Tokoh NU Bogor : Seperti Ahmadiyah, Syiah Juga
Menodai Agama
Dewan
penasehat Nahdatul Ulama (NU) Kota Bogor, KH Dudi Zuhdi Mas’ud berpendapat
bahwa kasus penyerangan kelompok Syiah ke pemukiman Az Zikra beberapa waktu
lalu ada hikmahnya.
“Kasus Az Zikra hikmahnya membuat melek para
ulama, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI),” ujar Kyai Zuhdi kepada Suara
Islam Online, Ahad (15/3/2015).
Menurut penasehat MUI Kota Bogor ini, soal Sunni
Syiah
adalah masalah klasik yang sudah lama, “Namun akhir-akhir ini Indonesia sebagai
negeri muslim terbesar yang mayoritas Ahlusunnah wal Jamaah bermazhab Imam
Syafi’i dianggap potensial sebagai sasaran oleh Syiah,” ungkapnya.
Karenanya, ia berharap pemerintah bisa segera
mengeluarkan aturan yang tegas terhadap kelompok Syiah ini. “Pemerintah jangan
tinggal diam, jangan menunggu korban lebih banyak lagi. Sesegera mungkin
mengambil keputusan agar Syiah itu dianggap melakukan penodaan agama seperti
Ahmadiyah sehingga bisa lebih mudah dihapus dan diajak bertobat kembali ke
Ahlusunnah,” jelas Kyai Zuhdi.
Dijelaskannya, Ahlussunnah bukan hanya Syafi’i
saja tetapi Hanafi, Maliki, Hambali, itu juga Ahlusunnah. “Kita jangan terlena
dengan perbedaan pendapat diantara Ahlusunnah, sedangkan dihadapan kita ada
Syiah yang sangat berbahaya,” katanya.
“Ahlusunnah harus bersatu, jangan suka memblowup
masalah yang kecil ( furu’ ),” tambahnya.
Selain itu, ia menyatakan setuju jika muncul
adanya fatwa sesat dari MUI terhadap Syiah, “mudah-mudahan dalam waktu dekat,”
harapnya.
Islam " Nusantara " Berbau Syiah dan Anti Arab !
09/07/2015 1:34 WIB
Para
Tokoh Dan Kiai NU Ini Menentang Islam Nusantara Jadi Tema Muktamar
Pro- kontra “Islam Nusantara”
sebagai tema utama Muktamar NU ke-33 terus berlanjut. Di media sosial, masalah
Islam Nusantara ini banyak jadi polemik dan bahkan menuai kecaman. Bagaimana di
internal NU?
Ternyata banyak kiai Nahdlatul
Ulama (NU) yang tak setuju dengan istilah Islam Nusantara jadi tema utama
Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang. Menurut mereka, istilah Islam Nusantara
mempersempit ruang lingkup Islam dan cenderung eksklusif.
”Padahal NU sendiri tidak hanya
di Indonesia tapi juga berkembang di luar negeri. Bagaimana dengan teman teman
NU yang berada di Singapura, Malaysia dan sebagainya,” kata KH Misbahussalam,
Wakil Ketua Pengurus
Cabang Nahdjatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jember kepada wartawan, Selasa
(7/7/2015).
Bahkan, menurut Misbah, ada
dugaan disosialisasikannya Islam Nusantara untuk mengakomodasi ajaran Syiah,
Islam Liberal, Wahabi dan idelogi lain yang bertentangan dengan Ahlussunnah Wal
Jamaah (Aswaja).
Apalagi mulai muncul pendapat bahwa Syiah di Indonesia ada lebih dulu
ketimbang Sunni. Artinya, Syiah harus
diakomodasi oleh Islam Nusantara karena bagian dari khazanah atau kekayaan
agama Nusantara.
”Panitia Muktamar harus
mengganti istilah Islam Nusantara dengan istilah yang tidak bertentangan dengan
ideologi NU,” katanya.
KH Muhsyiddin Abdusshomad, Rais
Syuriah PCNU Kabupaten Jember juga minta agar Panaitia Muktamar NU ke-33
memakai Islam Rahmatan Lil Alamin yang selama ini sudah jadi jati diri NU.
“Istilah Islam Rahmatan lil
Alamin yang dipakai selama ini sudah benar karena ada rujukannya dalam Al
Quran,”
katanya, Selasa (7/7/2015).
Menurut dia, istilah Islam
Nusantra tak punya sumber baik dalam al Quran, hadits, ijma’ maupun qiyas.
”Justru
banyak pihak baik di internal maupun eksternal NU menyerang NU karena persoalan
istilah Islam Nusantara,” kata
Kiai Muhyiddin.
KHA Muhith Muzadi juga mengaku
tak setuju dengan islah Islam Nusantara. Alasannya, Islam itu satu. Yaitu Islam
yang sudah jelas ajarannya. “Rumusan khittah itu sudah jelas dan itu adalah
ideologi NU. Kalau Islam Nusantara pasti ada mafhum mukholafah. Berarti Islam
non Nusantara,” kata kiai penggagas khittah NU 26 yang diratifikasi KH Ahmad
Siddiq itu. [NUGarisLurus.Com/BangsaOnline.Com]
Baca juga :
Beda NU-nya KH. Hasyim Asy`ari dan NU Sekarang
ABU ALFARUQ : Ana mau tanya, apa sih bedanya NU GARIS LURUS,
dengan NU-nya KH. Hasyim Asy`ari dan NU sekarang (besutan Gus Dur dkk?).
KH. Luthfi Bashori : NU
GARIS LURUS adalah merupakan upaya pengembalian pemahaman warga NU kepada
ajaran KH. Hasyim Asy`ari yang murni Sunni Syafi`i Non SEPILIS (Sekularisme,
Pluralisme dan Liberalisme). Karena Gus Dur adalah Pahlawan Pluralisme, maka NU
besutannya juga menjadi NU yang Sekularis, Pluralis dan Liberalis.
SAS adalah `Murid Setia`
Gus Dur, jadi langkah dan pemahaman SAS ini adalah terjemahan dari `keyakinan`
yang dianut Gus Dur selama ini. Pertemanan aqidah antara SAS dengan Gus Dur
sudah lama terjalin, jadi ajaran SEPILIS yang keluar dari kedua orang ini juga
akan mempengaruhi pemahaman orang-orang yang selalu mengekor kepada keduanya.
Lebih mudah lagi untuk
diingat, jika KH. Hasyim Asy`ari konon mendirikan NU itu benar-benar murni
diperuntukkan bagi warga NU untuk kepentingan pelestarian aqidah Sunni Syafi`i
sebagai label resmi bagi umat Islam Indonesia.
Konon KH. Hasyim Asy`ari
ibarat membelikan mobil pribadi khusus untuk kepentingan warga NU, namun sejak
NU dipimpin Gus Dur, maka fungsi NU menjadi bergeser, dan siapa saja dan dari
aliran mana saja diperbolehkan `masuk` dan boleh `memanfaatkan` NU asalkan ada
kontribusinya.
Ibarat warga NU yang
semula mempunyai mobil pribadi ber-plat hitam, lantas disuratkan oleh Gus Dur
menjadi mobil ber-plat kuning (angkutan umum) yang siapa saja boleh masuk
asalkan mau bayar ongkos naik.
Memang banyak juga oknum
dari tokoh-tokoh NU yang pandai memanfaatkan dan menikmati status NU PLAT
KUNING ini, ketimbang jika harus mengembalikan kepada satus NU PLAT HITAM yang
kurang menjanjikan dari segi peluang bisnis, apalagi karena ketatnya peraturan
syariat yang harus diemban oleh para pelestari NU murni ala KH. Hasyim Asy`ari.
Mudah-mudahan saja masih
banyak warga NU yang sadar aqidah dan selalu berusaha kembali kepada ajaran dan
pemahaman KH. Hasyim Asy`ari yang murni Sunni Syafi`i Non SEPILIS, sekalipun
sangat berat dalam mengembannya.