29 Nov 2015
“90 ORANG dari
generasi tabi’in, para imam kaum muslimin, para imam generasi salaf, dan para ahli
fikih dari berbagai negeri, mereka semua telah SEPAKAT bahwa (ajaran) “sunnah”
yang ditinggal wafat oleh Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- adalah:
(1) Rela dengan
keputusan Allah azza wajall, tunduk kepada perintah-Nya, dan bersabar di atas
hukum-Nya.
(2) mengambil apa
yang Dia perintahkan dan berhenti dari apa yang Dia larang.
(3) beriman
kepada takdir, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.
(4) meninggalkan
perdebatan dan perbantahan dalam agama.
(5) (meyakini
bolehnya) mengusap khuffain (kaos kaki dari kulit).
(6) melakukan
jihad bersama khalifah (penguasa), baik penguasa itu baik maupun buruk.
(7) menyalati
mayat yang berkiblat (ke ka’bah).
(8) (meyakini)
bahwa iman itu perkataan dan perbuatan, dia bisa bertambah dengan ketaatan, dan
bisa berkurang dengan kemaksiatan.
(9) (meyakini)
bahwa Alquran adalah perkataan Allah, diturunkan ke hati nabi-Nya Muhammad
-shollallohu alaihi wasallam-, bukan makhluk (pula) saat dibaca.
(10) (meyakini
wajibnya) bersabar di bawah bendera penguasa, apapun keadaannya, baik penguasa
itu adil ataupun zalim. Dan tidak boleh keluar (untuk memberontak) para
penguasa dengan pedang, meskipun mereka zalim.
(11) tidak
mengafirkan siapapun yang bertauhid, meskipun dia telah melakukan dosa-dosa
besar.
(12) menahan diri
dari perselisihan yang terjadi di antara para sahabat Rosululloh -shollallohu
alaihi wasallam-.
(13) (meyakini)
bahwa manusia yang paling mulia setelah Rosululloh -shollallohu alaihi
wasallam- adalah (sahabat) Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali yang merupakan anak
paman Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-.
(14) mendoakan
kerahmatan kepada seluruh sahabat Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-,
juga kepada anak-anak beliau, isteri-isteri beliau, dan para menantu beliau,
-semoga Allah meridhoi mereka semua-.
Inilah “sunnah
Nabi”, maka tetaplah kalian di atasnya, niscaya kalian akan selamat, mengambil
“sunnah Nabi” ini adalah petunjuk, dan meninggalkannya adalah kesesatan”.
[Sumber Kitab:
Thobaqotul Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, 1/130-131].
Sumber
tulisan: BBG Al Ilmu