Judul: Kesedihan para sahabat atas
upaya kudeta terhadap Najasyi Raja Habasyah serta kegembiraan mereka atas
pertolongan Allah bagi beliau atas para pengkhianat.
Sumber: "Al Lu'lu' Al Maknun fi Sirah An
Nabi Al Ma'mun".
Penulis: Musa Al 'Azimi.
Ummu Salamah radhiallahu anha berkata:
"...demi Allah, kami atas demikian (sangat sedih) saat terjadi pada
Najasyi gerakan yang ingin kudeta dirinya dari kekuasaan. Demi Allah, sedikit
pun kami tidak pernah merasa sedih yang mendalam melebihi kesedihan kami
terhadap peristiwa itu. Sungguh, kami khawatir jangan sampai berjaya laki-laki
pengkudeta atas Najasyi, lalu memimpin seorang yang tidak mengetahui hak kami
sebagaimana yang diketahui Najasyi...".
Saat kedua (pasukan, Najasyi dan
Pemberontak) berhadapan di pinggir sungai nil, maka para sahabat Rasulullah SAW
berkata: "Siapa yang bersedia keluar dan melihat pertempuran kaum itu dan
datang membawakan kabar kepada kami?".
Al Zubair bin Awwam ra berkata: "Saya
siap". Saat itu beliau yang paling muda umurnya.
Orang-orang lalu meniupkan tempat air
(terbuat dari kulit) untuknya dan meletakkan di dadanya. Setelah bertasbih, Al
Zubair keluar hingga mencapai pinggir sungai, tempat bertemunya pasukan.
Ummu Salamah melanjutkan: "Maka kami
pun berdo'a kepada Allah Ta'ala agar Najasyi menang atas musuhnya serta
mengokohkan posisinya di dalam negeri".
Ummu Salamah berkata lagi: "Kemudian
Az Zubair datang bergegas mengangkat pakaiannya seraya berseru:
"Bergembiralah! Sungguh Najasyi telah menang, Allah membinasakan musuhnya,
serta menegakkan posisinya di dalam negeri".
Ummu Salamah mengakhiri: "Demi Allah,
kami tidak tahu sedikit pun kegembiraan yang paling besar seperti kegembiraan
saat itu". (Rappung Samuddin)
***
[PROLOG & EPILOG NAJASYI]
Pada saat yang sama -dengan naiknya
An-Najasyi menjadi raja menduduki tahta di Habasyah (Afrika, Ethiopia)- di
tempat lain -di Jazirah Arab- Allah mengutus nabi-Nya Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam untuk membawa agama yang penuh hidayah, petunjuk dan kebenaran,
satu-persatu para sahabat pertama memeluk agama ini.
Orang-orang Quraisy mulai mengganggu dan
menganiaya mereka. Ketika Mekah sudah terasa sesak bagi kaum muslimin karena
gencarnya tekanan-tekanan musyrikin Quraisy, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memerintahkan mereka hijrah ke Habasyah.
"Sesungguhnya di Habasyah ada seorang
raja yang tidak suka berlaku zalim terhadap sesama. Pergilah kalian kesana dan
berlindunglah di dalam pemerintahannya sampai Allah subhanahu wa ta'ala memberikan
jalan keluar dan membebaskan kalian dari kesulitan ini."
Maka, pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian
(Tahun 615 M), 12 orang laki-laki dan empat orang wanita yang dipimpin Utsman
bin Affan bertolak ke negeri Habasyah. Rombongan muhajirin pertama dalam Islam.
Disusul rombongan kedua terdiri 83 laki-laki dan 18 wanita yang dipimpin
Ja'afar ibn Abi Thalib. Di negeri baru itu, mereka mendapat ketenangan dan rasa
aman. Mereka bebas menikmati manisnya takwa dan ibadah tanpa gangguan.
Akan tetapi pihak Quraisy tidak tinggal
diam. Mereka mendatangi Habasyah, menyuap para pembesar dan pendeta, menebarkan
opini bahwa Kaum Muslimin yang hijrah ke Habasyah adalah para pengacau, pemecah
persatuan, membawa ajaran baru dan merendahkan nenek moyang.
Namun Raja Najasyi bersikukuh.
"Kalian (kuam muslimin) boleh tinggal
dengan aman di negeri ini. Barang siapa yang berani mengganggu kalian maka aku
akan menindaknya secara tegas. Aku tidak sudi untuk disuap, sekalipun dengan
segunung emas untuk mengganggu seorang pun di antara kalian," kata
An-Najasyi tegas.
Negeri Habasyah bergoncang. Para pendeta
yang sudah diberi hadiah (suap) oleh Qurays tidak terima dengan keputusan
An-Najasyi. Mereka melakukan berbagai makar dan isu-isu miring. Mereka
menyatakan bahwa An-Najasyi telah keluar dari agamanya dan mengikuti agama
baru. Mereka juga memprovokasi para rakyat untuk melakukan kudeta,
menggulingkan rajanya.
Keadaan genting oleh upaya kudeta, Raja
Najasyi lantas segera mengirim seorang utusan kepada kaum muslimin untuk memberitahu
mereka keadaan yang sedang terjadi. Ia juga menyediakan sebuah kapal buat
mereka untuk siap-siap meninggalkan Habasyah seandainya kudeta berhasil.
"Naiklah ke kapal itu. Persiapkanlah
diri kalian. Jika aku kalah, maka pergilah kemana saja kalian suka. Dan jika
aku menang, kalian boleh kembali ke dalam perlindunganku seperti semula,"
pesan An-Najasyi kepada mereka.
Pada akhirnya Najasyi masuk Islam.
Saat Raja Najasyi meninggal dunia, dimana
Umat Islam sudah kokoh di Madinah, Rasulullah SAW dan para sahabat melakukan
sholat jenazah ghoib.
Abu Hurairah meriwayatkan:
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang ketika itu
sedang berada di Madinah) mengumumkan berita kematian an-Nasjasyi (raja
Habasyah) kepada orang-orang pada hari kematiannya.
Beliau bersabda: "Sesungguhnya
saudara kalian telah meninggal dunia –dan dalam sebuah riwayat disebutkan: Pada
hari ini, hamba Allah yang shalih telah meninggal dunia, di luar daerah kalian,
karenanya, hendaklah kalian menshalatinya."
Mereka berkata: “Siapakah dia itu?” Beliau
menjawab: “an-Najasyi”
Beliau juga bersabda: “Mohonkanlah ampunan
untuk saudara kalian ini”.
Perawi hadits ini pun bercerita: Maka
beliau berangkat ke tempat shalat (dan dalam sebuah riwayat disebutkan ke
kuburan Baqi). Setelah itu, beliau maju dan mereka pun berbaris di belakang
beliau (dua barisan). Perawi bercerita: “Maka kami pun membentuk shaff di
belakang beliau sebagaimana shaff untuk shalat jenazah dan kami pun
menshalatkannya sebagaimana shalat yang dikerjakan atas seorang jenazah."
[Diriwayatkan
oleh al Bukhari (III/90,145,155 dan 157), Muslim (III/54), dll]