Gus Aab:
Kekafiran Syiah Karena Keyakinannya Bertentangan dengan Aswaja
KIBLAT.NET, Depok – “Seandainya ada orang yang mengatakan Ana Syi’iyun (Saya Syiah,
red), tetapi dia tidak mengkafirkan para sahabat. Kalau perlu dia juga menerima
kekhalifahan Khulafaur Rasyidin yang tiga, maka tidak perlu disesatkan kalau
dia tidak meyakini terhadap aqidah-aqidah-aqidah yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah.”
Itulah penggalan ceramah KH. Abdullah Syamsul Arifin dalam acaraSilaturahmi Nasional ‘Penguatan Aswaja dan Penanggulangan Terorisme dalam
Ketahanan Nasional’ di Pesantren
Mahasiwa Al-Hikam, Beji, Depok, pada Ahad (07/12).
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Jember yang biasa disapa Gus Aab
ini mengatakan NU menyesatkan Syiah bukan karena kesyiahannya, tetapi
karena keyakinannya yang bertentangan dengan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja).
Menurutnya, jika seseorang mengaku Syiah tapi tidak memiliki keyakinan yang
bertabrakan dengan aqidah Ahlus Sunnah wal jamaah, maka dia tidak dapat
disesatkan.
Maka, Syiah disesatkan bahkan
dikafirkan bukan karena kesyiahannya. Tapi, karena keyakinan Syiahnya atau
takfirnya terhadap para Sahabat.
“Itu yang dijawab tegas oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asyari bahwa kita harus baariun (berlepas diri, red).
Terlepas dari orang-orang yangyukaffiru (mengkafirkan) Aba Bakrin (Abu Bakar Shiddiq RA) termasuk
terhadap orang yang yukaffiru (mengkafirkan)
Sayyidina Utsman bin Affan dan Umar bin Khattab dan sebagainya,” jelas pria
yang akrab dipanggil Gus Aab ini.
Ini Perbedaan Tegas Antara Nahdliyyin
dan Syiah dalam Menyikapi Ahlul Bait Nabi SAW
KIBLAT.NET, Depok – Mendiang Gus Dur pernah berkata NU=Syiah minus
Imamah. Di kesempatan lain Gus Dur juga pernah menyatakan bahwa NU
itu lebih Syiah daripada Syiah itu sendiri. Ungkapan itulah yang kerap
digembar-gemborkan kaum Syiah di
Indonesia untuk mendekati
kaum nahdliyyin.
Namun, Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Jember KH. Abdullah Syamsul Arifin menegaskan
ada perbedaan yang tegas antara warga Nahdliyyin dengan kaum Syiah.
“Memang secara fungsionalis sosiologis ada kemiripan amaliyah kita (warga
NU, red) dengan Syiah, tetapi jangan dianggap bahwa amaliyah kita mengambil
dari Syiah,” ujar kyai yang akrab dipanggil Gus Aab ini dalam acara Silaturahim Nasional Penguatan Aswaja di
Pesantren Al-Hikam, Depok, pada Ahad, (07/12).
Dia mencontohkan, memang ada persamaan antara NU dengan Syiah dalam hal mahabbah (kecintaan) Ahlul Bait, pujaan-pujaan kepada Rasulullah SAW dalam bingkai
shalawat. Namun, ada perbedaan mendasar dalam hal tersebut.
“Kalau kita bicara Ahlul Bait, Ahlul Bait
versi Syiah tidak ada yang ditolak oleh Sunni. Tapi, justru penyaringan oleh
Syiah yang awalnya ketat menjadi lentur ketika tidak sesuai dengan
keinginannya. Sekedar contoh, bagi Syiah, Ahlul Bait dibatasi pada lima, yaitu
Rasulullah, Sayyidina Ali, Fatimah, Hasan dan Hussein,” ujarnya.
“Sementara di kalangan Sunni banyak definisi dari Ahlul Bait. Tapi, ketika
bicara Syiah awalnya Ahlul Bait dibatasi lima, tapi ketika mereka harus
memasukkan imam-imam mereka sebagai Ahlul Bait yang maksum, maka Imam 12
masuknya sekarang jadi Ahlul Bait, inilah ketidakkonsistenan Syiah, jadi beda
dengan kita, dasarnya beda,” tambah Wakil Ketua MUI Jember ini.
Gus Aaab menegaskan, NU dengan Syiah memiliki kesamaan dalam konteks amal,
tetapi memiliki perbedaan mendasar dalam konteks legal standing-nya (dasar hukum,
red).
“Kalau boleh saya rumuskan, ada persamaan dalam tataran fungsional
sosiologisnya, tetapi jelas berbeda dalam konteks strukturalis ideologis.
Ketika kita punya mahabbah Ahlul Bait itu bukan dalam konteks
yang diyakini oleh Syiah,” paparnya.
Bagi Syiah, mahabbah Ahlul Bait itu sebagai upah kenabian
atau fungsional rasul. Namun bagi Sunni, mahabbah ahlul
bait karena mengikuti mahabbah kepada Rasulullah SAW.
“Tapi, mahabbah ahlul
baitpun harus dibatasi kepada ahlul bait yang aqidahnya, amaliyahnya,
prakteknya yang sejalan dengan apa yang digariskan oleh Rasulullah. dengan
demikian jika ada ahlul bait yang keluar dari konteks tersebut, kita tidak lagi mahabbah kepadanya, karena yang kita hormati
itu selain ada unsur nasabnya tidak boleh keluar dari faktor aqidahnya,” jelas
Gus Aab.
Kyai NU: Syiah
Mengkafirkan Sahabat untuk Hancurkan Otoritas Agama Islam
KIBLAT.NET, Depok – Wakil Ketua MUI Jember, KH.
Abdullah Syamsul Arifin dalam acara Silaturahmi
Nasional ‘Penguatan Aswaja’ menilai aksi caci-maki terhadap sahabat Nabi
SAW yang kerap dilakukan oleh kelompok Syiah bukan persoalan besar ketika
mereka mengaku tidak sebagai Islam, namun sebaliknya menjadi persoalan besar
ketika mereka mengaku sebagai Islam.
“Kalau mereka tidak menganggap dirinya bukan Islam, sebetulnya selesai umat
Islam. Tidak akan sakit hati dengan Syiah, Tapi, ketika mereka mengaku sebagai Islam kemudian
mencederai keyakinanmainstream mayoritas, ini akan muncul masalah,”
kata pengurus Nahdlatul Ulama Kabupaten Jember ini di Ponpes Mahasiswa
Al-Hikam, Depok pada Ahad, (07/12).
Karena, menurut pria yang akrab disapa Gus Aab ini, persoalan menghormati
sahabat bukan sekedar menghormati pribadinya. Namun, itu berkaitan dengan
legitimasi sumber keagamaan umat Islam. Berarti, Syiah mengkafirkan para
sahabat dengan tujuan untuk menghancurkan otoritas keagamaan dalam Islam.
“Persoalannya apa, ketika mencaci sahabat, bukan hanya persoalan kita harus
menghormati sahabat Nabi SAW. Kita harus ingat, jalur transmisi keagamaan kita
melalui para sahabat,” ucapnya.
“Ketika sahabat sudah dikafirkan, darimana kita akan mendapatkan sumber
otoritatif keagamaan? Hadis menjadi tidak ada karena hadis melalui jalur
sahabat,” tambah tokoh yang akrab dipanggil Gus Aab.
Jadi, kata Gus Aab, tidak bisa dianggap sederhana, bukan sekedar satu pihak
menghormati dan satu pihak lainnya mencaci maki para sahabatradhiyallahu anhum.
“Kita tidak akan pernah mendapatkan Kutubus Sittah kalau
bukan karena jalur perentetan melalui para Sahabat, Ketika Sahabat dibongkar
dan semuanya dikafirkan maka secara otomatis semua kitab-kitab hadis sudah
tidak dapat dipakai,” tegasnya kembali.
DEPOK
(Jurnalislam.com) - Berkembangnya Syi'ah di tengah-tengah umat Islam Indonesia
yang mayoritasnya warga Nadliyin membuat tokoh Nadlatul Ulama (NU) Jember KH.
Abdullah Syamsul Arifin khawatir. Beliau melihat, perkembangan Syi'ah itu
disebabkan ketidaktahuan umat tentang perkembangan Syiah dan liberal
secara umum, karenanya hingga warga NU bersikap tenang-tenang saja.
“NU tidak boleh lagi kalem terhadap Syi'ah.
Kalau Hadratus Syaikh Hasyim Asyari saja sebelum Syi'ah mengancam dan
potensinya berkembang seperti saat ini, sudah secara tegas mengatakan bahwa
Syiah itu tidak boleh diikuti dan sebagai mazhab yang sesat. Tentu, NU harus
terus menjaga komitmen ini, tidak boleh mengakomodir apalagi mengirim
mahasiwanya ke Iran,” tegasnya dalam acara Silaturahmi Nasional ‘Penguatan
Aswaja dan Penanggulangan Terorisme dalam Ketahanan Nasional’ di Pesantren
Mahasiswa Al-Hikam, Beji, Depok, Ahad (7/12/2014).
Menurut Gus Aab, sapaan akrabnya, sikap penolakan NU terhadap Syiah perlu
ditegaskan kembali karena situasinya sudah sangat mengkhawatirkan, banyak
pengaburan perbedaan antara Sunni dengan Syiah, terutama ketika terbentuknya
lembaga pendekatan (taqrib) antara Sunni-Syiah.
“Ketika terbentuknya Lajnah Taqrib Baina Mazahib (Majelis Pendekatan Antar
Mazhab, red) yang ada di Mesir, banyak tokoh kita yang berbicara di sana. Itu
yang kemudian banyak mengkaburkan sekat antara Syiah dengan Sunni, seakan-akan
Syiah dengan Sunni itu tidak ada perbedaan dan bisa dipertemukan, walaupun
secara teologis berbeda tetapi dapat dipertemukan dalam aspek-aspek
fungsionalis sosiologis. Ini yang sangat membahayakan bagi warga Jam’iyah
Nahdlatul Ulama, dimana Syiah itu berada ditengah-tengah mereka,” paparnya.
Oleh karena itu, menurutnya, NU tidak boleh bersikap tenang-tenang saja
terhadap Syiah, terlebih mengakomodirnya di Indonesia. Dia pun berharap, penolakan
Syiah oleh Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari dapat diteruskan oleh mantan Ketua
PBNU KH.Hasyim Asyari selaku tuan rumah acara. (kiblat)
KH. Hasyim Asyari Telah Fatwakan Syi'ah Sesat Sebelum
Berkembang di Indonesia
DEPOK (Jurnalislam.com) - Sebelum
Syi'ah berkembang di Indonesia, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratusy
Syaikh KH. Hasyim Asyari telah menentang dan mewaspadainya.
Lebih dari itu, KH. Hasyim Asyari juga telah memfatwakan kesesatan Syi'ah.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh tokoh NU Jember, KH. Abdullah
Syamsyul Arifin dalam acara Silaturahmi Nasional ‘Penguatan Aswaja dan
Penanggulangan Terorisme dalam Ketahanan Nasional’ di Pesantren Mahasiswa
Al-Hikam, Beji, Depok, Ahad (7/12/2014).
“Jika melihat fatwa
Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari, beliau sangat mewaspadai Syiah, padahal pada
masa itu di Indonesia Syiah belum berkembang. Syiah sendiri baru berkembang di
Indonesia sejak terjadinya revolusi Iran tahun 1979,” kata pria yang akrab
dipanggil Gus Aab ini seperti dilansir kiblat.net pada Senin (8/12/2014).
Beliau
menambahkan, KH. Hasyim Asyari telah dengan tegas memfatwakan mazhab
Syiah ini sesat dan tidak boleh diikuti, tidak boleh diambil fatwanya serta
tidak boleh diambil hujjahnya.
“Ini fatwa yang dikatakan
Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dalam tulisan-tulisannya dan dalam Qanun Asasi
Jam’iyah Nahdlatul Ulama,” ujar Wakil Ketua MUI Jember ini.
Meskipun belum
mengkafirkan, namun NU telah memandang Syi'ah sebagai aliran sesat yang
tidal boleh diikuti oleh Nahdliyin.
“NU sudah memandang Syiah
itu sesat kalaupun tidak dikatakan kafir karena kehati-hatian kita, tidak boleh
diikuti oleh Jamiyah Nahdlatul Ulama,” katanya. (kiblat)