Oleh: Hj. Irena Handono (Mantan
Biarawati)
April Mop merupakan budaya Barat yang
dikenal dengan The April’s Fool Day. Pada 1 April itu, orang boleh dan sah-sah
saja menipu teman, orang tua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak
boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April
Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga
akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan, dengan
mengatakan, “April Mop!”.
Namun banyak umat Islam yang ikut-ikutan
merayakan April Mop ini tidak mengetahui, bahwa April Mop, atau The April’s
Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M,
atau bertepatan dengan 892 H.
Saat itu terjadi pembantaian ribuan umat Islam
di Granada Spanyol di depan pelabuhan. Dengan tipuan akan diberangkatkan ke
keluar Andalusia dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Ratu Isabella, Muslim
Andalusia malah dikonsentrasikan dan dengan mudah dibantai habis dalam waktu
sangat singkat oleh ratusan pasukan salib yang mengelilingi dari segala
penjuru.
Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan
tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan.
Mereka kebanyakan terdiri atas para perempuan dengan anak-anaknya yang masih
kecil-kecil. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di
pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut
yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.
Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari
kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat
cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara
melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan
atau keisengan belaka.
Itulah akhir dari kejayaan Islam di
Andalusia. Sebuah peradaban Islam yang dimulai dari perjuangan Tariq Bin Ziyad
pada tahun 711 M dan berakhir pada 1487 M. Selama tujuh abad lebih peradaban
ini telah menyumbangkan kepada dunia, kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan,
kebudayaan serta aspek-aspek ke-islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan
sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya
setelah Konstantinopel dan Bagdad.
Namun ada sebuah kisah yang sangat memilukan.
Pada 2 Januari 1492, kardinal Devider memasang salib di atas Istana Hamra;
istana kerajaan Nashiriyah di Spanyol. Tujuannya sebagai bentuk proklamasi atas
berakhirnya pemerintahan Islam di Spanyol.
Kaum Muslimin dilarang menganut Islam, dan
dipaksa untuk murtad. Begitu juga mereka tidak boleh menggunakan bahasa Arab,
siapa yang menentang perintah itu akan dibakar hidup hidup setelah disiksa
dengan berbagai cara. Gereja di masa pemerintahan monarki Raja Ferdianand dan Isabella
membuat Dewan Mahkamah Luar Biasa atau yang dikenal dengan Lembaga Inkuisi
sebuah lembaga peradilan yang bertugas untuk menghabisi siapa saja orang-orang
di luar Katholik. Lembaga ini kemudian bermetamorfosa menjadi Opus Dei.
Empat abad setelah jatuhnya Islam di Spanyol,
Napoleon Bonaparte pada 1808 mengeluarkan instruksi untuk menghapuskan Dewan
Mahkamah Luar Biasa tersebut. Dan di sinilah kisah ini berawal. Ditulis oleh
Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam bukunya At Ta’asub Wat Tasamuh (hal 311-318).
Tentara Prancis menemukan tempat sidang Dewan
Mahkamah Luar Biasa itu di sebuah ruang rahasia di dalam gereja. Di sana ada
alat alat penyiksaan seperti alat pematah tulang dan alat pengoyak badan. Alat
ini untuk membelah tubuh manusia. Ditemukan pula satu peti sebesar kepala
manusia. Di situlah diletakkan kepala orang yang hendak disiksa. Satu lagi alat
penyiksaan ialah satu kotak yang dipasang mata pisau yang tajam. Mereka
campakkan orang orang muda ke dalam kotak ini, bila dihempaskan pintu maka terkoyaklah
badan yang disiksa tersebut.
Di samping itu ada mata kail yang menusuk lidah
dan tersentak keluar, dan ada pula yang disangkutkan ke payudara wanita, lalu
ditarik dengan kuat sehingga payudara tersebut terkoyak dan putus karena
tajamnya benda benda tersebut. Nasib wanita dalam siksaan ini sama saja dengan
nasib laki laki, mereka ditelanjangi dan tak terhindar dari siksaan.
Inilah jawaban untuk kita, mengapa saat ini,
kita tidak menemukan bekas-bekas peradaban Islam yang masih hidup di Spanyol.
Seolah-olah tersapu bersih, sebersih-bersihnya. Inilah balasan Barat terhadap
Muslim.
Otoritas Gereja Katolik
Sepakat Kembalikan Nama Masjid Katedral
Ahad 24 Jamadilakhir
1437 / 3 April 2016 23:55
OTORITAS
Gereja Katolik di kota Spanyol Selatan, Cordoba sepakat mengembalikan nama
situs sejarah islam Masjid Katedral dan menghapus nama sebelumnya yang disebut
“The Cordoba Katedral.”
Dilansir Arab News, Ahad (3/4/16), Keputusan itu disambut
baik oleh kelompok pro Masjid Katedral yang mengeluhkan kebijakan gereja dengan
mengganti nama Masjid Katedral menjadi The Cordoba Katedral di pamflet dan
tiket. Hal itu membuat menghapuskan wisatawan bingung tentang kebenaran masa
Islam di sana.
Asosiasi gereja yang menjalankan situs masjid
tersebut mengatakan, setelah dilakukan studi dan untuk kepentingan pariwisata,
maka monumen masjid sekarang akan disebut dengan Kompleks Masjid Katedral
Monument.
Masjid ini dibangun setelah invasi Moor dari Spanyol
pada abad ke-8, tetapi berubah menjadi katedral di abad ke-13. [iwm/islampos]