Thursday, May 21, 2015

[ Menangis Membaca Artikel Ini ] Ibarat Kaum Anshar Dan Muhajirin, “Warga Aceh Tak Berhitung Untung-Rugi Menolong Rohingya”

Dikutip dari Atjehcyber.net. Tepat sehari setelah ditolongnya pencari suaka oleh nelayan Desa Pusong Teulaga Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa, ‘Pos Kemanusiaan’ ACT (Aksi Cepat tanggap) di Langsa sudah menerima aliran amanah berupa dana dan barang untuk membantu para pencari suaka.

Sutaryo dan Apiko Joko Mulyono, Tim ACT Pusat yang diterjunkan sebagai ACTion Team fo Rohingya-II, memutuskan melakukan perjalanan darat dari Medan-Langsa.

“Dengan begitu, kami bisa segera menyiapkan pos kemanusiaan, karena Tim pertama sudah men-set up pos kemanusiaan di Lhoksukon,” jelas Sutaryo.

Simultan dengan aktivitas belanja logistik bantuan, pos kemanusiaan ini baru berdiri pukul 12 siang.

“Kami mendapat dukungan berbagai instansi di Langsa, antara lain BPBD yang memfasilitas tenda untuk pos kemanusiaan. Sembari menanti tim yang berbelanja, pos ACT sudah didatangi warga Aceh yang mengamanahkan bantuan kemanusiaan,” ungkap Sutaryo, melaporkan ke ACT Pusat.

Informasi aliran bantuan ini, baik berupa uang tunai maupun barang – terutama logistik, masuk di sela briefing harian dipimpin langsung Ahyudin, Presiden ACT. Semua dilibas haru.

Ibarat Kaum Muhajirin dan Anshar

Mengomentari fakta kuatnya emosi warga Aceh menolong Muslim Rohingya, tanpa menekankan eksklusivitas, Vice President ACT Ibnu Khajar spontan memandang fenomena Rohingya-Aceh laksana Muhajirin-Anshar.

“Kejadian ini persis kedatangan Muslim Mekah hijrah ke Madinah. Muhajirin, kaum yang datang tak membawa apa-apa, disambut penduduk Mekah atau kaum Anshar, yang lebih dulu hijrah dan membangun kehidupan. Kejadian ini Allah abadikan dalam Al-Qurˈan Surah Al-Hasyr, ‘Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman – atau kaum Anshâr - sebelum mereka – atau Muhajirin, mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka – atau orang Muhajirin, yang hijrah ini; dan mereka mengutamakan – maksudnya orang-orang Muhajirin itu - atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan itu’. Yang dimaksud, apa pun yang mereka berikan kepada kaum yang berhijrah kepada mereka,” ungkap Ibnu. Sesaat Ibnu terdiam menahan perasaan.

“Saya tak sanggup melanjutkan,” katanya singkat.

Semua sepakat, warga Aceh tak berhitung untung-rugi menolong Rohingya. Mereka bagai pembawa rahmat, karena semua meyakini, adalah kewajiban, menolong sesama manusia yang berlari mencari perlindungan.

Doa kaum teraniaya, tak terhalang apapun, langsung diterima Sang Maha Kuasa. Maka tak heran, aliran dukungan, empati dan bantuan nyata mengalir untuk Rohingya ketika mereka muncul di Aceh.

“Andai kita tak berbuat sungguh-sungguh memolong mereka, alangkah malunya kita di hadapan Allah sebagai manusia. Tahun 2012, ACT sudah mengambil risiko berat mendatangi Myanmar dan Bangladesh demi menolong Muslim yang dianiaya di sana. Sekarang, mereka sudah di negeri kita, tak ada alasan untuk menolak panggilan langit ini, menyelamatkan nyawa mereka. Serius menyelamatkan Rohingya, itu harga diri kita,” pungkas Ibnu.
Mufti Perlis Bangga Sikap Aceh, Sebut Telah Selamatkan Martabat Agama
Rabu, 20 Mei 2015 - 09:26 WIB
Membandingkan sikap negara Eropa yang dikenal tidak Muslim tapi justru mencoba menyelamatkan para pengungsi Rohingya di lautan
Mufti Perlis, Datuk Dr Mohd Asri Zainul Abidin menyatakan sedih atas sikap pemerintah Malaysia membiarkan saudara Muslim mereka mati kehausan dan kelaparan di tengah lautan.
“Setelah umat Islam Rohingya dibunuh dengan kejam oleh para Buddha di bumi mereka, mereka bermigrasi mencari perlindungan di negara-negara Muslim seperti kita, “ ujarnya dikutip Harakahdaily.net, mengambil dari akun Facebook-nya. Sayangnya, mereka diperlakukan tidak manusiawi.
Menurutnya, perlakuan terhadap pengungsi Rohingnya tanpa ada belas kemanusiaan, apalagi ukhuwwah keagamaan, ” tulisnya melalui Facebook dengan judul Rohingya Yang Ditangisi.
Menurutnya, kita sudah melihat ribuan Muslim Rohingya dibunuh kelompok Buddha di Myanmar, namun suara negara ini (Malaysia, red) tidak begitu lantang membela. Kali ini, ujarnya sanggup pula melihat mereka mati dan tersiksa.
Katanya, jika musibah tidak menimpa mereka, tentu mereka juga tidak bergadai nyawa membelah badai (lautan, red).
“Namun, atas keserakahan kita, khawatir rezeki kita bersama orang, kita halau mereka bersabung nyawa di lautan.”
Menurutnya banyak orang lupa, jika Allah menghendaki rezeki yang di tangan pun bisa hilang.
“Mayat pesawat yang jatuh di lautan yang hampir yakin mati masih kita cari, sedangkan yang masih hidup di lautan kita coba biarkan mati. Di manakah kemanusiaan kita ini?” ujarnya lagi.
Dr Mohd Asri mengomentari laporan media sebelumnya yang mengatakan ada lebih 8.000 pengungsi Rohingya dari Myanmar serta Bangladesh terdeteksi berada di tengah laut dalam upaya mereka untuk memasuki Malaysia secara ilegal.
Sebagian dari pengungsi terdeteksi hanyut ke Indonesia, menyebabkan otoritas kedua negara mengambil langkah pengetatan kontrol di perairan masing-masing.
Melihat ini, ia membandingkan sikap negara-negara Eropa yang dikenal tidak Muslim tapi justru mencoba menyelamatkan para pengungsi di lautan.
“Kita yang disebut sakan ‘shalawat perdana’ dengan ratusan ribu harga biaya, sanggup melihat manusia mati di lautan demikian rupa karena khawatir rezeki kita bersama orang . Kemudian, kita beritahu kita Muslim terbaik. Kita sangat khawatir, kerakusan dan keserakahan kita ini akan mengundang bala’ Tuhan yang menakutkan,” katanya.
Jika sebelum ini beberapa pertanda bala’ demi bala’ datang ke administrasi negara, atas sebab musabab yang hanya Tuhan Maha tahu apa yang telah terjadi internal mereka yang berkuasa. Namun, ujar Dr Asri lagi kehilangan kemanusiaan ini dikhawatirkan menjemput kemurkaan Allah di lautan dan di daratan.
“Pohon perlindungan Allah untuk sekalian rakyat yang tidak bersalah,” ujarnya.
Ia tak lupa mengucapkan selamat kepada masyarakat Aceh atas sikap kemunusiaan mereka membela pengungsi Rohingya.
“Anda telah menyelamatkan martabat agama di mata dunia. Ketika dunia senyum; ‘Lihat Muslim, mereka sendiri sanggup melihat sesama mereka mati, kesanggupan Aceh itu telah melindungi martabat umat ini, “ujarnya lagi.*