Ahad, 15 Rabiul Awwal 1437 H / 27 Desember 2015 21:47
Anak-anak Suriah yang bersekolah di
Turki telah menulis surat kepada PBB untuk mendesak organisasi internasional
tersebut agar menghentikan serangan yang dilakukan oleh Rusia dan rezim Basyar
Asad terhadap warga sipil.
“Kami sangat menyesal atas serangan
udara yang dilakukan oleh Rusia bersama Asad, dan kami ingin serangan segera
berakhir. Jangan biarkan Rusia dan Asad membunuh orang yang tidak bersalah.
Saya belum melihat kakek dan nenek saya selama tiga setengah tahun ini,” tulis
Siyam Ismail, seorang anak berusia 9 tahun dalam suratnya, seperti dilansirYenisafak.com, Ahad
(27/12).
Hal senada juga disampaikan seorang anak
Suriah lainnya. Mohamed Wezir menulis surat untuk PBB, “Semua anak-anak Suriah
mengalami kesulitan, kami ingin PBB mendengar kami.”
Perang Suriah telah menelan korban jiwa
lebih dari 400.000 orang, menurut laporan PBB November lalu. Sementara jumlah
pengungsi mencapai setengah dari penduduk negara yang dilanda perang sejak
Maret 2011 lalu itu . Lebih dari 11 juta orang lainnya terpaksa meninggalkan
rumah mereka atas kejahatan yang dilakukan oleh Asad terhadap rakyat Suriah.
Para korban yang paling terpukul atas
terjadinya perang adalah anak-anak. Dalam delapan bulan pertama peperangan
terjadi, 2.209 anak-anak Suriah meregang nyawa, menurut lembaga Observatorium
Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di Inggris. Dan tentu saja
selama hampir lima tahun perang ini, jumlah anak-anak yang kehilangan nyawanya
kian berlipat. (EZ/salam-online)
Sumber: Yenisafak
http://www.salam-online.com/2015/12/surat-anak-anak-suriah-kepada-pbb-jangan-biarkan-rusia-dan-asad-bunuh-kami.html
Turki: “Rusia
Bantai Anak-anak, Perempuan dan Orang Tua, Ini Sangat tidak Manusiawi”
Ahad, 15 Rabiul Awwal
1437 H / 27 Desember 2015 06:13
Serangan Rusia terhadap warga sipil
Suriah sangat tidak manusiawi dan bertentangan dengan hati nurani manusia,
demikian ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu kepada
kantor berita Anadolu, Sabtu
(26/12).
“Kami sangat mengutuk pembantaian Rusia
terhadap warga sipil, termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua,” kata
Cavusoglu, seraya menambahkan bahwa serangan tersebut di daerah warga sipil
Suriah kini terjadi hampir setiap hari.
“Serangan ini sangat tidak manusiawi dan
bertentangan dengan hati nurani manusia,” ujarnya.
Dia mencontohkan, Rusia melancarkan
serangan terhadap warga sipil di Ghouta Timur. Sedikitnya 30 orang terbunuh,
termasuk delapan anak, dalam serangan di distrik Hamuriye, dan enam warga sipil
meregang nyawa dalam serangan di distrik Irbin, Kamis (24/12) lalu.
Cavusoglu juga mencontohkan, pesawat
tempur Rusia membunuh warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak dalam
serangan di permukiman dan rumah sakit di kabupaten Azaz di Aleppo Kamis dan
Jumat (25/12) lalu. Dalam serangan ini, selain membunuh banyak warga sipil,
perempuan dan anak-anak, sejumlah orang mengalami luka-luka parah dan dikirim
ke rumah sakit di tenggara provinsi Kilis, Turki.
Dia mencatat, lima orang gugur dan 10 lainnya
luka-luka dalam serangan udara Rusia lainnya di Masjid Batul di distrik Zebdiya
wilayah oposisi di Aleppo saat shalat Jumat.
“Kami ingin semua pihak, masyarakat
internasional, bertanggungjawab, dan harus menghentikan serangan-serangan yang
sangat berbahaya ini. Serangan-serangan ini tidak hanya mengancam perdamaian di
Suriah, tetapi juga perdamaian di kawasan itu,” kata Cavusoglu.
Sementara Amnesty International yang
berbasis di Inggris mencatat untuk pekan ini saja lebih dari 250 warga sipil
tewas dalam serangan udara Rusia di Suriah. Laporan ini juga menyebut bahwa
pemerintah Rusia sedang berusaha untuk menutupi-nutupi korban dari warga sipil.
Laporan Amnesty International juga
menunjukkan militer Rusia telah menggunakan bom cluster ke
wilayah sasaran warga sipil yang padat penduduknya. Bom cluster dilarang
secara internasional.
Selain itu Amnesty International dalam
laporannya mencatat serangan udara Rusia menyebabkan kerusakan yang besar di
daerah permukiman seperti rumah, masjid, pasar, sekolah dan rumah sakit. “Ini
melanggar hukum kemanusiaan internasional,” demikian Amnesty. (mus)
Sumber: Anadolu