Abdullah
al-Ghumari, dia tokoh tarekat, sufi tuten, banyak Lakukan bid’ah, benci kepada
ulama salaf seperti Ibnu Taimiyah, lbnul Qayyim, Muhammad bin Abdil Wahhab, dan
lain-lainnya. Dia menulis buku berjudulAl-Qaulul Muqni’fi arRaddi ‘ala
al-Albani al-Mubtadi’ (Bantahan memuaskan terhadap Al-Albani, si pembuat bid’ah).
Dia juga banyak melontarkan tuduhan tuduhan keji terhadap Syaikh al-Albani.
Buku ini tetah dikomentari Syaikh al-Albani Rohimuhullah dalam Silsilah
adh-Dhaifah 3/8-9.
Perhatikan
tuduhan keji al Ghumari terhadap Syaikh al Albani di bukunya halaman 19, “Sungguh
salah orang yang menganggap dirinya sebagai wahhabi bahkan lebih tulen
fanatiknya daripada wahabiyyun, berpegang tekstual dalil tanpa pemahaman, lebih
parah tekstualnya daripada Ibnu Hazm, keji ucapannya dan sangat ekstrim sekali
sehingga tak bisa digambarkan dalam benak manusia. Demikianlah karakteristik
para pengaku sunnah dan manhaj salaf pada zaman sekarang ini !”
Celotehan
si al Ghumari ini berlanjut, “Lantas kenapa si al Albani, ahli bid’ah ini
memecah belah barisan kaum muslimin dan menyesatkan mayoritas mereka sehingga
tidak ada yang berada di atas as sunnah melainkan hanya dia dan orang-orang
yang sejalan dengannya dari kalangan hasyawiyyah dan mujassimah !”
Wahai al
Ghumari, tidakkah engkau tahu ! Tuduhan hasyawiyyah dan mujassimah adalah
tuduhan yang dilontarkan oleh Jahmiyah dan Mu’tazilah kepada ahlus sunnah dari
dulu hingga sekarang ! Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih,
Abu Hatim ar Razi, ash Shabuni, Ibnu Taimiyyah dan lainnya (LihatSyarh Ushul
I’tiqad I/204 oleh Imam al Lalikai, Aqidah ath Thahawiyah I/85, Minhajus
Sunnah II/75 danAqidah Salaf hal. 116). Apakah engkau sekarang
menjadi seorang jahmiyah atau mu’tazilah !?
Syaikh
al Albani berkata dalam Silsilah adh Dha’ifah III/8-9, “Cukuplah
sebagai bukti ucapan saya, bahwa al Ghumari merupakan tokoh Tarekat
Syadhiliyyah Shiddiqiyah dan dia bangga dengannya sebagaimana terbukti dalam
sebagian Kitabnya”
Banyak
ulama yang membongkar kedok al-Ghumari ini, di antaranya:
a.
Syaikh AI-Allamah Hammad Anshari, ahli hadits Madinah, beliau menulis kitab
bantahan terhadap al-Ghumari berjuduL Tuhfatul Qarii fi ar-Raddi ‘ala
al-Ghumari.
b.
Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi dalam risalah Kasyfu al-Mutawari minTalbisaat
al-Ghumari.
c.
Syaikh Abu Ishaq aL-Huwaini datam kitabnya Az-Zandu al-Wari fi ar-Raddi ‘ala
al-Ghumari
Perkataan
seorang tabi’in Muhammad bin Sirin rahimahullah,“Agama ini sanad, maka
perhatikanlah dari mana kamu mengambilnya !” ?
“Al-Muhaddits Syaikh Al-Albani Rahimahullah”
Index
"Kesesatan Sufi (Tarekat)"
3 (Tiga) Golongan (Orang) Yang Tidak Dapat
Dipercaya Sama Sekali Dalam Masalah Agama : 1. Orang Sufi, 2. Tukang Kisah
(Qashash) 3. Seorang Ahli Bid’ah Membantah Ahli Bid’ah.
Arab Saudi Melarang Sufi (Tasawuf) : Tarekat
Tijaniah, Qadiriyah Dan Naqsyabandiyah, Makanya Tidak Ada Aliran Sesat.
Indonesia Perlu Lembaga Semacam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal
Ifta.
Pengenalan akan ciri ulama sejati adalah
sebuah keniscayaan. Membedakan mana ulama rabbani (pembimbing umat) dan mana
ulama suu’ (perusak umat) adalah salah satu prinsip Islam. Dengannya seorang
akan istiqamah dengan bimbingan ulama pembina umat dan selamat dari
penyimpangan dan kesesatan ulama perusak umat.
Allah ta’ala telah menyebutkan salah satu
ciri ulama sejati pembimbing umat dalam tanzil-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى
اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ (٢٨)
“Hanyalah yang takut
kepada Allah dari hambaKu adalah para ulama.” (Fathir: 28)
Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam pun telah memperingatkan umat Islam dari ulama perusak umat
dalam haditsnya:
قُلْتُ: فَهَلْ
بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ
جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا !..الحديث
Aku (Hudzaifah bin
Yaman radhiallahu anhu) bertanya:
“Apakah setelah
kebaikan ini akan muncul kejelekan?”
Beliau shalallahu
alaihi wasallam menjawab:
“Ya, para dai
(penyeru) kepada pintu-pintu jahanam, barangsiapa yang menyambut ajakannya maka
mereka akan menjerumuskan ia kedalamnya (jahanam)…” (HR.Bukhari Muslim)
Pembaca yang
dirahmati Allah ‘azza wa jalla, semoga kita selalu terbimbing ke jalan yang
lurus dan istiqamah diatasnya!
Sangat menyedihkan
kita, dimana realita membuktikan bahwa mayoritas muslimin, terkhusus warga NU
tidak memiliki timbangan yang benar dalam mengukur dan menilai ulama yang
pantas menjadi rujukan umat.
Semua dinilai dan
dihukumi sama tanpa membedakan mana ulama rabbani dan mana yang bukan.
Lihat kembali di:
Yang lebih ironi
adalah menganggap para tokoh atau ulama jelek sebagai ulama sejati rujukan umat
dan sebaliknya para ulama kepercayaan dan pembimbing umat dilecehkan bahkan
dicap sebagai penyesat umat!
Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam bersabda :
: ” سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خُدَّاعَاتٌ
يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ , وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا
الْخَائِنُ , وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ , وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ ”
. قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ : ” الرَّجُلُ
التَّافِهُ يَنْطِقُ فِي أَمْرِ الْعَامَةِ “
“Akan datang kepada
manusia tahun-tahun penuh tipu daya,ketika itu dibenarkan seorang pendusta dan
didustakan seorang yang jujur, divonis pengkianat orang-orang yang amanah dan
dianggap amanah para pengkhianat dan akan angkat bicara para ruwaibidhah.”
Ditanyakan :
“Wahai Rasulullah
siapa ruwaibidhah itu?”
Beliau menjawab:
“Seorang yang dungu
sok berbicara tentang urusan umat.” (HR.Ahmad dari sahabat Abu Hurairah)
Sangat disayangkan
sikap seperti ini banyak kita dapati pada tokoh dan petinggi elite NU.
Mereka berusaha
menampilkan ulama penyesat umat dengan pakaian yang indah dan bersih untuk
menutupi kotoran penyimpangan yang terselubung dalam akidah dan akhlaknya.
Selalu mengunggulkan
ulama tersebut dengan berbagai sanjungan dan gelar-gelar yang menipu.
Sengaja mereka
lakukan itu untuk memalingkan kaum muslimin terkhusus warganya dari para ulama
pembimbing umat kepada tokoh dan ulama yang sejalan atau mendukung paham dan
kesesatan mereka.
Hal ini sebagaimana
dilakukan NU Garis Lurus (NUGL) yang dimotori Imam Besar NUGL KH Luthfi
Bashori, kiai muda Idrus Ramli dan kawan-kawannya.
Dalam sebuah artikel
di situs NUGL yang diberi judul:
“Perdebatan Ulama
Besar Aswaja Syaikh Ahmad al-Ghumari Dengan 3 Ulama Wahabi”
NU Garis Lurus
mencoba menampilkan seorang alim yang muncul diabad ke 14 ini sebagai sosok
ulama panutan.
Nampak jelas dari
judul tersebut para petinggi NUGL memosisikan asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari
sebagi ulama besar Aswaja yang pantas dijadikan rujukan.
Bahkan isi artikel
tersebut benar-benar membesarkan dan mengunggulkan sang alim pujaan dengan
sekian gelar disematkan kepada beliau, untuk meyakinkan umat terkhusus warga NU
bahwa inilah ulama Aswaja sejati.
Akan tetapi apakah
demikian kenyataannya?
Benarkah asy-Syaikh
Ahmad al-Ghumari seorang alim rabbani yang lurus akidah dan manhajnya (prinsip
dan metode ber-Islam nya)?
Apakah beliau seorang
figur alim yang pantas diteladani dan dijadikan rujukan?
Pembaca
rahimakumullah, mari kita mengenal lebih dekat sosok alim kebanggaan NU ini,
agar kita tidak tertipu dengan seabrek pujian dan gelar yang mana itu bukanlah
jaminan seorang berada di atas kebenaran!
BIOGRAFI SINGKAT
AS-SYAIKH AHMAD AL-GHUMARI
Nama beliau Ahmad bin
Siddiq al-Ghumari al-Maghribi. Lahir di Maroko tahun 1320 H atau 1901 M. Wafat
di Mesir tahun 1380 H atau 1960 M.
Dalam beberapa
literatur disebutkan bahwa beliau menuntut ilmu sejak kecil dari keluarganya.
Terkhusus ayahnya Muhamad Shiddiq al-Ghumari yang bermazhab Maliki namun
berakidah Tasawwuf. Kemudian melanjutkan ke Universitas al-Azhar di Mesir.
Beliau lebih banyak
melakukan penelitan ilmu terkhusus ilmu hadits secara otodidak.
Memfokuskan diri
untuk menelaah hadits dengan modal dasar ilmu hadits yang beliau raih dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
Sampai-sampai
disebutkan bahwa selama dua tahun beliau tidak keluar rumah kecuali untuk
shalat jumat demi memfokuskan diri untuk menghafal dan meneliti ilmu hadits.
AKHLAK DAN AKIDAH
BELIAU
Layaknya seorang yang
berilmu semestinya terpancar cahaya ilmu itu pada akhlak dan kepribadian
pemiliknya.
Apalagi dengan
setumpuk gelar keilmuan yang disandang, seyogyanya asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari
menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Tidak tertipu dengan secuil ilmu
yang Allah ta’ala anugerahkan kepadanya.
Namun ternyata
asy-Syaikh al-Ghumari benar-benar tertipu (baca: ujub/bangga diri) dengan
sedikit kelebihan ilmu yang dimilikinya.
Sehingga tidak ada
barakah dan kebaikan pada seorang yang ujub serta luput darinya pahala besar
yang Allah ta’ala janjikan.
Seperti kata penyair:
ولا خير في عيش
امريء لم يكن لـــه من الله في دار القرار نصيــــــب
فإن تعجب الدنيا
أناسا فإنّهـــــــــــــــا متاع قليل والزوال قريــــــــــــب
“Tidak ada kebaikan
pada kehidupan seseorang, yang tidak memiliki bagian (balasan baik) dari Allah
ta’ala di negeri abadi (akhirat)”
“Jika (kemegahan)
dunia menakjubkan manusia, ketahuilah dunia adalah perbendaharaan yang sedikit
padahal sirnanya semakin dekat”
Diantara bukti sifat
ujub dan rendahnya akhlak asy-Syaikh Ahmad al-Ghumari adalah sikap keras dan
berani (baca: lancang) terhadap para ulama besar yang telah diakui keilmuan dan
jasanya kepada umat.
Lisan beliau sangat
tajam dan tidak santun dalam mengkritik para ulama besar umat.
Dalam keadaan alasan
dan bukti yang disampaikan masih butuh ditinjau kebenarannya.
Hal ini nyata
tertuang dalam buku-buku karyanya.
Para pembaca
sekalian, perhatikan ucapan al-Ghumari berikut:
1. Tikaman kepada al-Imam Abu Dawud
rahimahullahu penulis kitab Sunan Abi Dawud (Wafat 275 H):
“Aku bersaksi atas nama Allah ini adalah
kedustaan Abu Dawud, karena dia adalah seorang yang terkenal selalu bermusuhan
dan berdusta ….”
Sampai pada ucapannya:
“Semoga Allah menjelekkan dia (Abu Dawud)”
(lihat kitab Ju’natul ‘Athar juz 1 hal 39-40)
2. Cercaan kepada al-Imam al-Munawy penulis
kitab Faidhul Qadir (Wafat 1031 H):
“Apakah kamu wahai Munawi sudah gila dengan
melemahkan hadits-hadits ini?” Bahkan kamu sendiri bukan rujukan justru layak
bagimu dikategorikan dalam jajaran perawi-perawi lemah.”
(al-Mudawi lil ilal al-Munawi juz 1 hal
250-251)
Demikiankah ucapan seorang yang berilmu
menghiasi lisannya dengan kata-kata: gila dan semisalnya?
Apakah pantas seorang yang dijuluki al-Muhadits
(ahli hadits), al-Hafidz (penghafal hadits) dan gelar lainnya, jika lisannya
kotor mencerca ulama umat yang telah mendahuluinya dalam ilmu dan amal?
Kita serahkan kepada pembaca untuk menilai
sendiri..!
3. Komentar al-Ghumari yang tidak beradab
terhadap tinjauan hukum pakar ahli hadits semisal Ali al-Madini, al-Bukhari
rahimahumallahu dan yang lainnya.
Aku (al-Ghumari) katakan:
“Tetapi hadits ini shahih walaupun dilemahkan
oleh mayoritas al-Huffadz (para penghafal hadits), ahli fikih dan ahli hadits
semisal Ahmad bin hanbal, Ali al-Madini, Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli,
al-Bukhari, al-Baihaqi, ar-Rafi’i dan an-Nawawi!”
(al-Hidayah fii Takhrij Ahadits al-Bidayah)
4. Juga ucapannya:
“Dan Ibnu Abdil Barr condong pada penshahihan
hadits tersebut.”
Aku katakan:
“Itulah yang benar walaupun telah melemahkannya
Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, ad-Daruquthni, Ibnu Hazm dan
sekelompok ulama, yang mana mereka mengklaim bahwa tidak ada satu haditspun
yang shahih dalam bab ini!”
(al-Hidayah fii Takhrij Ahadits al-Bidayah)
Perhatikan saudaraku!
Bagaimana sifat ujub (bangga pada diri sendiri)
dan kibr (sombong) pada diri asy-Syaikh al-Ghumari tergambar pada kata-kata
yang tidak beradab dan menampakkan pelakunya jauh dari sifat tawadhu’ (rendah
hati).
Dengan pongah dan angkuh asy-Syaikh al-Ghumari
menentang ulama pakar hadits dengan kata-kata yang sama sekali tidak
menunjukkan penghormatan kepada mereka, para ulama besar kepercayaan umat.
Apakah asy-Syaikh al-Ghumari sadar akan
kedudukan dirinya di hadapan mereka para ulama besar yang telah teruji keilmuan
dan perjuangan dalam membela islam?
Benarlah ungkapan :
لا يعرف الفضل لأهل
الفضل إلا ذوو الفضل
“Tidak akan
mengetahui keutamaan orang yang utama, melainkan seorang yang memiliki
keutamaan pula”
Apakah asy-Syaikh
al-Ghumari mengira bahwa dirinya saja yang baru meneliti hadits dan
berkecimpung dengan ilmu hadits?
Semoga Allah ‘azza wa
jalla merahmati seorang yang mengenali dan mengetahui kapasitas dirinya!
Saudaraku kaum
muslimin…
Semoga kita selalu
dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla dari sifat-sifat tercela, diantaranya sifat
al-Ghurur yaitu tertipu dengan sedikit keutamaan yang Allah ‘azza wa jalla
anugerahkan kepada kita!
Tidak berhenti sampai
disitu, ternyata lisan Syaikh Ahmad al-Ghumari benar-benar tajam bagaikan
pedang bermata dua. Tidak hanya menimpa para ulama besar umat ini, akan tetapi
generasi terbaik umat yaitu para sahabat Nabi-pun tidak selamat dari tikaman dan
cercaan sang alim banggaan NU ini.
Allahu musta’an
Asy-Syaikh al-Ghumari
semoga Allah ta’ala mengampuninya!
Dia dengan lantang
menikam sebagian sahabat Nabi, diantaranya:
Muawiyah bin Abi
sufyan, juga Ayahandanya Abu Sufyan dan Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhum
jami’an.
Hal ini sebagaimana
tertuang dalam beberapa buku karyanya:
1. Tikaman kepada sahabat Muawiyah radhiallahu
anhu:
– Dalam bukunya “Bahrul ‘amiq” juz 1/50-51,
al-Ghumari berkata:
“Dalam rangka pengagungan kehormatan mereka
(sahabat) yang suci dan penjagaan kredibilitas mereka yang bersih yaitu
pemurnian mereka (sahabat) dari golongan kaum munafik dan orang-orang jahat
untuk dikategorikan sebagai sahabat, seperti Muawiyah, Ayahnya (Abu Sufyan
-ed), Anaknya, al-Hakam bin al-Ash dan yang setipe dengan mereka, semoga Allah
menjelekkan dan melaknat mereka…”
– Dalam bukunya “Ju’natul ‘Atthar” juz 1 hal 5,
al-Ghumari berkata:
“Dia (Muawiyah) memaksa manusia untuk
memalsukan hadits tentang keutamaan negeri Syam”
– Dalam kitab yang sama “Ju’natul ‘Atthar” juz
2 hal 39, al-Ghumari berkata:
“Semoga Allah melaknatinya (melaknat
Mu’awiyah)”
Beberapa kesimpulan dari ucapan syaikh
al-Ghumari tentang sahabat Muawiyah radhiallahu anhu:
1. Muawiyah bukan tergolong sahabat nabi akan
tetapi dia seorang munafik dan jelek!
2. Muawiyah pantas ditimpakan laknat Allah!
3. Muawiyah suka memalsukan hadits bahkan
menyuruh kaum muslimin untuk memalsukan hadits nabi!
Masih ada beberapa ucapan lainya yang tidak
sanggup kita nukilkan dikarenakan sangat rendah dan jelas dustanya untuk
dinisbatkan kepada sahabat Nabi yang mulia Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu
‘anhuma.
Lantas pantaskah seseorang yang akhlak dan adab
nya kepada sahabat Nabi sangat buruk, ucapan-ucapannya dipenuhi dengan kotoran
cela dan laknat, menjadi rujukan?
Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
telah mengingatkan dalam sabdanya:
لَا تَسُبُّوا
أحدا أَصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا
بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
”Janganlah kalian mencela seorangpun dari
sahabat-sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti
Gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan
tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri
radhiallahu ahnu)
Kondisi ini sangat memprihatinkan kita…
Warga NU tidak
dididik dengan pendidikan yang benar, tokoh-tokoh NU tidak amanah dalam
mendidik umat.
Yang lebih
memprihatinkan lagi, tokoh-tokoh NU yang mengaku paling lurus pun, turut ambil
bagian dalam ketidak amanahan ini.
Sangat penting untuk
diketahui oleh kaum muslimin, terlebih para pembaca sekalian…
Bahwa para ulama
sejak dulu sampai sekarang telah sepakat tentang kewajiban memuliakan sahabat
Nabi dan haram hukumnya menjatuhkan kredibilitas salah seorang dari mereka.
Demikian pula para
ulama sepakat bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma tergolong salah
satu sahabat Nabi yang mulia. Tidaklah membenci Muawiyah bin Abi Sufyan
radhiallahu ‘anhuma atau mencercanya apalagi melaknatnya kecuali kaum Syiah
Rafidhah yang sesat dan pengekor mereka.
Sangat banyak
persaksian ulama tentang keutamaan sahabat Muawiyah radhiallahu ‘anhu, juga
persaksian bahwasanya beliau termasuk sahabat Nabi yang mulia.
Diantara persaksian
tersebut:
Berkata al-Maimuni,
Imam Ahmad
rahimahullahu pernah berkata kepadaku:
“Wahai Abul hasan
jika kamu mendapati seseorang membicarakan salah seorang sahabat dengan
kejelekan maka tuduhlah keislamannya”
Berkata al-Fadhl bin
Ziyad rahimahullah,
Aku mendengar Ahmad bin
Hanbal rahimahullahu ketika ditanya tentang seorang yang mencela Muawiyah dan
Amru bin al ash radiallahu ‘anhuma apakah dinyatakan ia seorang Rafidhah?
Maka beliau (Imam
Ahmad rahimahullahu) menjawab:
“Sesungguhnya
tidaklah dia lancang kepada keduanya melainkan karena tersimpan dalam jiwanya
maksud jahat!
Tidaklah seseorang
yang mencerca salah satu Sahabat kecuali ada pada dirinya niatan busuk”
(al-Bidayah Wan
Nihayah 8/139)
Kalau bukan karena
keterbatasan tempat, niscaya akan kami nukilkan ucapan-ucapan ulama seputar
masalah ini lebih banyak lagi, semoga bisa tersuguhkan pada kesempatan lain.
2.
Cercaan asy-Syaikh al-Ghumari kepada sahabat Abdullah bin Zubair radhiallahu
‘anhu:
– Dalam
bukunya “Ju’natul Atthar” juz 2 hal 276, al-Ghumari berkata:
“Barangsiapa
yang meneliti berita tentang Abdullah bin Zubair dan keadaannya, bagaimana
kerasnya orang ini, kejahatannya serta kerakusannya kepada dunia disertai sifat
sangat kikir yang ada padanya, dia akan tahu bahwa dia (Abdullah bin Zubair)
adalah seorang yang jauh dari keutamaan shahabat rasulullah dan sejatinya ia
termasuk pendukung Muawiyah, Samurah (bin Jundub) dan Abul A’war as-Sulami dan
yang setaraf dengan mereka sebagaimana telah disebutkan dalam hadits-hadits
bahwa mereka adalah kuffar(orang-orang kafir).”
– Masih
dalam buku yang sama pada juz 2 hal 279, al-Ghumari berkata:
“..demikian
biografi orang ini (Abdullah bin Zubair) dan keadaannya bagi siapa yang
menelaahnya, sebuah biografi yang sangat jauh dari akhlak mukminin apalagi
akhlak shahabat rasulullah”
Nasalullah
as-Salaamah Wal ‘Afiah…
Luar
biasa, betapa ringannya lisan Syaikh al-Ghumari ulama dan rujukan NU Garis
Lurus memuntahkan kata-kata cercaan, hinaan dan tuduhan palsu kepada para
Sahabat yang mulia.
Berdalih
dengan riwayat hadits yang tidak bisa dipastikan keabsahannya atau perlu
ditinjau sisi kebenaran pendalilannya jika hadits tersebut sah.
Akan
tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak hadits-hadits palsu yang
ditebarkan oleh kaum pembenci dan pelaknat shahabat, yang dilakukan oleh kaum
Syiah Rafidhah semoga Allah ‘azza wa jalla segera membinasakan mereka…
Berhati-berhatilah
kaum muslimin dari makar Syiah Rafidhah!
Waspada
dari slogan palsu mereka “Cinta Ahli Bait Nabi”!
Allah
ta’ala telah berfirman:
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي
الْأَبْصَارِ ﴿٢﴾
“Ambilah
pelajaran wahai orang yang memilki wawasan (ilmu)” (al-Hasyr: 2)
Pembaca
kaum muslimin yang dirahmati Allah..!
Subhanallah!
Allah
Maha Besar dan Maha Mengetahui isi hati hamba-Nya.
Hanya
Dia satu-satunya yang Mahatahu segala yang terpendam dalam jiwa seseorang
apakah berupa kebaikan atau kejelekan. Dan Dialah yang mampu menyingkapnya.
Allah
ta’ala berfirman:
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ
وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ ﴿١٩﴾
“Dia
Maha mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan yang tersembunyi dilubuk
hati” (Ghafir: 19)
Alhamdulillah,
segala puji hanyalah milik Allah ta’ala
Dengan
berbagai ucapan dan statemen asy-Syaikh al-Ghumari ketika menikam para Sahabat
mencerca bahkan mengkafirkan sebagian mereka, Allah ‘azza wa jalla singkap
siapa dia sesungguhnya.
Kita
bisa mengetahui dan bisa menyimpulkan akidah asy-Syaikh al-Ghumari, seorang
ulama panutan dan kebanggaan NU Garis Lurus.
Ternyata
dia seorang yang berakidah Syi’ah atau minimalnya telah terkontaminasi dengan
akidah Syi’ah pencerca shahabat.
Jika lisannya
amat ringan mencerca sahabat Nabi, maka terlebih lagi terhadap yang di
bawahnya semisal asy-Syaikh al-Albani rahimahullah. Sehingga, orang semacam dia
tak pantas diterima kritikan (jarh)nya karena jauh dari sikap objektif dan
proporsional.
Diantara
penguat bahwa asy-Syaikh al-Ghumari berjalan di atas akidah Syi’ah adalah salah
satu karyanya yang sangat dibanggakan kaum Syi’ah, sebuah buku berjudul:
فتح الملك العلي في صحة حديث “باب
مدينة العلم علي”
.
Dalam
buku ini al-Ghumari dengan membabi buta membela seorang perawi yang bernama Abu
Shalt Abdussalam bin Shaleh al-Harawi. Padahal dengan tegas al-Imam adz-Dzahabi
rahimahullah memvonisnya sebagai:
شيعي جلد
“Syi’ah
murni.”
(lihat:
Tadzkiratul Huffadz)
Apakah
dengan berbagai fakta ini, masih pantas untuk dikatakan asy-Syaikh Ahmad
al-Ghumari adalah ulama besar Aswaja sejati yang dijadikan figur teladan dan
rujukan umat?
Masihkah
NU Garis Lurus yang mengaku paling anti Syi’ah, bersamaan dengan itu menjadikan
seorang yang terindikasi berpaham Syi’ah sebagai rujukan dan kebanggaan?
Wahai saudaraku,
amanahlah kalian dalam membimbing umat…
Sungguh, kalian akan
ditanya tentang amanah yang telah Allah ta’ala pikulkan kepada kalian…
Kali ini kita akan
menampilkan beberapa bukti pelengkap yang menunjukkan bahwa Syaikh al-Ghumari
bukanlah seorang figur ulama yang pantas diteladani dan layak untuk menyandang
sekian gelar yang patut dibanggakan.
Jika ada yang
berkata:
Bukankah tulisan
seperti ini merupakan perbuatan ghibah (membongkar aib orang) yang diharamkan?
Tidakkah ini sikap
berlebihan dalam mengkritisi seorang alim yang tergelincir apalagi beliau
(Syaikh al-Ghumari) telah meninggal dunia?
Maka jawabannya:
1. Penjelasan tentang
peyimpangan seseorang kepada umat, dalam rangka nasihat dan agar diambil
pelajaran oleh keumuman muslimin bukan perbuatan ghibah yang terlarang.
Walaupun orang tersebut telah meninggal dunia, apalagi ketika kejelekannya
masih tersebar.
2. Kesalahan Syaikh
al-Ghumari bukan kesalahan biasa yang boleh ditolerir dengan hanya diam tanpa
adanya bantahan. Bahkan pembaca bisa menyaksikan penyimpangan Syaikh al-Ghumari
yang sangat fatal sampai menyentuh akidah dasar Islam, diantaranya kewajiban
menghormati sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum.
3. Banyak yang
tertipu dari apa yang nampak pada Syaikh al-Ghumari berupa ilmu dan banyaknya
karya tulis beliau. Apalagi dengan sejuta sanjungan dari pendukungnya,
terkhusus tokoh dan kiai NU.
Lebih dari itu
buku-buku karangan beliau yang dijadikan pegangan para kiai NU banyak tersebar
di pondok-pondok pesantren NU di negeri ini. Sehingga butuh pencerahan kepada
umat agar tersadar dari kelalaian dan ketertipuan.
Pembaca yang selalu
di rahmati Allah ‘azza wa jalla!
Akidah syaikh Ahmad
al-Ghumari tidak hanya terkontaminasi dengan ideologi agama Syiah yang sesat
dan menyesatkan, akan tetapi beliau juga seorang yang berakidah tasawwuf murni
yang tentu bukan bagian dari akidah Ahlussunah wal jama’ah (Aswaja).
Hal ini diketahui
dari:
I. Beberapa referensi
yang memaparkan biografi Syaikh al-Ghumari bahwa beliau tumbuh dalam keluarga
yang berakidah tasawwuf.
Sehingga beliau
sangat terpengaruh dengan akidah ini. Apalagi negeri Magrib (Maroko) adalah
negeri ulama yang menonjol dalam akidah tasawwuf.
Syaikh Tasawwuf NU
II. Statemen ulama
yang hidup sezaman dengan Syaikh al-Ghumari.
Diantaranya
asy-Syaikh Taqiyuddin al-Hilaly al-Magribi wafat 1407 H.salah satu ulama Magrib
(Maroko) yang sempat dinukil pujian beliau kepada Syaikh al-Ghumari. Beliau menjelaskan:
“Adapun peribadatan
kepada kuburan, tarian (ala sufi), keyakinan wihdatul wujud, pengkultusan para
zindiq sufi seperti Ibnu arabi al-Haatimy, tenggelam dalam wirid-wirid bid’ah,
bersandar kepada para syaikh (tarekat) dan beristighostah (minta perlindungan)
kepada mereka, maka ini semua dibiarkan olehnya (Syaikh al-Ghumari) tanpa ada
usaha untuk merubahnya (ingkar mungkar)”
(Ad-da’wah ilallah fi
aqthar al mukhtalifah hal 32, karya asy-Syaikh al-Hilaly).
Apa yang disebutkan
oleh Imam Taqiyuddin al-Hilaly adalah sebagian dari amaliah sesat ahli tasawwuf
yang tidak diingkari oleh Syaikh al-Ghumari bahkan cenderung mendukungnya.
Wal ‘iyadzu billah
III. Jelas terpampang
dalam beberapa karya tulis yang sangat kental benuansa tasawwuf.
Diantaranya karya
beliau yang berjudul:
١- إحياء المقبور من
أدلة جواز بناء المساجد والقباب على القبور
1. Menghidupkan yang
telah terkubur dari dalil-dalil bolehnya bangunan masjid-masjid dan kubah-kubah
di atas kubur.
٢- البرهان الجلي في
تحقيق انتساب الصوفية إلى علي
2. Bukti nyata
tentang peninjauan (benar) penisbatan sufi /tasawwuf kepada sahabat Ali.
Dari judul dua buku
di atas sangat jelas indikasi hakikat akidah penulisnya.
Apalagi ketika
menengok lembaran-lembaran isi buku tersebut.
Subhanallah…
Benar-benar menakjubkan.
Berbagai keanehan
secara terang-terangan ditampilkan oleh Syaikh al-Ghumari pada hal-hal yang
pasti diingkari oleh seorang muslim awam, apalagi setingkat penuntut ilmu,
terlebih ulama.
Sungguh musibah besar
ketika Syaikh al-Ghumari dalam buku ini (terkhusus yang pertama) secara membabi
buta melegalkan bolehnya membangun masjid dan kubah di atas kuburan.
Tanpa kaidah ilmiah
yang beliau sering didengung-dengungkan , Syaikh al-Ghumari secara paksa
melemahkan hadits-hadits yang jelas shahih tentang haramnya mendirikan bangunan
di atas kubur. Padahal hadits-hadits tersebut telah disahihkan oleh mayoritas
pakar hadits dulu hingga sekarang, semisal Bhukari, Muslim, Abu Dawud,
Daruquthni dan selain mereka.
Sementara betapa
jelas akidah Sahabat (murid Nabi), Tabi’in (murid Sahabat), Tabiut Tabi’in
(murid Tabi’in) dan para ulama setelah mereka, tentang haramnya meninggikan
kuburan apalagi membangun masjid atau bangunan diatasnya?
Ingatkah kita dengan
sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam di akhir-akhir menjelang wafat beliau,
tatkala memperingatkan umat ini dari kebiasaan jelek Ahli Kitab Yahudi dan
Nashara yang terlaknat?
Beliau bersabda:
لعنة الله اليهود
والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد
“Laknat Allah menimpa
kaum Yahudi dan Nashara karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka
sebagai masjid-masjid ” ( HR. Bukhari dan Muslim, dari Ummul Mukminin Aisyah
radhiallahu ‘anha)
Hadits-hadits semisal
ini banyak sekali, yang secara tegas melarang perbuatan meninggikan kuburan dan
membangun bangunan di atasnya.
Sehingga apa yang
dilakukan oleh Syaikh al-Ghumari dengan mendatangkan keganjilan-keganjilan yang
terang-terangan menyelisihi akidah dan prinsip dasar Ahlussunah wal jama’ah
(Aswaja) tidak lain karena:
– Membela akidah
tasawwuf yang beliau yakini.
– Tertipu dengan
sedikit kelebihan ilmu yang Allah berikan kepada beliau!
Sehingga
menyombongkan diri dihadapan ulama besar umat dahulu dan sekarang serta selalu
menolak kebenaran.
Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
الكبر بطر الحق وغمط
الناس
“Sombong itu menolak
kebenaran dan merendahkan manusia ” (HR. Muslim, dari Shahabat Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu ‘anhu)
Sehingga dengan semua
fakta ini, pantaskah Syaikh Ahmad al-Ghumari dijadikan figur panutan umat?
Layakkah beliau
digelari al-Muhaddits, al-Hafidz dan gelar lainnya?
Ketahuilah saudaraku,
tidak ada kemuliaan dan kedudukan terpuji kecuali dalam kebenaran.
Tidak bermanfaat ilmu
dan kecerdasan seseorang ketika dia menyimpang dari jalan yang lurus!
Allahu muwaffiq