IslAm NUSantara, Anti Arab Atau Cenderung
Anti Islam ? Obsesi Romatisme Kejayaan Nusantara Kerajaan Majapahit.
IslAm NUSantara (Abul Jauzaa’). Gus Najih
Maimoen : Islam Nusantara Akan Mengembalikan Pada Kemusyrikan.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar
orang-orang yang membagi Islam menjadi Islam Arab dan Islam Indonesia. Para
pengusung ide ini seringkali memisahkan agama Islam dari hal-hal yang berbau
Arab. Seolah Islam Arab itu sesuatu yang perlu dijauhi, lebih lanjut lagi
mereka terkadang mengklaim sebuah ajaran Islam sebagai budaya Arab dan
menolaknya karena itu budaya Arab.
Kita mungkin masih ingat ketika salah
seorang tokoh di Indonesia mengutarakan bahwa jilbab adalah budaya Arab dan
bukan ajaran Islam. Nah, cara-cara seperti ini rupanya mulai dipraktekkan oleh
para pengusung ide tersebut, mulai dari hal-hal yang bersifat atribut
keislaman, seperti jenggot, celana cingkrang, cadar yang mereka klaim sebagai
budaya Arab. Jika hal-hal tadi sudah diklaim sebagai budaya Arab, maka akan
dengan sangat mudah meminggirkannya dari kehidupan kaum muslimin.
Mereka juga mengklaim bahwa Islam Arab
itu banyak perang, sedangkan Islam Indonesia cendrung ramah dan cinta
perdamaian. Perkataan semacam ini, seolah meniadakan jihad dalam Islam sebagai
mekanisme pertahanan dari serangan musuh. Padahal perintah memerangi musuh
Islam di dalam Al-Quran menggunakan redaksi yang sama dengan
perintah shoum. Dengan kata-kata seperti di atas terjadi penyesatan umat
secara tidak langsung.
Lebih lanjut, jika kita melihat
peperangan yang terjadi di tanah Arab, penyebabnya adalah pihak eksternal yang
ingin berkuasa dan menjajah tanah kaum muslimin. Sebut saja Palestina, sudah
puluhan tahun umat Islam di sana berperang karena agresi Israel terhadap tanah
mereka. Di Irak, sejak 2003 Amerika masuk ke Irak dengan alasan senjata nuklir
yang sampai saat ini tidak terbukti. Jadi, klaim bahwa Islam Arab harus
dijauhi, perlu didetailkan dan didudukkan secara objektif.
Kembali ke ide mengotakkan Islam dengan
daerah tertentu, sebenarnya upaya untuk memisahkan Islam dari hal-hal yang
berbau Arab semacam ini telah ada di Turki masa Mustofa Kemal at-Taturk. Ia
berusaha memutuskan bangsa Turki dengan bangsa Arab dengan cara Islam
diturkikan (Turkinisasi). Mulai dari menghapuskan Islam dalam undang-undang
Negara dan perpolitikan hingga adzan harus berbahasa Turki.
Ide-ide semacam itu tujuannya adalah
menjauhkan umat Islam dari sumber-sumber utama Islam. Ketika umat Islam semakin
jauh dari bahasa Arab, maka akan kesulitan mengambil ilmu dari sumber aslinya
yang berbahasa Arab. Kedua sumber primer umat Islam, Al-Quran dan Sunnah
berbahasa Arab. Para sahabat yang menuturkan hadits dan menjelaskan maksud
sebuah hadits juga menggunakan bahasa Arab.
Mencintai Arab, Konsekuensi Berislam
Tidak bisa seseorang menjadi seorang
muslim kecuali dia harus bersinggungan dengan sesuatu yang berbau Arab. Sholat
yang dia kerjakan menggunakan bahasa Arab, tahlil, tahmid dan tahmid berbahasa
Arab.
Rasul yang dia ikuti berasal dari Arab,
para khulafa’ rasyidin juga berasal dari Arab, para sahabat nabi mayoritas
berbangsa Arab. Maka, Arab adalah sesuatu yang tidak bisa terlepas dari kehidupan
seorang muslim.
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda untuk mengajarkan seluruh umat Islam untuk
mencintai Arab. Beliau bersabda :
حُبُّ
الْعَرَبِ إِيمَانٌ، وَبُغْضُهُمْ نِفَاقٌ
“Mencintai Arab adalah bukti keimanan,
sedang membenci mereka adalah kemunafikan.” (HR. Hakim no.
6998, “didhoifkan oleh Adz-Dzahabi”)
Hal ini karena bangsa Arab telah dipilih
oleh Allah yang memiliki banyak keutamaan. Diantaranya adalah yang disampaikan
oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim :
إِنَّ
اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ
كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي
هَاشِمٍ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah
dari keturunan Ismail, kemudian memilih Quraisy dari keturunan Kinanah,
kemudian memilih Bani Hasyim dari Quraisy. Dan Allah memilih saya dari Bani
Hasyim.” (HR. Muslim no. 2276)
Hadist ini menunjukkan kemuliaan suku
Quraisy yang telah dipilih oleh Allah. Sedang dalam hadist lain, Rasulullah
menjelaskan sebab kemuliaan Quraisy Arab dihadapan bangsa lain. Rasulullah
bersabda :
النَّاسُ
تَبَعٌ لِقُرَيْشٍ فِي هَذَا الشَّأْنِ، مُسْلِمُهُمْ لِمُسْلِمِهِمْ،
وَكَافِرُهُمْ لِكَافِرِهِمْ
“Umat manusia mengikuti Quraisy dalam
perkara ini. Yang muslim akan mengikuti muslimnya (Quraisy) dan yang kafir akan
mengikuti kafirnya (Quraisy).” (HR. Muslim no. 1818)
Tentang hadist ini, Imam Nawawi memberikan
penjelasan ;
“(Maksudnya mereka mengikuti Quraisy)
masa Islam dan Jahiliyah, (dalam hal) baik dan buruk. Sebagaimana hal itu
diterangkan oleh riwayat-riwayat yang semakna. (Hal ini) karena mereka adalah
pemimpin bangsa Arab saat Jahiliyyah, penduduk tanah Haram, dan tuan rumah bagi
tamu Baitullah. Maka bangsa Arab yang lain menunggu Islamnya mereka (Quraisy).
Ketika mereka telah Islam dan Makkah telah dibebaskan, manusia mengikuti
mereka. Datanglah utusan-utusan bangsa Arab dari berbagai daerah, dan manusia
masuk Islam berbondong-bondong. Demikian juga ketika Islam, mereka (Quraisy)
adalah pemangku Khilafah dan manusia mengikuti mereka. Dan Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam menerangkan hal ini akan berlaku hingga akhir
dunia.” (Syarah Shahih Muslim,17/9)
Keutamaan bangsa Arab Menurut Ulama
Demikian juga para ulama terdahulu,
mereka berkeyakinan bahwa bangsa Arab lebih utama dibanding bangsa lain.
Keyakinan ini merupakan bagian dari keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
kitabnya Iqtidha’ ash-Shirat al-Mustaqim :
الذي
عليه أهل السنة والجماعة اعتقاد أن جنس العرب أفضل من جنس العجم
“Diantara keyakinan ahlus sunnah wal
jama’ah adalah meyakini bahwa bangsa Arab lebih mulia daripada bangsa lain.” (Iqtidha’
ash-Shirat al-Musaqim, 1/419)
Maka, tidak benar jika orang Islam
memiliki pandangan atau keyakinan yang merendahkan bangsa Arab. Atau memiliki
keyakinan bahwa bangsa di luar Arab lebih baik dari bangsa Arab secara umum.
Karena sangat jelas apa yang disampaikan Nabi dan dipertegas oleh para ulama
tentang keutamaan bangsa Arab.
Salman al-Farisi, seorang sahabat dari
bangsa Persia, memberikan contoh bagaimana dirinya lebih mengutamakan bangsa
Arab dibanding bangsanya sendiri. Ia mengatakan :
“Kami mengutamakan kalian,
wahai bangsa Arab, dikarenakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam juga mengutamakan kalian.” (Iqtidha’ ash-Shirat al-Musaqim, 1/444)
Demikian juga apa yang disampaikan oleh
Sa’id bin Manshur (Ulama Ahli Hadist yang berasal dari Khurasan) dalam
kitabnya as-Sunan :
إن
الله عز وجل قد فضَّلكم علينا يا معشر العرب
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah
mengutamakan kalian atas kami wahai bangsa Arab.” (As-Sunan, 1/164)
Mengutamakan bangsa Arab adalah ajaran
Rasulullah dan para sahabat. Keyakinan itu kemudian diikuti oleh para ulama
setelahnya. Sedang meyakini sebaliknya merupakan tanda kemunafikan sebagaimana
hadist di atas. Lebih tegas lagi, Rasulullah mengancam bagi siapa yang membenci
bangsa Arab tidak akan memperoleh syafaat Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam :
مَنْ
غَشَّ الْعَرَبَ لَمْ يَدْخُلْ فِي شَفَاعَتِي وَلَمْ تَنَلْهُ مَوَدَّتِي
“Siapa yang membenci Arab tidak akan
mendapatkan syafa’atku, dan tidak akan memakan hidanganku (di
Akhirat).” (HR. At-Tirmidzi no. 3928. Ia mengatakan, “Hadist Ghorib”)
Sebab Kemuliaan Bangsa Arab
Sebagai seorang muslim, alasan kita
mencintai Arab adalah adanya isyarat dan sabda dari Nabi tentang hal tersebut.
Jikalau tidak ada alasan lain selain hadits Nabi, maka itu sudah cukup bagi
kita untuk mencintai Arab.
Ibnu Taimiyah mencoba memberikan
alasan-alasan kenapa bangsa Arab mendapat kemuliaan tersebut. Beliau berkata :
“Sebab kemuliaan ini (wallau ‘alam)
karena keistimewaan bangsa Arab pada akal, lisan, akhlak dan amal perbuatan.
Kemuliaan itu bisa karena ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Untuk
mendapatkan ilmu ada landasan yaitu kuatnya akal mereka yang terwujud
dalam kuatnya pemahaman dan hafalan. Disempurnakan dengan kuatnya manthiq
(penyampaian) berupa penjelasan (bayan) dan ungkapan(ibaroh). Orang
Arab lebih faham, hafal dan mampu dalam menjelaskan dan mengungkapkan (sesuatu)
dari bangsa lainnya…
Sedang amal adalah basisnya
adalah akhlak, yaitu naluri yang tercipta dalam jiwa. Naluri mereka (Arab)
lebih mudah berbuat baik daripada bangsa lain. Mereka lebih dekat dengan
sifat dermawan, sopan, berani dan komitmen serta akhlak-akhlak baik
lainnya. Sebelum Islam mereka memiliki tabia menerima segala bentuk kebaikan,
namun enggan melaksanakannya… setelah Allah mengutus Muhammad shalallahu
‘alaihi wa sallam dengan petunjuk yang benar… mereka mengikuti petunjuk yang
agung ini dengan fitrah yang baik. Maka, terkumpullah pada mereka kesempurnaan
potensi kebaikan dan kesempurnaan apa (risalah) yang Allah turunkan.” (Iqtidha’
ash-Shirat al-Musaqim, 1/447)
Keistemewaan bangsa Arab lainnya adalah
Allah memilih bahasa mereka sebagai bahasa wahyu. Dan Allah SWT berjanji akan
menjaga Al-Quran, yang otomatis bagian dari penjagaan tersebut adalah menjaga
bahasa Arab. Dan sudah 14 abad lamanya, bahasa Arab masih terjaga hingga saat
ini.
Imam Syafi’i berkata sebagaimana dikutip
oleh adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar a’lam an-Nubala :
مَا
جَهِلَ النَّاسُ، وَلاَ اخْتَلَفُوا إلَّا لِتَرْكِهِم لِسَانَ العَرَبِ،
وَمِيلِهِمْ إِلَى لِسَانِ أَرْسطَاطَالِيْسَ
“Tidaklah manusia itu bodoh dan berpecah
belah kecuali karena mereka meninggalkan bahasa Arab, dan condong kepada bahasa
Aristoteles.” (Siyar ‘alam an-Nubala, 8/268)
Meletakkan Cinta Arab dalam Koridor
Syar’i
Merupakan hal yang disepakati dalam
syariat bahwa yang membedakan antara seseorang dengan yang lainnya adalah
ketakwaan. Allah SWT berfirman :
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya, “Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian
saling mengenali. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang
paling takwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha
Teliti.” (QS Al-Hujurat : 13)
Di dalam ayat di atas Allah menerangkan
bahwa standar kemuliaan di sisi Allah adalah ketakwaan. Semakin tinggi tingkat
takwa seseorang maka semakin mulia pula dirinya di hadapan Allah. Hal ini
ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW, ketiga berkhutbah pada haji wada’. Beliau
bersabda :
عَنْ
أَبِي نَضْرَةَ : ” حَدَّثَنِي مَنْ سَمِعَ خُطْبَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ : ( يَا
أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ ،
أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى
عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا
بِالتَّقْوَى ، أَبَلَّغْتُ ؟ ) قَالُوا : بَلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “.
صححه الألباني في “الصحيحة”
Artinya, “Dari Abi Nadhroh, bercerita
kepadaku salah seorang yang mendengar khutbah Rasulullah SAW di hari tasyriq.
Dia berkata, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Rabb kalian satu, nenek
moyang kalian satu, ketahuilah, tidak ada keutamaan orang Arab atas non Arab
dan non Arab atas orang Arab, tidak ada juga keutamaan bagi yang berkulit merah
atas yang berkulit hitam dan yang berkulit hitam atas yang berkulit merah,
kecuali berdasarkan ketakwaan. Sudahkah aku sampaikan? Mereka menjawab, “Sudah
engkau sampaikan wahai Rasulullah SAW.” (HR Ahmad no 22976 dan dishahihkan
oleh Albani)
Lantas bagaimana mendudukkan anjuran
untuk mencintai Arab dan keutamaan-keutamaan bangsa Arab dengan ayat dan hadits
di atas? Secara sederhana, bisa kita katakan bahwa kecintaan terhadap Arab
harus berada dalam koridor ketakwaan.
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa adanya
atsar tentang kemuliaan Arab sebagai bangsa, bukan berarti kemuliaan bagi
setiap personal.
فضل
الجنس لا يستلزم فضل الشخص
“Keutamaan bangsa bukan tidak memiliki
konsekuensi kemuliaan personal-personalnya.” (Iqtidha’ ash-Shirat
al-Mustaqim, 1/453)
Keutamaan Arab sebagai bangsa, bukan
berarti keutamaan bagi setiap persobalnya. Non Arab yang bertakwa dan sholih
lebih baik dari orang Arab yang tidak memperhatikan hak-hak Allah. Allah
mengutakan bangsa Arab atas bangsa lainnya adalah pilihan Allah SWT, bisa saja
sebagian hikmahnya bisa kita ketahui, bisa saja tidak. Namun, kita melihat ada
sifat-sifat dasar pada bangsa Arab yang membuat mereka layak mendapatkan
keutamaan ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
تفضيل
الجملة على الجملة لا يستلزم أن يكون كل فرد أفضل من كل فرد ، فإن في غير العرب
خلقا كثيرا خيرا من أكثر العرب ، وفي غير قريش من المهاجرين والأنصار من هو خير من
أكثر قريش ، وفي غير بني هاشم من قريش وغير قريش من هو خير من أكثر بني هاشم
Artinya, “Keutamaan pada sekelompok
manusia, tidak harus semua personalnya lebih baik dari yang lain. Sesungguhnya
pada non Arab, banyak juga orang-orang yang lebih baik dari orang Arab. Di
selain orang Quraisy dari kalangan Muhajirin dan Anshor banyak juga yang lebih
baik dari orang Quraisy. Di selain Bani Hasyim dari kalangan Quraisy, banyak
juga yang lebih baik dari bani Hasyim.” (Majmu Fatawa 29-30/19)
Ilustrasi sederhananya seperti ini. Ada
dua jenis bibit untuk ditanam, bibit pertama adalah bibit yang unggul,
sementara bibit kedua adalah bibit yang biasa saja. Bibit pertama, jika disiram
dengan baik, disemai dengan baik, dikasih pupuk yang pas, dibersihkan dari
tanaman-tanaman yang mengganggu pertumbuhannya, maka akan melahirkan hasil yang
baik. Jika bibit pertama ini kita contohkan sebagai bangsa Arab, maka dalam
ilustrasi ini dia seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib.
Mereka adalah bibit unggul yang tumbuh dengan bagus dan indah.
Namun sebaliknya, jika bibit pertama,
dibiarkan begitu saja, tidak ditanam di tanah yang subur, tidak disiram, tidak
diberi pupuk, maka besar kemungkinan dia tidak akan tumbuh, jangankan berbuah,
tumbuh saja tidak. Ilustrasi ini seperti bangsa Arab yang tidak beriman kepada
Allah, seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan yang semisal.
Sementara bibit kedua, meskipun secara
kualitas dibawah dari bibit unggul, namun jika dirawat dengan baik, ditanam di
atas tanah yang subur, mendapat air yang cukup, pupuk yang pas, maka akan
melahirkan hasil yang baik juga, ini seperti para sahabat non Arab, namun
memiliki keutamaan di sisi Allah, seperti Shuhaib Ar-Rumi, Salman Al-Farisi,
Bilal bin Rabah dan lain-lain.
Namun jika bibit yang kedua ini tidak
ditanam di tanah yang baik, tidak disiram, tidak pula dirawat, maka bibit tadi
tidak akan tumbuh. Ini seperti orang-orang non Arab yang tidak beriman kepada
Allah SWT.
Secara umum bisa kita katakan bahwa bibit
pertama lebih bagus dari bibit kedua, sebagaimana bangsa Arab lebih baik dari
bangsa lainnya, namun pada perkembangannya tergantung perawatan dari
masing-masing bibit yang ditanam, di sinilah kualitas ilmu, amal dan ketakwaan
berperan. Karena yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling bertakwa,
tanpa pandang ras, suku, dan bangsa. Wallahu a’lam bissowab
Penulis: Zamroni dan Aiman
Editor: Arju