Friday, September 16, 2016

Allah Lebih Dekat Daripada Urat Leher


Tanya : Apa makna dua ayat berikut :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS. Qaaf : 16].
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ
“Dan Kami lebih dekat dengannya daripada kamu” [QS. Al-Waqi’ah : 85].
Apakah ini menunjukkan bahwa Allah memang dekat dan “menyatu” dengan diri kita ?
Jawab : Makna kedekatan dalam dua ayat di atas tidaklah bermakna bahwa Allah menyatu dengan hambanya (Al-Hulul/Wahdatul-Wujud). Ini adalah aqidah bathil. Makna kedekatan dalam dua ayat tersebut adalah kedekatan malaikat terhadap manusia. Perinciannya adalah sebagai berikut :
§   Pada ayat pertama (QS. Qaaf : 16), sifat “dekat” dibatasi pengertiannya dengan penunjukkan ayat tersebut. Selengkapnya, ayat di atas lengkapnya berbunyi :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ* إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشّمَالِ قَعِيدٌ * مّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya; (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan (seseorang) melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [QS. Qaaf : 16-18].
Firman Allah [إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ] : “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya” ; adalah dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah dekatnya dua malaikat yang mencatat amal.
§   Pada ayat kedua (QS. Al-Waqi’ah : 85), kata “dekat” di situ berkaitan dengan keadaan seseorang yang sakaratul-maut. Padahal yang hadir dalam sakaratul-maut adalah para malaikat berdasarkan firman Allah ta’ala :
حَتّىَ إِذَا جَآءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرّطُونَ
“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat Kami akan mewafatkannya, dan malaikat-malaikat Kami itu tidakakan melalikan kewajibannya” [QS. Al-An’am : 61].
Sehingga, …. kedekatan yang dimaksud adalah kedekatan malaikat maut yang diutus Allah untuk mencabut nyawa seorang hamba.
Adapun Allah adalah berada di atas langit dan bersemayam (istiwa’) di atas ‘Arsy, sebagaimana firman-Nya :
أَمْ أَمِنتُمْ مّن فِي السّمَآءِ أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِباً فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit kalau Dia hendak menjungkir-balikkan bumi beserta kamu sekalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang” [QS. Al-Mulk : 16].
الرّحْمَـَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىَ
“Ar-Rahman (Allah) beristiwaa’ di atas ‘Arsy” [QS. Thaha : 5].
Dalam Shahih Al-Bukhari di Bab Firman Allah : Wa kaana ‘Arsyuhu ‘alal-Maa’, Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu menceritakan :
فكانت زينب تفخر على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم تقول زوجكن أهاليكن وزوجني الله تعالى من فوق سبع سماوات
Adalah Zainab membanggakan dirinya atas istri-istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, ia berkata : “Yang menikahkan kamu (dengan Nabi) adalah keluarga-keluargamu, sedangkan yang menikahkan aku adalah Allah ta’ala yang berada di atas tujuh langit”.
Dalam riwayat lain : Zainab binti Jahsy berkata :
إن الله أنكحني في السماء
“Sesungguhnya Allah telah menikahkan aku (dengan Nabi) dari atas langit” [HR. Bukhari 8/176].
Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu berkata :
والعرش على الماء والله على العرش يعلم ما أنتم عليه
‘Arsy itu di atas air dan Allah di atas ‘Arsy. Ia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan” [Dikeluarkan oleh Imam Thabrani dari Al-Mu’jamul-Kabiir nomor 8987, dengan sanad shahih].
Wallahu a’lam.
Abul-Jauzaa'

COMMENTS

Air Setitik Community mengatakan...
Please visit our updated blog at http://airsetitik.tk or http://airsetitik.co.cc. Look forward to having your share of thoughts.
Air Setitik
8 Agustus 2008 21.36
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Terima kasih atas kunjungan Anda pada Blog saya. Sekilas saya melihat blog Anda, Anda telah keliru dalam memahami eksistensi Allah dalam lingkup 'aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua.
11 Agustus 2008 08.19
bilbo baggins mengatakan...
lebih dekat dari urat leher yaitu 'Perhatian'Nya, Dia tahu segala hal tentang kita, kesedihan kita, kegembiraan kita, perasaan2 kita dan terutama apa yang dipikirkan dan diniatkan oleh Qalbu kita
16 September 2008 21.34
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Akh Bilbo,... silakan antum perhatikan benar-benar QS. Qaaf : 16. Makna "dekat" yang terdapat pada ayat tersebut terkait dengan pencatatan amal yang dilakukan oleh dua orang malaikat Bukan kedekatan Allah secara Dzaati. Wallaahu a'lam bish-shawwab.
17 September 2008 08.09
Anonim mengatakan...
Menolak pengertian bahwa Allah dekat dengan manusia dan sekaligus meyakini bahwa Allah bersemayam di atas langit, apakah ustadz maksudkan Allah swt menggunakan dan membutuhkan tempat khusus untuk tinggal-Nya?
Salam
27 Mei 2009 11.14
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Meyakini dan mengimani bahwa Allah beristiwaa' di atas 'Arsy tidak ada mengkonsekuensikan bahwa Allah membutuhkan 'Arsy. Allah Maha Kaya tidak membutuhkan makhluk-Nya.
Istiwaa' Allah adalah ma'lum (maknanya), tidak perlu kalimat tambahan : Lima (mengapa) dan kaifa (bagaimana).
27 Mei 2009 11.25
Anonim mengatakan...
Begini Ustadz,
Kalimat: "Allah adalah berada di atas langit dan bersemayam (istiwa’) di atas ‘Arsy"
Bukankah menunjukkan Allah swt tidak berada dimana-mana selain di atas langit? Itukan sebabnya kita jika berdoa'a menengadahkan tangan dan muka kita ke atas (langit)?
Jika demikian halnya (Allah swt berada di atas langit, bukan di tempat lain) menunjukkan Allah swt menggunakan sebuah tempat utk istiwaa' Nya?
Apakah sy keliru jika menafsirkan bahwa pengertian arsy adalah tempat?
Salam
Abujafar
27 Mei 2009 13.10
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Permasalahan al-asmaa' wash-shifaat adalah permasalahan tauqifiyyah, baik dalam lafadh maupun maknanya. Oleh karena itu kita tidak diperbolehkan menetapkan satu sifat bagi Allah tanpa ditegaskan oleh dalil/nash.
Ketika Allah dan Rasul-Nya menyebutkan bahwa Allah berada di atas langit dan Dia ber-istiwaa' di (atas) 'Arsy, maka kita menetapkan dan mengatakan hal itu. Makna sudah sedemikian jelas sebagaimana pernah dikatakan oleh Al-Imam Malik bin Anas dan yang lainnya rahimahumullah. Cukup kita mengatakan hal itu beserta maknanya yang telah maklum.
'Arsy adalah perkara yang ghaib yang tidak diketahui dan ditetapkan melainkan dengan nash. Pertanyaan saya kepada Anda : "Pernahkah ALlah ta'ala menyebutkan bahwa 'Arsy itu adalah tempat, yang dengan itu Anda hendak 'mengarahkan' bahwa Allah itu menetapi satu tempat dan membutuhkan tempat itu" ?
27 Mei 2009 13.58
Anonim mengatakan...
salam..ya ustaz..
saya ingin bertanyer..
adakah apa yang ustaz tafsir dalam ayat ini sama seperti apa yang golongan asyaerah menta'wil kalimat tangan allah kepada penguasaan allah?
Saya kurang jelas tentang perbezaaan antara tafsir/ta'wil?
Yang mana satukah tafsir/ta'wil yang benar dan yang mana satukah yang batil..
wasalam
8 September 2009 06.20
Anonim mengatakan...
Assalamualaikum ustadz.
Maaf, saya tidak sependapat dengan anda. Alasannya adalah:
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al Hadiid 3)
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاء وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: KEMUDIAN DIA BERSEMAYAM DI ATS 'ARSY. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. DAN DIA BERSAMA KAMU DIMANAPUN KAMU BERADA. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al Hadiid 4)
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan PADA SISI KAMILAH KHAZANAHNYA; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.
(Al Hijr 21)
Semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً
Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
(Al Fajr 27-28)
hati yang puas lagi diridai-Nya.
Wallahualam. Mohon pencerahan.
16 Oktober 2009 21.47
Dede Sumitra mengatakan...
Assalamualaikum Warrahmatullahiwabarakatuh,...
Salam kenal untuk akhi Abul Jauza saya adalah termasuk orang yang kagum terhadap ilmu yang anda miliki semoga Allah SWT merahmati kita semua...
saya sependapat dengan akhi Abul Jauza bahwa Allah beristiwa diatas Arsy tanpa boleh mentakwil bahwa Allah "membutuhkan tempat" untuk gampangnya Allah menurunkan firman tersebut disesuaikan dengan ilmu atau pemahaman yang dimiliki Manusia atau disesuaikan dengan cara pandang manusia sama ketika Allah berfirman bahwa DZulkarnain berkata bahwa Dia melihat Matahari "terbenam kedalam lumpur yang hitam" Apakah firman ini bisa disimpulkan bahwa Allah berfirman bahwa Matahari benar benar terbenam di lumpur yang hitam ?... tidakkan !... Allah berfirman berdasarkan apa yang terlihat secara Zohir oleh Zulkarnain dan bukan pemaknaan yang sebenarnya ... dan mengenai Allah berada diatas langit apakah Allah membutuhkan langit untuk tempat Beliau bersemayam ? justru karena Allah diatas langit maka Allah LAH yang menaungi Langit karena Allah lebih besar dari langit dan seisinya kecuali jika firman "Allah berada dibawah langit" maka bisa dismpulkan Allah lebih kecil dari langit... masalah membutuhkan tempat bisa kita bandingkan dengan penciptaan terhadap Manusia,jin malaikat yang memiliki kewajiban sendiri2 terhadap Allah ! pertanyaannya apakah dengan penciptaan tersebut Allah butuh disembah oleh Manusia dan Jin ? dan Allah butuh malaikat untuk membantu pekerjaannya dalam mengatur Alam semesta ? mohon di pahami dengan kejernihan akal dan hati dalam memahami ayat ayat yang tersebut diatas
Walahu a'lam
Syukro jajakallah khair
19 Juni 2010 12.49
Muhammad Khusnan mengatakan...
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَ
Mohon pencerahan ustadz atas artikel Banyak Yang Salah Kaprah Mengatakan "Terserah yang di Atas" http://www.facebook.com/note.php?note_id=112554185428166&id=351534640896
جزاكم الله خيرا
و السّلام عليكم و رحمة الله و بركاته
12 Agustus 2010 16.10
amry mengatakan...
menolak faham yang menetapkan Allah bertempat dan berada diatas langit atau diatas arasy. sifat bertempat dan berada pada arah sesuatu adalah sifat-sifat yg pasti berada pada mahluk.
Allah SWT adalah Dzat yg tidak ada permulaannya yg mana sebelum sesuatu itu ada termasuk arasy Allah SWT keadaannya tidak bertempat. lagipula Allah ta'ala bersifat baqa' yg artinya kekal yg artinya tetap artinya tidak akan berubah. Kalau setelah Allah ciptakan arasy kemudian Allah merubah keadaannya dari tidak bertempat menjadi bertempat/berada diatas arasy maka secara haqiqi keadaannya telah berubah dari keadaan tidak bertempat menjadi keadaan yg bertempat, maka akan gugurlah salah satu sifatnya yaitu sifat baqa' tsb. sangat mustahil terjadi pada haq Allah ta'ala. kalau kita kaji ilmu tauhid dari segi hukum aqal jika keadaan Allah kita yakini berubah akan akan bertukarlah hukum aqal wajib kepada hukum aqal harus, ini mustahil terjadi.
kesimpulannya: saya sangat yakini Allah tidak bertempat dan tidak pula berada diarah manapun.
6 November 2010 00.18
Anonim mengatakan...
buat mas amry
@ amry: sifat bertempat dan berada pada arah sesuatu adalah sifat-sifat yg pasti berada pada mahluk.
saya: klo begitu pada surat thohaa ayat 40an, Alloh melihat dan mendengar sama dengar mendengarnya makhluknya dong???
ingat mas, makna istawa Allah sama dengan makna istawa pada surat fath 29 ayat terakhir. adapun hakikatnya berbeda (assyuaro : 11)
terakhir dari saya: lampu berada diatas lantai, tidak berarti lampu membutuhkan lantai.
sesungguhnya pencela kebenaran tidak lain karena kurangnya pemahaman akan kebenaran.
wallohu ta'ala a'alam.
 (Arif Rahman)
14 April 2011 18.52
zulabdulkadir mengatakan...
assalamualaekum,,,,,,
ustadz sbenarnya yg dimaksud langit itu yang mana,,,langit yg diatas itu hanya batas penglihatan manusia,,,,,langit yg sebenar langit ada dlm dir manusia,,,,,,sesungguhnya sesutu itu tidak perlu dicari ditempat lain,,karena allah sudah menciptakan semuanya ada dalam diri manusia itu sendiri,,,,,
22 Juli 2011 14.35
Anonim mengatakan...
@ Pak Zul
Sependek pengetahuan saya, Para Shahabat Radiyallahu 'Anhum ajma'in saat diceritakan oleh Nabi tentang firman Allah bahwa Allah Istiwa diatas Langit...TIDAK ADA YANG BERTANYA pada Nabi..itu Langit yang mana?, apa yang dimaksud dengan Langit dll?...tidak perlu dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang seperti itu.
Yang dimaksud dengan Langit di Zaman Nabi dan Shahabatnya masih sama dengan Langit yang ada pada saat ini.
Dan Yang jelas, keberadaan Allah diatas langit adalah secara HAKIKI (benar-benar diatas langit) bukan perumpamaan/majaz.
Ini adalah pemahaman Ulama Salaf.
Wallahu A'lam
22 Juli 2011 15.25
Anonim mengatakan...
Assalamu'alaikum warohmatulloh
Barokallohu fika ya Abaljauzaa, artikelnya sangat mencerahkan.
Jazakallohu khair
2 September 2011 03.00
Anonim mengatakan...
Anda menyatakan bahwa :
Pada ayat pertama (QS. Qaaf : 16), sifat “dekat” dibatasi pengertiannya dengan penunjukkan ayat tersebut. Selengkapnya, ayat di atas lengkapnya berbunyi :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ* إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشّمَالِ قَعِيدٌ * مّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
 “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya; (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan (seseorang) melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [QS. Qaaf : 16-18].
Firman Allah [إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ] : “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya” ; adalah dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah dekatnya dua malaikat yang mencatat amal.
Dari kaidah bahasa arab saja saudara sudah rancu menyandarkan dhamir.
dhamir-dhamir yang terdapat pada ayat 16 pada kata : خَلَقْنَا, نَعْلَمُ ini kembali kepada siapa? Allah atau Malaikat?
jawab dulu yang ini.
mohon jangan dihapus komentar saya
30 Januari 2012 14.30
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Anda mengerti perkataan 'dibatasi' ?.
Tapi sebelumnya saya akan menyinggung sesuatu yang sama-sama kita ketahui bersama. Ketika Allah menyebut diri-Nya dengan dlamir jamak (semisal nahnu), apakah ini mengandung pengertian bahwa Allah itu banyak seperti dikatakan orang-orang kuffar ?. Saya yakin Anda akan menjawab : Tidak.
Salah satu makna nahnu adalah al-mutakallim ma'a ghairih. Allah berfirman :
إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguh-Nya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” [QS. Al-Hijr : 9].
Dalam ayat di atas Allah menegaskan dengan kata 'Kami' - yang menurunkan Al-Qur'an. Padahal sudah diketahui oleh jamak orang, termasuk Anda dan saya, bahwa wahyu itu turun melalui perantaraan Jibril 'alaihis-salaam. Begitu juga dengan firman-Nya :
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
"Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu" [Al-Qiyaamah : 18]
Padahal sudah diketahui bahwa yang dimaksud dari ayat tersebut adalah apabila malaikat Jibril selesai membacakannya.
Ayat-ayat lain yang semisal di atas sangatlah banyak. Oleh karena itu, beberapa ulama menjelaskan bahwa penggunaan kata nahnu seringkali digunakan dalam konteks pelibatan sebagaian perbuatan Allah dengan hamba-Nya. Dalam QS. Al-Hijr ayat 9 dan QS. Al-Qiyaamah ayat 18 di atas, yaitu bersama malaikat Jibril 'alaihis-salaam.
Jika demikian, apa musykilnya memahami ayat :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ* إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشّمَالِ قَعِيدٌ * مّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
 “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya; (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan (seseorang) melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [QS. Qaaf : 16-18].
? ? ?.
Wallaahul-musta'aan.
30 Januari 2012 15.18
Anonim mengatakan...
dibatasi yang "anda" maksud apa? jelaskan!
Jadi NAHNU AQRABU itu; pengertiannya Kami (Malaikat)lebih dekat?
Tolong lihat jelas-jelas!! Malaikat yang mana? dua malaikat yang diinformasikan di ayat setelahnya?
itu pakai dhamir mustatir ghaib jack.. Jadi pemahamnnya :
"..Kami (malaikat) lebih dekat kepadanya dari urat lehernya, (yaitu) ketika (dia 2) malaikat (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya"..
dah lihat musykilnya????
nyruduk dong, yang dekat kami, yang catat dia.. kaidahnya apa? emang ada dhamir NAHNU itu adalah lafazh musytarak sehingga selain berarti "kami" juga berarti "dia"?
ada ayat lain ga sebagai data pembanding bahwa mutakallaim ma'al ghair pada kata nahnu adalah sama dengan dhamir mustatir ghaib.
seperti yang anda sebutkan..
30 Januari 2012 18.09
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Jack,... Anda gak lihat contoh ayat lain yang saya contohkan ya ? (QS. Al-Qiyaamah : 18 ?. Susah juga kalau bicara dengan orang yang gak paham lughah Al-Qur'an.
Analog dengan filosifi Anda di atas :
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ * فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
"Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami (malaikat) telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu" [QS. Al-Qiyaamah : 18].
Menurut Anda musykil ya Jack ?.
Jack, saya gak ngarang-ngarang kok atas penulisan ini. Ini Ibnu Katsiir menyatakan :
وقوله: { وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ } يعني: ملائكته تعالى أقربُ إلى الإنسان من حبل وريده إليه
"Dan firman-Nya : wa nahnu aqrabu ilaihi min hablil-wariid; maknanya yaitu malaikat-Nya ta'ala lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya kepadanya" [Tafsir Ibni Katsiir, 7/398].
Jack, Anda anak pesantren bukan ?. Kalau iya, buka tu tafsir Jalalain. Pengarang mengatakan :
وَنَحْنُ أَقْرَب إلَيْهِ" بِالْعِلْمِ
"Dan Kami lebih dekat kepadanya - yaitu dengan ilmu - " [selesai].
Pada hakekatnya apa yang dikatakan Ibnu Katsiir dan penulis kitab tafsir Jalalin itu semisal. So, semuanya itu menolak pemahaman bahwa Dzat Allah lah yang dekat kepada manusia yang meninggal - sebagaimana dimaksud dalam QS. Qaaf yang Anda sorot.
Jadi Jack, penyebutan malaikat disitu sebagai penjelas.
Jadi Jac, jika Anda tidak paham, jangan salahkan bunda mengandung ya.....
30 Januari 2012 19.20
Anonim mengatakan...
Itu juga ilmu lughah. coba aja di i'rab..
Contoh yang Anda berikan benar, ayat itu bermaksud jibril yang membacakannya. Tapi, Nahnu pada ayat itu tetap ya'udu ila ALLAH buka ila JIBRIL..
Contoh ya untuk pendekatan pemahaman : Anda pegawai PT lagi nganterin surat undangan ke seseorang, Anda berkata : "Kami ngundang bapak, nich undangannya"
Tetap saja Kami yang Anda maksudkan adalah PT tersebut, bukan Anda si pengantar.
Terhadap kata Nahnu Aqrabu, yang Artinya lebih dekat, Dekat adalah pernyataan Allah akan sifat-Nya sendiri, ini tidak bisa dialihkan bahwa yang Lebih dekat itu adalah Malaikatnya. coba Anda kompromikan dengan al-Baqarah 186.. itu ayat pakai kata fa-inni qariibun. ada Inni ada Qariibun. Mau Anda palingkan kemana pemahamannya?
Anda mau memakai tafsir ibn katsir oke aja, ga masalah, tapi jangan menyatakan aqidah yang lain bathil dengan menyemukan pengertian dekat dengan bercampur. Anda ga sadar, rangkaian tanya jawab Anda membuahkan kesemuan antara dekat dengan menyatu, sehingga seolah-olah orang yang memahami bahwa ALLAH itu yang Maha Dekat, bukan malaikat-Nya adalah yang berpaham Allah menyatu dalam diri hamba-Nya. Ingat Dekat dengan Menyatu itu beda.
Orang yang meyakini bahwa ALLAH yang dekat, Aqidahnya bukan bathil, namun orang yang meyakini Allah menyatu dengan dirinya, ini yang bathil. pilah-pilah jack..
dari sini kesalahan rangkaian tanya jawab Anda.
30 Januari 2012 19.31
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Kalau Anda katakan bahwa nahnu aqrabu itu harus kembali pada Allah, maka saya kasih tahu Jack,.... para ulama Ahlus-Sunnah tidak ada yang mengembalikannya pada Dzat Allah lah yang lebih dekat daripada urat leher. Makanya itu Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nahnu aqrabu itu kembali pada malaikat-Nya. Yang lainnya mengatakan kembali pada ilmu-Nya. Ndak ada pertentangan sebenarnya menurut pemahaman bahasa orang Arab. Ketika saya katakan kepada Anda :
"Kami sangat dekat dengan Anda di ruang ujian, yaitu dengan pemasangan kamera CCTV di ruang ujian yang mengawasi Anda".
Semua orang yang punya akal sehat dan paham bahasa manusia pun akan memahami bahwa maksud kedekatan dalam kalimat di atas bukan kedekatan dzat orang yang berbicara. Tapi yang dekat secara dzat adalah kamera CCTV-nya. Atau tegasnya, kami dalam kedekatan dengan Anda pada perkataan di atas, maksudnya kedekatan kamera CCTV kami dengan Anda. Kurang lebih konteks ayat di atas juga seperti itu Jack....
Mengenai tanya jawab Jack,... coba perhatikan pertanyaannya :
"Apakah ini menunjukkan bahwa Allah memang dekat dan “menyatu” dengan diri kita ?" [selesai].
Jangan berpikir bahwa pertanyaannya harusnya gak seperti itu. Tapi berpikirlah bahwa harus ada jawaban dari pertanyaan yang bentuknya seperti itu. Pertanyaan itu pada intinya adalah apakah ayat-ayat yang ditanyakan itu mengkonsekuensikan Dzat Allah itu benar-benar dekat dengan kita ? (sementara di sisi lain dinyatakan bahwa Allah berada di atas langit).
Anyway Jack,.... perkara Anda tidak setuju, itu urusan Anda Jack. Saya kira saya sangat memahami ketidaksetujuan Anda itu dari kecondongan madzhab yang Anda anut. Hanya saja Jack, kalau boleh saya kasih tahu, pemahaman Anda itu keliru. Allah memang dekat dengan hamba-Nya. Ini tidak saya tolak Jack. Tapi Ia dekat dengan hamba-Nya melalui ilmu-Nya, bukan dengan Dzat-Nya. Al-Muzaanniy rahimahullah (w. 264 H) berkata :
 [عال] على عرشه، وهو دان بعلمه من خلقه، أحاط علمه بالأمور، ....
 “Tinggi di atas ‘Arsy-Nya, Ia (Allah) dekat pada hamba-Nya dengan ilmu-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu....” [Syarhus-Sunnah lil-Muzanniy, hal. 79 no. 1, tahqiq : Jamaal ‘Azzuun].
So, sama sekali ndak ada permasalahan mendasar dari paparan artikel di atas......
wallaahu a'lam bish-shawwaab.
30 Januari 2012 20.03
Anonim mengatakan...
OK deh kalo gitu ya Abal Jauza.. Karena pemahaman saya keliru seperti yang Anda beritahu, maka saya ikuti dulu alur pemahaman Abul Jauza..
Nah karena saya baru mengikuti alur pemahaman Abul Jauza, dan belum paham-paham banget, ditambah lagi saya "orang yang gak paham lughah Al-Qur'an", tolong kasih tahu saya: حَبْلِ الْوَرِيدِ itu dalam ilmu lughah al-Qur'an menunjukkan makna apa? hakiki atau majazi?
31 Januari 2012 08.56
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
O iya Jack,... biar Anda gak penasaran juga dan gak salah paham dengan apa yang saya tuliskan,.... terutama tentang kata "nahnu", coba Anda refresh kembali apa yang telah saya tuliskan :
"Oleh karena itu, beberapa ulama menjelaskan bahwa penggunaan kata nahnu seringkali digunakan dalam konteks pelibatan sebagaian perbuatan Allah dengan hamba-Nya" [selesai].
Jadi kalau Anda mengatakan nahnu itu kembali ke subjek yang mengatakan (yaitu Allah), maka ini juga gak salah sebenarnya kalau pake i'rab. Tapi kalau kita pahami konteks keseluruhan kalimat, nah... inilah yang patut diteliti kembali. Pan Anda sudah mengakui bahwa dalam konteks QS. Al-Qiyaamah ayat 18 itu sebenarnya yang berbicara (kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam) adalah malaikat Jibriil. Maka, jika ada yang berkata bahwa yang berbicara pada Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam konteks QS. Al-Qiyaamah ayat 18 itu Allah secara langsung, maka itu keliru.
Atau pendek kata begini Jack,.... dalam hal 'Kami', maka Allah telah mewakilkan sebagian perbuatan-Nya kepada malaikat-Nya. Kalimat-kalimat yang seperti ini kan dalam lidah orang Arab itu biasa kan Jack.....
Asy-Syinqithiy rahimahullah berkata :
قوله: {إِذْ} منصوب بقوله: {أَقْرَبُ} ، أي نحن أقرب إليه من حبل الوريد في الوقت الذي يتلقى فيه الملكان جميع ما يصدر منه، والمراد أن الذي خلق الإنسان ويعلم ما توسوس به نفسه وهو أقرب إليه من حبل الوريد
 [Adlwaaul-Bayaan, 7/426].
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata :
وإنما قال: { وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ } كما قال في المحتضر: { وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ } [ الواقعة: 85 ]، يعني ملائكته. وكما قال [تعالى] : { إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ } [ الحجر: 9 ]، فالملائكة نزلت بالذكر -وهو القرآن-بإذن الله، عز وجل
 [Tafsiir Obni Katsiir, 7/398].
Asy-Syaukaaniy rahimahullaah berkata :
{ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوريد } هو حبل العاتق ، وهو ممتد من ناحية حلقه إلى عاتقه ، وهما وريدان من عن يمين وشمال . وقال الحسن : الوريد : الوتين ، وهو عرق معلق بالقلب ، وهو تمثيل للقرب بقرب ذلك العرق من الإنسان ، أي : نحن أقرب إليه من حبل وريده ، والإضافة بيانية ، أي : حبل هو الوريد . وقيل : الحبل هو نفس الوريد ، فهو من باب مسجد الجامع . ثم ذكر سبحانه أنه مع علمه به وكل به ملكين يكتبان ، ويحفظان عليه عمله إلزاماً للحجة فقال : { إِذْ يَتَلَقَّى المتلقيان } الظرف منتصب بما في { أَقْرَبُ } من معنى الفعل ، ويجوز أن يكون منصوباً بمقدّر هو اذكر ، والمعنى : أنه أقرب إليه من حبل وريده حين يتلقى { المتلقيان } ، وهما الملكان الموكلان به ما يلفظ به ، وما يعمل به ، أي : يأخذان ذلك ويثبتانه ، والتلقي : الأخذ ، أي : نحن أعلم بأحواله غير محتاجين إلى الحفظة الموكلين به ، وإنما جعلنا ذلك إلزاماً للحجة ، وتوكيداً للأمر
 [Fathul-Qadiir].
Tiga penejelasan di atas saya tambahkan, barangkali Anda masih penasaran ya Jack...... Masih ada yang lain sebenarnya. Tapi, semua penjelasan itu menyatakan bahwa yang dekat secara dzaatiy dengan manusia sebagaimana yang dimaksud dalam QS. Qaaf ayat 16 itu adalah kedua malaikat-Nya. Kalau pingin tahu mengapa bisa begitu, ya baca aja penjelasan Ibnu Katsiir dan Asy-Syaukaaniy di atas ya Jack.... Maaf, gak saya terjemahin, hemat waktu.
Adapun mengenai makna hablul-wariid, maka itu hakiki.
Wallaahu a'lam.
31 Januari 2012 11.34
Anonim mengatakan...
Ishbir yaa ustadzuna. hendaknya antum tetap dengan kelembutan & penuh cinta kasih dalam menyampaikan yan Haq.
Bukankah kita menghendaki mereka sadar & ruju' pada kebenaran.
Smoga Allah ta'aala selalu menjaga antum & menambahkan ilmu nafi' pada kita semua.
31 Januari 2012 14.31
Anonim mengatakan...
"Jadi kalau Anda mengatakan nahnu itu kembali ke subjek yang mengatakan (yaitu Allah), maka ini juga gak salah sebenarnya kalau pake i'rab"
Justru dalam memahami teks al-qur'an, melihat tarkib nya dan mengurainya dalam i'rab sangat diperlukan.
Dari tiga uraian tafsir yang Anda kemukakan, saya lihat cuma Ibn Katsir yang mengembalikan dhamir nahnu kepada malaikat.
Lainnya tetap mengembalikan dhamir nahnu kepada Allah.
Asy-Syinqithiy rahimahullah :
أي نحن أقرب إليه من حبل الوريد في الوقت الذي يتلقى فيه الملكان جميع ما يصدر منه، والمراد أن الذي خلق الإنسان ويعلم ما توسوس به نفسه وهو أقرب إليه من حبل الوريد
Asy-Syaukaaniy rahimahullaah:
والمعنى : أنه أقرب إليه من حبل وريده حين يتلقى { المتلقيان }
Saya memahami bahwa Dhamir nahnu dalam kata "Nahnu Aqrabu" itu kembali kepada Allah, yang tentu saja tidak disandarkan secara mutlak kepada Dzat-Nya, namun kepada sifat-Nya, yang saya pahami juga, sifat-Nya tidak terpisah dengan Dzatnya.
Namun ketidakterpisahan sifat dengan Dzat-Nya ini tidak bisa dan tidak akan terukur oleh nalar, akal, logika atau bahasa sekalipun. Karena bukan teritorialnya.
Kenapa saya memahami bahwa Nahnu itu tidak kembali kepada malaikat?
seperti contoh ayat yang Anda kemukakan :
إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguh-Nya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” [QS. Al-Hijr : 9].
Memang dalam keyakinan muslim, jibril yang membawa wahyu. namun dhamir "kami" di sini tetap kembali kepada Allah, Karena pemeliharaan al-Quran adalah oleh Kami(Allah) bukan kami(Jibril), dan yang berkuasa menurunkan al-Quran adalah Allah. walaupun kuasa Allah itu diwakilkan, ditampakkan, melalui malaikat jibril.
Yang menjadi masalah utama dalam artikel Anda juga adalah : pengaburan dua kondisi yang berbeda. yaitu antara "dekat" dengan "menyatu". itu terlihat dari jawaban Anda
Tarohlah saya salah memahami, dan sekarang saya ajukan pertanyaan :
1. Apakah orang yang memahami dan meyakini bahwa Allah itu dekat dengan hamba-Nya maka dia beraqidah bathil?
2. Apakah orang yang memahami dan meyakini bahwa Allah itu menyatu dengan hamba-Nya maka dia beraqidah bathil?
Untuk jelasnya, mohon kiranya Anda jawab kedua pertanyaan itu.
Terkait makna Hablul wariid, saya lihat dari teks yang anda kemukakan, Ibn katsir tidak membahasnya, begitu juga Asy-Syinqithiy. Yang membahasnya cuma Asy-Syaukaaniy,
وهو تمثيل للقرب بقرب ذلك العرق من الإنسان ، أي : نحن أقرب إليه من حبل وريده
dan menurut saya yang tidak paham lughah qur'an ini, Asy-Syaukani dalam penyebutannya menuliskan itu adalah tamsil yang kemudian berarti :
نحن أقرب إليه من حبل وريده
Namun terlepas dari tafsiran mufasir itu semua, berdasarkan pernyataan Anda bahwa :
"Adapun mengenai makna hablul-wariid, maka itu hakiki"
Saya menanyakan kepada Anda:
Bagaimana pemetaan pemahaman Anda terhadap posisi dua malaikat yang berada di sisi kanan dan kiri tersebut dengan kondisi dua malaikat yang juga "lebih dekat" daripada urat leher insan?
Hablul wariid adalah urat leher, apapun itu urat yang dimaksud, tetap berhubungan dengan leher.
Yang jelas, malaikatnya lebih dekat dengan urat leher tersebut dan berada di kiri dan kanan.
mohon dijelaskan..
31 Januari 2012 19.10
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Jack,... kan sudah saya bilang - dan ini sudah merupakan pengetahuan yang jamak - bahwa kata nahnu itu seringkali digunakan dalam konteks pelibatan sebagaian perbuatan Allah dengan hamba-Nya. Ini saya telah katakan pertama kali kepada Anda ketika Anda mempersoalkan kata nahnu (dan tolong Anda pahami kalimat saya setelahnya dalam konteks ini). Tapi saya kurang beruntung, Anda nampaknya tidak menerima dan memilih memperpanjang kata.
Untuk lebih mudahnya adalah kembali ke QS. Al-Qiyaamah : 18 (karena setidaknya Anda telah menyepakati sebagian yang saya kemukakan, sehingga lebih mudah) :
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
"Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu" [QS. Al-Qiyaamah : 18].
Anda berkata :
"Contoh yang Anda berikan benar, ayat itu bermaksud jibril yang membacakannya. Tapi, Nahnu pada ayat itu tetap ya'udu ila ALLAH buka ila JIBRIL.".
 ‘Kami’ dalam i’rab-nya memang kembali pada Allah. Namun jika kita pahami maksud ayat ini secara keseluruhan - dengan melihat konteks ayat sebelum dan sesudahnya dan riwayat-riwayat yang menjelaskan - , apakah maksudnya :
1. Allah membacakan sendiri firman-Nya kepada Muhammad, dan kemudian Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam diperintahkan mengikuti bacaannya ? --- ataukah :
2. Malaikat Jibril (atas perintah Allah) membacakan firman-Nya ta'ala kepada Muhammad, dan kemudian Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam diperintahkan mengikuti bacaannya ?
Kalau menilik logika bantahan Anda terkait QS. Qaaf ayat 16, maka tidak boleh dipahami bahwa yang membacakan itu adalah malaikat. Tetap harus dikatakan bahwa yang membacakan itu adalah Allah, karena ‘Kami’ itu harus kembali kepada Allah. Padahal ada penjelasan Ibnu 'Abbaas radliyallaahu 'anhumaa tentang ayat itu :
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ، قَالَ: فَاسْتَمِعْ لَهُ وَأَنْصِتْ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَتَاهُ جِبْرِيلُ اسْتَمَعَ فَإِذَا انْطَلَقَ قَرَأَهُ كَمَا أَقْرَأَهُ
"Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu, ia berkata : 'Maka dengarkanlah dan diamlah. Adalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila Jibril mendatanginya, beliau mendengarkannya. Dan apabila Jibril telah pergi, maka beliau membacanya (firman Allah) sebagaimana dibacakan Jibril" [Diriwayatkan oleh An-Nasaa'iy no. 935; shahih].
Jadi ini konteks pemahaman yang benar, yaitu setelah Jibril (yang diutus Allah) selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Ini menurut Ibnu 'Abbaas lho Jack....
Ya sama saja dengan QS. Qaaf ayat 16-17:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ * إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri" [QS. Qaaf : 16-17].
Ketika Allah berfirman : Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya; maka ini maksudnya apakah Dzat Allah lah yang dekat dengan diri orang tersebut atau bagaimana ?. Ingat Jack dengan pertanyaan di artikel :
Apakah ini menunjukkan bahwa Allah memang dekat dan “menyatu” dengan diri kita ? [selesai].
1 Februari 2012 01.44
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Pertanyaannya kan sederhana. Siapakah yang dekat dengan orang itu sebagaimana konteks ayat ?. Dzat Allah ataukah malaikat-Nya (yang diutus Allah untuk mencatat amal manusia) ?. Ingat jack, analog pemahamannya sama dengan QS. Al-Qiyaamah ayat 18 di atas. Maka, itu telah dijawab di ayat 17 nya yang menyatakan dua malaikat. Bukankah Anda sendiri membaca penjelasan Asy-Syaukaniy yang menyatakan Allah lebih dekat kepada seseorang daripada urat lehernya ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya. Sama saja dengan penjelasan Asy-Syinqithiy bahwa Allah itu lebih dekat kepada seseorang daripada urat lehernya pada waktu dua orang malaikat pencatat mencatat amal perbuatannya. Itu sama sekali tidak bertentangan dengan penjelasan Ibnu Katsiir, karen ayang ia maksudkan juga itu. Tolong ya Jack,... pahami kalimat seutuhnya. Dan lebih dari itu, sama sekali tidak bertentangan dengan apa yang tertulis di artikel di atas (yang Anda protes itu) :
"Pada ayat pertama (QS. Qaaf : 16), sifat “dekat” dibatasi pengertiannya dengan penunjukkan ayat tersebut. Selengkapnya, ayat di atas lengkapnya berbunyi
Firman Allah [إِذْ يَتَلَقّى الْمُتَلَقّيَانِ] : “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya” ; adalah dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh ayat di atas adalah dekatnya dua malaikat yang mencatat amal" [selesai kutipan].
Jadi Jack,.... saya benar-benar gak ngerti di sisi apa Anda mempermasalahkannya, karena apa yang saya tulis serupa dengan penjelasan ulama yang saya kutip. Permasalahan bahwa Allah dekat dengan makhluk-Nya, it's fine, no problem. Tapi kedekatan yang bagaimana ?. Lihat dulu konteks ayatnya. Kalau QS. Qaaf ayat 16, maka kedekatan Allah itu adalah kedekatan dengan keberadaan dua malaikat-Nya yang akan mencatat segala amal perbuatan manusia.
Bukankah inti semua ini telah saya tuliskan di atas ?. Kalau sampai sini Anda gak paham juga, saya nyerah deh. Saya tancap bendera putih saja. Anyway,... alhamdulillah dalam pemahaman ayat ini ndak ada keraguan pada diri saya. Sampai detik ini.
Tentang pertanyaan Anda (dan saya akan menjawab sesuai dhahir pertanyaan) :

1. Apakah orang yang memahami dan meyakini bahwa Allah itu dekat dengan hamba-Nya maka dia beraqidah bathil?
Jawab saya : Harus ditafshil dulu. Jika yang dimaksud kedekatan itu adalah secara dzaatiy, maka itu keliru alias bathil. Kata Imam Ahmad rahimahullah :
وهو على العرش فوق السماء السابعة. فإن احتج مبتدع أو مخالف بقوله تعالى {وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيد} وبقوله عز وجل : {وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ} أو بقوله تعالى : {مَا يكُونُ مِنْ نَجْوى ثلاثة إلا هُوَ رَابِعُهُمْ} ونحو هذا من متشابه القران
 “Ia (Allah) berada di atas ‘Arsy, di atas langit ketujuh. Sesungguhnya ahli bid’ah atau orang yang menyimpang dari kebenaran berhujjah dengan firman-Nya : ‘Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya’ (QS. Qaaf : 16), atau dengan firman-Nya : ‘Dan Ia (Allah) bersama kalian di mana saja kalian berada’ (QS. Al-Hadiid : 4), atau dengan firman-Nya : ‘Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya’ (QS. Al-Mujaadilah : 7), dan yang lainnya dari ayat-ayat Al-Qur’an yang mutasyaabih” [As-Sunnah oleh Ahmad bin Hanbal melalui kitab Al-Masaail war-Rasaail Al-Marwiyyatu ‘anil-Imaam Ahmad fil-‘Aqiidah oleh ‘Abdullah Al-Ahmadiy, 1/318-319; Daaruth-Thayyibah, Cet. 1/1412 H].
Maksudnya, para ahli bid'ah berhujjah dengan ayat-ayat yang disebutkan di atas (termasuk QS. Qaaf : 16) untuk menolak Allah berada di atas langit dan beristiwaa' di atas 'Arsy. Mereka (ahlul-bid'ah) berhujjah dengan ayat itu untuk menyatakan bahwa Allah dekat dan bersama secara dzatiy dengan makhluk-Nya (manusia), bukan tinggi di atas langit. Saya kira saya tidak perlu menyebutkan dalil-dalil ketinggian Allah di atas langit-Nya ya.... (karena saya yakin Anda sudah tahu).
1 Februari 2012 01.50
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Namun jika kedekatan (ma'iyyah) yang dimaksudkan adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya atau semisalnya, maka ini benar. Inilah yang dikatakan salaf.
As-Sijziy rahimahullah menukil :
ونص أحمد بن حنبل رحمة الله عليه على أن الله تعالى بذاته فوق العرش، وعلمه بكل مكان
 “Dan Ahmad – semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya – mengatakan bahwa Allah ta’ala di atas ‘Arsy dengan Dzat-Nya, sedangkan ilmu-Nya ada di setiap tempat” [Risaalah As-Sijziy ilaa Ahli Zubaid, hal. 125, tahqiq : Muhammad ba-Kariim; Daarur-Raayah, Cet. 1/1414 H].
Abu ‘Iisaa At-Tirmidziy rahimahullah (w. 279 H) berkata :
وعلمُ الله وقدرته وسلطانه في كل مكان، وهو على العرش كما وصف في كتابه
 “Dan ilmu Allah, kemampuan, dan kekuasaan-Nya ada di setiap tempat. Adapun Allah ada di atas ‘Arsy sebagaimana yang Ia sifatkan dalam kitab-Nya” [Al-Jaami’ lit-Tirmidziy 5/403-404 melalui perantaraan kitab ‘Aqiidah Ahlis-Sunnah wal-Jamaa’ah lil-Imaam At-Tirmidziy oleh Abu Mu’aadz Thaariq bin ‘Iwadlillah, hal. 95; Daarul-Wathan, Cet. 1/1421 H].
dan lain-lain.
2. Apakah orang yang memahami dan meyakini bahwa Allah itu menyatu dengan hamba-Nya maka dia beraqidah bathil?.
Jawab saya : Bathil tanpa ada keraguan. Ini namanya ‘aqidah wahdatul-wujuud.
Tentang makna hablul-wariid, atau jika di-indonesiakan adalah urat leher; memang hakiki. Apa yang saya jawab ini sesuai dengan penjelasan para ulama yang saya ketahui. Ibnu 'Abbaas, Mujaahid Al-Makkiy, dll menjelaskan bahwa makna hablul-wariid adalah urat yang ada di leher. Inilah maksud saya dengan ‘hakiki’ di atas. Itulah yang mereka katakan saat menerangkan makna hablul-wariid dalam QS. Qaaf ayat 16. Mohon maaf jika mungkin saya salah memahami pertanyaan Anda. Mengenai bahasan amtsal dalam ayat tersebut, benar bahwasannya Asy-Syaukani mengatakan bahwa ‘aqrabu min hablil-wariid merupakan permisalan tentang kedekatan yang dimaksudkan. Ini pendekatan dari ilmu bayan, balaghah, atau semisalnya [makanya saya bantu copas kan]. No problemo, walau beberapa ulama lain tetap memahami sebagaimana dhahirnya. Karena para ulama (termasuk Asy-Syaukaaniy) telah menjelaskan bahwa maksud kedekatan (yang sangat dekat) dalam ayat tersebut adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya atau kedekatan Allah dengan dua malaikat pencatat-Nya. Inilah esensinya. Terkait dengan pertanyaan bagaimana pemetaaan kaifiyah kedekatan malaikat sehingga dikatakan lebih dekat dari urat leher seseorang, ya saya tidak tahu. Saya belum tahu riwayat yang menjelaskan tentang ini.
Ok, Jack ? Saya ndak mau muter-muter dengan logika falsafi ala Anda di atas. Apa yang Anda katakan di atas pun berulang, sehingga apa yang saya katakan pun ikut berulang. Saya sudah nangkep apa yang Anda maksud, dan – semoga – Anda pun telah nangkep apa yang saya maksud. Dasar penjelasan yang saya pakai di artikel di atas sudah saya kemukakan. So, saya kira ndak ada keperluan lagi saya menjelaskan ulang apa yang saya tulis. Untuk mencegah duplikasi, saya akhiri saja pembicaraan ini. OK ?.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
1 Februari 2012 01.52
Anonim mengatakan...
OK dech kalo begitu...
Tentang ilmu al-lughah nya saya bisa paham maksud Anda setelah Anda jelaskan. Mungkin karena saya Tidak Paham ilmu al-lughah
Terkait dengan pertanyaan bagaimana pemetaaan kaifiyah kedekatan malaikat sehingga dikatakan lebih dekat dari urat leher seseorang, ya saya tidak tahu. Saya belum tahu riwayat yang menjelaskan tentang ini.
Dari pemaparan Anda tentang ketidaktahuan Anda juga saya bisa pahami kenapanya.
So.. Ini jadi bagian referensi saya..
Terima kasih atas penjelasannya..
Wassalam
1 Februari 2012 09.28
Anonim mengatakan...
Tuhan Tdk berada di atas atau pun di bawah langit...Tidak terbit dan terbenam...tdk jauh tdk dekat...tdk malam ataupun siang....tdk berupa dan serupa dgn makhluknya....Kenyataan HAK ALLAH SWT...Ada dimana-mana...tdk ada tempat utk sembunyi...
11 Februari 2012 11.54
insidewinme mengatakan...
Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai akidah bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.
15 April 2012 09.37
Anonim mengatakan...
Alhamdulillah hari ini saya baca artikel bagus ini, dan sy membaca adanya perbedaan makna dialamnya.
kalo boleh ikutan berdasarkan telaah sy yg bodoh bahwa yg dekat itu ialah Allah ,karena dia ada dalam diri manusia dan menyatu.Allah itu Hidup dan mengHidupkan. Sedangkan makna Dia diatas karena kebesaranNya dan kekuasaanNya tak terbatas. Dia ada dimana-mana kalo kita mau merasakannya. Bahasa quran bukan bahasa arab tapi bahasa ilmu. Sedangkan quran itu adalah sumbernya ilmu.
Kalomencari Tuhan keluar dari pada diri,nyasar.
Bicara GHOIB harus dengan ghoibul ilmu.
Semoga bermanfaat.
15 April 2012 14.37
-GapraCooLz- mengatakan...
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Surat Qaf, 16)
Ustad tolong dong secara keseluruhan mengartikan sebuah ayat jng sepotong"...disitu terdapat kata Kami...Nah dalam tulisan ustad memaknakan Kami disini adalah Malaikat...Pertanyaan saya simpel...APAKAH MALAIKAT YANG MENCIPTAKAN MANUSIA???...
5 Mei 2012 14.01
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Saya sudah perhatikan, dan saya tidak mengartikannya sepotong-sepotong. Namun saya memberikan penjelasan akan ayat itu berdasarkan penjelasan yang diberikan para ulama. Silakan baca kembali artikel dan tanggapan saya yang ada di kolom komentar di atas.
5 Mei 2012 14.46
abu fatchi mengatakan...
Subhanallah.. melihat komentar2, pendapat2, walaupun ada perbedaan tetap saja memperlihatkan kebesaran ilmu yang Allah anugrahkan kepada manusia meskipun perbandingannya tidak seberapa dengan keseluruhan ilmu Allah itu sendiri.. Kagum melihat antum2 yang memberikan komentar berdasar ilmu yang antum yakini.. ilmiah dan bermutu.. Semoga Allah menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya kepada kita saat kita bersama-sama berjumpa denganNya kelak di surga.. (semoga saya termasuk didalamnya bersama antum semua.. aamiin..)
4 Juni 2012 22.37
Anonim mengatakan...
ngaco dan goblok ni si anonym pnentang Abul Jauza. Ngomong agama kok pke dengkul dan akal, woy agama itu pke dalil. Dah gk mentok gk bsa ngelak dr prnyataan Abul Jauza akhrnya ngemis2
ni prnyataan abul jauza yg bkn anonym bungkam " 1. Kata Nahnu SERINGKALI (ingat Seringkali) bermakna keterlbtan Allah dg perbuatanMAKHLUK.2. Dr prnytaan akal anonym d simpulkan bhwa Allahlah yg langsung ngomong ke Nabi padahl itu kslahan fatal dan kekeliruan besar
ABUL JAUZA (SBRAPA BNYAKNYA PNENTANG KBNARAN TETAPLAH KBNARAN ITU SBG KEBNARAN DAN KESESATAN ITU SBG KESESATAN). Aq dukung Qmu
11 Juni 2012 10.19
islamqt mengatakan...
akh, komentar provokasi kayak di atas koq di approve?
11 Juni 2012 13.16
Anonim mengatakan...
intermezo...
sepertinya sengaja ustadz abul-jauzaa kasih approve komen provokasi di atas untuk menunjukkan bahwa tidak semua yang setuju atau simpati dengan dakwah ini akhlak dan sifatnya seragam... baguuuusss semua... dan itulah kenyataan.... tetapi... nasehat tetap harus diberikan...
12 Juni 2012 11.05
Anonim mengatakan...
Wajib mngenal dzat Allah ta'ala stelah aqil baligh... Brbeda pndpat boleh,asal jngn rusuh.. Qt smua sama,brasal dr dzat yg maha hdup..Allah. yg brbeda hnyalah ilmunya sj.. Klau sy pribadi myakini ilmu ''wadhatul wujud'' ilmu yg sama dpkai oleh syekh siti jenar.. Tp,kbnyakan situs mngklaim ajarn beliau adlh SESAT. Mmng bnar Allah lbih dkt dr urat leher,bhkn bkn pmahaman itu sj,yg keluar msuk hidung itu siapa?? Tntu yg maha hidup td..(Allah) plajarn tauhid tdk bs dcerna pkai otak,tp hati & prasaan. Klau pkai otak sdh dr dlu org2 amerika sana yg mmbahas...
Jika pndpat saudara bhwa Allah itu brsemayam di ats Arsy... Bgaimana hukumnya gerak & diam qt dlm shari2 ??
Mungkinkah? Allah mnggunakan remote control untk mlkukan smua itu? Kan bgitu klo dpikir pkai otak...
''Telah Ku tiupkan ruh kdlm jasadmu..''
Brrti kan dzat Allah itu sdh..jngn lihat dunianya sj,tp mata zahir ttp mncerna...
Apa yg ad di diri qt itu sdh ad smuanya..
Tanah = biar sbersih apapun qt mndi, tp ttp ad daki...
Api = yaitu darah
Air = Air liur,air mata dll
Tumbuh2an = Bulu2 yg ada pd tubuh
binatang = kutu rambut
1 lg yg jd prmasalahan,yg klian rbutkan ttg ''Langit'' dmn letak langit itu, yg ada pd tubuh? Mngkin klian sdh tahu..
#NB: mf saudra sklian,sy hny org biasa,sama sperti klian.. Sy hny mnympaikn amanah alm.kakek sy...
Sy bkn'a sbgai pemintarnya,sy orng yg hina,bodoh,tdk ad derrjat dsisi mnusia..
Smua sdh rahasiaNya...
30 Juni 2012 15.21
Anonim mengatakan...
Bagaimana halnya dengan ini ?
diriwayatkan ketika para sahabat bertanya pada nabi saw : “dimanakah Tuhan kita?”, maka turunlah ayat : “Bila hamba Ku bertanya tentang aku katakanlah aku dekat..dst” (Tafsir Imam Attabari Juz 2 hal 158, Tafsir Imam Ibn Katsir Juz 1 hal 219),
mengenai ayat Allah lebih dekat dari urat leher bahwa Allah swt itu membatasi setiap celah dalam diri kita, antara leher dan jantung terdapat pembatas, antara hati dan tubuh terdapat pembatas, antara hati dan ruh terdapat pembatas, dan Allah menguasai setiap batasan batasan itu, hingga bisa saja yg dikehendaki hati tidak mampu dilaksanakan akal, atau yg dikehendaki akal tak mampu dilaksanakan tubuh, atau yg diinginkan hati tak mampu dilakukan ruh, karena kekuasan Allah ada diantara batas batas itu, Allah mampu menghalangi atau merubahnya dg takdir Nya swt, saat hati berniat jahat bisa saja Allah memurnikan akal tuk menolaknya, saat akal berniat jahat bisa saja Allah melumpuhkan tubuh tuk melakukannya, demikian pula firman Nya swt : Allah membatasi antara manusia dan hatinya . (Tafsir Imam Attabari Juz 9 ha 217)
Syukrn
18 Juli 2012 16.25
Zakaria Subin mengatakan...
Menurut pendapat saya sang awam, Pemahamannya harus dengan dalil naqli dan aqli
Ketika Nabi Musa as ingin melihat Tuhan dibukit tursina, apa yang terjadi, jika Allah swt menampakan wajahnya pasti langit dan bumi ini akan hancurolehNya, jadi Allah swt itu tidak menyatu dengan hambanya, supaya tidak hancur bumi dan langit ini,Allah swt mempergunakan malaikat2nya untuk semua hurusan yang kecil 2 seperti langit dan bumi ini karena Dia Allah swt bersemayam dia atas arsy, Jika Allah swt lebih dekat dengan urat leher dipahami bahwa Allah swt menyatu dengan kita, berarti Tauhid kita rusak, bahwa berapa banyak urat leher yang ada dimuka bumi ini, berarti Allah swt itu tidak lagi tunggal. Logikanya kita ini terbuat dari tanah, tidak mungkin unsur tanah dapat menyatu dengan cahaya, kalau malaikat itu dicipkan dari cahya nah kalau malaikat yg menyatu denga Allah swt itu masih diterima oleh akal, karena sama unsur cahaya, jumlah malaikat di langit dan bumi tidak dapat dihitung , jadi setiap ciptaan Allah swt itu ada penjaganya malaikat, makanya Allah swt benar adanya dengan sifat maha tahuNya.
Zakaria subin,
22 Juli 2012 15.22
Datu Sanggul mengatakan...
admin distas no 2 pas...
zakaria@ biar tdk slh kaprah crilah guru yg pas...
prnyataan sprti anda lah yg sring jd debat.. klo org mkir logika. ya itu Allah bertebaran dmn2.. pdhl bkn sprti itu, yg maha tunggal ttp 1 Allah SWT.
biar mudah dcerna.. contoh :
Pak SBY pidato...
krna beliau org no 1 di negri ini mka smw trtuju dg bliau, disiarkan brbagai bnyak chnel TV, brp pnduduk yg mnonton ad di Tv dmn2. Tp pak SBY ttp 1,yg bnyak cm Tv nya...
Klau dg logika...
Klau mnusia bnyak dmn2 ttp Tuhan yg brlaku pd yg hidup.
Kenali asal mula diri dr mn.. Bru tahu dg Tuhan. Allah ttp laisya,tiada wujud tp Nyata...
Smpai di surga pun ttp tdk akan brtmu dg Allah..
Jika Allah mnampakan diri, qt ini siapa?? Jd 2 brarti.. Mnyekutukan itu nmanya..
Mmg berat ilmu tauhid,susah dtrma msyarakat awam krn orng mnilai kafir,sesat.. Susah mngkui diri ini Dya,pdhal mlut yg brucap,kallamNya jua...
Sama dg halnya sholat, mnyembah siapa? Ka'bah.. Klau ad yg brani bongkar apa isi ka''bah.. Dan mnyebutnya.. Sdh psti orng mngangap brhala. Krn itu dirhasiakn,itu hnya pusat,mnjalin silaturahmi dg umat,mncium hajar aswat..apa hajar aswat itu? Dsitulah prumpamaan asal kejadian diri dr mna..sbuah lubang. Bkan tjuan ganti nama ksitu nmbah glar haji...foto2 dsitu lah.. Ibadah atw / tour ya?
30 Juli 2012 22.36
Admin Bin Abdullah mengatakan...
@datu sanggul : Anda berkata tentang Allah g pake firman Allah ato Sabda Nabi, pantes aja contohnya jadi aneh.. SBY ma TV, ujung2nya pemahaman sprti anda ini membawa anda unuk tidak solat, Knp? ngapain solat, wong yg disembah udah ada dalm dirinya.. jeruk minum jeruk dong..
padahal udah dijelaskan ma ustadz abul Jauza panjang lebar... mohon baca dengan teliti kawan..
@ gapara Cool : Sebagaimana dikatakan ustadz Abul Jauza : bahwa kata nahnu itu seringkali digunakan dalam konteks pelibatan sebagaian perbuatan Allah dengan hamba-Ny, makanya dlm penciptaan manusia Allah Pake Nahnu. karena Makhluknya ikut terlibat :
1. Manusia (suami-istri) Berhubungn badan
2. Malaikat meniupakn ruh.
semuanya tentu atas perintah ALLAH, sebneranya tantpa itu jg ALLAH mampu, Tinggal KUN .. Fayakun.. kalo ada salah Mohon KOreksi
Arief
16 Agustus 2012 07.10
Anonim mengatakan...
arif : mf klau sprti itu pmahaman anda... Itu dtujukan kpd org awam, prumpaman yg mudah dpahami... Yg jlas sya tdk copas ayat2 yg ada di intrnet,tkutnya ada yahudi yg mndustakan ayat...
Dan sy jg tdk mnyuruh mninggalkan shalat, tp alngkh syangnya... Jklau sdh akil baligh blm tahu dzatullah pd dri sndri.
Tuntut ilmu tauhid dhulu, br smpurnakn syariat.. Knali dri,bru thu dg Tuhan.
Yg mnenal & dikenal ? Lenyaplah qt,tiada pngakuan diri.
Shalat itu mmatikan diri... Bkan tjuan mnyembah...
Jk dlm artian anda shalat itu mnyembah Tuhan,yg kbnyakan skrng ini...apa mnurut anda, & anda pun bgaimna ??
Mohon mf sblmnya...
Datu Sanggul
17 Agustus 2012 04.43
Anonim mengatakan...
@Admin Bin Abdullah - makanya ente belajar tauhid dulu
25 Agustus 2012 04.06
Rohis Facebook mengatakan...
afwan ust.., saat ini sy sdg berdialog dgn Asy'ariah, syubhat mereka, katax allah diatas langit lalu gmn dgn ayat Al baqarah ayat 186 yg mengatakan bhw Allah itu dekat..?, gmn menjawabx ust..
trus gmn memahami kebersamaan Allah dgn makhluk-Nya..??, mgkn ust. pny alamt link artikel yg membahasx scr detail....,syukran jazakallahu...
29 November 2012 09.52
sang qyu qyu mengatakan...
bagus sangat
kunjung balik ya
gino99.blogspot.com
25 Desember 2012 19.23
Anonim mengatakan...
Ini diskusi anak smp sama S3....
sebaiknya yg S3 bisa memaklumi. Gak perlu terlalu memaksanya untuk bisa menerima & memahami. Itu sesuatu yg sangat mustahil
11 Januari 2013 15.26
Iyas mengatakan...
Maaf ustadz, maksud ayat yang pertama yang lebih tepat menurut saya bahwa manusia hanya menguasai kehendak di jiwanya, bahkan hatinya sendiri Allah yang membulak-balikan, amalnya Allah yang ciptakan. Inilah inti hidup ini sbg ujian kehendak di hati, sisanya Allah yang menghandle (mempermudah). Allah berfirman :
8:24 dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.
37:96 Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
80:19-22 Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya, kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.
Wallahu a'lam
12 Januari 2013 16.40
Iyas mengatakan...
Ada yang tertinggal,
81:28-29 (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
12 Januari 2013 17.18
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Jauh lebih baik ketika memahami ayat antum membaca penjelasan para ulama Ahlus-Sunnah yang tersebar dalam kitab-kitab mereka.
12 Januari 2013 18.14
Iyas mengatakan...
Antum benar ustadz tentang ayat ini, ana keliru karena langsung teringat ayat berikut :
8:24 dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.
12 Januari 2013 21.05
Anonim mengatakan...
syukron kpd abuljauzaa
yg perlu sy tambahkan sedikit mudah2an membuka mata kita
- ayat yg satu dgn yg lain dlm Al Qur'an tdk akan bertentangan, selama2nya
- Ayat Al qur'an tdk akan bertentangan dgn hadits yg shahih
- hadits yg shahih tdk brtntangan dgn hadits shahih lainnya
- Al Qur'an & hadits yg shahih tdk akan brtntangan dgn akal yg sehat
Maka bila anda memahami seolah terjadi pertentangan dalil, maka kembalikanlah pada kaidah ini. Dan juga gunakan pemahaman sahabat dlm memahami dalil, karena mereka lebih tahu tntg agama ini, jg lgsg bertanya pd Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam.
26 Januari 2013 23.53
Bin Nasir mengatakan...
الله في السماء
28 Mei 2013 19.41
Anonim mengatakan...
Pada hakekatnya pendapat yg ada semuanya benar tergantung alat ukur yg kita punyai untuk mengukur kedalam makna dari ilmu Allah ini yg dimisalkan lautan yang sangat dalam. Salam
14 Oktober 2013 10.17
hirwan syahputra mengatakan...
Allahu Akbar
6 Desember 2013 23.33
Manhaj Salaf mengatakan...
Mau nanya...Disana ada "dhomir nahnu" sebelum lafadzh "aqrob" . Itu menunjukkan ma'na "mu'aaddzhom binafsihi" atau "mutakallim ma'a al-ghoir" ,,?
8 Desember 2013 10.25
Anonim mengatakan...
Seru dech ngebacanya.!!!
Ada yg pro dan banyak juga yg kontra, jd bingung nui msk digrup yg pro ato yg kontra ya..!?
Mohon pencerahanya.
Pasalnya ane sifat wajib 20 aj msh blm faham2 mpe sekarg, jangankan soal dalil2 . . .
31 Desember 2013 12.11
Anonim mengatakan...
Maaf ustadz ane lupa kasih nama,
mohon pencerahanya ya ustadz agar ane gk bingung2 amat..
Trima kasih ustadz - yono
1 Januari 2014 06.56
Anonim mengatakan...
Lebih dari 2x saya baca dari atas sampai bawah, sesuai judulnya(QS. Raaf 16) saya sangat sependapat dengan Ustadz Abul bahwa yg dekat dgn manusia adalah malaikat2 Alloh.
Banyak penjelasan2 Ustadz Abul yg bisa saya mengerti dan menambah pengetahuan saya.
Tp karena saya msh terlalu awan, banyak hal yg belum saya tahu.
Sekiranya Ustadz Abul berkenan, mohon share ilmunya .
3 hal diantara banyak pertanyaan2 yg ada dlm benak saya selama ini
1. Allah itu apa ?
2. Allah itu siapa ?
3. Allah itu dimana ?
Mohon pencerahanya ya Ustadz agar diri ini lebih mengerti dan tdk mudah terombang-ambing, kalau ada dalil2nya juga agar lebih jelas.
Terima kasih Ustadz Abu
-yono-
2 Januari 2014 11.13
Satria Diaboli mengatakan...
assalamu alaikum,
artikelnya bagus, tolong jangan dihapus ya postingannya, karena saya sudah bookmark, sy akan selalu baca artikelnya berulang-ulang, untuk lebih memahami. terimakasih banyak
wassalam
Satria
13 Januari 2014 02.39
Herman Suwanto mengatakan...
Jazaakallaahu khoiron atas ilmunya ustadz,,,
sangat bermanfaat.
4 April 2014 10.36
hifzul imtihan mengatakan...
lalu ilmu manakah yang paling benar antara ilmu syariat, hakikat, tharikat, dn makrifat? tolong dijawab
10 April 2014 18.31
Anonim mengatakan...
jadi sebelum arsy di ciptakan, Allah dimana ?
19 April 2014 02.32
Anonim mengatakan...
@ Anonim 19 April 2014 0.32
Pertanyaan anda agak mirip dengan pertanyaan orang zaman dulu
Perhatikan Riwayat dari Sulayman At-Taimiy
لو سئلت : أين الله تبارك وتعالى ؟ قلت : في السماء. فإن قال : فأين عرشه قبل أن يخلق السماء ؟ قلت : على الماء. فإن قال لي : أين كان عرشه قبل أن يخلق الماء ؟ قلت : لا أدري.
 “Apabila aku ditanya : ‘Dimanakah Allah tabaaraka wa ta’ala ?’. Maka aku akan menjawab : ‘Di (atas) langit’. Apabila ia bertanya : ‘Dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan langit ?’. Maka akan aku jawab : ‘Di atas air’. Jika ia kembali bertanya kepadaku : ‘Lantas, dimana ‘Arsy-Nya sebelum Ia menciptakan air ?’. Maka akan aku jawan : ‘Aku tidak tahu” [Shahih; diriwayatkan oleh Al-Laalika’iy dalam Syarh Ushuulil-I’tiqaad no. 671, Ibnu Abi Syaibah dalam Kitaabul-‘Arsy no. 15, Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya no. 30609, dan Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamah no. 194. Dibawakan oleh As-Suyuthi dalam Ad-Durrul-Mantsur 7/337 dan ia menisbatkannya pada ‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, dan Abusy-Syaikh – takhrij dinukil dari Aqwaalut-Taabi’in fii Masaailit-Tauhiid wal-Iman oleh ‘Abdul-‘Aziiz bin ‘Abdillah Al-Mubdil, hal. 941; Daarut-Tauhiid, Cet. 1/1424 H].
Jadi berhubung tidak ada penjelasan dari Qur'an dan Sunnah serta Ulama Salaf...Dimana Allah sebelum ia menciptakan Arsy, jawabnya TIDAK TAHU.
Anda sendiri tahu gak, Dimana Allah sebelum arsy diciptakan?
20 April 2014 08.49
Anonim mengatakan...
ALLAH>GHAIB>IMAN>HATI
3 Mei 2014 18.25
Anonim mengatakan...
Bertanya akan "Dimana" adalah pertanyaan yg tidak krn DIA adalah Dzat yg meliputi segala sesuatu
Dan pertanyaan "Dimana" juga menunjukkan ALLAH menempati tempat dan jelas itu mustahil
25 Mei 2014 06.01
rofi hidayatullah mengatakan...
Anonim 25 Mei 2014 06.01
jadi menurut anda Allah itu TIDAK ADA?
anda ini atheis yah?
26 Mei 2014 09.30
Anonim mengatakan...
ALLAH itu wujud dan tidak menempati tempat
Diatas Arsy bukan menempatinya, namun meliputinya
Maka ALLAH adalah Dzat yg Maha Besar ygmeliputi segala sesuatu
7 Juni 2014 06.31
Anonim mengatakan...
Kenapa orang awam nak belajar berHujah macam ini ? melainkan orang awam itu nak jadi Ulama'.
Yang sebenarnya , Untuk mengHukum sesuatu perkara, seseorang itu WAJIB tahu 6,000+ ayat Al-Quran, 20,000+ hadis, Ijma' dan Qias Ulama' yang sedia ada. Orang Awam seperti kebanyakan kita TIDAK WAJIB usul sebegitu rupa, seperti yang dibahaskan diatas. Kita hanya perlu mengikut para Ulama' mukatabar yang telah mengasas Mazhab- mazhab (4 mazhab) dalam Al-Sunnah Wal Jamaah. Pilih salah satu mazhab, dan belajarlah Akidah mereka, kesemua mereka memiliki akidah yang sama, dan berpeganglah.
Keputusan para Ulama' ini, dalam bidang Akidah ( Hukum Wajib, Mustahil dan Harus ) Sifat 20, dan salah satu sifat WAJIB Allah Ta'ala adalah "Bersalahan dengan Segala yang Baharu" atau dikenali juga "Tiada menyerupainya suatu apa pun".
Susah sangat ke Nak faham.. ?
27 Juni 2014 18.30
Anonim mengatakan...
Pak uztad Abu Al-Jauzaa
Mohon pencerahannya yg awam ini
DZAT artinya apa? SIFAT artinya apa?
Mohon pencerahannya pak uztad
Thanks Wassalam
19 Oktober 2014 07.46
Ranger Ams mengatakan...
Tahapan akal ( kanak-kanak )
Allah berada di Arasy
Allah tidak dapat dilihat kerana Allah berada nun jauh diatas langit ke 7.
Dalilnya :
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan ( Yunus ayat 3 ).
Tahapan hukum akal (peraturan Ilmu Kalam )
Allah tidak bertempat
Allah tidak dapat dilihat kerana keterbatasan kemampuan penglihatan mata manusia yang tidak mampu melihat zatNya.
Dalilnya :
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui ( Al-An’am ayat 103 )
Tahapan pengamalan musyahadah terhadap ilmu Hakikat
Allah berada dimana-mana
Allah bisa dilihat, yaitu semua yang dapat dilihat oleh mata kita.
Dalilnya :
Dimana saja kamu menghadap, disitulah wajah Allah ( Al-Baqarah ayat 115 ) dan
Dialah yang awal, yang akhir, yang zahir dan yang batin ( Al-Hadiid ayat 3 ).
Tahapan khawasul khawas ( ilmu Ma’rifat )
Tidak ada yang tahu dimana Allah melainkan Allah
- Allah berada dimana Dia berada sekarang
- Sekarang Allah berada dimana Dia berada dahulu
- Dahulu dan sekarang Dia berada ditempat yang hanya Dia saja yang tahu
- Tempat itu didalam pengetahuan ilmu Allah.
NB : Jangan mengenal Allah dengan akal sebaliknya mengenal Allah dengan Allah.
Tidak ada siapapun yang dapat melihat Allah melainkan diriNya sendiri.
Dalilnya :
Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amalan soleh dan janganlah dia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadat kepadanya ( Al-Kahfi ayat 110 )
Keutamanya bertemu berbanding kenal :
Adakah anda mengenal sifat-sifat Rasulullah..?
Ya, saya kenal akan sifat-sifat Rasulullah..!
Lantas apa keinginan anda terhadap Rasulullah..?
Semestinyalah saya mau dan rindu untuk menemuinya kerana baginda adalah kekasih Allah.
Nah begitulah orang yang sempurna pengenalannya terhadap sesuatu pasti terbit rasa ingin bertemu dengan sesuatu yang telah dikenalinya itu dan bukannya hanya sekadar berputar-putar didaerah mengenal semata-mata.
3 November 2014 14.33
Hattori Hanzo mengatakan...
Allah itu ada dimanapun kita berada sebelum mengenal allah kenali dulu diri kita siapa..karna tak mungkin kita tak punya asal usul ataupun yg menciptakan begitu juga langit dan bumi ini..allah itu ada di manapun kita berada karna dia maha besar dia meliputi segalanya tidak hanya di atas maupun di bawah.
10 Februari 2015 18.45
Sangkakala Zaman mengatakan...
skadar prkgsian ssma jasad(islam)..sssguhnya istiwanya Allah di atas arasyNYA..ilmuNYA lah yg mliputi sgala ssuatu tnpa bgaimana,di mana or soalan2 semata2 akalan makhluk...(Ksempurnaan pencipta jagat raya zahir/bathin..
dalil2nya udah jelas terang benderang persis sperti prkgsian akhi jauza...sandaran demi sandaran didukungi(alquran asunnah)..
telah tegak haq hujah bagi mereka yg MENGAKU ber AKAL/berMATA HATI ZAHIR BATHIN..
demi Allah,islam itu mudah difahami,mudah di hadam sifatnya sesuai bagi sluruh glongan FITRAH mnusia..(ksempurnaan)..ngak ada sifat bengkok,sukar,mutar,smbunyi2,kabur jika benar kita IKHLAS mngikut method sebenar sperti yg teman2 akhi jauza pamirkan(KITABULLAH Asunnah)..kebenaran itu terang benderang unsurnya..subhanallah.skdar prkgsian..teruskan jihad kalian teman2..kebergantungan hanya padaNYA(dzat pncipta skalian alam).amin..peace
6 April 2015 05.09
Sangkakala Zaman mengatakan...
ahhh..ya udahh.. jauzaa n the gang sifatnya taklidd butaa aja,,sesat,,fanatic,,butaa,,cyclic hadiss segala,,wahabi group,,n dll %#%$#$%..(ini kata2 syubhat2 glongan pendusta Alquran/Assunnah)..
bila kita pertanyakan dimana pula haq DALIL mereka??dalilnya itu ini blaa blaa blaa..stelah di patahkan dalil mereka langsung meroyan emosi,marah2 $#%$%^,trus lgsung ghaib(ilmu debuss)..huu..moga hidayahNYA mncurah pada glongan sdemikian ya akhi jauzaa..sabar2 aja ya akhi..aminn..
7 April 2015 21.18
Anonim mengatakan...
goblok
21 April 2015 21.36
Anonim mengatakan...
SERIAL KECURANGAN ILMIAH PANUTAN KAUM WAHABI
Kaum wahabi berkeyakinan, bahwa Tuhan bertempat di Arasy. Sayang sekali dalil yang mereka gunakan tidak shahih. Mereka terjerat dalam skandal kecurangan ilmiah untuk membenarkan akidah tajsim, Tuhan bersemayam di Arasy.
Alkisah, al-Imam al-Hafizh al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya al-Asma' wa al-Shifat, hal. 383-384, bahwa ada riwayat yang menafsirkan istawa dengan istaqarra (bersemayam). Tapi -kata al-Imam al-Baihaqi-, riwayat tersebut munkar, para perawinya yang terdiri dari Abu Shaleh, al-Kalbi dan Muhammad bin Marwan adalah orang-orang matruk (ditinggalkan haditsnya) oleh para ulama ahli hadits, riwayatnya tidak dapat dijadikan hujjah, karena banyak yang munkar dan kedustaan mereka yang jelas. Demikian keterangan al-Baihaqi.
Lalu datang Ibnu Qayyimil Jauziyyah, murid Ibnu Taimiyah, yang membela ajaran tajsim. ia berkata dalam kitabnya Ijtima' al-Juyusy al-Islamiyyah, dan bahwa al-Baihaqi telah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas menafsirkan istawa dengan istaqarra (bersemayam). Ibnul Qayyim, membuang pernyataan al-Baihaqi, bahwa riwayat tersebut munkar, para perawinya yang terdiri dari Abu Shaleh, al-Kalbi dan Muhammad bin Marwan adalah orang-orang matruk (ditinggalkan haditsnya) oleh para ulama ahli hadits, riwayatnya tidak dapat dijadikan hujjah, karena banyak yang munkar dan kedustaan mereka yang jelas. Nah, demikianlah sekelumit dari kecurangan Ibnu Qayyimil Jauziyyah. Insya Allah status ini bersambung. semoga bermanfaat.
wassalam.
25 Mei 2015 12.50
Abu Al-Jauzaa' : mengatakan...
Oo... begitu ya ?. Itu Anda baca sendiri atau cuma copi paste ?. Bisa saya dibantu teks bahasa Arab dari Ibnul-Qayyim dan Al-Baihaqiy nya ?. Biar saya juga bisa cek kevalidan perkataan (copi paste ? ) Anda. Terima kasih.
25 Mei 2015 13.08

“Allah lebih dekat dari urat leher kita”

aqidahMakna Dekatnya Allah Pada Surat Qaaf : 16 Dan Al-Waqi’ah : 85
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

[1]. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“Artinya : Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [Qaff : 16]

[2]. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ

“Artinya : Dan Kami lebih dekat kepadanya dari kamu” [Al-Waqi’ah : 85]

Ahlul takwil melancarkan sybuhat berupa tuduhan kepada Ahlus Sunnah bahwa merekapun telah melakukan takwil terhadap dua ayat di atas, yaitu ketika menafsirkan kata-kata “lebih dekat” yang dimaknai “lebih dekatnya malaikat”.

Jawaban terhadap syubhat itu ialah : “Bahwa penafsiran kata-kata “ Kami lebih dekat” pada dua ayat diatas dengan “dekatnya malaikat” bukanlah takwil, bukan menyelewengkan perkataan dari makna dhahirnya. Dan hal ini akan jelas bagi orang yang merenungkannya.

Penjelasannya sebagai berikut.

[1]. Tentang ayat pertama : Sesungguhnya kata-kata “Kami lebih dekat” pada ayat itu terkait dengan sesuatu yang membuktikan bahwa maksudnya adalah “malaikat yang lebih dekat” karena ayat tersebut berlanjut.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ0إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ0مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Artinya : Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang Malaikat mencatat amal perbuatannya. Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir” [Qaf : 16-18]

Maka firman Allah : “Yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya”, terdapat dalil bahwa yang dimaksud “lebih dekat” adalah dekatnya dua orang Malaikat yang mencatat amal perbuatannya.

[2]. Tentang ayat kedua : Kata-kata “lebih dekat” pada ayat ini berkaitan dengan keadaan seseorang yang tengah menghadapi sakaratul maut. Ketika seorang sedang menghadapi sakaratul maut, maka yang datang untuk mencabut nyawanya adalah malaikat, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا يُفَرِّطُونَ

“Artinya : Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat (utusan) Kami, dan malaikat-malaikat itu tidak melalaikan kewajibannya” [Al-An’am : 61]

Kemudian pada ayat Al-Waqi’ah : 85, lengkapnya berbunyi.

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لا تُبْصِرُونَ

Artinya: “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” [Al-Waqi’ah : 85]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “kamu tidak melihat” pada ayat itu menyatakan dalil sangat jelas bahwa yang tidak kamu (manusia-pent) lihat adalah para malaikat. Sebab ayat diatas menunjukkan bahwa pencabut nyawa berada sangat dekat dengan manusia, dalam arti ia berada di tempat manusia itu berada, namun manusia tidak dapat melihatnya.

Dengan demikian, yang dekat dan berada di tempat manusia (yang sedang sakaratul maut untuk dicabut nyawanya) tidak lain adalah malaikat. Sebab adalah mustahil jika Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang berada di situ. Maka jelaslah bahwa yang dimaksud “lebih dekat” adalah dekatnya malaikat.

Tinaggal sekarang permasalahannya, yaitu kalau yang dimaksud adalah dekatnya malaikat, mengapa kata-kata “dekat” kemudian disandarkan kepada Allah, yakni : “Kami lebih dekat kepadanya”. Adakah contoh ungkapan lain dalam Al-Qur’an yang menandaskan bahwa sesuatu disandarkan kepada Allah, tetapi maksudnya adalah malaikat?

Jawaban Pertanyaan Pertama.
Karena malaikat itu merupakan tentara dan utusan Allah. Dan dekatnya mereka kepada manusia hanyalah karena perintah Allah. Sehingga ketika mereka dekat dengan manusia, maka diakuinya kedekatan itu sebagai kedekatan Allah kepada manusia.

Jawaban Pertanyaan Kedua.
Memang ada contoh ungkapan lain dalam Al-Qur’an yang menandaskan bahwa sesuatu disandarkan kepada Allah tetapi maksudnya adalah malaikat. Misalnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

“Artinya : Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu” [Al-Qiyamah : 18]

Disini Allah mengatakan : “Bila Kami (Allah) telah selesai membacakannya”. Sedangkan yang dimaksud adalah : “Bila malaikat Jibril telah selesai membacakan Al-Qur’an kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Sekalipun diakuinya bacaan itu sebagai bacaan yang disandarkan kepada Allah dengan firmanNya : Apabila Kami (Allah) telah selesai membacakannya” . Mengapa ? Sebab ketika Jibril membacakan Al-Qur’an kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hanyalah semata-mata karena perintah Allah. Dengan demikian, boleh saja jika kemudian Allah mengklaim bahwa bacaan Jibril tersebut sebagai bacaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Begitu pula misal yang terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

فَلَمَّا ذَهَبَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ الرَّوْعُ وَجَاءَتْهُ الْبُشْرَى يُجَادِلُنَا فِي قَوْمِ لُوطٍ

“Artinya : Maka tatkala rasa takut telah hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun bersoal-jawab dengan Kami tentang kaum Luth” [Hud : 74]

Kata-kata “bersoal jawab dengan Kami/Allah” maksudnya adalah bersoal jawab dengan para malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diutus untuk menemui Ibrahim

Kesimpulan:
Dua ayat dalam surat Qaaf 16 dan surat Al-Waqi’ah : 85 di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa “Kami (Allah) lebih dekat”, maksudnya adalah “malaikat lebih dekat” karena dekatnya malaikat merupakan perintah Allah. Dan penafsiran ini bukan takwil terhadap ayat-ayat sifat dan bukan pula pengalihan makna dari makna dzahirnya, berdasarkan penjelasan yang sudah dikemukakan di muka.

[Disarikan dari Al-Qawa’id Al-Mutsla, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Ahmas Faiz Asifuddin, Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun IV/1420H/1999M, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo - Solo]


KAMI LEBIH DEKAT DARI URAT LEHERNYA

Oleh
Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifai

Firman Allah :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,” (Qaf: 16)

Lalu ayat berikutnya :

إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ

“(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.”(Qaf: 17)

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”(Qaf: 18)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan tentang kekuasaan-Nya atas manusia bahwa Dia-lah yang menciptakannya dan ilmu pengetahuan-Nya mencakupi semua persoalan hidupnya,sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati-hati anak keturunan Adam tentang kebaikan, keburukan, dan tentang semua perkara. Dan telah ditetapkan di dalam sebuah hadits sahih dari rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam , bahwasanya beliau bersabda :

“Allah Subhanahu wa Ta’ala memaafkan apa yang dibisikkan oleh hati-hati umatku selama dia tidak mengatakannya atau mengerjakannya.”

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Yang dimaksud adalah para Malaikat-NYA itu lebih dekat kepada manusia daripada kedekatan mereka dengan urat lehernya sendiri.Sebagaimana firman Allah berkenaan dengan sakaratul maut :

(yang artinya) “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu.Tetapi kamu tidak melihat.” (Al Waaqi’ah: 85).

Yang dimaksud dengan KAMI adalah para malaikat. Dan sebagaimana yang telah difirmankan-Nya :

(yang artinya) “Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan al Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9).

Maka para malaikat itulah yang telah turun dengan membawa Al Qur’an dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala .Demikian pula para malaikat adalah lebih dekat kepada manusia daripada URAT LEHERnya dengan penetapan Allah atas hal itu. Itulah sebabnya disini Allah berfirman :

(yang artinya) “Yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,” yaitu dua malaikat yang mencatat amalan manusia,”yang satu mengawasi di sebelah kanan dan yang lain mengawasi di sebelah kiri.”

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya ” oleh manusia “diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” Melainkan kalimat itu diawasi dan dicatat oleh malaikat. Malaikat itu tidak membiarkan satu kalimat-pun, satu gerakan-pun dan apa-pun baik berupa perbuatan maupun ucapan kecuali dituliskannya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Bilal bin Harits Al Muzani radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Seseorang yang mengucapkan kata-kata yang diridhai Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut lanjut. Allah Subhanahu wa ta’ala akan mencatatkan bagi orang itu keridhaanNya sampai orang itu bertemu dengan Allah. Dan seseorang yang mengucapkan kata-kata yang dibenci Allah tidak mengira bahwa ucapan itu berlanjut terus.Allah akan menuliskan murka-Nya untuk orang itu sampai dia bertemu dengan Allah.”

Alqamah pernah mengatakan,”Sudah berapa banyak ucapan yang tidak jadi aku ucapkan karena hadits Bilal bin Harits ini..”

Hadits ini turut pula diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan disahkannya.Dan, pernah disebutkan kisah tentang Imam Ahmad yang merintih dikala sakitnya ,kemudian sampai berita kepadanya dari Thawus bahwa dia berkata, “Malaikat itu akan mencatat segala sesuatu,termasuk rintihan.”Semenjak itulah Imam Ahmad tidak merintih lagi hingga wafat.Semoga Allah memberikan rahmat kepada beliau.

Dikutip dari : Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifai
“Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhthishari Tafsir Ibnu Katsier”
edisi Indonesia :”Kemudahan dari Allah : ringkasan tafsir Ibnu Katsier”
Penerjemah : Syihabuddin, Gema Insani Press, Jakarta cet.2