ANNAS Indonesia 07 September 2017
Aliran Syiah Jafariah akhirnya dibekukan
dan dilarang melakukan aktifitas di Halmahera Selatan (Halsel). Hal itu sesuai
hasil pertemuan yang dilakukan pihak Kementerian Agama Kabupaten Halsel, Pemkab
Halsel, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB),
Muhammadiyah, tokoh adat, tokoh agama, serta dihadiri Forkopimda Halsel di
kantor Kemenag Halsel, Selasa (5/9/2017).
Dalam pertemuan itu Kepala Kemenag
Halsel, Hasyim H Hamzah berharap, semua pihak bisa menahan diri dan dapat
menerima apa yang sudah menjadi keputusan dalam rapat tersebut.
“Paham Syiah tidak lagi melakukan
aktifitas apapun di Halsel dan tidak boleh menyiarkan agama yang sudah punya
agama, dan itu pidana, jadi dibekukan kegiatan aliran Syiah Jafariah sampai
pada waktu yang tidak ditentukan,” tegasnya.
Sementara itu Assisten I Pemkab Halsel
Amir Dokumalamo menegaskan, jika masalah ini tidak diselesaikan, maka
dikhawatirkan, kasus Goro Goro akan berlanjut lagi dan menyebar di wilayah
Halsel.
“Banyak perbedaan apa yang dilakukan oleh
Syiah, maka ini bisa menimbulkan konflik di masyarakat,”tegasnya.
Selaku pemda Halsel, lanjut Amir,
pihaknya mengambil keputusan dari hasil Rapat ini, yakni d paham aliran Syiah
dilarang melakukan kegiatan apapun di wilayah Halsel.
“Melarang dan membekukan seluruh
aktifitas Syiah di Halsel dan jika ada maka akan diambil langkah hukum.
Sementara Dandim 1509 Labuha Letkol Inf
Jhony Widodo menilai, kejadian di desa Goro Goro itu sangat disayangkan, karena
hal ini sampai ada kontak fisik, maka segera diatasi.
Ditegaskan jika sudah terjadi konflik dan
tidak segera diatasi maka akan menimbulkan konflik yang lain.
Kapolres Halsel AKBP Zainudin Agus
Binarto mengatakan, pertemuan yang dilakukan ini untuk mencari solusi kebaikan.
Kapolres menegaskan, Aliran Syiah saat
ini dibekukan dan tidak ada kegiatan apapun di Halsel.
“Jika masih ada kegiatan yang
dilakukannya pengikut aliran Syiah di Halsel, maka kita akan proses sesuai
fakta yang ada,” tegasnya.
Dalam pertemuan itu juga disertai
penandatanganan surat pernyataan oleh kelompok Syiah dimana surat tersebut
melarang pengikut aliran Syiah melakukan kegiatan apapun di Halsel.
Surat tersebut ditandatangani ketua
Aliran Syiah Jafariah Halsel Ashari yang juga hadir dalam pertemuan itu bersama
pengikut lainnya.
Dikutip dari : indotimur.com
Astaga! ALIRAN SYIAH DI HALSEL (Halmahera
Selatan) HARAMKAN ADZAN
Penganut Aliran Syiah Jafariah di
Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) akhirnya dibekukan oleh Pemerintah Daerah
(Pemda) Halsel. Hal ini ditegaskan Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo,
dalam pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Agama (Kemenag) Halsel pada Selasa
5 September 2017.
Pertemuan yang belangsung kurang lebih 4
jam sejak pukul 10.40 Wit hingga pukul 14.05 Wit, dihadiri langsung oleh
Kemenag Halsel, Hasyim Hi. Hazah, Dandim 1509 Labuha Letkol Inf Joni Widodo
S.sos Kapolres Halsel, AKBP. Z. Agus Binarto, Asisten I Bupati Halsel, Amir
Dokumalamo, perwakilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuha, Ketua Forum Kerukunan
Ummat Beragama (FKUB) Halsel, Muhammad Abusama, perwakilan Majelis Ulama
Indonesia (MUI), perwakilan dari Muhammadiyah, dan para petinggi dari
Kesultanan Bacan, serta tokoh agama dan yang dipercayakan sebagai pemimpin atau
imam oleh pengikut aliran Syiah Jafariah.
Tidak hanya itu, Musri Jamaludin selaku
korban penganiayaan dari oknum-oknum yang diduga pengikut Syiah juga dihadirkan
dalam pertemuan tersebut untuk memberikan penjelasan asal muasal konflik yang
terjadi di desa Goro-Goro Kecamatan Bacan Selatan, yang menyeret penganut
aliran Syiah Jafariah.
Amatan wartawan Malut.co pada pertemuan
atau mediasi yang dilakukan oleh Kemenag Halsel, terkait dengan hadirnya Syiah
di Kabupaten Halsel, yang berlangsung pada Selasa 5 September 2017.
Sebelum ada pernyataan dari Pemda Halsel,
melalui Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo, sejumlah pihak dimintai
penjelasan terkait dengan masalah tesebut, bahkan korban juga dimintai
keterangan.
Musri Jamaludin, selaku korban
penganiayaan menjelaskan, bahwa dirinya terkejut ketika istrinya tidak lagi
mengikuti apa yang menjadi ajarannya selaku ummat Islam, karena telah didoktrin
oleh Sofyan, salah satu warga penganut syiah yang menyebarkan ajaran syiah,
hingga cek-cok suami istripun terjadi, dalam waktu yang bersamaan ayah dari istri
Mursi Jamaludin, juga sudah tergabung dalam ajaran syiah, sehingga terjadi
pembelaan terhadap anaknya yang merupakan istri Musri, akhirnya terjadi
pemukulan.
"Saya marah, karena ada perbedaan
waktu shalat idul adha, syiah melaksanakannya pada hari Sabtu 2 September,
sementara penetapan pemerintah pada Jumat 1 September, masalah ini istri tidak
mau ikut saya," jelas Musri.
Dihadapan forum, dengan suara yang
lantang. Musri mengatakan, Sofyan selaku pengikut ajaran syiah, ketika mengajak
masyarakar termasuk istrinya, Ia mengatakan bahwa Adzan yang biasanya
dikumandangkan pada waktu shalat dianggap haram, dan bahkan pada saat
takbiratulihram ketika tangan berada di posisi perut atau sejajar dada,
dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap orang tua.
"Mereka mengganggap kita setubuhi
orang tua kita ketika tangan berada di perut atau sejajar dengan dada setelah
takbiratullihram, bahkan adzan juga dianggap haram," ungkap Musri.
Sementara Imam penganut Syiah Jafaria,
Azhari, dalam kesempatan tersebut, menyampaikan pembelaannya dihadapan forum
dengan menggunakan dalil Undang-undang dasar 1945 dan pancasila, dimana setiap
warga negara berhak mendapat perlindungan dan bebas berpendapat. Bahkan,
dirinya mengatakan, ajaran syiah dan ummat muslim pada umumnya tidak ada
perbedaan, hanya saja terdapat sejumlah perbedaan pada saat pertemuam
berlangsung, dimana ada perbedaan waktu shalat, buktinya pada saat rapat
diskorsing karena tiba waktu shalat dzuhur, para jamaah atau penganut syiah
Jafariah diajak shalat berjamaah oleh Kapolres Halsel, AKBP. Z. Agus Binarto,
secara spontan disampaikan oleh Azhari selaku Imam Syiah Jafaria, bahwa tidak
dapat melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, karena waktu shalatnya berbeda.
"Kami tidak mengakui Fatwa dari MUI,
Karena aturan yang lebih tinggi adalah UUD 1945 dan Pancasila yang menjamin
setiap warga negaranya," kata Azhari.
Dari berbagai penjelasan oleh Pengikut
Syiah Jafariah, dengan dalil UU1945 dan Pancasila, Kemenag Halsel, Hasyim Hamza, mengakui bahwa
negara menjamin kepada setiap warga negara untuk menganut agamanya
masing-masing dan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya, hanya saja
menurut Hasyim, bebas berpendapat bukan berati mendirikan keyakinan diatas
keyakinan, selain itu tidak diperbolehkan untuk mengajak orang untuk mengikuti
keyakinan lain disaat orang itu telah memiliki keyakinan. Bahkan, dengan tegas
Kemenag mengatakan, setiap perkumpulan baik Ormas, maupun ajaran lainnya
termasuk Syiah Jafariah, jika tidak diakui di dalam negara maka tidak boleh
melakukan aktivitas apapun, jika dalil undang-undang yang digunakan.
"Kemenang hanya bisa membenarkan aliran
tertentu, jika diakui oleh negara, jika tidak diakui oleh negara maka dianggap
aliran tersebut tidak resmi," sebut Hasyim.
Sementara Kapolres Halsel AKBP Z. Agus
Binarto dan Dandim 1509 Letkol Inf Joni Widodo S.sos. tetap mengamankan apa
yang telah sepakati berdasarkan perundang-undangan, dimana ajaran Syiah
Jafariah yang tidak diakui di NKRI, maka setiap pergerakannya tetap diawasi,
sehingga tidak mengganggu kondisi Kantibmas ditengah-tengah masyarakat.
Dari berbagai penjelasan yang berkembang
dalam pertemuan tersebut, Asisten I Amir Dokumalamo, yang mewakili Bupati
Halsel, Bahrain Kasuba, menegaskan bahwa kegiatan Syiah Jafaria di Kabupaten
Halsel, dibekukan. Hal tersebut tentunya Syiah Jafaria tidak diperbolehkan
melakukan kegiatan di Kabupaten Halsel, karena tidak diakui oleh negara
khususnya di Kabupaten Halsel, tidak terdaftar di Kesbangpol Halsel. "Dari
sejumlah penjelasan, maka Syiah Jafaria dibekukan dan tidak dapat melakukan
aktivitas di Kabupaten Halsel," tutup Amir.
Dikutip dari : malut.co
Polisi tangkap 17 pengikut syiah di
halmahera selatan
ANNAS Indonesia 07 September 2017
Sebanyak 17 pengikut aliran Syiah di Halmahera
Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut) diamankan aparat Kepolisian Halsel,
Selasa (5/9) kemarin. Mereka ditangkap terkait kasus dugaan pengeroyokan
terhadap seorang warga Goro Goro, Musrin Jamaludin. Belasan pengikut Syiah itu
pun akan diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Selain itu, kami mengimbau agar
warga Goro Goro tidak saling mempengaruhi situasi yang berdampak terhadap
gangguan Kamtibmas, namun mempercayakan polisi untuk menindaklanjuti perkara
ini," kata Kasat Reskrim Polres Halsel AKP Syahrul Hariady di Ternate,
Selasa (5/9).
Ia mengatakan, salah seorang korban,
Musrin harus dibawa ke rumah sakit karena insiden tersebut. "Dan mereka
diamankan di Polres Halsel guna diperiksa," ujar Syahrul.
Dari 17 pengikut Syiah yang kini
diamankan itu masing-masing berinisial SMS, RMS, ST, HH, MB, AY, JK, SM, JU,
SM, CU, JB, IL, MB, MA, GK dan SM. "Memang, untuk pengikut Syiah itu sudah
diamankan Polres Halsel untuk diproses lebih lanjut," kata Hendry. Karena
itu, saat ini, Pemkab Halsel mengantisipasi kemungkinan terjadi gejolak di
masyarakat dengan mengambil sejumlah langkah guna meredam masalah tersebut
meluas.
Wakil Bupati Halsel Iswan Hasjim ketika
dikonfirmasi secara terpisah menjelaskan, pihaknya masih menunggu informasi
Kementerian Agama (Kemenag) Halsel untuk mengindentifikasi keberadaan aliran
Syiah di desa itu apakah aliran ini sesat atau tidak. Sehingga, kalau sikap
Kemenag menyatakan aliran Syiah sesat, maka tidak dibenarkan berkembang di
Halmahera Selatan, tetapi, pemkab akan melakukan pendekatan persuasif dulu,
kita luruskan dulu.
"Kalau memang aliran ini dilarang
maka kita lakukan penyuluhan terhadap pengikut aliran Syiah untuk kembali
bertaubat," ujarnya. Bahkan, Pemkab Halsel mengaku menunggu sikap Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Halsel, apakah keberadaan sejumlah pengikut aliran Syiah
yang dievakuasi ke Labuh dan Pemkab melalui Dinas Sosial (Dinsos) akan memberi
bantuan makanan dan minuman.
Kapolda Maluku Utara (Malut) Brigjen Pol
Achmat Juri juga mengimbau warga Malut khususnya di Kabupaten Halsel agar tidak
terpancing dengan kasus aliran Syiah di Desa Goro Goro, Kabupaten Halsel.
"Penangkapan kelompok Syiah yang beranggotakan 17 orang warga Goro Goro
saat ini sedang ditangani pihak Polres Halsel dan dalam penanganan kasus aliran
Syiah ini katanya, Polres Halsel akan melibatkan pihak Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Kabupaten Halsel beserta stackholder terkait di Halsel," katanya
melalui Kabid Humas Polda Malut, AKBP Hendri Badar di Ternate, Selasa.
Dia menjelaskan, untuk kasus dugaan pengeroyokan
yang dilakukan tiga pengikut Syiah terhadap salah satu warga Goro Goro Musrin
Jamaludin pada Sabtu (2/9) akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum yang
berlaku. "Aparat kepolisian akan
berupayan untuk menghindari tindakan anarkis yang bisa mengganggu keamanan dan
ketertiban, sehingga masyarakat diimbau tidak melakukan tindakan anarkis
terhadap masalah ini," ujarnya.
Karena itu, ke depannya jika ditemukan
aktivitas Syiah di Malut agar warga yang merasa resah tidak main hakim sendiri
alias bertindak anarkis, melainkan melaporkan ke aparat berwenang. "Kalau
di Maluku Utara kan sudah dilarang oleh MUI. Untuk itu imbauan dari Kapolda
kepada masyarakat khususnya di Maluku Utara silahkan melapor jangan main hakim
sendiri, bisa melapor ke aparat pemerintah desa, Babinsa, koramil supaya
diambil langkah pencegahan," katanya.
Kepala Kementerian Agama Kabupaten
Halsel, Hasyim H Hamzah ketika dihubungi secara terpisah mengakui pihaknya
telah mendapat laporan mengenai adanya kelompok Syiah di Halsel. "Tentunya
kami akan mengambil langkah dengan mengundang pihak terkait yakni MUI, FKUB,
tokoh agama, Kesultanan Bacan serta instansi terkait untuk berdialog dengan
pengikut Syiah dan rencana dialog akan dilakukan hari ini di kantor Kemenag
Halsel," ujarnya.
Dia menambahkan, dialog ini untuk
memastikan kebenaran aliran itu, apakah benar Syiah masuk di Desa Goro-goro,
siapa tokoh di balik ajaran itu dan apakah ajarannya menyimpang dari ajaran
Islam atau tidak. Sehingga tidak lagi terjadi masalah hingga mengganggu
kamtibmas di daerah ini.
Dikutip dari : republika.co.id