bermadzhab Sunni. Awalnya, kelompok Houtsi tidak lebih dari sekelompok kecil
masyarakat yang berfaham Syiah dan mengalami pertumbuhan dan kemudian membesar.
Atas dukungan Iran, maka kelompok ini menjadi kuat dan memberanikan diri untuk
menggulingkan pemerintah Yaman.
Turun
tangannya Saudi dan koalisinya merupakan sebuah upaya untuk membendung dan
menghentikan politik kolonisasi Iran yang sedang menggulirkan dan menyebarkan
faham Syiah di negara-negara yang sudah jelas berfaham Sunni. Pintu masuk yang
dijadikan dasar kelompok Houtsi untuk menggulingkan pemerintah sah, karena Abed
Rabbo Mansour Hadi dianggap korup, sehingga harus digulingkan. Lewat alasan
inilah Iran secara terbuka menyatakan berpartisipasinya dalam membantu kelompok
Houtsi. Namun di balik itu ada tujuan yang hendak dicapai Iran, yakni
tersebarknya faham Syiah di negeri Yaman yang Sunni.
Surabaya,
13 Maret 2016
*Penulis
adalah dosen di UIN Sunan Ampel dan STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya
Iran Akui
Intervensinya di Yaman dan Suriah untuk Memperkuat
Ajaran Syiah
Salah satu pimpinan Garda Revolusi Iran, Mayjen
Muhammad Ali Ja’fari mengakui bahwa negaranya memang sengaja masuk ke
Suriah dan Yaman untuk memperkuat dan melebarkan pemahaman Syiah di dua negara
tersebut.
“Iran telah
menyiapkan 100 ribu pasukan bersenjata untuk memberikan dukungan kepada
pemerintah Suriah dan Revolusi Islam Iran, guna memerangi para pemberontak dan
melebarkan sayap perjuangan,” kata Ja’fari dalam sebuah acara yang disiarkan
televisi Iran, Press TV.
Ja’fari
menegaskan bahwa Barat begitu ketakutan dengan paham Syiah dan penyebarannya.
Menurutnya, Iran akan menjadi kekuatan yang lebih menakutkan lagi jika berhasil
menggabungkan negara-negara teluk seperti Suriah, Irak, Yaman dan Libanon.
“Kaum
muslimin akan bergabung dengan Iran, Suriah, Irak, Yaman dan Libanon,” tegasnya
lagi.
Adapun
Yaman, Ja’fari menegaskan bahwa intervensi negaranya bukanlah intervensi yang
dilakukan secara langsung. Namun, Iran masuk ke Yaman melalui pergerakan
kelompok pemberontak Hutsiyin, demikian seperti dikutip dari Alarabiya, Jumat
(8/5/2015)
Pengakuan
Ja’fari ini seolah menegaskan bahwa kasus-kasus yang kini terjadi di
negara-negara Timur Tengah tak lepas dari campur tangan Iran. Bahwa semua
negara yang disusupi oleh Iran mengalami kekacauan luar biasa, dan mengorbankan
puluhan ribu warga negara yang dimaksud.
Ally | Jurniscom
Akankah Iran mengirim
pasukan
ke Yaman?
March 11, 2016
Wakil
kepala staf angkatan bersenjata Iran telah mengisyaratkan bahwa negaranya
mungkin mengirimkan penasihat militer ke Yaman, seperti yang telah
dilakukan di Suriah. Dia mengatakan Teheran memiliki kewajiban
atas kedua negara tersebut. Iran telah masuk ke Yaman sejak sebelum
kudeta terhadap pemerintahan Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi tahun lalu.
Kehadiran Iran yang semakin
luas adalah alasan utama Arab Saudi membangun sebuah aliansi militer dan
melancarkan perang di sana, ketika dikonfirmasi adanya kecurigaan bahwa Iran
berada di balik serangan Houthi di ibukota Yaman, dan laporan adanya “konsultan
militer” dan pengiriman senjata dalam jumlah besar untuk
mendukung pemberontak di Yaman.
Setelah
proxy Iran merebut kekuasaan dengan bantuan pasukan yang setia kepada mantan
presiden Ali Abdullah Saleh, Teheran mengatakan akan ada penerbangan harian ke
Sana’a satu kali per minggu. Ekspor Iran yang dikirim ke Yaman
adalah senjata dan milisi Syiah.
Bahkan setelah perang meletus, bandara
Sanaa ditutup dan PBB mulai memeriksa semua kapal menuju ke Yaman, Iran terus
mengirim senjata. Australia pada Selasa mengatakan angkatan lautnya menemukan
sebuah gudang senjata di kapal dari Iran menuju ke Yaman. Sepuluh hari lalu,
Sekretaris Negara AS John Kerry mengatakan kepada Kongres bahwa kapal Iran
lainnya berhasil dicegat. Teheran mengeluarkan sejumlah kecil uang untuk
menyewa kapal dan akan selalu mengulangi upayanya.
Semua ini menunjukkan bahwa Iran ingin
mengubah Yaman menjadi Suriah berikutnya, dan menjadi medan perang bagi milisi
Iran dari Afghanistan sampai Lebanon. Teheran tampaknya mengirimkan pesan
setelah perkembangan positif di Yaman, seperti negosiasi, pertukaran
tahanan dan pengiriman bantuan untuk pertama kalinya. Iran ingin menghancurkan
kemajuan ini dan memberikan dukungan lebih kepada sekutunya, pemberontak
Houthi, yang telah kehilangan lebih dari setengah wilayah yang sebelumnya
telah mereka rebut.
Rekonsiliasi di Yaman akan meningkatkan
tekanan pada Iran di daerah konflik lainnya seperti Suriah, sehingga Teheran
memiliki kepentingan untuk menjaga pertempuran tetap terjadi.
Iran berharap meraih kemenangan di Suriah, di mana ia telah menempatkan
dukungan penuh di belakang rezim bersama Rusia. Ada banyak bukti bahwa
proksi Hizbullat Iran – Lebanon juga terlibat di Yaman.
Medan di Yaman menyerupai Afghanistan
dengan medan terjal, kesukuan yang beragam dan sulitnya mobilitas. Teheran
akan melakukan kesalahan dengan mengirim lebih banyak senjata dan
milisi ke Yaman. Meskipun ini akan mempersulit situasi bagi Arab
Saudi dan koalisinya, kerugian Iran juga akan lebih besar.
Pada awalnya, banyak orang meragukan
bahwa Iran terlibat di Yaman, tapi hari ini kita jarang mendengar seorang ahli
menyangkal peran Iran yang telah terlibat dalam seluruh krisis. Hal yang
sama berlaku dengan perannya di Suriah, Bahrain dan Irak.
Iran tidak kekurangan keberanian untuk
lebih terlibat di Yaman, tapi ini akan menjadi bumerang secara militer dan
politik. Mungkin ini yang sedang berusaha dibuktikan oleh Riyadh bahwa ancaman
Iran semakin meningkat setelah kesepakatan nuklir – dengan berusaha
mengisolasi Iran di wilayah tersebut.
Artikel ini pertama kali diterbitkan di
Asharq al-Awsat pada 10 Maret 2016.
Opini oleh : Abdulrahman al-Rashed,
mantan General Manager Al Arabiya News Channel.
Makin
Terdesak, Iran Akan Segera Kirim Penasihat Militer untuk Bantu Kelompok Teroris
Hutsi di Yaman
Rabu, 9 Mar 2016 20:15
TEHERAN (fokusislam) – Seorang pejabat senior militer Iran
mengindikasikan negaranya akan mengirim penasihat militer ke Yaman untuk
membantu milisi Hutsi. Kelompok militan beraliran Syiah itu diketahui sebagai
biang krisis di Yaman dan kini tengah diperangi oleh koalisi Teluk pimpinan
Arab Saudi.
“Iran merasa membantu pemerintah Suriah adalah sebuah kewajiban.
Begitu juga dengan kewajiban kami membantu warga Yaman bagaimanapun caranya dan
di level apapun yang mereka butuhkan,” ujar Brigadir Jenderal Masoud Jazayeri,
dilansir Reuters, Selasa (8/3/2016).
Seperti diketahui, Iran memang mengirimkan ribuan pasukan dan
penasihat militer ke Suriah. Bersama dengan pasukan Rusia, pasukan Iran
membantu pasukan Assad mengembalikan kedudukan mereka dari tangan kelompok
pejuang yang didukung oleh Arab Saudi dan sekutunya.
Arab Saudi dan negara-negara Teluk menuduh Iran sebagai aktor di
belakang kelompok Hutsi di Yaman sehingga memicu konflik yang terjadi sejak
Maret 2015. Iran sendiri berkali-kali membantah meskipun pengamat politik Timur
Tengah, Syaikh Abdullah An-Nafisi telah membeberkan bukti-bukti keterlibatan
Iran dalam krisis di Yaman. (azman