Dikutip dari Atjehcyber.net. Tepat sehari setelah ditolongnya pencari suaka oleh nelayan Desa
Pusong Teulaga Kecamatan Langsa Barat Kota Langsa, ‘Pos Kemanusiaan’ ACT (Aksi
Cepat tanggap) di Langsa sudah menerima aliran amanah berupa dana dan barang
untuk membantu para pencari suaka.
Sutaryo dan Apiko Joko
Mulyono, Tim ACT Pusat yang diterjunkan sebagai ACTion Team fo Rohingya-II,
memutuskan melakukan perjalanan darat dari Medan-Langsa.
“Dengan begitu, kami bisa
segera menyiapkan pos kemanusiaan, karena Tim pertama sudah men-set up pos
kemanusiaan di Lhoksukon,” jelas Sutaryo.
Simultan dengan aktivitas
belanja logistik bantuan, pos kemanusiaan ini baru berdiri pukul 12 siang.
“Kami mendapat dukungan
berbagai instansi di Langsa, antara lain BPBD yang memfasilitas tenda untuk pos
kemanusiaan. Sembari menanti tim yang berbelanja, pos ACT sudah didatangi warga
Aceh yang mengamanahkan bantuan kemanusiaan,” ungkap Sutaryo, melaporkan ke ACT
Pusat.
Informasi aliran bantuan
ini, baik berupa uang tunai maupun barang – terutama logistik, masuk di sela
briefing harian dipimpin langsung Ahyudin, Presiden ACT. Semua dilibas haru.
Ibarat
Kaum Muhajirin dan Anshar
Mengomentari fakta
kuatnya emosi warga Aceh menolong Muslim Rohingya, tanpa menekankan
eksklusivitas, Vice President ACT Ibnu Khajar spontan memandang fenomena
Rohingya-Aceh laksana Muhajirin-Anshar.
“Kejadian ini persis
kedatangan Muslim Mekah hijrah ke Madinah. Muhajirin, kaum yang datang tak
membawa apa-apa, disambut penduduk Mekah atau kaum Anshar, yang lebih dulu
hijrah dan membangun kehidupan. Kejadian ini Allah abadikan dalam Al-Qurˈan
Surah Al-Hasyr, ‘Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah
beriman – atau kaum Anshâr - sebelum mereka – atau Muhajirin, mereka mencintai
orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka – atau orang
Muhajirin, yang hijrah ini; dan mereka mengutamakan – maksudnya orang-orang
Muhajirin itu - atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan itu’.
Yang dimaksud, apa pun yang mereka berikan kepada kaum yang berhijrah kepada
mereka,” ungkap Ibnu. Sesaat Ibnu terdiam menahan perasaan.
“Saya tak sanggup
melanjutkan,” katanya singkat.
Semua sepakat, warga Aceh
tak berhitung untung-rugi menolong Rohingya. Mereka bagai pembawa rahmat,
karena semua meyakini, adalah kewajiban, menolong sesama manusia yang berlari
mencari perlindungan.
Doa kaum teraniaya, tak
terhalang apapun, langsung diterima Sang Maha Kuasa. Maka tak heran, aliran
dukungan, empati dan bantuan nyata mengalir untuk Rohingya ketika mereka muncul
di Aceh.
“Andai kita tak berbuat
sungguh-sungguh memolong mereka, alangkah malunya kita di hadapan Allah sebagai
manusia. Tahun 2012, ACT sudah mengambil risiko berat mendatangi Myanmar dan
Bangladesh demi menolong Muslim yang dianiaya di sana. Sekarang, mereka sudah
di negeri kita, tak ada alasan untuk menolak panggilan langit ini,
menyelamatkan nyawa mereka. Serius menyelamatkan Rohingya, itu harga diri
kita,” pungkas Ibnu.
Mufti Perlis Bangga
Sikap Aceh, Sebut Telah Selamatkan Martabat Agama
Rabu,
20 Mei 2015 - 09:26 WIB
Membandingkan sikap
negara Eropa yang dikenal tidak Muslim tapi justru mencoba menyelamatkan para
pengungsi Rohingya di lautan
Mufti Perlis, Datuk Dr
Mohd Asri Zainul Abidin menyatakan sedih atas sikap pemerintah Malaysia
membiarkan saudara Muslim mereka mati kehausan dan kelaparan di tengah lautan.
“Setelah umat Islam
Rohingya dibunuh dengan kejam oleh para Buddha di bumi mereka, mereka
bermigrasi mencari perlindungan di negara-negara Muslim seperti kita, “ ujarnya
dikutip Harakahdaily.net, mengambil dari akun Facebook-nya. Sayangnya,
mereka diperlakukan tidak manusiawi.
Menurutnya, perlakuan
terhadap pengungsi Rohingnya tanpa ada belas kemanusiaan, apalagi ukhuwwah
keagamaan, ” tulisnya melalui Facebook dengan judul Rohingya
Yang Ditangisi.
Menurutnya, kita sudah
melihat ribuan Muslim Rohingya dibunuh kelompok Buddha di Myanmar, namun suara
negara ini (Malaysia, red) tidak begitu lantang membela. Kali ini, ujarnya
sanggup pula melihat mereka mati dan tersiksa.
Katanya, jika musibah
tidak menimpa mereka, tentu mereka juga tidak bergadai nyawa membelah badai
(lautan, red).
“Namun, atas
keserakahan kita, khawatir rezeki kita bersama orang, kita halau mereka
bersabung nyawa di lautan.”
Menurutnya banyak
orang lupa, jika Allah menghendaki rezeki yang di tangan pun bisa hilang.
“Mayat pesawat yang
jatuh di lautan yang hampir yakin mati masih kita cari, sedangkan yang masih
hidup di lautan kita coba biarkan mati. Di manakah kemanusiaan kita ini?”
ujarnya lagi.
Dr Mohd Asri
mengomentari laporan media sebelumnya yang mengatakan ada lebih 8.000 pengungsi
Rohingya dari Myanmar serta Bangladesh terdeteksi berada di tengah laut dalam
upaya mereka untuk memasuki Malaysia secara ilegal.
Sebagian dari
pengungsi terdeteksi hanyut ke Indonesia, menyebabkan otoritas kedua negara
mengambil langkah pengetatan kontrol di perairan masing-masing.
Melihat ini, ia
membandingkan sikap negara-negara Eropa yang dikenal tidak Muslim tapi justru
mencoba menyelamatkan para pengungsi di lautan.
“Kita yang disebut
sakan ‘shalawat perdana’ dengan ratusan ribu harga biaya, sanggup melihat
manusia mati di lautan demikian rupa karena khawatir rezeki kita bersama orang
. Kemudian, kita beritahu kita Muslim terbaik. Kita sangat khawatir, kerakusan
dan keserakahan kita ini akan mengundang bala’ Tuhan yang
menakutkan,” katanya.
Jika sebelum ini
beberapa pertanda bala’ demi bala’ datang ke administrasi
negara, atas sebab musabab yang hanya Tuhan Maha tahu apa yang telah terjadi
internal mereka yang berkuasa. Namun, ujar Dr Asri lagi kehilangan kemanusiaan
ini dikhawatirkan menjemput kemurkaan Allah di lautan dan di daratan.
“Pohon perlindungan
Allah untuk sekalian rakyat yang tidak bersalah,” ujarnya.
Ia tak lupa
mengucapkan selamat kepada masyarakat Aceh atas sikap kemunusiaan mereka
membela pengungsi Rohingya.
“Anda telah
menyelamatkan martabat agama di mata dunia. Ketika dunia senyum; ‘Lihat Muslim,
mereka sendiri sanggup melihat sesama mereka mati, kesanggupan Aceh itu telah
melindungi martabat umat ini, “ujarnya lagi.*