Artikel sebelumnya :
Bahas
Strategi Perangi Mujahidin di Suriah. Akibat Banyaknya Ulama Murji'ah Di Negara
Ini !
Yordania
Larang Kitab-Kitab Karya Ibnu Taimiyah ! Ini Dia Sebabnya
Khianati Revolusi, Jordania
Serahkan 160 Nama Kelompok Pejuang Suriah
zahid – Jumat, 18 Desember
2015 16:00 WIB
Eramuslim – Kamis 17 Desember 2015, seorang pejabat
Kementerian Luar Negeri Rusia membocorkan bahwa Jordania telah menyerahkan
daftar nama-nama ratusan kelompok pejuang revolusi Suriah yang dianggap sebagai
teroris.
Seperti dikutip kantor berita RIA Novosti dari sumber
yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, “Jordan telah menyerahkan kepada
kami 160 nama kelompok pejuang Suriah yang dianggap teroris. Langkah ini
dilakukan menjelang pertemuan internasional mengenai Suriah yang akan digelar
di New York.”
Sumber tersebut menjelaskan bahwa daftar nama-nama
kelompok baru ini adalah hasil konsolidasi dan pengembangan yang diberikan oleh
negara-negara lain, termasuk Rusia, Amerika Serikat dan Arab Saudi.
Rencananya daftar organisasi ini akan dikeluarkan
dalam pembicaraan politik di Suriah yang akan digelar Amerika Serikat di kota
New York pada pertengahan bulan Desember ini. (Skynewsarabia/Ram)
Aktivis Suriah Rilis Daftar
Teroris Sebenarnya
Jum'at, 6
Rabiul Awwal 1437 H / 18 Desember 2015 14:42
Aktivis Suriah meluncurkan kampanye penyebaran daftar
aksi terorisme di Suriah. Kampanye tersebut dilakukan pada Kamis (17/12) dengan
mengekspos pasukan militer rezim Basyar Asad yang terlibat dalam aksi terorisme
di Suriah.
Para aktivis meluncurkan kampanye dalam mempejuangkan
revolusi di Suriah dengan tag “# قائمة_الإرهاب” atau disebut sebagai ‘daftar terorisme’. Daftar
tersebut diekspresikan dalam rangka perang melawan kelompok teroris di Suriah,
yaitu rezim Asad dan sekutu-sekutu pendukungnya.
Para aktivis yang disebut sebagai ‘Aliansi Militer
Islam” melancarkan kampanye untuk menunjukkan kepada dunia daftar hitam teroris
sebenarnya yang melakukan tindakan kejahatan, kriminal dan terorisme kepada
warga sipil Suriah.
ElDorar, Jumat
(18/12) melansir, daftar ini mencakup: Tentara Milisi Asad, Angkatan Udara
Rusia, Pengawal Garda Revolusi Iran, “Hizbullah”, Milisi Pertahanan Nasional,
ISIS, Unit Perlindungan Orang Kurdi, Partai Sosial Nasionalis Suriah, Brigade
Baath, Brigade Abu al Fadl al Abbas, Angkatan Qods, Asaeb ahl al-Haq, Brigade
Sayed al-Shohadaa, Gerakan Nujaba, Brigade Al-Waed al-Sadeq, Brigade Imam
Hussein, Saraya Vanguards Khorasan dan Milisi Afghanistan.
Kampanye ini datang dalam rangka menanggapi daftar
“teroris” yang diserahkan oleh Jordan untuk pemerintah Rusia, termasuk sejumlah
faksi jihad, terutama Ahrar al-Sham, Jabhah Nushrah, Tentara al-Muhajereen dan
Ansar, Fajr al-Islam, Jundu al-Aqsa dan Brigade Al-Tawhid. (EZ/salam-online)
Sumber: Eldorar
Putar Haluan, Yordania Gabung dengan
Koalisi Rusia
Yordania, salah satu anggota koalisi
Amerika Serikat (AS) dalam memerangi ISIS di Suriah, memutuskan untuk memutar
haluan dan bergabung dengan koalisi bentukan Rusia.
Keputusan Yordania bergabung dengan koalisi
bentukan Rusia itu diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov.
"Rusia dan Yordania sepakat untuk menciptakan
pusat koordinasi di Amman, yang nantinya akan digunakan oleh kedua negara untuk
berbagi informasi tentang operasi kontra terorisme," begitu kata Lavrov
seperti dikutip dari laman Russia
Today,
Jumat (23/10/2015).
Dikatakan oleh Lavrov, Yordania akan memainkan
bagian yang positif dalam menemukan solusi politik dalam konflik di Suriah
melalui negosiasi antara Damaskus dan pasukan oposisi. Peran inilah yang
diinginkan oleh pihak Rusia.
"Berdasarkan perjanjian antara Yang Mulia
Raja Abdullah II dan Presiden Rusia Vladimir Putin, militer dari kedua negara
telah sepakat untuk mengkoordinasikan segala tindakan yang akan dilakukan, termasuk
misi pesawat militer di atas wilayah Suriah," kata Lavrov.
Sedangkan rekannya Menteri Luar Negeri Yordania,
Nasser Judeh, akan berfungsi sebagai komunikator bagi militer kedua negara.
Dalam kesempatan itu, Lavrov juga menyerukan perlunya peningkatan upaya untuk
mengalahkan ISIS dan kelompok militan lainnya di Suriah, serta memulai transisi
politik.
"Ini akan memerlukan negosiasi skala penuh
antara pemerintah Suriah dan seluruh spektrum oposisi, baik di dalam dan luar
negeri, dengan dukungan aktif dari negara lain. Rusia akan mengambil bagian
dalam menciptakan kondisi untuk tercapainya proses tersebut," kata Lavrov
sembari menambahkan, Yordania mungkin memainkan peran yang positif dalam proses
tersebut.
Wednesday,
December 09, 201514:31 WIB
Sekalipun ISIS atau IS suatu saat nanti kalah di wilayah
kekuasaannya, dunia akan menghadapi ancaman yang jauh lebih besar dari puluhan
ribu veteran petempur ISIS, kata para pakar mengingatkan dunia seperti dikutip AFP.
Dinas intelijen AS memperkirakan sekitar 30.000
orang dari sekitar 100 negara telah bergabung dengan ISIS. Jumlah itu jauh
lebih banyak dari total orang yang berjuang dengan organisasi-organisasi ekstremis berdekade-dekade
sebelumnya.
Di Afghanistan sendiri antara 1996 dan 2001,
sekitar 10.000 sampai 20.000 orang telah menerima pelatihan jihadis,
kebanyuakan di bawah arahan Osama Bin Laden.
Setelah jatuhnya rezim Taliban, banyak dari
pejuang-pejuang ini menyebar ke seluruh dunia, dengan membawa serta ideologi
dan pemikiran radikal mereka.
Para pejabat mengingatkan bahwa para veteran ekstremis memesankan
ancaman jangka panjang yang besar yang sulit diatas institusi-institusi Barat.
"Contohnya gelombang saat ini --sekitar 250
petempur yang kembali (ke Prancis)-- adalah masalah yang rumit," kata
seorang pejabat kontrateroris senior Prancis yang meminta namanya tak
disebutkan.
Dia mengatakan mayoritas besar akan diadili dan
dipenjarakan, dan sisanya diawasi ketat, namun kesulitan mendapatkan bukti saat
mengadili para petempur yang kembali ke negerinya membuat kebanyakan mereka
hanya dipenjara lima sampai tujuh tahun.
"Itu artinya dalam empat atau lima tahun,
begitu keluar penjara, masalah akan kembali timbul," kata sang pejabat.
"Untuk itulah kami kini harus bersiap diri, dan mempelajari bagaimana kami
bisa mengembalikan orang-orang ini ke masyarakat. Beberapa dari mereka akan
mengalami trauma selama bertahun-tahun. Kami mesti memikirkan rehabilitasi. Ini
masalah besar."
Lebih buruk dari IS
Terlepas dari upaya-upaya militer saat ini
menyasar ISIS dengan serangan udara dan juga upaya-upaya diplomatik di Suriah
dan Irak, ISIS sudah siap melancarkan perlawanan global untuk bertahun-tahun ke
depan dengan mengumpulkan begitu banyak manusia di khilafah yang mereka
dirikan.
Memfragmentasikan atau memecah belah ISIS bisa
berdampak mengerikan.
"Karena yang paling gigih bertarung dan
paling radikal yang akan bertahan, maka akan membuat kita dihadapkan pada hal
yang jauh lebih buruk dari ISIS," kata Mathieu Guidere, pakar radikalisasi
dari Universitas Toulouse.
"Jangan
lupa: kita mengira telah menghancurkan Alqaeda dengan membunuh bin Laden, namun
fargmentasi Alqaeda mengantarkan hal yang lebih buruk."
Dihadapkan pada lembaga-lembaga bergerak lamban
dari Uni Eropa dan negara-negara Barat lainnya, "kita berisiko selalu satu
langkah di belakang perang (melawan terorisme)," sambung Guidere.
"Para jihadis amat sangat mengetahui
bagaimana beradaptasi dengan kondisi-kondisi baru. Mereka akan membangun
struktur-struktur baru dan membentuk aksi yang menyesuasikan dengan lingkungan
mereka, dan menjadi semakin sulit diperangi."
Di daerah kekuasaannya, serangan terhadap ISIS
juga kemungkinan memperburuk kekerasan terhadap sipil di kawasan mereka, paling
tidak untuk jangka pendek."
"Jika ada pandangan bahwa penduduk setempat
membantu merebut kembali wilayah dari ISIS, maka jelas akan ada risiko bahwa
ISIS akan menjadi lebih ganas," kata Matthew Henman, kepala Pusat
Terorisme dan Perlawanan IHS Jane di London.
"Membidik warga sipil adalah juga cara yang
baik untuk merusak keamanan dan stabilitas setelah perebutan daerah, yang
menandakan bahwa pemerintah tetap tidak bisa melindungi warga sipil,"
sambung Henman.
"Mungkin juga akan ada upaya semakin besar
untuk mengirim balik para petempur asing ke negeri asal mereka untuk operasi
balas dendam."
Seperti terlihat pada serangan Paris 13
November, dinas-dinas keamanan Eropa tak terlalu bisa menyusun dan menganalisis
semua limpahan data menyangkut individu-individu dan para kombatan yang telah
teradikalisasi yang kembali pulang dari Timur Tengah.
Mereka juga mesti memonitor jihadis-jihadis lama
dari perang Bosnia, Afghanistan dan Irak yang bisa kembali ke kerasan kapan
saja.
"Lama setelah jatuhnya Daesh (ISIS), seluruh dunia harus membayar bertahun-tahun membutakan diri yang
membuat monster jihadis tumbuh di depan pintu Eropa," kata Jean-Pierre
Filiu, pakar ekstremisme Islam dari Universitas Sciences Po di Paris.
"Tentu saja negara-negara Eropa, di mana
paling sedikit 5.000 jihadis asal benua ini terlibat dengan Daesh, menjadi
pihak yang paling terdampak," tutup Jean-Pierre Filiu seperti dikutip AFP.
Sumber: @atjehcyber | fb.com/atjehcyberID