Tuesday, August 16, 2016

Mengenal Lebih Dekat Syaikh Al-Ghumari

Abdullah al-Ghumari, dia tokoh tarekat, sufi tuten, banyak Lakukan bid’ah, benci kepada ulama salaf seperti Ibnu Taimiyah, lbnul Qayyim, Muhammad bin Abdil Wahhab, dan lain-lainnya. Dia menulis buku berjudulAl-Qaulul Muqni’fi arRaddi ‘ala al-Albani al-Mubtadi’ (Bantahan memuaskan terhadap Al-Albani, si pembuat bid’ah). Dia juga banyak melontarkan tuduhan tuduhan keji terhadap Syaikh al-Albani. Buku ini tetah dikomentari Syaikh al-Albani Rohimuhullah dalam Silsilah adh-Dhaifah 3/8-9.

Perhatikan tuduhan keji al Ghumari terhadap Syaikh al Albani di bukunya halaman 19, “Sungguh salah orang yang menganggap dirinya sebagai wahhabi bahkan lebih tulen fanatiknya daripada wahabiyyun, berpegang tekstual dalil tanpa pemahaman, lebih parah tekstualnya daripada Ibnu Hazm, keji ucapannya dan sangat ekstrim sekali sehingga tak bisa digambarkan dalam benak manusia. Demikianlah karakteristik para pengaku sunnah dan manhaj salaf pada zaman sekarang ini !”

Celotehan si al Ghumari ini berlanjut, “Lantas kenapa si al Albani, ahli bid’ah ini memecah belah barisan kaum muslimin dan menyesatkan mayoritas mereka sehingga tidak ada yang berada di atas as sunnah melainkan hanya dia dan orang-orang yang sejalan dengannya dari kalangan hasyawiyyah dan mujassimah !”

Wahai al Ghumari, tidakkah engkau tahu ! Tuduhan hasyawiyyah dan mujassimah adalah tuduhan yang dilontarkan oleh Jahmiyah dan Mu’tazilah kepada ahlus sunnah dari dulu hingga sekarang ! Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih, Abu Hatim ar Razi, ash Shabuni, Ibnu Taimiyyah dan lainnya (LihatSyarh Ushul I’tiqad I/204 oleh Imam al Lalikai, Aqidah ath Thahawiyah I/85, Minhajus Sunnah II/75 danAqidah Salaf hal. 116). Apakah engkau sekarang menjadi seorang jahmiyah atau mu’tazilah !?

Syaikh al Albani berkata dalam Silsilah adh Dha’ifah III/8-9, “Cukuplah sebagai bukti ucapan saya, bahwa al Ghumari merupakan tokoh Tarekat Syadhiliyyah Shiddiqiyah dan dia bangga dengannya sebagaimana terbukti dalam sebagian Kitabnya”

Banyak ulama yang membongkar kedok al-Ghumari ini, di antaranya:
a. Syaikh AI-Allamah Hammad Anshari, ahli hadits Madinah, beliau menulis kitab bantahan terhadap al-Ghumari berjuduL Tuhfatul Qarii fi ar-Raddi ‘ala al-Ghumari.
b. Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi dalam risalah Kasyfu al-Mutawari minTalbisaat al-Ghumari.
c. Syaikh Abu Ishaq aL-Huwaini datam kitabnya Az-Zandu al-Wari fi ar-Raddi ‘ala al-Ghumari

Perkataan seorang tabi’in Muhammad bin Sirin rahimahullah,“Agama ini sanad, maka perhatikanlah dari mana kamu mengambilnya !” ?

“Al-Muhaddits Syaikh Al-Albani Rahimahullah”
Index "Kesesatan Sufi (Tarekat)"
3 (Tiga) Golongan (Orang) Yang Tidak Dapat Dipercaya Sama Sekali Dalam Masalah Agama : 1. Orang Sufi, 2. Tukang Kisah (Qashash) 3. Seorang Ahli Bid’ah Membantah Ahli Bid’ah.
Arab Saudi Melarang Sufi (Tasawuf) : Tarekat Tijaniah, Qadiriyah Dan Naqsyabandiyah, Makanya Tidak Ada Aliran Sesat. Indonesia Perlu Lembaga Semacam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta.

Pengenalan akan ciri ulama sejati adalah sebuah keniscayaan. Membedakan mana ulama rabbani (pembimbing umat) dan mana ulama suu’ (perusak umat) adalah salah satu prinsip Islam. Dengannya seorang akan istiqamah dengan bimbingan ulama pembina umat dan selamat dari penyimpangan dan kesesatan ulama perusak umat.

Allah ta’ala telah menyebutkan salah satu ciri ulama sejati pembimbing umat dalam tanzil-Nya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (٢٨)

“Hanyalah yang takut kepada Allah dari hambaKu adalah para ulama.” (Fathir: 28)

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam pun telah memperingatkan umat Islam dari ulama perusak umat dalam haditsnya:

قُلْتُ: فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا !..الحديث

Aku (Hudzaifah bin Yaman radhiallahu anhu) bertanya:

“Apakah setelah kebaikan ini akan muncul kejelekan?”
Beliau shalallahu alaihi wasallam menjawab:

“Ya, para dai (penyeru) kepada pintu-pintu jahanam, barangsiapa yang menyambut ajakannya maka mereka akan menjerumuskan ia kedalamnya (jahanam)…” (HR.Bukhari Muslim)

Pembaca yang dirahmati Allah ‘azza wa jalla, semoga kita selalu terbimbing ke jalan yang lurus dan istiqamah diatasnya!

Sangat menyedihkan kita, dimana realita membuktikan bahwa mayoritas muslimin, terkhusus warga NU tidak memiliki timbangan yang benar dalam mengukur dan menilai ulama yang pantas menjadi rujukan umat.

Semua dinilai dan dihukumi sama tanpa membedakan mana ulama rabbani dan mana yang bukan.

Yang lebih ironi adalah menganggap para tokoh atau ulama jelek sebagai ulama sejati rujukan umat dan sebaliknya para ulama kepercayaan dan pembimbing umat dilecehkan bahkan dicap sebagai penyesat umat!

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :

: ” سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خُدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ , وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ , وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ , وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ ” . قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ : ” الرَّجُلُ التَّافِهُ يَنْطِقُ فِي أَمْرِ الْعَامَةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya,ketika itu dibenarkan seorang pendusta dan didustakan seorang yang jujur, divonis pengkianat orang-orang yang amanah dan dianggap amanah para pengkhianat dan akan angkat bicara para ruwaibidhah.”

Ditanyakan :

“Wahai Rasulullah siapa ruwaibidhah itu?”
Beliau menjawab:

“Seorang yang dungu sok berbicara tentang urusan umat.” (HR.Ahmad dari sahabat Abu Hurairah)

Sangat disayangkan sikap seperti ini banyak kita dapati pada tokoh dan petinggi elite NU.

Mereka berusaha menampilkan ulama penyesat umat dengan pakaian yang indah dan bersih untuk menutupi kotoran penyimpangan yang terselubung dalam akidah dan akhlaknya.

Selalu mengunggulkan ulama tersebut dengan berbagai sanjungan dan gelar-gelar yang menipu.

Sengaja mereka lakukan itu untuk memalingkan kaum muslimin terkhusus warganya dari para ulama pembimbing umat kepada tokoh dan ulama yang sejalan atau mendukung paham dan kesesatan mereka.

Hal ini sebagaimana dilakukan NU Garis Lurus (NUGL) yang dimotori Imam Besar NUGL KH Luthfi Bashori, kiai muda Idrus Ramli dan kawan-kawannya.

Dalam sebuah artikel di situs NUGL yang diberi judul:

“Perdebatan Ulama Besar Aswaja Syaikh Ahmad al-Ghumari Dengan 3 Ulama Wahabi”

NU Garis Lurus mencoba menampilkan seorang alim yang muncul diabad ke 14 ini sebagai sosok ulama panutan.

Nampak jelas dari judul tersebut para petinggi NUGL memosisikan asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari sebagi ulama besar Aswaja yang pantas dijadikan rujukan.

Bahkan isi artikel tersebut benar-benar membesarkan dan mengunggulkan sang alim pujaan dengan sekian gelar disematkan kepada beliau, untuk meyakinkan umat terkhusus warga NU bahwa inilah ulama Aswaja sejati.

Akan tetapi apakah demikian kenyataannya?

Benarkah asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari seorang alim rabbani yang lurus akidah dan manhajnya (prinsip dan metode ber-Islam nya)?

Apakah beliau seorang figur alim yang pantas diteladani dan dijadikan rujukan?

Pembaca rahimakumullah, mari kita mengenal lebih dekat sosok alim kebanggaan NU ini, agar kita tidak tertipu dengan seabrek pujian dan gelar yang mana itu bukanlah jaminan seorang berada di atas kebenaran!

BIOGRAFI SINGKAT AS-SYAIKH AHMAD AL-GHUMARI

Nama beliau Ahmad bin Siddiq al-Ghumari al-Maghribi. Lahir di Maroko tahun 1320 H atau 1901 M. Wafat di Mesir tahun 1380 H atau 1960 M.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa beliau menuntut ilmu sejak kecil dari keluarganya. Terkhusus ayahnya Muhamad Shiddiq al-Ghumari yang bermazhab Maliki namun berakidah Tasawwuf. Kemudian melanjutkan ke Universitas al-Azhar di Mesir.

Beliau lebih banyak melakukan penelitan ilmu terkhusus ilmu hadits secara otodidak.

Memfokuskan diri untuk menelaah hadits dengan modal dasar ilmu hadits yang beliau raih dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Sampai-sampai disebutkan bahwa selama dua tahun beliau tidak keluar rumah kecuali untuk shalat jumat demi memfokuskan diri untuk menghafal dan meneliti ilmu hadits.

AKHLAK DAN AKIDAH BELIAU

Layaknya seorang yang berilmu semestinya terpancar cahaya ilmu itu pada akhlak dan kepribadian pemiliknya.

Apalagi dengan setumpuk gelar keilmuan yang disandang, seyogyanya asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Tidak tertipu dengan secuil ilmu yang Allah ta’ala anugerahkan kepadanya.

Namun ternyata asy-Syaikh al-Ghumari benar-benar tertipu (baca: ujub/bangga diri) dengan sedikit kelebihan ilmu yang dimilikinya.

Sehingga tidak ada barakah dan kebaikan pada seorang yang ujub serta luput darinya pahala besar yang Allah ta’ala janjikan.

Seperti kata penyair:

ولا خير في عيش امريء لم يكن لـــه من الله في دار القرار نصيــــــب

فإن تعجب الدنيا أناسا فإنّهـــــــــــــــا متاع قليل والزوال قريــــــــــــب

“Tidak ada kebaikan pada kehidupan seseorang, yang tidak memiliki bagian (balasan baik) dari Allah ta’ala di negeri abadi (akhirat)”

“Jika (kemegahan) dunia menakjubkan manusia, ketahuilah dunia adalah perbendaharaan yang sedikit padahal sirnanya semakin dekat”
Diantara bukti sifat ujub dan rendahnya akhlak asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari adalah sikap keras dan berani (baca: lancang) terhadap para ulama besar yang telah diakui keilmuan dan jasanya kepada umat.

Lisan beliau sangat tajam dan tidak santun dalam mengkritik para ulama besar umat.

Dalam keadaan alasan dan bukti yang disampaikan masih butuh ditinjau kebenarannya.

Hal ini nyata tertuang dalam buku-buku karyanya.

Para pembaca sekalian, perhatikan ucapan al-Ghumari berikut:

1. Tikaman kepada al-Imam Abu Dawud rahimahullahu penulis kitab Sunan Abi Dawud (Wafat 275 H):

“Aku bersaksi atas nama Allah ini adalah kedustaan Abu Dawud, karena dia adalah seorang yang terkenal selalu bermusuhan dan berdusta ….”
Sampai pada ucapannya:

“Semoga Allah menjelekkan dia (Abu Dawud)”
(lihat kitab Ju’natul ‘Athar juz 1 hal 39-40)

2. Cercaan kepada al-Imam al-Munawy penulis kitab Faidhul Qadir (Wafat 1031 H):

“Apakah kamu wahai Munawi sudah gila dengan melemahkan hadits-hadits ini?” Bahkan kamu sendiri bukan rujukan justru layak bagimu dikategorikan dalam jajaran perawi-perawi lemah.”
(al-Mudawi lil ilal al-Munawi juz 1 hal 250-251)

Demikiankah ucapan seorang yang berilmu menghiasi lisannya dengan kata-kata: gila dan semisalnya?

Apakah pantas seorang yang dijuluki al-Muhadits (ahli hadits), al-Hafidz (penghafal hadits) dan gelar lainnya, jika lisannya kotor mencerca ulama umat yang telah mendahuluinya dalam ilmu dan amal?

Kita serahkan kepada pembaca untuk menilai sendiri..!
3. Komentar al-Ghumari yang tidak beradab terhadap tinjauan hukum pakar ahli hadits semisal Ali al-Madini, al-Bukhari rahimahumallahu dan yang lainnya.

Aku (al-Ghumari) katakan:

“Tetapi hadits ini shahih walaupun dilemahkan oleh mayoritas al-Huffadz (para penghafal hadits), ahli fikih dan ahli hadits semisal Ahmad bin hanbal, Ali al-Madini, Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli, al-Bukhari, al-Baihaqi, ar-Rafi’i dan an-Nawawi!”
(al-Hidayah fii Takhrij Ahadits al-Bidayah)

4. Juga ucapannya:

“Dan Ibnu Abdil Barr condong pada penshahihan hadits tersebut.”
Aku katakan:

“Itulah yang benar walaupun telah melemahkannya Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, ad-Daruquthni, Ibnu Hazm dan sekelompok ulama, yang mana mereka mengklaim bahwa tidak ada satu haditspun yang shahih dalam bab ini!”
(al-Hidayah fii Takhrij Ahadits al-Bidayah)

Perhatikan saudaraku!

Bagaimana sifat ujub (bangga pada diri sendiri) dan kibr (sombong) pada diri asy-Syaikh al-Ghumari tergambar pada kata-kata yang tidak beradab dan menampakkan pelakunya jauh dari sifat tawadhu’ (rendah hati).

Dengan pongah dan angkuh asy-Syaikh al-Ghumari menentang ulama pakar hadits dengan kata-kata yang sama sekali tidak menunjukkan penghormatan kepada mereka, para ulama besar kepercayaan umat.


Apakah asy-Syaikh al-Ghumari sadar akan kedudukan dirinya di hadapan mereka para ulama besar yang telah teruji keilmuan dan perjuangan dalam membela islam?

Benarlah ungkapan :

لا يعرف الفضل لأهل الفضل إلا ذوو الفضل

“Tidak akan mengetahui keutamaan orang yang utama, melainkan seorang yang memiliki keutamaan pula”

Apakah asy-Syaikh al-Ghumari mengira bahwa dirinya saja yang baru meneliti hadits dan berkecimpung dengan ilmu hadits?

Semoga Allah ‘azza wa jalla merahmati seorang yang mengenali dan mengetahui kapasitas dirinya!

Saudaraku kaum muslimin…

Semoga kita selalu dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla dari sifat-sifat tercela, diantaranya sifat al-Ghurur yaitu tertipu dengan sedikit keutamaan yang Allah ‘azza wa jalla anugerahkan kepada kita!

Tidak berhenti sampai disitu, ternyata lisan Syaikh Ahmad al-Ghumari benar-benar tajam bagaikan pedang bermata dua. Tidak hanya menimpa para ulama besar umat ini, akan tetapi generasi terbaik umat yaitu para sahabat Nabi-pun tidak selamat dari tikaman dan cercaan sang alim banggaan NU ini.

Allahu musta’an

Asy-Syaikh al-Ghumari semoga Allah ta’ala mengampuninya!

Dia dengan lantang menikam sebagian sahabat Nabi, diantaranya:

Muawiyah bin Abi sufyan, juga Ayahandanya Abu Sufyan dan Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhum jami’an.

Hal ini sebagaimana tertuang dalam beberapa buku karyanya:

1. Tikaman kepada sahabat Muawiyah radhiallahu anhu:

– Dalam bukunya “Bahrul ‘amiq” juz 1/50-51, al-Ghumari berkata:

“Dalam rangka pengagungan kehormatan mereka (sahabat) yang suci dan penjagaan kredibilitas mereka yang bersih yaitu pemurnian mereka (sahabat) dari golongan kaum munafik dan orang-orang jahat untuk dikategorikan sebagai sahabat, seperti Muawiyah, Ayahnya (Abu Sufyan -ed), Anaknya, al-Hakam bin al-Ash dan yang setipe dengan mereka, semoga Allah menjelekkan dan melaknat mereka…”
– Dalam bukunya “Ju’natul ‘Atthar” juz 1 hal 5, al-Ghumari berkata:

“Dia (Muawiyah) memaksa manusia untuk memalsukan hadits tentang keutamaan negeri Syam”
– Dalam kitab yang sama “Ju’natul ‘Atthar” juz 2 hal 39, al-Ghumari berkata:

“Semoga Allah melaknatinya (melaknat Mu’awiyah)”
Beberapa kesimpulan dari ucapan syaikh al-Ghumari tentang sahabat Muawiyah radhiallahu anhu:

1. Muawiyah bukan tergolong sahabat nabi akan tetapi dia seorang munafik dan jelek!

2. Muawiyah pantas ditimpakan laknat Allah!

3. Muawiyah suka memalsukan hadits bahkan menyuruh kaum muslimin untuk memalsukan hadits nabi!

Masih ada beberapa ucapan lainya yang tidak sanggup kita nukilkan dikarenakan sangat rendah dan jelas dustanya untuk dinisbatkan kepada sahabat Nabi yang mulia Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma.

Lantas pantaskah seseorang yang akhlak dan adab nya kepada sahabat Nabi sangat buruk, ucapan-ucapannya dipenuhi dengan kotoran cela dan laknat, menjadi rujukan?

Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah mengingatkan dalam sabdanya:

لَا تَسُبُّوا أحدا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ


”Janganlah kalian mencela seorangpun dari sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ahnu)

Kondisi ini sangat memprihatinkan kita…

Warga NU tidak dididik dengan pendidikan yang benar, tokoh-tokoh NU tidak amanah dalam mendidik umat.

Yang lebih memprihatinkan lagi, tokoh-tokoh NU yang mengaku paling lurus pun, turut ambil bagian dalam ketidak amanahan ini.
Sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin, terlebih para pembaca sekalian…

Bahwa para ulama sejak dulu sampai sekarang telah sepakat tentang kewajiban memuliakan sahabat Nabi dan haram hukumnya menjatuhkan kredibilitas salah seorang dari mereka.

Demikian pula para ulama sepakat bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma tergolong salah satu sahabat Nabi yang mulia. Tidaklah membenci Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma atau mencercanya apalagi melaknatnya kecuali kaum Syiah Rafidhah yang sesat dan pengekor mereka.

Sangat banyak persaksian ulama tentang keutamaan sahabat Muawiyah radhiallahu ‘anhu, juga persaksian bahwasanya beliau termasuk sahabat Nabi yang mulia.

Diantara persaksian tersebut:

Berkata al-Maimuni,

Imam Ahmad rahimahullahu pernah berkata kepadaku:

“Wahai Abul hasan jika kamu mendapati seseorang membicarakan salah seorang sahabat dengan kejelekan maka tuduhlah keislamannya”
Berkata al-Fadhl bin Ziyad rahimahullah,

Aku mendengar Ahmad bin Hanbal rahimahullahu ketika ditanya tentang seorang yang mencela Muawiyah dan Amru bin al ash radiallahu ‘anhuma apakah dinyatakan ia seorang Rafidhah?

Maka beliau (Imam Ahmad rahimahullahu) menjawab:

“Sesungguhnya tidaklah dia lancang kepada keduanya melainkan karena tersimpan dalam jiwanya maksud jahat!

Tidaklah seseorang yang mencerca salah satu Sahabat kecuali ada pada dirinya niatan busuk”
(al-Bidayah Wan Nihayah 8/139)

Kalau bukan karena keterbatasan tempat, niscaya akan kami nukilkan ucapan-ucapan ulama seputar masalah ini lebih banyak lagi, semoga bisa tersuguhkan pada kesempatan lain.

2. Cercaan asy-Syaikh al-Ghumari kepada sahabat Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhu:

– Dalam bukunya “Ju’natul Atthar” juz 2 hal 276, al-Ghumari berkata:

“Barangsiapa yang meneliti berita tentang Abdullah bin Zubair dan keadaannya, bagaimana kerasnya orang ini, kejahatannya serta kerakusannya kepada dunia disertai sifat sangat kikir yang ada padanya, dia akan tahu bahwa dia (Abdullah bin Zubair) adalah seorang yang jauh dari keutamaan shahabat rasulullah dan sejatinya ia termasuk pendukung Muawiyah, Samurah (bin Jundub) dan Abul A’war as-Sulami dan yang setaraf dengan mereka sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits bahwa mereka adalah kuffar(orang-orang kafir).”
– Masih dalam buku yang sama pada juz 2 hal 279, al-Ghumari berkata:

“..demikian biografi orang ini (Abdullah bin Zubair) dan keadaannya bagi siapa yang menelaahnya, sebuah biografi yang sangat jauh dari akhlak mukminin apalagi akhlak shahabat rasulullah”
Nasalullah as-Salaamah Wal ‘Afiah…

Luar biasa, betapa ringannya lisan Syaikh al-Ghumari ulama dan rujukan NU Garis Lurus memuntahkan kata-kata cercaan, hinaan dan tuduhan palsu kepada para Sahabat yang mulia.

Berdalih dengan riwayat hadits yang tidak bisa dipastikan keabsahannya atau perlu ditinjau sisi kebenaran pendalilannya jika hadits tersebut sah.

Akan tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak hadits-hadits palsu yang ditebarkan oleh kaum pembenci dan pelaknat shahabat, yang dilakukan oleh kaum Syiah Rafidhah semoga Allah ‘azza wa jalla segera membinasakan mereka…

Berhati-berhatilah kaum muslimin dari makar Syiah Rafidhah!

Waspada dari slogan palsu mereka “Cinta Ahli Bait Nabi”!

Allah ta’ala telah berfirman:

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ ﴿٢﴾

“Ambilah pelajaran wahai orang yang memilki wawasan (ilmu)” (al-Hasyr: 2)

Pembaca kaum muslimin yang dirahmati Allah..!

Subhanallah!

Allah Maha Besar dan Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya.

Hanya Dia satu-satunya yang Mahatahu segala yang terpendam dalam jiwa seseorang apakah berupa kebaikan atau kejelekan. Dan Dialah yang mampu menyingkapnya.

Allah ta’ala berfirman:

يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ ﴿١٩﴾

“Dia Maha mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan yang tersembunyi dilubuk hati” (Ghafir: 19)

Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah ta’ala

Dengan berbagai ucapan dan statemen asy-Syaikh al-Ghumari ketika menikam para Sahabat mencerca bahkan mengkafirkan sebagian mereka, Allah ‘azza wa jalla singkap siapa dia sesungguhnya.

Kita bisa mengetahui dan bisa menyimpulkan akidah asy-Syaikh al-Ghumari, seorang ulama panutan dan kebanggaan NU Garis Lurus.

Ternyata dia seorang yang berakidah Syi’ah atau minimalnya telah terkontaminasi dengan akidah Syi’ah pencerca shahabat.

Jika lisannya amat ringan  mencerca sahabat Nabi, maka terlebih lagi terhadap yang di bawahnya semisal asy-Syaikh al-Albani rahimahullah. Sehingga, orang semacam dia tak pantas diterima kritikan (jarh)nya karena jauh dari sikap objektif dan proporsional.

Diantara penguat bahwa asy-Syaikh al-Ghumari berjalan di atas akidah Syi’ah adalah salah satu karyanya yang sangat dibanggakan kaum Syi’ah, sebuah buku berjudul:

فتح الملك العلي في صحة حديث “باب مدينة العلم علي
.

Dalam buku ini al-Ghumari dengan membabi buta membela seorang perawi yang bernama Abu Shalt Abdussalam bin Shaleh al-Harawi. Padahal dengan tegas al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah memvonisnya sebagai:

شيعي جلد

“Syi’ah murni.”
(lihat: Tadzkiratul Huffadz)

Apakah dengan berbagai fakta ini, masih pantas untuk dikatakan asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari adalah ulama besar Aswaja sejati yang dijadikan figur teladan dan rujukan umat?


Masihkah NU Garis Lurus yang mengaku paling anti Syi’ah, bersamaan dengan itu menjadikan seorang yang terindikasi berpaham Syi’ah sebagai rujukan dan kebanggaan?

Wahai saudaraku, amanahlah kalian dalam membimbing umat…

Sungguh, kalian akan ditanya tentang amanah yang telah Allah ta’ala pikulkan kepada kalian…

Kali ini kita akan menampilkan beberapa bukti pelengkap yang menunjukkan bahwa Syaikh al-Ghumari bukanlah seorang figur ulama yang pantas diteladani dan layak untuk menyandang sekian gelar yang patut dibanggakan.

Jika ada yang berkata:

Bukankah tulisan seperti ini merupakan perbuatan ghibah (membongkar aib orang) yang diharamkan?

Tidakkah ini sikap berlebihan dalam mengkritisi seorang alim yang tergelincir apalagi beliau (Syaikh al-Ghumari) telah meninggal dunia?

Maka jawabannya:

1. Penjelasan tentang peyimpangan seseorang kepada umat, dalam rangka nasihat dan agar diambil pelajaran oleh keumuman muslimin bukan perbuatan ghibah yang terlarang. Walaupun orang tersebut telah meninggal dunia, apalagi ketika kejelekannya masih tersebar.

2. Kesalahan Syaikh al-Ghumari bukan kesalahan biasa yang boleh ditolerir dengan hanya diam tanpa adanya bantahan. Bahkan pembaca bisa menyaksikan penyimpangan Syaikh al-Ghumari yang sangat fatal sampai menyentuh akidah dasar Islam, diantaranya kewajiban menghormati sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum.

3. Banyak yang tertipu dari apa yang nampak pada Syaikh al-Ghumari berupa ilmu dan banyaknya karya tulis beliau. Apalagi dengan sejuta sanjungan dari pendukungnya, terkhusus tokoh dan kiai NU.

Lebih dari itu buku-buku karangan beliau yang dijadikan pegangan para kiai NU banyak tersebar di pondok-pondok pesantren NU di negeri ini. Sehingga butuh pencerahan kepada umat agar tersadar dari kelalaian dan ketertipuan.

Pembaca yang selalu di rahmati Allah ‘azza wa jalla!

Akidah syaikh Ahmad al-Ghumari tidak hanya terkontaminasi dengan ideologi agama Syiah yang sesat dan menyesatkan, akan tetapi beliau juga seorang yang berakidah tasawwuf murni yang tentu bukan bagian dari akidah Ahlussunah wal jama’ah (Aswaja).

Hal ini diketahui dari:

I. Beberapa referensi yang memaparkan biografi Syaikh al-Ghumari bahwa beliau tumbuh dalam keluarga yang berakidah tasawwuf.

Sehingga beliau sangat terpengaruh dengan akidah ini. Apalagi negeri Magrib (Maroko) adalah negeri ulama yang menonjol dalam akidah tasawwuf.

Syaikh Tasawwuf NU

II. Statemen ulama yang hidup sezaman dengan Syaikh al-Ghumari.

Diantaranya asy-Syaikh Taqiyuddin al-Hilaly al-Magribi wafat 1407 H.salah satu ulama Magrib (Maroko) yang sempat dinukil pujian beliau kepada Syaikh al-Ghumari. Beliau menjelaskan:

“Adapun peribadatan kepada kuburan, tarian (ala sufi), keyakinan wihdatul wujud, pengkultusan para zindiq sufi seperti Ibnu arabi al-Haatimy, tenggelam dalam wirid-wirid bid’ah, bersandar kepada para syaikh (tarekat) dan beristighostah (minta perlindungan) kepada mereka, maka ini semua dibiarkan olehnya (Syaikh al-Ghumari) tanpa ada usaha untuk merubahnya (ingkar mungkar)”
(Ad-da’wah ilallah fi aqthar al mukhtalifah hal 32, karya asy-Syaikh al-Hilaly).

Apa yang disebutkan oleh Imam Taqiyuddin al-Hilaly adalah sebagian dari amaliah sesat ahli tasawwuf yang tidak diingkari oleh Syaikh al-Ghumari bahkan cenderung mendukungnya.

Wal ‘iyadzu billah

III. Jelas terpampang dalam beberapa karya tulis yang sangat kental benuansa tasawwuf.

Diantaranya karya beliau yang berjudul:

١- إحياء المقبور من أدلة جواز بناء المساجد والقباب على القبور

1. Menghidupkan yang telah terkubur dari dalil-dalil bolehnya bangunan masjid-masjid dan kubah-kubah di atas kubur.

٢- البرهان الجلي في تحقيق انتساب الصوفية إلى علي

2. Bukti nyata tentang peninjauan (benar) penisbatan sufi /tasawwuf kepada sahabat Ali.

Dari judul dua buku di atas sangat jelas indikasi hakikat akidah penulisnya.

Apalagi ketika menengok lembaran-lembaran isi buku tersebut.

Subhanallah…

Benar-benar menakjubkan.

Berbagai keanehan secara terang-terangan ditampilkan oleh Syaikh al-Ghumari pada hal-hal yang pasti diingkari oleh seorang muslim awam, apalagi setingkat penuntut ilmu, terlebih ulama.

Sungguh musibah besar ketika Syaikh al-Ghumari dalam buku ini (terkhusus yang pertama) secara membabi buta melegalkan bolehnya membangun masjid dan kubah di atas kuburan.

Tanpa kaidah ilmiah yang beliau sering didengung-dengungkan , Syaikh al-Ghumari secara paksa melemahkan hadits-hadits yang jelas shahih tentang haramnya mendirikan bangunan di atas kubur. Padahal hadits-hadits tersebut telah disahihkan oleh mayoritas pakar hadits dulu hingga sekarang, semisal Bhukari, Muslim, Abu Dawud, Daruquthni dan selain mereka.

Sementara betapa jelas akidah Sahabat (murid Nabi), Tabi’in (murid Sahabat), Tabiut Tabi’in (murid Tabi’in) dan para ulama setelah mereka, tentang haramnya meninggikan kuburan apalagi membangun masjid atau bangunan diatasnya?

Ingatkah kita dengan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam di akhir-akhir menjelang wafat beliau, tatkala memperingatkan umat ini dari kebiasaan jelek Ahli Kitab Yahudi dan Nashara yang terlaknat?

Beliau bersabda:

لعنة الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد

“Laknat Allah menimpa kaum Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid ” ( HR. Bukhari dan Muslim, dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha)

Hadits-hadits semisal ini banyak sekali, yang secara tegas melarang perbuatan meninggikan kuburan dan membangun bangunan di atasnya.

Sehingga apa yang dilakukan oleh Syaikh al-Ghumari dengan mendatangkan keganjilan-keganjilan yang terang-terangan menyelisihi akidah dan prinsip dasar Ahlussunah wal jama’ah (Aswaja) tidak lain karena:

– Membela akidah tasawwuf yang beliau yakini.

– Tertipu dengan sedikit kelebihan ilmu yang Allah berikan kepada beliau!

Sehingga menyombongkan diri dihadapan ulama besar umat dahulu dan sekarang serta selalu menolak kebenaran.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الكبر بطر الحق وغمط الناس

“Sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia ” (HR. Muslim, dari Shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu)

Sehingga dengan semua fakta ini, pantaskah Syaikh Ahmad al-Ghumari dijadikan figur panutan umat?

Layakkah beliau digelari al-Muhaddits, al-Hafidz dan gelar lainnya?

Ketahuilah saudaraku, tidak ada kemuliaan dan kedudukan terpuji kecuali dalam kebenaran.

Tidak bermanfaat ilmu dan kecerdasan seseorang ketika dia menyimpang dari jalan yang lurus!

Allahu muwaffiq