July 26, 2016
Kautsar Amru
Kalau mau belajar Aqidah,
maka yang pertama kali dipelajari itu hendaklah belajar Aqidah yang berkaitan
dengan Allah. Ini pondasi pokok yang paling mendasar agar jangan sampai kita
terjebak kepada kesyirikan, dan mentakwil-takwilkan sifat-sifat Allah.
Kalau mau belajar fiqh, maka
yang pertama kali dipelajari itu hendaklah belajar fiqh masalah thoharoh.
Inilah pintu gerbang fiqh paling awal dalam masalah fiqh yang ditulis oleh para
ulama ahli fiqh, sebelum membahas fiqh-fiqh yang lain. Dan ini juga penting
agar kita tidak was-was dalam masalah thoharoh, ataupun berlebih-lebihan dalam
masalah thoharoh. Habis itu, baru kita belajar masalah sholat.
Cukup banyak orang yang
terjebak dalam masalah was-was dan berlebih-lebihan dalam masalah ini, karena
kurang faham ilmunya. Entah itu seputar masalah najis, jenis air, wudhu, yang
berkaitan dengan haidh dan nifas, dan mandi janabah.
Kalau kita belum beres
belajar masalah ini terus langsung dicekoki fiqh nawazil (kontemporer), apalagi
langsung ke fiqh daulah (negara) dan fiqhul waqi’ (fiqh realita, namun
maksudnya adalah realita politik). Maka biasa orang seperti ini entah banyak
“tergelincirnya”, atau banyak salahnya dalam memahami agamanya.
Kalau mau belajar masalah
adab dan akhlak, maka yang pertama kali dipelajari itu hendaklah belajar
masalah berbakti kepada kedua orang tua (birrul walidain).
Kalau kita belajar berbuat
baik kepada orang lain, maka itu kadang ada “pamrih” duniawi dan pujian yang
kita harapkan. Sedangkan kalau kita belajar berbakti kepada orang tua, maka
“pamrih” duniawi kita itu bisa diminimalisir dan kita bisa benar-benar
melakukan itu dengan niat yang tulus karena perintah dan mengharap ridho Allah.
Melakukan adab dan akhlak
yang baik dengan tulus karena perintah dan mengharap ridho Allah, yang kita
pelajari pertama kali dari masalah berbakti kepada kedua orang tua ini adalah
pondasi dasar dari adab dan akhlak lainnya.
Yakni agar kita mempelajari
dan melaksanakan adab akhlak lainnya itu murni benar-benar ikhlash karena
Allah. Bukan pura-pura baik atas nama adab dan akhlak demi tujuan “pamrih” dari
orang lain semata.
Inilah yang kita pelajari
dari birrul walidain, dan inilah pondasi dasar bagi akhlak dan adab kita yang
lainnya. Yakni murni tulus karena mengharap ridho Allah, bukan karena mengharap
pamrih dan pujian dari manusia.
Kalau mau belajar cara
memahami agama, maka belajarlah pertama kali manhaj salaf dalam memahami agama
sebagai dasar.
Jika kita mengetahui standart
yang benar dalam memahami agama, maka mudah bagi kita untuk menimbang dan
menakar pemahaman-pemahaman yang lain. Dan standart yang benar dalam memahami
agama itu adalah pemahaman Rasulullah dan para shahabatnya, inilah manhaj
Salaf.
Orang yang belum beres dan
belum punya pondasi dasar yang benar masalah memahami dan mengamalkan manhaj
salaf, tiba-tiba langsung dicekoki atau belajar pemahaman kontemporer dan post
modernis dalam memahami Islam. Maka biasa orang seperti ini entah banyak
“tergelincirnya”, atau entah banyak salah dalam memahami agamanya.
Demikian juga berlaku bagi
orang yang mempelajari faham-faham lain dalam memahami Islam, sebelum punya
pondasi dasar yang benar masalah memahami dan mengamalkan manhaj salaf. Orang
seperti ini juga akan banyak tergelincirnya, dan banyak salahnya dalam memahami
agama.