Syaikh Ibnu Al Utsaimin:
"menyebarkan masalah politik di kalangan orang awam dan di
majelis-majelis, ini menyelisihi pentunjuk salafus shalih"
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin
Soal:
Banyak majelis yang membicarakan
masalah politik di dalamnya. Ketika mereka dinasehati agar tidak melakukan
demikian, mereka mengatakan: “politik itu bagian dari agama“. Bahkan terkadang
mereka terjatuh dalam perbuatan ghibah. Dan yang membedakan majelis mereka
(dengan majelis politik lainnya) adalah di dalamnya terdapat dzikrullah.
Bagaimana pendapat anda mengenai orang yang duduk dalam majelis tersebut?
Jawab:
Saya berpandangan bahwa berbicara
mengenai politik di halaman masyarakat awam itu adalah sebuah kesalahan. Karena
politik itu ada orang-orang khusus yang kompeten membahasnya. Yaitu orang-orang
yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan. Adapun menyebarkan masalah politik
di kalangan orang awam dan di majelis-majelis, ini menyelisihi petunjuk salafus
shalih. Tidak pernah Umar bin Khathab, dan juga khalifah sebelum beliau yaitu
Abu Bakar radhiallahu’anhum, membahas masalah politik di hadapan masyarakat
banyak, yang pembahasan tersebut diikuti oleh orang kecil, orang besar, orang
pandai dan orang bodoh. Sama sekali tidak pernah! Dan tidak mungkin menjalankan
politik dengan cara demikian. Politik itu memiliki orang-orang khusus yang
berpengalaman di dalamnya, yang memahami masalah dan mereka dikenal
kompetensinya. Mereka juga memiliki hubungan dengan luar negeri, juga dalam
negeri, yang wawasan seperti ini tidak diketahui kebanyakan orang.
Tidak semestinya para pemuda, dan
juga yang selain para pemuda, mencurahkan dan menyia-nyiakan waktu mereka dalam
al qiil wal qaal (baca: isu-isu politik) seperti ini, yang tidak faidahnya sama
sekali. Dalam masalah politik, terkadang suatu action dari seseorang (dari
pejabat, atau pemerintah, red.) itu tampak salah bagi kita namun bagi dia
itulah action yang benar. Karena ia mengetahui apa yang kita tidak ketahui. Dan
perkara yang demikian ini nyata dan fakta.
Dan orang-orang yang gemar
membicarakan politik umumnya mereka menyimpulkan sesuatu dari sumber berita
yang tidak ada asalnya dan tidak ada faktanya. Melainkan sekedar waham
(imajinasi) yang pikiran mereka, kemudian mereka membangun pendapat dan
pembicaraan di atasnya. Sehingga mereka pun mengikuti sesuatu dengan tanpa
ilmu. Allah Ta’ala berfirman:
{وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً}
“Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya” (QS. Al Isra: 36).
Adapun mengenai
bermajelis dengan mereka, jika memang majelis mereka isinya adalah dzikrullah,
maka silakan bermajelis dengan mereka. Namun jika mereka mulai membicarakan
masalah ini (politik) yang tidak ada faidah di dalamnya, maka yang pertama
dilakukan adalah menasehati mereka. Jika mereka mau mendengar nasehat, inilah
yang diharapkan. Jika tidak, maka tinggalkan mereka.
Kemudian juga jika
kehadiranmu dalam majelis mereka yang diklaim sebagai majelis dzikir, bisa
membuat mereka tertipu dengan diri mereka sendiri atau bisa membuat orang-orang
lain tertipu, sehingga dikatakan: “kalau majelis ini tidak baik, tentu si Fulan
dan si Fulan tidak akan menghadirinya”, maka janganlah menghadiri majelis
tersebut walaupun tujuanmu untuk menghadiri majelis dzikir. Karena pintu-pintu
dzikir itu banyak walhamdulillah.
********
Teks fatwa:
أنا رأيي: أن الكلام
في السياسة في عامة الناس خطأ؛ لأن السياسة لها رجال وأقوام، رجالها ذوو السلطة
والحكم، أما أن تكون السياسة منثورة بين أيدي العوام وفي المجالس، فهذا خلاف هدي
السلف الصالح، فما كان عمر بن الخطاب ومن قبله كـ أبي بكر رضي الله عنهما يبثون سياستهم
في مجامع الناس يذوقها الصغير والكبير والسفيه والعاقل، أبداً! ولا يمكن أن تكون
السياسة هكذا، السياسة لها أقوام متمرسون فيها يعرفونها ويعرفون مداخلها، ولهم
اتصال بالخارج، واتصال بالداخل، لا يعرفه كثير من الناس.
ولا ينبغي للشباب
وغير الشباب أن يمضوا أوقاتهم ويضيعوها في مثل هذا القيل والقال الذي لا فائدة
منه، ثم إنه قد يبدو لنا مثلاً أن صنيع واحد من الناس خطأ وقد يكون الصواب معه؛
لأنه يعلم من الأمور ما لا نعلم نحن، وهذا شيء مشاهد مجرب، وغالب الذين يتكلمون
بالسياسة إنما يستنتجونها من أشياء لا أصل لها ولا حقيقة لها، وإنما هي أوهام
يتوهمونها ثم يبنون عليها ما يتكلمون به، فيقفون ما ليس لهم به علم، وقد قال الله
تعالى: {وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً} [الإسراء:36] .
أما الجلوس معهم فما
داموا على ذكر فاجلس معهم، وإذا قاموا يخوضون هذا الخوض الذي لا فائدة فيه فانصحهم
أولاً، فإن اهتدوا فهذا هو المطلوب، وإلا ففارقهم، ثم إذا كان حضورك مجالسهم التي
للذكر يؤدي إلى أن يغتروا بأنفسهم أو أن يغتر بمجيئك إليهم غيرهم فيقال: لولا أن
هؤلاء على خير ما جاء إليهم فلان ولا فلان، فلا تأتي إليهم أيضاً حتى للذكر؛ لأن
أبواب الذكر -والحمد لله- كثيرة.
Sumber: rekaman Liqaa
Baabil Maftuh, no.96, dari laman: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=129921
Penerjemah: Yulian
Purnama
Artikel Muslim.or.id