Sunday, November 22, 2020

Rekam Jejak Hipokrit Erdogan

 



Ancaman Erdogan Terhadap Negara Arab Teluk
“Tidak boleh dilupakan bahwa negara-negara tersebut tidak ada kemarin, dan mungkin tidak akan ada besok. Namun, kami akan terus mengibarkan bendera kami di wilayah ini selamanya, dengan izin Allah,” kata Erdogan pada hari Kamis 1 Oktober, berbicara kepada Majelis Umum Turki.
Siapa Dan Bagaimana Sepak Terjang Utsmaniyah (Otoman) Terhadap Semenanjung Arab (lengkap)
Serangan Erdogan Ke Arab Saudi: "Kapan Kita Akan Mendengar Suara Anda?"

●Akhir Oktober dilunasi Allah Azza wa Jalla - al-Qawiy
Gempa dahsyat pada Jumat (30/10/2020) melanda Turki dengan magnitudo 7,1 SR, kejadian berikutnya akan menyusul
Majusi Rafidhah saat ini juga Porak Poranda
https://www.suara.com/news/2020/11/03/094304/gempa-dahsyat-turki-korban-tewas-bertambah-jadi-94-orang


“Saya ingin menunjukkan bahwa kebrutalan Israel ini didukung oleh negara-negara Barat. Saya juga dengan sangat sedih ingin mengatakan bahwa beberapa negara Arab turut melakukan ini,” kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Tuduhan serius terhadap “beberapa negara Arab” di atas disampaikan dalam pertemuan menteri sosial negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, akhir tahun lalu.
Menurut Ibnu Rajab, pengamat dunia Islam dan Timur Tengah, sikap Erdogan yang senang mengumbar seperti di atas yang membuat orang Arab tidak simpati.
Semua tahu, kawasan yang paling terdampak oleh manuver Israel adalah negara-negara Arab.


Ketika Jordan kehabisan uang karena dana untuk 3,2 juta pengungsi dari PBB diveto AS, yang membantu Jordan adalah Saudi Arabia. Begitu juga Qatar yang menyuntik dana ke Palestina jutaan dollar.
Disisi lain, Turki justru menikmati hubungan dagang hingga militer dengan Israel. Bahkan tidak tercatat ada komunitas Palestina di Turki. Pun, kerjasama Mossad dan intelijen Turki sudah lama terjalin.
Saat Amerika menghentikan support ke UNRWA sejak 2 tahun lalu, posisinya digantikan oleh Saudi dan UEA. Tidak banyak publikasi dan gaduh di media masssa seperti Erdogan.


Ketika Erdogan menggagas Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Muslim di Kuala Lumpur, Malaysia (18-21 Desember 2019), dia menuding ketidakhadiran Pakistan karena ancaman Arab Saudi yang akan mengusir 4 juta ekspatriat Pakistan dan menarik kembali investasinya.
KTT KL yang sedianya mengundang 56 negara anggota OKI, tetapi hanya sedikit yang hadir. Pemimpin negara kekuatan utama dunia Islam menolak untuk hadir dalam konferensi tersebut. Yang hadir, kebanyakan tokoh Ikhwanul Muslimin dan negara-negara yang mendukung gerakan mereka.


Saat fasilitas minyak Saudi Aramco di Baqiq dan Khurais terbakar karena serangan drone, Erdogan mengomentari: “Agar kita ingat siapa yang pertama kali mengebom Yaman? Kami akan melihat di mana (bencana) dimulai.”
Tapi apa yang dilakukan Raja Salman ketika terjadi gempa di Izmir Turki? Khadimul Haramain perintahkan segera mengirim bantuan kemanusiaan dan medis melalui KSRelief untuk korban gempa yang mematikan tersebut.


Dalam sebuah kesempatan pidato, Erdogan menegaskan posisinya bersama negara Iran dan Qatar, dua negara yang dikucilkan di Timur Tengah atas dukungannya terhadap terorisme.
Kemudian di dalam negerinya, dia berbicara ancaman dan hinaan kepada negara Arab: “kita jangan sampai lupa, sesungguhnya negera mereka belulm ada sebelumnya dan bisa jadi tidak akan pernah ada di masa akan datang.”
The Peninsula, media Qatar berbahasa Inggris, menuliskan bahwa di sela-sela kunjungan kerja Presiden Turki ke Doha, Erdogan membuat ancaman implisit ke negara-negara di kawasan Teluk, menuduh mereka berusaha menyebarkan kekacauan.
Erdogan tidak menyebutkan negara tertentu. Namun, dia berkata, “Tidak ada yang boleh mengganggu kehadiran Turki dan tentaranya di Teluk, kecuali pihak-pihak yang ingin menyebarkan kekacauan.”
Tidak ketinggalan media Turki, hatta Kantor Berita Resmi Turki, Anadolu Agency (AA) sering memanipulasi berita, menyebarkan hoax dan fitnah.
Di antaranya yang dikonter stasiun televisi berita Arab Saudi, Al-Ikhbariyah, yang merilis video sebagai tanggapan AA, yang mengklaim ruwwaq (lorong) Utsman bin ‘Affan di Masjidil Haram dibangun di era Daulah Utsmaniyah.


Di saat pandemi pada puncaknya, portal berita AA menulis judul yang lagi-lagi penuh tuduhan: “Houtsi Mengatakan Arab Saudi Mengirim Kasus Covid-19 ke Yaman.”
AA mengutip berita dari milisi syiah Houtsi di Yaman yang memberontak kepada pemerintah Yaman.
Saat Arab Saudi mulai melarang perkumpulan massa untuk menghindari penyebaran virus corona, AA menulis di twitternya dengan sinis: “Breaking | Ketakutan melumpuhkan kehidupan sosial di Arab Saudi…. penangguhan acara pertemuan di hall dan hotel-hotel.”


Tidak cukup disitu, orang Turki yang ikut-ikutan melakukan propaganda anti Arab.
Mereka menganggap bahwa tanggal 23 September adalah hari di mana rakyat Saudi merayakan “Hari Kemerdekaan” dari Turki.
Padahal, tanggal tersebut merupakan hari di mana nama Kerajaan Arab Saudi (Al-Mamlakah al-Arabiyah al-Saudiyah) resmi ditetapkan sebagai ganti dari nama “Kerajaan Nejd dan Hijaz beserta Anneksnya” (Mamlakah al-Najd wa al-Hijaz wa Mulhaqatiha.


Beberapa kutipan berita di atas hanyalah segelintir contoh sikap Presiden, media dan sebagian rakyatnya.
Wajar, jika terjadi respon negatif dari warga Arab, bukan hanya Saudi. Muncullah aksi boikot sebagai jawaban atas semua di atas.


Tidak heran, jika da’i masyhur Aidh Al-Qarni, menyerang sangat tajam kepada Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Melalui video yang diunggah sepanjang 6.45 menit tersebut, Al-Qarni mengatakan bahwa pemimpin Turki tersebut sangat memalukan dan dianggap sebagai “pengobral kata-kata.”
Al-Qarni sengaja mengunggah video serangannya tersebut, menebus apa yang telah dilakukannya sebelumnya, yaitu dengan memuji-muji Erdogan.


Netizen yang tidak paham kronologi ini, cenderung menyepelekan dengan menganggap “cuma para guluwer masing-masing-nya yang sering cakar-cakaran.”
Atau ada yang menggangap bahwa upaya membongkar hakekat Erdogan dan Turki dituding sebagai agen pemecah belah persatuan umat.
Maka ketahuilah, persatuan tidak akan tegak di atas sifat hipoktrit dan kebijakan pemimpin yang hanya melontarkan fitnah dan perpecahan.[]
*) Mohammed Fachri, Wapemred Saudinesia