Pemerintah Turki melalui Angkatan Laut-nya
mengirimkan kapal-kapal ke perairan lepas pantai Thailand dan Malaysia guna
membantu menyelamatkan para pengungsi muslim Rohingya.
Bekerja sama dengan Organisasi Migrasi
Internasional, Turki akan melakukan yang terbaik agar secepatnya mencapai Laut
Andaman dan Perairan Malaysia, serta Thailand dan Indonesia.
“Pemerintah telah mengeluarkan instruksi
dengan mengirim kapal-kapal dan berpartisipasi dalam upaya internasional demi
membantu muslim Rohingya,” kata PM Turki, Ahmet Davutoglu seperti dikutip dari
islammemo, Rabu (20/5/2015).
Dilaporkan bahwa, sekitar 7.000 sampai 8.000
Muslim Rohingya dan migran Bangladesh diyakini terkatung-katung di tengah laut,
setelah ditolak merapat di pantai Malaysia, dan diintimidasi akan
ditenggelamkan AL Thailand.
Kabar terakhir menyebutkan 370 Muslim
Rohingya dan migran Bangladesh diselamatkan nelayan Aceh dan didaratkan di
Langsa, Aceh Timur. Hampir seluruh migran kelaparan, lelah, dan dehidrasi.
Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk
Pengungsi menyebut bahwa selama tiga bulan terakhir, lebih dari 25 ribu warga
Rohingya telah melarikan diri dari daerah asal mereka.
Seperti diketahui muslim Rohingya menderita
selama berpuluh-puluh tahun akibat penindasan yang dilakukan oleh pemerintah
negaranya sendiri dan mayoritas Budha di Myanmar.Kini, banyak dari muslim
Rohingya yang memilih keluar dari Myanmar dan berusaha mencari penghidupan baru
di luar tanah leluhur.
Turki Kirim Angkatan
Lautnya Bantu Cari Pengungsi Muslim Rohingya
Rabu,
20 Mei 2015 - 22:36 WIB
Ahmet Davutoglu
bersama Emine Erdogan (Istri Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan) pernah
mengunjungi Muslim Rohingya di kamp pengungsian Banduba, negara bagian Arakan
(Rakhine), Myanmar
Berbeda dengan sikap Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang
melarang membantu pengungsi Rohingya, pemerintah Turki justru memerintahkan
Angkatan Laut Tentara Nasional nya untuk melakukan upaya pencarian imigran
Muslim Rohingya yang diperkirakan terdampar di perairan Thailand dan Malaysia.
Angkatan Laut Turki sedang melakukan upaya
untuk mencapai kapal etnis Muslim Rohingya yang terdampar di lepas pantai
Thailand dan Malaysia, demikian disampaikan Perdana Menteri Turki Ahmet
Davutoglu, demikian dikutip Turki Hurriyet Daily News Selasa (19/05/2015).
Dalam pertemuan di Istana Cankaya pada
Selasa, 19 Mei 2015 kemarin, Perdana Menteri Ahmed Davutoglu mengatakan Turki
berusaha melakukan yang terbaik untuk membantu Muslim Rohingya yang saat ini
berada di lautan dengan berkoordinasi dengan Organisasi Internasional untuk
Migrasi (IOM), dengan bantuan kapal Angkatan Bersenjata Turki yang sudah
berlayar di wilayah tersebut.
Diperkirakan, tujuh sampai delapan ribu
Rohingya dan imigran Bangladesh saat ini berada di perairan Selat Malaka.
Tujuan mereka adalah Thailand dan Malaysia namun mendapat penolakan dari negara
itu.
Malaysia dan Indonesia hari Rabu
(20/05/2015) menyatakan siap menerima pengungsi Rohingya yang terkatung-katung
di tengah laut di daerah perairannya. Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar
Negeri kedua negara setelah melakukan konsultasi dengan menlu Thailand di
Putrajaya, Malaysia.
Seperti diketahui, etnis Muslim Rohingya
terdampar di Aceh sejak 10 Mei 2015 lalu hingga menjadi perhatian berbagai
kalangan.
Muslim Rohingya selama berpuluh-puluh tahun
mendapat perlakuan diskriminasi dari Myanmar termasuk pembatasan melahirkan dan
menikah. Serangan terhadap minoritas Muslim ini selama tiga tahun terakhir
telah mengakibatkan terjadinya eksodus besar-besaran sejak Perang Vietnam.
PBB memperkirakan bahwa 120.000 telah
meninggalkan negara dengan perahu dalam tiga tahun terakhir, mereka melarikan
diri dengan kondisi putus asa dan ancaman kekerasan sewenang-wenang oleh umat
Buddha Rakhine dan pasukan keamanan.[Baca: Emine Erdogan Tak
Kuasa Menahan Tangis di Myanmar]
Sebelumnya, pada bulan Agustus 2012, saat
menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu bersama Emine
Erdogan (Istri Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan) pernah mengunjungi Muslim
Rohingya di kamp pengungsian Banduba, negara bagian Arakan (Rakhine), Myanmar.
Ahmet Davutoglu bersama Emine Erdogan
menyerahkan sejumlah bantuan pada warga, yang dinilai bantuan dari negara
asing pertama yang sampai kepada etnis Rohingya, lansir Today’s Zaman.*
TNI dan pemerintah Indonesia dibuat
Tercengang dengan Tindakan 'aneh' Turki ini
Di saat Tentara Nasional Indonesia (TNI) diperintahkan untuk menghadang
kapal-kapal pengungsi umat Islam Rohingya agar tidak masuk ke wilayah
Indonesia, Turki malah sebaliknya.
Angkatan Laut Tentara Nasional Turki diperintahkan
oleh Panglima, Perdana Menteri, dan Presidennya untuk membantu melindungi,
mengarahkan, memberi bantuan makanan dan bahan bakar agar tiba dengan selamat
di Turki kemudian diberikan tempat tinggal yang layak bagi mereka.
Seperti diberitakan media Turki Hurriyet Daily
News (19/5/2015), Angkatan Laut Turki sedang melakukan upaya untuk mencapai
kapal Muslim Rohingya yang terdampar di lepas pantai Thailand dan Malaysia,
ujar Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu.
Pada pertemuan dengan sekelompok anak muda di
Istana Negara, 19 Mei, PM Davutoglu mengatakan bahwa Turki telah melakukan yang
terbaik untuk membantu Muslim Rohingya bekerjasama dengan Organisasi
Internasional untuk Migrasi (IOM), dengan bantuan kapal dari Angkatan
Bersenjata Turki yang sudah berlayar menuju lokasi.
Beberapa dari 7.000-8.000 pengunsi Rohingya dan
Bangladesh saat ini diduga berada di Selat Malaka, mereka tidak dapat turun
karena tindakan keras pada jaringan perdagangan di Thailand dan Malaysia,
tujuan utama mereka.
Kapal yang membawa sekitar 500 Muslim Rohingya
Myanmar terdampar di barat Indonesia pada 10 Mei, dengan beberapa orang yang
membutuhkan perhatian medis, seorang pejabat migrasi dan advokat hak asasi
manusia mengatakan.
Para pria, wanita dan anak-anak tiba di dua kapal
terpisah, dengan jumlah 430 orang dan 70 orang, kata Steve Hamilton, wakil
kepala misi di IOM di Jakarta, ibukota Indonesia.
Muslim Rohingya telah menderita selama beberapa
dekade akibat diskriminasi negara di Myanmar.
Serangan terhadap minoritas Muslim Rohingya oleh
massa Buddha dalam tiga tahun terakhir telah memicu salah satu eksodus terbesar
manusia perahu sejak Perang Vietnam, dengan 100.000 orang melarikan diri,
menurut Chris Lewa, Direktur Proyek Arakan. Proyek ini telah memantau
pergerakan Rohingya untuk lebih dari satu dekade. Demikian tulis Hurriyet Daily
News.
Sekali lagi dunia (termasuk TNI dan pemerintah
Indonesia) dibuat tercengang dengan tindakan 'aneh' Turki ini. Mereka (Turki)
berada jauh diantara benua Eropa, tapi mereka sengat dekat dan sigap dengan
saudara-saudara Muslim.
ASTAGHFIRULLAH,
PANGLIMA TNI TOLAK PENGUNGSI MUSLIM ROHINGYA
Seperti yang dikutip dari
Arrahmah.com. Ratusan pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh resah ketika mereka
diusir pergi oleh Angkatan Laut Indonesia dan Malaysia. Tak disangka, mereka
justru selamat karena kebaikan hati para nelayan Aceh yang membawa mereka ke
darat dan memberi mereka makan.
Marzuki Ramli (45), nelayan asal
Kuala Langsa, saat itu sedang bersama 30 nelayan lainnya menangkap ikan
menggunakan pukat pada Kamis malam (14/5/2015). Ia berada di perahu miliknya
yang berukuran 26 x 6 meter, sekitar 35 mil dari pinggir pantai.
Sebuah kapal nelayan kecil
tiba-tiba melintas, dan meminta bantuan. Diketahui mereka sudah tiga bulan
tarkatung-katung di lautan lepas.
“Woi, cepat pergi ke sana, ada orang yang
mengapung-apung di laut. Kalau kalian terlambat datang, bisa mati semua,” kata
orang itu seperti dituturkan Marzuki, dikutip Rappler, Jum’at (15/5).
Marzuki dan nelayan lainnya
segera mengarah ke kerumunan orang-orang yang mengapung tersebut. Jaraknya
sekitar 5 mil atau 1 jam perjalanan dari tempat mereka menangkap ikan.
Ketika sampai, para nelayan
langsung menarik satu demi satu para pengungsi tersebut dari laut. Perahu
Marzuki hanya sanggup menampung 250 orang.
Marzuki segera mengontak nelayan
yang lain, dan datanglah 5 perahu nelayan yang membantu Marzuki mengevakuasi
para pengungsi. Totalnya ada 672 orang, terdiri dari laki-laki, perempuan dan
anak-anak.
“Begitu kapal nelayan merapat, para pengungsi
langsung melompat ke perahu,” kata Marzuki.
Butuh dua jam bagi Marzuki dan 5
kapal lainnya untuk melakukan evakuasi tersebut, karena kondisi langit sangat
gelap dan ombak yang tinggi.
Ada dua orang yang diduga preman
ditinggal di tengah laut.
“Ini dari pengakuan para pengungsi bahwa ada
dua orang yang disebut sering memukul, daripada berkelahi maka kami tinggal,”
katanya.
Ada lagi, satu orang yang sudah
meninggal dengan kondisi tangan putus di kapal juga ditinggalkan.
Nelayan memasak untuk pengungsi yang kelaparan
Saat mereka ditemukan, para
pengungsi hanya memakai celana pendek dan kaos singlet. “Kebanyakan dari mereka
tidak pakai baju, dan tubuhnya lemas,” kata Marzuki.
Setelah menarik para pengungsi,
nelayan mengeluarkan stok air minum dan bahan makanan. Gula dan kue langsung
disantap habis oleh para pengungsi yang kelaparan.
Karena tak cukup, para nelayan
memutuskan untuk mengeluarkan stok beras dan memasak untuk para pengungsi.
“Butuh waktu sekitar 20-30 menit untuk
memasak,” katanya. “Makannya pun di tangan, karena persediaan piring tak
cukup.”
Ar Rahman, salah satu nelayan
dari Langsa, mengatakan ia mendapatkan informasi dari radio komunikasi mengenai
kapal yang hampir tenggelam di perairan Aceh Timur.
“Lalu saya dan kawan-kawan menuju lokasi untuk
menolong mereka. Ketika sampai di sana kami melihat ratusan orang, laki-laki
dan anak-anak, perempuan dan orang lanjut usia. Ketika melihat kami laki-laki
melompat ke laut dan berenang, sedih kami melihatnya,” jelas Ar Rahman.
“Laki-laki melompat ke laut sambil histeris
dan berteriak Allahu Akbar. Mereka meminta tolong dengan bahasa mereka,” jelas
Ar Rahman, dilansir BBC Indonesia.
Proses evakuasi para pengungsi
ke pelabuhan Kuala Langsa kala itu dilakukan oleh lebih dari enam kapal nelayan
dari Langsa.
Mereka lalu dibawa ke Teluk
Langsa dan ditangani kepolisian setempat serta pemerintah daerah.
Cerita mengenai kebaikan nelayan
Aceh bagi pengungsi tak hanya sebatas menyelamatkan. Pada gelombang pengungsi
sebelumnya, warga Aceh membantu dengan memberikan makanan ke tempat
penampungan.
Bahkan ada beberapa warga Aceh
yang ingin mengadopsi anak-anak pengungsi.
“Saya benar-benar tulus ingin merawat anak
Rohingya. Apalagi mereka adalah warga Muslim. Sesama Muslim, kita harus saling
membantu. Apalagi dulu saat konflik Aceh, kita juga pernah merasakan bagaimana
penderitaan akibat perang,” kata Ilyas, warga Aceh.
Mereka dihalau AL karena dalih ‘kedaulatan’
Para pengungsi yang ingin pergi
ke Malaysia ini ditinggalkan kapten kapal terombang-ambing di tengah laut.
Ketika mereka mendekati Indonesia, mereka mengatakan kapal TNI AL menghampiri,
memberi makanan dan minuman, lalu menyuruh pergi.
Dalam keadaan resah karena mesin
kapal mati dan terapung-apung beberapa hari di lautan, kapal milik angkatan
laut Malaysia mendekat. Lagi-lagi, mereka hanya diberi bantuan makanan dan
minuman. Perahu mereka lalu ditarik ke tengah laut oleh angkatan laut Malaysia.
“Kami dilepas di tengah laut, dekat perairan
Indonesia,” kata Sahidul, salah seorang pengungsi.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko
membenarkan penolakan tersebut.
“Untuk suku Rohingya, sepanjang dia melintas
Selat Malaka, kalau dia ada kesulitan di laut, maka wajib kita bantu. Kalau ada
sulit air atau makanan, kita bantu, karena itu terkait human. Tapi kalau mereka
memasuki wilayah kita, maka tugas TNI untuk menjaga kedaulatan,” dalih
Moeldoko.
Menurut Moeldoko, bila para
pengungsi dibiarkan masuk ke wilayah Indonesia, mereka akan memunculkan
persoalan sosial.
“Urus masyarakat Indonesia sendiri saja tidak
mudah, jangan lagi dibebani persoalan ini,” katanya.
Saat ditanyakan bagaimana nasib
para pengungsi Rohingya ini jika tak ada negara yang mau menampung, Moeldoko
menolak berkomentar. Moeldoko mengatakan itu urusannya menteri Luar Negeri.