Wednesday, March 2, 2016

Grand Syaikh Al-Azhar ( Bidang Hadith Dan Tafsir ) : Menghina Sahabat Nabi Bukan Islam. Ulama Al-Azhar Menolak Syiah. Dewan Ulama Senior Saudi ( Imam Masjid Al-Haram ) : Yang Menghina Istri Dan Sahabat Nabi ( Ulama Madzhab Syi'ah ) Kafir. Syiah Kafir Tanpa Keraguan.



Syaikh Al-Azhar: Yang Menghina Sahabat Nabi bukan Islam

Dr. Muhammad Sayid Tantawi, Syaikhul Azhar menyatakan bahwa dirinya meyakini bahwa menghina dan mencela salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW secara sengaja adalah diluar Islam.
Menurut surat kabar Mesir "Al-Yaumu Sabt" mengutip pernyataan pimpinan lembaga tertingi otoritas keagamaan Sunni tersebut menyatakan bahwa dirinya telah mengkonfirmasikan, dia akan meminta kepada para ulama-ulama Al-Azhar serta lembaga penelitian Islam Al-Azhar untuk mendukung rekomendasi tersebut.
Syaikh Tantawi berkata dalam pembukaan konferensi tahunan yang ke empat belas dari Majma Buhuts Al-Islami – lembaga riset Islam Al-Azhar: "Tidak bisa diterima ada orang yang menghina dan mencela salah satu sahabat Nabi. Dan konferensi ini diadakan untuk membahas kedudukan sahabat Nabi Radiallahu Ajmain dalam kaca mata Islam berdasarkan Al-Quran dan Sunnah."
Tujuan dari konferensi yang bertajuk "Ashahabatur Rasul SAW" (Para Sahabat Nabi Muhammad SAW) untuk mengkaji kedudukan sahabat Nabi dalam Islam serta menolak kecaman serta serangan Syi’ah terhadap para sahabat, yang dipaparkan oleh berbagai ulama dari dalam Mesir sendiri maupun dari luar negeri.(fq/imo/eramuslim)

"Karomah Grand Syaikh Muhammad Sayyid Tantowi ( Alm )" Judul tersebut dimuat dalam surat kabar Soutul Al Azhar terbit 19 Maret 2010, mengisahkan hari-hari terakhir sang Syaikh sebelum kembali ke haribaan ilahi rabbi, bersemayam dalam pekuburan Baqi' Madinah Munawaroh bersanding dengan jasad para sahabat Nabi Saw. Seminggu sebelum keberangkatannya ke Saudi - memenuhi undangan raja Abdullah menerima penghargaan yayasan Raja Faisal- , Grand Syaikh menghadiri mu'tamar Lembaga Riset Islam Al Azhar yang diadakan tepat pada tanggal 27-28 Februari 2010. Dalam mu'tamar yang dihadiri ulama-ulama pakar keislaman tersebut Syaikh Muhammad Sayid Tantawi, Syaikhul Azhar menyatakan bahwa dirinya meyakini bahwa menghina dan mencela salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW secara sengaja adalah diluar Islam. Sebenarnya tema tentang kedudukan para sahabat dalam kancah dakwah islam bukanlah tema utama alias muncul dari inisiatif sang Syaikh sendiri secara tiba-tiba. Sedangkah tema yang disepakati sebelum mu'tamar berlangsung adalah kajian madzahib islamiyyah dan peranannya dalam dunia islam. Akhirnya pernyataan grand syaikh tersebut menjadi rekomendasi para ulama untuk dikaji selama mu'tamar. Bahkan beliau meninggalkan 7 butir rekomendasi tentang " Pembelaan Islam Terhadap Para Sahabat Nabi Saw" yang menjadi wasiat terakhir beliau sebelum pulang ke rahmatullah. Seminggu kemudian beliau mendapat undangan dari Kerajaan Saudi dan wafat menjelang kepulangannya ke Kairo, jasadnya kemudian dikebumikan bersama para sahabat yang beliau bela dan junjung kedudukannya seminggu sebelumnya. Syaikh Ali Abdul Baqi ( sekjen lembaga riset islam Al Azhar ) meyakini bahwa rangkaian perjalanan syaikh sebelum wafat sampai dikebumikan di area pemakaman para sahabat Nabi Saw merupakan "skenario indah" dan "khusnul khitam" bagi sang syaikh. Syaikh Ali berharap semoga "akhir perjalanan indah Sang Syaikh" menjadi inspirasi positif bagi umat islam sekaligus memberikan pelajaran besar bagi umat agar senantiasa menjaga risalah langit dan menyebarkannya sesuai dengan spirit islam rahmatan lil alamin. Nafa'na biulumihi fiddaroini Amin..Wallahu A'lam ( Soutul Al Azhar 19 Maret 2010 ditulis oleh Dr. Mahmud Habib pada kolom " Al Qoul Toyyib " .
http://www.kompasiana.com/guzmike/karomah-grand-syaikh-al-azhar-dr-muhammad-sayyid-tantowi-alm_550d3e268133115a2cb1e200

Prof. Dr. Husain Muhammad Mahmud ‘Abd al-Mutthalib, dekan Fakultas Dirasat Islamiyah di Universitas Al-Azhar ketika mendapat dua pertanyaan penting: mengenai boleh tidaknya beribadah berpegang kepada madzhab orang yang mengkafirkan Sahabat dan apakah ada fatwa Syeikh Syaltut yang membolehkan beribadah dengan madzhab Ja’fari?
Dua pertanyaan itu dijawab dengan:
1. Tidak dibenarkan beribadah dengan menggunakan madzhab yang mengkafirkan Sahabat Nabi dan menuduh zina Aisyah ra. Siapa yang meyakini hal itu maka dia kafir. Karena Allah telah mensucikan Sayyidah Aisyah dari tuduhan itu.
2. Tidak ada fatwa Syaikh Syaltut yang menyatakan demikian. Siapa yang menyatakan ada, maka dia harus menghadirkan bukti yang menguatkannya. Jika pun fatwa itu ada, maka itu pendapat pribadi Syeikh Syaltut. Dan dia tidak mewakili institusi Al-Azhar secara resmi. (Lihat, http://alwafd.org, diakses pada Selasa, 1 Maret 2016, pukul 10:11 wib).

Dewan Ulama Senior Saudi: Yang Menghina Istri dan Sahabat Nabi, Kafir!

Dewan Ulama Senior Saudi Sabtu lalu telah mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan barang siapa yang menghina istri-istri Nabi Muhammad atau sahabat Nabi sebagai "orang kafir" dan menegaskan larangan menghinakan tokoh-tokoh umat Islam yang dimuliakan.
Pernyataan, ditandatangani oleh semua anggota dewan, dipimpin oleh Mufti besar kerajaan Syaikh Abdul Aziz Al al-Syaikh, dan memperingatkan bahwa menghina istri nabi atau sahabat nabi adalah serangan langsung tentang Islam.
"Menghormati keluarga nabi dan sahabat nabi merupakan bagian dari Islam dan mereka yang tidak mematuhi ini bukan muslim," kata pernyataan tersebut.
Pernyataan itu mengutip ayat-ayat dari AlQuran yang menunjukkan kewajiban menghormati istri-istri Nabi Muhammad.
Karena ada beberapa ayat dalam Al-Quran menceritakan tentang istri nabi ummul mukminin Aisyah, dan dirinya patut untuk dihormati dan "siapa pun yang menghina istri nabi berarti telah melanggar perintah Al-Quran dan dengan demikian mereka telah menjadi orang kafir," menurut pernyataan itu.
Pernyataan itu menambahkan bahwa hal serupa berlaku untuk sahabat nabi karena kedekatan mereka dengan Nabi Muhammad SAW dan wajib umat Islam untuk menghormati sahabat Nabi.
Pernyataan tersebut mengutip sebuah insiden ketika Nabi ditanya tentang perempuan yang paling dekat dalam hatinya dan ia menjawab, Aisyah. Ketika ditanya tentang laki-laki yang terdekat, Nabi menjawab "Ayahnya Aisyah (Abu Bakar)."
Pernyataan dewan ulama senior Saudi ini datang setelah beberapa insiden di mana ulama Syi’ah semakin memperlihatkan ketidakhormatan mereka terhadap Aisyah, Ra dan sahabat nabi. Yang paling terakhir ini adalah kasus ulama Syi’ah Yassir Habib yang kewarganegaraan Kuwaitnya telah dicabut.
Pernyataan tersebut juga menunjuk Aisyah sebagai "Ummul Mukminin," karena dirinya memiliki pengetahuan yang mendalam dalam urusan agama, dan dalam sejarah Aisyah, Ra dianggap sebagai salah satu yang paling berpengetahuan di mana para sahabat nabi sering meminta nasehatnya.
"Jumlah hadits nabi yang disampaikan oleh Aisyah, Ra adalah yang terbesar di antara seluruh istri nabi," kata pernyataan itu.
Pernyataan itu juga menyebutkan kejadian di mana Aisyah, Ra telah dituduh berzina sehingga turun beberapa ayat Al-Quran ke atas Nabi Muhammad untuk mengkonfirmasi bahwa Aisyah, ra tidak bersalah serta menetapkan aturan untuk membuktikan kasus seperti itu, harus memiliki empat orang saksi.(fq/aby/eramuslim)

Imam Masjid al-Haram: Ulama Madzhab Syi'ah Kafir

Al Furqan – Rabu, 12 Jumadil Awwal 1430 H / 6 Mei 2009 10:22 WIB
Makkah, Imam besar Masjid al-Haram, Makkah al-Mukarramah, Syaikh Adil ibn Salim al-Kalbani menyatakan jika ulama madzhab Syiah adalah orang-orang kafir.
"Masalah kafirnya orang-orang Syiah itu masih mungkin untuk didiskusikan. Tetapi, saya sendiri memandang para ulama mereka adalah orang-orang kafir tanpa pengecualian," demikian dikatakan al-Kalbani dalam sebuah acara bertema "fi as-shamim" yang dibesut oleh kanal BBC edisi bahasa Arab pada Senin (4/5) kemarin.
Al-Kalbani juga menyatakan, sebab itulah ulama-ulama Syiah tidak layak untuk menjadi representasi pada Lembaga Pembesar Ulama (Hay’ah Kubbar al-Ulama) yang menjadi pucuk tertinggi lembaga keagamaan di Saudi Arabia.
"Sistem keagamaan yang mengontrol negara adalah sistem salafi. Adapun orang-orang Syiah, mereka adalah minoritas di negara ini (Saudi), yang selayaknya tidak memiliki pengaruh apapun di badan pembesar ulama," tambah imam berkulit hitam yang didaulat oleh Raja Abdullah ibn Abdul Aziz pada September 2008 lalu itu.
Sikap al-Kalbani dan beberapa ulama Saudi Arabia yang mayoritas menganut faham Salafi sangatlah berbeda dengan mayoritas ulama al-Azhar di Mesir yang menganut madzhab Sunni-moderat.
Beberapa ulama al-Azhar banyak yang menulis buku-buku yang mengkaji tentang Syiah di bawah tema besarTaqrib bayna al-Madzahib (Pendekatan Antar Madzhab), semisal Syaikh al-Baquri, Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Rajab al-Banna, dan lain-lain.
Rektor al-Azhar sekarang, Prof. Dr. Ahmad at-Thayyib sendiri secara tegas menyatakan, "kami (al-Azhar) membukakan jendela rumah kami untuk berbagai macam cakrawala pemikiran seluas-luasnya, tanpa harus terpengaruh dan mengikuti pemikiran-pemikiran tersebut secara taklidi." (afq/L2)

Ulama Al-Azhar Menolak Syiah

Oleh: Syamsuddin Muir, Lc. MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suska Riau. Komisi Fatwa MUI Riau)
SAAT ini, sebagian media sosial sedang gencar mengampanyekan aliran syiah. Lalu mereka tampilkan foto Grand Syaikh al-Azhar Ahmad Muhammad al-Thaib sedang bersalaman dengan presiden Iran Mahmud Ahmadinejad. Pada kesempatan lain, mereka tampilkan pernyataan sebagian ulama al-Azhar yang kelihatan dekat dengan kaum syiah. Maka, sebagian muslim ahlussunnah, mesti juga memperkenalkan kepada umat Islam di Tanah Air sikap ulama al-Azhar terhadap syiah.
Kedudukan Hadist Nabi
Muslim Ahlussunnah meyakini bahwa hadist Nabi merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Alquran. Dan hadist Nabi juga berfungsi sebagai penafsir Alquran. Makanya, mengingkari hadist Nabi bisa dianggap mengingkari Alquran. Kaum syiah juga beriman kepada hadist Nabi. Tapi mereka juga meyakini hadist para Imam Syiah itu adalah firman Allah SWT. Begitu pernyataan ulama Syiah Muhammad Shaleh al-Mazindarany dalam bukunya Syarh al-Kafy (2/271).
Ulama Syiah kontemporer Abdullah Fayyadh dalam bukunya Tarikh al-Imamiyah mengatakan , keyakinan Syiah bahwa para Imam Syiah itu ma’shum (tak pernah melakukan dosa), maka semua hadist para imam itu sahih dari Nabi Muhammad dan tak perlu lagi dikaji sanad (mata rantai perawi) hadist itu.
Cuma masalahnya, kaum syiah hanya menerima hadist riwayat Ahli Bait (keluarga Nabi) saja dan menolak semua hadist riwayat para sahabat nabi. Ini bisa dilihat dari pernyataan ulama syiah Muhammad Al-Husein Alu Kasyif al-Ghitha’ dalam bukunya ashl al-syiah wa ushuluha. Yaitu syiah hanya menerima hadist riwayat ahlu bait, yaitu abu abdullah ja’far al-shadis, dari ayahnya Abu Ja’far Muhammad al-Baqir, dari ayahnya Abu al-Husein Zainal Abidin, dari Abu Muhammad al-Hasan, dari ayahnya Abu al-Hasan Ali bin Abu Thalib dari Rasulallah SAW.
Al-majlisy dalam bukunya Bihar al-Anwar (2/214) menegaskan larangan menerima riwayat hadist dari Ahlussunnah. Tapi hal itu boleh dilakukan untuk tujuan menguatkan argumentasi penyebaran ajaran syiah.
Masalahnya lagi, para ulama syiah tidak punya ketentuan baku dalam menetapkan sebuah hadist itu sahih atau dhaif (lemah). Seperti kitab Rijal al-Kasysyi dianggap di antara kitab syiah membahas kedudukan rijal-al-Kasysyi (1/365) ini ada pernyataan melaknat Zararah bin A’yun dan menganggapnya lebih jahat dari yahudi dan nasrani.
Namun begitu, hadist riwayat Zararah bin A’yun ada 700 buah dalam kitab al-Kafy, 775 buah dalam kitab Tahzib al-Ahkam, 250 buah dalam kitab al-Istibshar dan 220 buah dalam kitab man la Yasdhuruh al-Faqih.
Kedudukan Imam Syiah
Bagi Syiah, meyakini keyakinan kepemimpinan Ali bin Abu Thalib dan anak cucunya merupakan bagian dari rukun iman. Dan orang yang tidak meyakininya, mereka anggap sebagai non muslim. Bukan saja itu, Syiah juga mengkultuskan para imamnya dan menempatkannya di atas kedudukan para nabi.
Diantaranya, dalam kitab Bihar al-Anwar (26/294) oleh Muhammad Baqir al-Majlisy terdapat 13 hadist menyatakan bahwa para Imam Syiah itu lebih mengetahui dari pada para Nabi, juga ada 16 hadist menyatakan doa para Nabi itu bisa terkabul disebabkan tawassul kepada para Imam Syiah. Juga ada 3 hadist menyatakan bahwa para Imam Syiah itu mampu menghidupkan orang yang telah mati.
Dalam kitab al-Kafy (1/258) oleh al-Kulainy terdapat 5 hadist menyatakan bahwa para Imam Syiah itu mengetahui waktu kematiannya, dan mereka mati sesuai dengan kehendak mereka sendiri.
Pendekatan Sunni-Syiah
Dengan sebagian keyakinan syiah itu, apakah mungkin bisa dilakukan pendekatan atau kesepahaman antara Sunni dan Syiah. Ini pertanyaan besar yang sulit untuk dijawab.
Namun begitu, penulis buku al-Imam al-Shadiq, Syaikh Muhammad Abu Zahrah mengatakan, pada masa dahulu sudah ada usaha pendekatan Sunni-Syiah yang digagas oleh ulama terkemuka Syiah penulis kitab Tahzib al-Ahkam, yaitu Abu Bakar al-Thusy.
Tapi masalahnya, pendekatan al-Thusy ini dicemari dengan imam Syiah kepada taqiyah (berkata dan berbuat tidak sesuai dengan keyakinan) atau penipuan. Tambah lagi al-Thusy menolak semua riwayat hadist dari ahlussunnah. Bahkan dia juga menolak riwayat hadist dari Zaid bin Ali al-Husein yang merupakan di antara pemimpin besar dari Ahli Bait.
Usaha pendekatan Sunni-Syiah terbesar pada abad 12 pernah dilakukan di Najaf Irak (25 Syawwal 1156) yang digagas oleh ulama terkemuka ahlussunnah Irak, Syaikh Abdullah al-Suwaidy.
Dalam Muktamar Najaf itu dihasilkan kesepakatan larangan mencaci dan mengkafirkan sahabat Nabi. Tapi hasil muktamar itu tidak berjalan pada penerapannya, karena sikap taqiyah yang diperankan Syiah dalam pergaulannya dengan Ahlussunnah.
Kemudian, usaha pendekatan Sunni-Syiah yang besar lagi ialah terbentuknya Jama’ah al-Taqrib Baia al-Mazahib al-Islamiyah yang berpusat di Mesir. Usaha ini digagas oleh orang Iran Muhammad Taqy al-Qunny pada tahun 1364 H.
Usaha al-Qunny ini mendapat sambutan dari para ulama al-Azhar. Lalu Syiah mengadakan pendekatan kepada Grand Syaikh al-Azhar Mahmud Syaltut yang akhirnya mengeluarkan fatwa (1436H) kebolehan mengikut mazhab ja’fari (Syiah Imamiyah Iran).
Dalam bukunya al-Fikr al-Islamy Wa al-Mujtama’at al-Muashirah, Dr. Muhammad al-Bahy mengatakan bahwa fatwa Syaikh Syaltut itu mereka jadikan sebagai dasar penyebaran ajaran Syiah di Mesir. Lalu, para ulama al-Azhhar menolak sikap Syiah itu dan pada akhirnya usaha pendekatan itu pun bubar, kemudian muncul usaha pendekatan Sunni-Syiah secara perorangan. Dari Ahlussunnah, seperti Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Rasyid Ridha, Dyaikh Musthafa al-Siba’iy dan Syaikh Musa Jarullah.
Tapi semua usaha itu tidak berhasil. Dan kegagalan usaha pendekatan Sunni-Syiah itu berpunca pada keyakinan Syiah yang menganggap pendekatan itu sebagai jalan bagi mereka menyebarkan ajaran Syiah dikalangan masyarakat Sunni. Lebih jelas lagi, bisa dibaca dalam buku Mas”alah al-Taqrib Baina Ahl al-Sunnah Wa al-Syiah oleh Dr. Nashir Abdullah al-Qafary.
Sikap Ulama al-Azhar
Menurut sejarahnya, tidak ada akar keberadaan Syiah di Mesir. Sebab, penduduk Mesir berada di bawah kekuasaan khilafah Umawiyyah dan Abbasiyah. Pada masa khalifah Abbasiyah Abu JA’far al-Manshur (136-158H), pernah syiah Ismailiyah hendak menguasai negeri Mesir. Tapi pada akhirnya gagal karena mendapat perlawanan sengit dari penduduk Mesir yang tetap loyal kepada khilafah Abbasiyah. Sejarah terus berjalan, dan pada tahun 567 H, di bawah kekuasaan Shalahuddin al-Ayyubi, penduduk Mesir melakukan pengusiran semua penganut Syiah yang ada di Mesir. Lebih jelas lagi, bisa dilihat dalam buku Mishr Wa al-Syiah Baina Shara’ al-Madhi Wa Khathr al-Mustaqbal oleh Hamdi Ubaid.
Pada masa Grand Syaikh al-Azhar Jad al-Haq Ali Jad al-Haq (1982-1996), para ulama terkemuka al-Azhar mengeluarkan pernyataan penolakan terhadap Syiah dengan membeberkan kesesatan akidah Syiah. Diantaranya Ketua Komisi Fatwa al-Azzhar, Syaikh Athiah Shaqar. Menteri agama Mesir dan anggota Badan Riset al-Azhaar Syaikh Abdul Mun’im al-Nimir. Dan para guru besar di Al-azhar , seperti Syaikh Muhammad al-Khusu’iy, Syaikh Umar Abdul Aziz Qursyi, Syaikh Musthafa al-Dumairy, dan liannya.
Pada 19 April 20119, Grand Syaikh al-Azhar Muhammad Sayyid Thanthawi pula menghentikan kerjasama antara al-Azhar, Iran dan Hizbullah. Beliau juga melarang al-Azhar meneliti semua buku yang dikasi ulama Syiah Iran kepada al-Azhar.
Pada 24 September 2008, para ulama al-Azhar yang tergabung dalam Jabhah ‘ulama al-Azhar menyatakan, bahwa perbedaan antara Sunni dan Syiah (terutama Syiah Rafidhah, Nushairiyah dan Isma’iliyyah) adalah perbedaan pada pokok agama. Lalu Jabhah ‘Ulama al-Azhar menegaskan, Syiah dan Sunni itu saat ini merupakan dua agama, bukan satu agama. Wallahua’lam.
Dikutip dari Riau Pos Edisi Jumat, 4 Desember 2015 


Dewan Ulama Senior Saudi Sabtu lalu telah mengeluarkan kenyataan yang menjelaskan bahawa sesiapa yang menghina isteri-isteri Nabi Muhammad atau para sahabat Nabi maka dia merupakan "orang kafir". Mereka (Dewan Ulama) turut melarang menghina tokoh-tokoh umat Islam yang dimuliakan.
Kenyataan, ditandatangani oleh semua anggota dewan, dipimpin oleh kerajaan Mufti besar kerajaan Syaikh Abdul Aziz Al al-Syaikh, memperingatkan bahawa menghina isteri nabi atau sahabat nabi adalah serangan secara langsung terhadap Islam.

"Menghormati keluarga nabi dan sahabat nabi merupakan sebahagian dari Islam dan mereka yang tidak mematuhi ini maka dia bukanlah seorang muslim," Menurut kenyataan tersebut.

Kenyataan itu turut mengutip ayat-ayat dari Al-Quran yang menunjukkan kewajipan dalam menghormati isteri-isteri Nabi Muhammad saw.

Kerana terdapat beberapa ayat dalam Al-Quran yang menceritakan secara tidak langsung tentang isteri nabi ummul mukminin Aisyah, dan dirinya patut untuk dihormati dan "sesiapa pun yang menghina isteri nabi bermakna dia telah 
melanggar perintah al-Quran dan dengan demikian mereka telah menjadi orang kafir," menurut kenyataan itu.
Kenyataan itu menambahkan bahawa hal serupa berlaku untuk sahabat nabi kerana dekatnya mereka dengan Nabi Muhammad SAW dan wajib bagi umat Islam untuk menghormati para sahabat Nabi.
Pernyataan tersebut mengutip sebuah insiden ketika Nabi ditanya tentang perempuan yang paling dekat dalam hatinya dan baginda menjawab, Aisyah. Ketika ditanya tentang laki-laki yang terdekat, Nabi menjawab "Ayahnya (ayahnya Aisyah, Abu Bakar)."

Pernyataan dewan ulama senior Saudi ini datang setelah beberapa insiden di mana ulama Syi'ah semakin memperlihatkan kebiadapan mereka terhadap Aisyah dan sahabat nabi. Yang paling terakhir adalah kes ulama Syi'ah Yassir Habib yang mana status rakyat Kuwaitnya telah dicabut.

Pernyataan tersebut juga menunjuk Aisyah sebagai "Ummul Mukminin," kerana dirinya memiliki pengetahuan yang mendalam dalam urusan agama, dan dalam sejarah Aisyah ra dianggap sebagai salah seorang yang paling berpengetahuan di mana para sahabat nabi sering meminta nasihatnya.

"Jumlah hadits nabi yang disampaikan oleh Aisyah ra adalah yang terbesar di antara seluruh isteri nabi," kata pernyataan itu.

Pernyataan itu juga menyebutkan kejadian di mana Aisyah ra telah dituduh berzina sehingga turun beberapa ayat Al-Quran ke atas Nabi Muhammad untuk memastikan bahawa Aisyah ra tidak bersalah serta menetapkan aturan untuk membuktikan kes seperti itu, harus memiliki empat orang saksi.(fq/aby)

**************
Allah telah meridhai mereka. Sehingga, bila mencela mereka, berarti menunjukkan ketidak ridhaan kepada mereka. Demikian ini bertentangan dengan firman Allah :
لَّقَدْ رَضِىَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَافِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَة عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
Sungguh Allah telah meridhai kaum mukminin ketika mereka memba’iatmu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). [Al Fath:18].

Allah melaknatnya, sebagaimana dalam sabda Rasulullah :
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah.[8]
Larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Sa’id di atas.
Bahkan sudah menjadi kesepakatan Ahlu Sunnah Wal Jamaa’ah, sebagaimana dinyatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (13/34): ‘Ahlu Sunnah Wal Jama’ah telah bersepakat atas kewajiban tidak mencela seorangpun dari para sahabat.[9]
Mencela mereka berarti mencela saksi Al Qur’an dan Sunnah, dan dapat membawa pelakunya menjadi zindiq. 
Hal ini diungkapkan Imam Abu Zur’ah Ar Razi : ”Jika kamu melihat seseorang melecehkan seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Karena menurut kita, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah benar dan Al Qur’an benar. Sedangkan yang menyampaikan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita adalah para sahabat. Mereka hanya ingin mencela para saksi kita untuk menghancurkan Al Qur’an dan Sunnah. Celaan kepada mereka (para pencela) lebih pantas, dan mereka adalah zindiq”. [11]

Mendapatkan laknat Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah.[13]
Menuduh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jelek, karena memiliki sahabat yang berhak dicela, sebagaimana diungkapkan Imam Malik : “Mereka kaum yang jelek, ingin mencela Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun tidak bisa. Lalu mereka mencela para sahabat Beliau sampai dikatakan “orang jelek tentu memiliki sahabat yang jelek pula”. [14] 
Orang yang mencela sahabat karena keyakinannya akan kekafiran sahabat, maka berdasarkanIjma’, ia adalah kafir dan dihukumi dengan hukum bunuh. Karena ia telah mengingkari sesuatu yang secara pasti telah diakui dalam agama, yaitu Ijma’ umat Islam tentang keimanan para sahabat.[17]
Syaikhul Islam berkata: “Adapun orang yang melakukan hal itu (yaitu sekedar mencela, Pen)) sampai menganggap para sahabat telah murtad setelah Rasulullah n kecuali sejumlah kecil tidak sampai belasan orang, atau menganggap para sahabat seluruhnya fasiq; maka tidak diragukan lagi kekafirannya. Karena ia telah mendustakan nash Al Qur’an yang banyak berisi keridhaan dan pujian kepada mereka. Bahkan orang yang ragu tentang kekafiran yang seperti ini, maka kekafirannya itu pasti”.[18]
Orang yang mencela sahabat seluruhnya dengan keyakinan, bahwa mereka seluruhnya fasiq. Maka orang ini dihukumi kufur, sebagaimana disampaikan Ibnu Taimiyah di atas.
Orang yang mencela sahabat dengan keyakinan, bahwa mencela mereka itu merupakan pendekatan diri (taqarub) kepada Allah. Sikap ini merupakan natijah (akibat) dari kebencian mereka terhadap sahabat, dan tentu ini adalah sebagai konsekwensi dari keyakinan mereka tentang kefasikan sahabat. Tentu hal itu adalah kufur dan keluar dari Islam.
Imam Thahawi mengatakan: “Benci terhadap sahabat adalah kufur, nifaq dan melampaui batas”.
Imam Malik mengatakan: “Barangsiapa yang bangun pagi, sedangkan di dalam hatinya ada kebencian terhadap salah seorang sahabat, berarti ia terkena ayat Al Qur’an, yakni firman Allah Ta’ala:
لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). [Al Fath :29]. [19]
Hukum mencela isteri-isteri Nabi. [21] 
Adapun orang yang mencela isteri-isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ; maka barangsiapa yang menuduh ‘Aisyah dengan apa yang telah Allah lepaskan dirinya dari tuduhan tersebut, maka ia telah kafir. Lebih dari seorang ulama telah menyampaikan Ijma’ ini. Sedangkan orang yang mencela selain beliau dari kalangan para isteri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka terdapat dua pendapat. 

Pertama, Menyatakan ia seperti mencela salah seorang sahabat. 
Kedua, Menyatakan bahwa menuduh seseorang dari Ummahat Al Mukminin sama dengan (hukum) menuduh ‘Aisyah. Dan inilah yang benar. 

Oleh karena itu, berhati-hatilah, wahai kaum Muslimin. Hendaklah kita memelihara lisan kita dari mencela ataupun berdusta atas nama sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. 
Mudah-mudahan bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VIII/1425H/2004. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Footnote
[8]. Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah, no. 1001, hlm. 2/469 dan dihasankan Al Albani dalam Dzilalil Jannah Fi Takhrij As Sunnah, 2/469. Lihat kitab As Sunnah, karya Ibnu Abi ‘Ashim dengan Dzilal Al Jannah, karya Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan ketiga, Tahun 1413 H, Al Maktab Al Islami, Bairut.
[9]. Dinukil dari kitab Min Aqwal Al Munshifin Fi Ash Shahabat Al Khalifah Mu’awiyah, karya Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al ‘Abad, Cetakan pertama, Tahun 1416 H, Markas Syu’un Ad Dakwah, Al Jami’ah Al Islamiyah, Madinah, hlm. 13.
[11]. Ibid.
[12]. Lihat Mukhtashar Ash Sharim Al Mashlul ‘Ala Syatim Ar Rasul, karya Ibnu Taimiyah oleh Muhammad bin ‘Ali Al Ba’li, Tahqiq ‘Ali bin Muhammad Al Imran, Cetakan pertama, Tahun 1422 H, Dar ‘Alam Al Fawaid, Makkah, hlm. 121.
[13]. Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah, no. 1001, hlm. 2/469, dan dihasankan Al Albani dalam Dzilalil Jannah Fi Takhrij As Sunnah, 2/469. Lihat kitab As Sunnah, karya Ibnu Abi ‘Ashim dengan Dzilal Al Jannah, karya Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan ketiga, Tahun 1413 H, Al Maktab Al Islami, Bairut.
[14]. Mukhtashar Ash Sharim Al Maslul, op.cit. hlm. 122.
[17]. Lihat Majalah As Sunnah, Edisi 12/1/1415-1995, hlm. 23, menukil dari Majalah Al Furqan, Edisi 54 Tahun IV Rabi’ul Akhir 1415 H/ Oktober 1994. 
[18]. Ash Sharim Al Maslul, op.cit. hlm. 586-587.
[19]. As Sunnah, Edisi 12/I/1415-1995, hlm. 23-24.
[21]. Masalah ini diterjemahkan dari Mukhtashar Ash Sharim Al Maslul, op.cit. hlm. 116
Cuplikan dari sumber :


Hal itu karena mereka adalah perantara yang menyampaikan al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada kita. Kalau seandainya mereka dicela maka pada dasarnya al-Qur’an dan hadits pun tercela. Semoga Allah merahmati al-Imam Abu Zur’ah yang telah mengatakan:
إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ n فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيْقٌ ، وَذَلِكَ أَنَّ الرَّسُوْلَ n عِنْدَنَا حَقٌّ وَالْقُرْآنَ حَقٌّ ، وَإِنَّمَا أَدَّى إِلَيْنَا هَذَا الْقُرْآنَ وَالسُّنَنَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ n ، وَإِنَّمَا يُرِيْدُوْنَ أَنْ يَجْرَحُوْا شُهُوْدَنَا لِيُبْطِلُوْا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ ، وَالْجَرْحُ بِهِمْ أَوْلَى وَهُمْ زَنَادِقَةٌ.
Apabila engkau mendapati orang yang mencela salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka ketahuilah bahwa dia adalah seorang zindik (munafik). Hal itu karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah benar dan al-Qur’an juga benar menurut (prinsip) kita. Dan orang yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan para pencela para saksi kita (Sahabat) hanyalah bertujuan untuk menghancurkan al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah. Mencela mereka lebih pantas. Mereka adalah orang-orang zindik.”[36]
Subhanallah! Betapa kotornya tujuan yang mereka pendam di balik upaya celaan mereka kepada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam! Akankah masih ada yang menganggap bahwa masalah ini hanyalah sepele belaka?! Anda bisa bayangkan, kalau satu Sahabat saja seperti Abu HurairahRadhiallahu ‘Anhu dicela, entah berapa hadits yang akan tertolak[37]?! Lantas, bagaimana jika kebanyakan sahabat NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam lainnya juga?! Pikirkanlah!

Syi’ah Memusuhi Sahabat[24]
Ni’matullah al-Jazairi (ulama Syi’ah) berkata, “Bahwa Sayyidina Abu Bakr dan Sayyidina Umar tidak pernah beriman kepada Rasulullah sampai akhir hayatnya.”[25] Tak puas sampai di situ, ia juga memfitnah Abu Bakr; dia katakan, “Telah berbuat syirik dengan memakai kalung berhala saat salat di belakang Nabi dan bersujud untuknya.”[26]
Ulama Syi’ah lainnya, al-Kulaini, mengatakan bahwa seluruh sahabat itu murtad setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamwafat, kecuali tiga orang: al-Miqdad ibn al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi. Sementara al-Iyasyi dalam Tafsir-nya, dan al-Majlisi dalam Bihar al-Anwar, menyatakan bahwa meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena telah diracuni oleh Aisyah dan Hafshah.[27]
Dalam Kitab ath-Thaharah, pemimpin revolusi Iran, al-Khumaini (Khomeini, Red.) menyatakan bahwa Aisyah, Thalhah, az-Zubair, Mu’awiyah, dan orang-orang sejenisnya meskipun secara lahiriah tidak najis, mereka lebih buruk dan menjijikkan daripada anjing dan babi.[28]
Sebagai bentuk taqarrub, tidak sedikit kitab Syi’ah yang mengemas pelaknatan Sahabat dalam bentuk do’a. Salah satunya adalah “Do’a Dua Berhala Quraisy” dalam kitab al-Mishbah yang ditulis oleh Syaikh al-Kaf’ami. Do’a yang ditujukan melaknat Abu Bakr dan Umar ini diyakini memiliki derajat yang tinggi dan merupakan dzikir yang mulia. Bahkan disebutkan pahalanya, jika dibaca saat sujud syukur, seperti pemanah yang menyertai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallampada Perang Badar, Uhud, dan Hunain dengan satu juta anak panah.[29]
Di Indonesia, berbagai publikasi Syi’ah telah memfitnah, menjelek-jelekkan, melaknat, dan bahkan mengafirkan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antaranya:
–Menyebut Abu Bakr dan Umar sebagai Iblis (Abbas Rais Kermani, Kecuali Ali. Al-Huda 2009, hlm. 648–649)
–Menyamakan Abu Hurairah dengan Paulus yang telah mengubah teologi Kristen (Antologi Islam; Risalah Islam Tematis dari Keluarga Nabi. Al-Huda 2012, hlm. 648–649)
–Melecehkan dan memfitnah Sayyidah Aisyah tidak pantas menjadi Ummulmukminin (Ibid hlm. 59–60, 67–69)
–   “Syi’ah melaknat orang yang dilaknat Fatimah.” (Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syi’ah. Bandung: IJABI. Editor Jalaluddin Rakhmat, cet. ke-2, 2009, hlm. 90)
–Dan yang dilaknat Fatimah adalah Abu Bakr dan Umar (Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi. Depok: Pustaka IIMaN, 2008. Dalam footnote hlm. 404–405 dengan mengutip riwayat kitab al-Imamah was Siyasah)
–Jalaluddin Rakhmat menulis dalam bukunya: “Berdasarkan riwayat dalam kitab al-Ansab karya Mash’ab al-Zubairi, disimpulkan bahwa Ruqoyyah dan Ummu Kultsum, istri Khalifah Utsman, bukan putri Nabi Muhammad.” (Pengantar Studi Kritis Tarikh Nabi, Muthohhari Press, hlm. 164–165. Manusia Pilihan yang Disucikan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008, hlm. 164)
–“Para sahabat suka membantah perintah Nabi.” (Jalaluddin Rakhmat. Sahabat Dalam Timbangan Al-Qur’an, Sunnah dan Ilmu Pengetahuan. Pps UIN Alauddin 2009, hlm. 7)
–“Para sahabat merobah-robah agama.” (Artikel dalam Buletin al Tanwir i Yayasan Muthahhari Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H. Hal. 3)
– “Para sahabat murtad.” (Ibid hlm. 4)
–“Tragedi Karbala merupakan gabungan dari pengkhianatan sahabat dan kedhaliman musuh (Bani Umayyah).” (Jalaluddin Rakhmat. Meraih Cinta Ilahi. Depok: Pustaka IIMaN, 2008 hal. 493)
–“Aisyah memprovokasi khalayak dengan memerintahkan mereka agar membunuh Utsman bin Affan”. (Syarafuddin al-Musawi, Dialog Sunnah-Syiah, cet MIZAN 1983, hal. 357)
– “Aisyah, Thalhah dan sahabat-sahabat yang satu aliran dengan mereka memerangi Imam Ali as. Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Utsman.” (Emilia Renita, 40 Masalah Syi’ah, editor Jalaluddin Rakhmat, IJABI 2009, hlm. 83)
Semua itu adalah tuduhan dusta dan fitnah yang sangat keji kepada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berdasarkan imajinasi dan cerita-cerita bohong, bentuk penodaan terhadap agama dan sejarah Islam, serta bentuk penodaan terhadap citra Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Aneh bukan, mereka menjuluki para sahabat NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kejelekan padahal kaum Yahudi dan Nasrani saja menjuluki para sahabat nabi mereka dengan sebaik-baik manusia?! Bukankah ini menunjukkan bahwa Syi’ah lebih parah daripada Yahudi dan Nasrani dalam hal ini?! Al-Imam asy-Sya’bi pernah mengatakan:
“Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan Syi’ah. Bila dikatakan kepada kaum Yahudi: ‘Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Para sahabat Nabi Musa.’ Dan bila dikatakan kepada kaum Nasrani: ‘Siapakah orang terbaik dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Para sahabat dan pembela Isa.’ Namun, tatkala ditanyakan kepada kaum Rafidhah (Syi’ah): ‘Siapakah yang terjelek dari penganut agamamu?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Para sahabat Nabi Muhammad.’”
Dan perhatikanlah nukilan-nukilan di atas, niscaya Anda akan mendapati bahwa nukilan tersebut dilontarkan oleh para penganut Syi’ah zaman dahulu, tokoh revolusi Iran abad ini, bahkan para penyebar paham Syi’ah di Indonesia sekarang. Lantas, akankah ada yang mengatakan bahwa mencela Sahabat hanya terjadi pada zaman dahulu saja?
Hubungan Sahabat Dengan Ahli Bait
Kaum Syi’ah telah menyembunyikan trik licik mereka dalam mencela para Sahabat dengan berlindung di bawah kedok membela Ahli Bait. Mereka menyangka dan menggambarkan bahwa hubungan antara Sahabat dengan Ahli Bait adalah saling memusuhi, padahal semua itu hanyalah bualan kaum Syi’ah semata dan omong kosong mereka saja.
Fakta membuktikan bahwa hubungan antara mereka adalah saling mencintai dan menghormati. Di antara buktinya, bahwa para Ahli Bait menamai keturunan mereka dengan nama para Sahabat seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Aisyah yang notabene dikafirkan dan dilaknat oleh Syi’ah.
Lebih daripada itu, mereka menjalin ikatan tali pernikahan antara Sahabat dengan Ahli Bait, bahkan dengan keluarga Abu Bakr, Umar, dan Mu’awiyah Radhiallahu ‘Anhum yang juga notabene dikafirkan kaum Syi’ah. Bukankah Umar ibn al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu menikah dengan Ummu Kultsum binti Ali ibn Abi Thalib?! Sungguh, banyak sekali fakta dan catatan sejarah tentang hal itu semua.
Al-Imam asy-Syaukani telah menyingkap masalah ini dalam risalahnya yang berjudul Irsyadu al-Ghabii ila Madz·habi Ahli Baiti fi Shahbi Nabi[30] sebagai pembelaan terhadap kehormatan Sahabat dan penjelasan bahwa mencela Sahabat bukanlah ajaran Ahli Bait, bahkan mereka telah bersepakat melarangnya, sebagaimana telah shahih dari tiga belas jalur.[31]
Alangkah bagusnya ucapan al-Imam Manshur Billah Abdullah ibn Hamzah (salah seorang Ahli Bait), “Barangsiapa menyangka bahwa salah seorang bapak kami mencela Sahabat maka dia pendusta.” Dan sungguh fakta membuktikan bahwa setiap orang yang mencela Sahabat dan memusuhi mereka, maka dia tidak bahagia agama dan dunianya.[32]
Dengan ini, Anda dapat mengetahui betapa liciknya kaum Syi’ah yang berdusta dengan kedok Ahli Bait. Namun, hal itu tidaklah mengherankan karena Syi’ah memang sangat lihai dalam berdusta. Al-Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’alapernah mengatakan:
لَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ أَشْهَدَ باِلزُّوْرِ مِنَ الرَّافِضَةِ
“Saya tidak mendapati seorang pun dari pengekor hawa nafsu yang lebih pendusta daripada kaum Rafidhah.”[33]
Salah seorang ulama lainnya menyifati sekte Syi’ah: “Mereka adalah manusia paling pendusta dalam hal riwayat dan paling bodoh dalam hal logika.”
Membalas dendam atas runtuhnya Dinasti Majusi
Oleh karenanya, tak heran jika kaum Syi’ah begitu mengagungkan eksekutor pembunuhan Umar ibn al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu dan mengultuskannya yaitu Abu Lu’lu’ah Fairuz al-Majusi yang telah melampiaskan dendam kesumatnya dengan menikam Khalifah Umar ibn al-KhaththabRadhiallahu ‘Anhu dengan pisau beracun saat salat Subuh dengan beberapa kali tikaman. Atas dasar itu, Abu Lu’lu’ah al-Majusi dikaruniai penghargaan besar oleh Syi’ah dengan:
1.  Syi’ah meyakini bahwa Abu Lu’lu’ah al-Majusi dikubur di Iran dan mereka membangun kuburannya dan menjadikannya sebagai tempat yang bersejarah.
2.  Hari keberhasilan Abu Lu’lu’ah al-Majusi melampiaskan dendamnya kepada Umar Radhiallahu ‘Anhu ditetapkan sebagai hari besar. Hari raya itu disebut dengan hari raya Idul Akbar.
Demikianlah paparan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tentang para Sahabat Radhiallahu ‘Anhum dan bagaimana kejamnya kaum Syi’ah terhadap para SahabatRadhiallahu ‘Anhum. Semoga hal ini menjadikan kita selalu mewaspadai pemikiran-pemikiran sesat Syi’ah yang menyebar pada zaman sekarang.
Disusun oleh al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi


[24] Dinukil dari buku panduan Majelis Ulama Indonesia “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia” oleh Tim Penulis MUI Pusat hlm. 55–57.
[25] Al-Anwar an-Nu’maniyyah 1/53
[26] Ibid. 1/45
[27] Tafsir al-’Iyasyi 1/342, Biharu al-Anwar 22/516, Hayatul Qulub oleh al-Majlisi 2/700.
[28] Kitab Thaharah 3/457 oleh al-Khumaini
[29] Al-Mishbah fi al-Ad’iyah wa Shalawat wa Ziyarat hlm. 658–662
[30] Telah tercetak dengan tahqiq Syaikhuna Masyhur ibn Hasan Salman, Dar al-Manar, 1413 H
[31] Ibid. hlm. 50
[32] Wablu al-Ghamam wa Syifa’u al-Awam hlm. 139 karya asy-Syaukani
[33] Adab asy-Syafi’i hlm. 187–189 oleh Ibn Abi Hatim
[34] Disadur dengan sedikit penyesuaian dari buku Air Mata Buaya Penganut Syi’ah hlm. 176–186 cet. Rumah Ilmu oleh Dr. Muhammad Arifin Badri.
[35] As-Sunnah oleh al-Khallal 2/478
[36] Al-Kifayah fi ’Ilmi Riwayah hlm. 48 oleh al-Khathib al-Baghdadi
[37] Al-Imam Ibn Hazm menegaskan dalam Jawami’ Sirah: 275 bahwa Abu Hurairah a\ meriwayatkan sebanyak 5.374 hadits. Demikian juga Ibn al-Jauzi dalam Talqih Fuhum Ahli Atsar: 183 dan adz-Dzahabi dalam Siyar 2/632. Dr. Muhammad Dhiya’ Rahman al-A’zhami telah mengumpulkan riwayat-riwayat Abu Hurairah a\ dalam Musnad al-Imam Ahmad dan Kutub Sittah, beliau dapat mencapai 1.336 hadits saja. Lihat Abu Hurairah fi Dhau’i Marwiyyatihi hlm. 76. (Dinukil dari Syarh Bulugh al-Maram al-Audah 1/275)
[38] Manaqib al-Imam asy-Syafi’i hlm. 120 oleh al-Aburri danManaqib asy-Syafi’i 1/441 oleh al-Baihaqi.
Cuplikan dari sumber :

Ustadz Anung Al-Hamat: Sejak Dulu Al Azhar Mesir Berpaham Ahlussunnah dan Menolak Syiah

Wakil Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) DKI Jakarta, Ustadz Anung Al-Hamat yakin bahwa Al-Azhar Mesir, tempat dia pernah berkuliah, adalah bermadzhab Ahlussunnah dan menolak paham Syiah.
Hal ini disampaikan Ustadz Anung menanggapi pernyataan Grand Syaikh Al-Azhar Syaikh Ahmad Muhammad Ahmad At-Thayyib saat berkunjung ke kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) beberapa saat lalu, yang diplintir oleh beberapa media. Sehingga, pernyataan syaikh terkesan mendukung syiah.
“Al-Azhar itu kan dari sisi kurikulum sudah ditetapkan adalah Ahlussunnah, dan itu perombakan yang dulunya pada Dinasti Fatimiyah, sudah dikikis habis. Dikembalikan kepada paham Ahlussunnah,” ungkap Ustadz Anung saat ditemui Voa-Islam di Kampus Dakwah Mohammad Natsir, Tambun Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (27/2/2016).
Dari dulu hingga saat ini, Al-Azhar menurut Annung tidak ada perubahan terhadap penolakan terhadap Syiah. “Saya melihat tidak ada perubahan dan fakta yang lain. Kan Mesir termasuk salah-satu negara yang pro dengan koalisi Arab Saudi,” ungkap Ustadz Anung.
Selanjutnya, Ustadz Anung mengungkapkan, jika memang ada khirrij (alumni) Al-Azhar yang kemudian menjadi Syiah atau pun membela Syiah, hal tersebut terlepas dari Al-Azhar.
Selain itu, dia juga bercerita saat masih menjadi mahasiswa di sana, paham Syiah ingin dimasukan dalam kurikulum Al-Azhar. Hal tersebut atas permintaan pemerintah Iran. Namun kata dia, Al-Azhar dan Mesir menolak.
“Al-Azhar itu di tahun 1999, atas nama pemerintah Mesir dan atas nama Al-Azhar, Doktor Farhat (Wakil Menteri dalam Negeri pada saat itu) dengan timnya berkunjung ke Iran ke Qum. Karena pihak iran meminta agar ajaran Syiah itu dimasukan ke kurikulum Al-Azhar. Nah beliau berpidato di hadapan mahasiswa termasuk saya hadir, beliau menyatakan bahwasanya Syiah tidak bisa masuk ke kurikulum Al-Azhar,” cerita Ustadz Anung.* [Nizar/Syaf/voa-islam.com]