Inilah
posisi tegas Arab Saudi terhadap Palestina dari dulu hingga sekarang
Kerajaan Arab Saudi telah menjadikan isu
Palestina sebagai salah salah satu prioritas utama dalam kebijakan politik
sejak zaman Raja Abdul Aziz, rahimahullah.
Sejak Konferensi London diadakan pada
tahun 1935 atau yang dikenal sebagai Konferensi Meja Bundar untuk membahas
masalah Palestina hingga masa Khodimul Haromain Asy-Syarifain Raja Salman bin
Abdulaziz Alsaud, Arab Saudi telah mendukung dan membantu perjuangan rakyat
Palestina di setiap waktu dan di semua aspek (politik, ekonomi dan sosial).
Hal ini dilandasi karena keyakinan yang
tulus dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam upaya menyelesaikan
permasalahan Palestina, akidah, dhomir, dan rasa memiliki terhadap umatnya,
bangsa Arab dan Islam.
Dukungan politik
Arab Saudi memiliki peran penting dan
menonjol dalam dukungan politiknya yang berkelanjutan guna mendukung perjuangan
Palestina dan memperkuat keteguhan rakyat Palestina demi mewujudkan aspirasi menjadi
negara yang merdeka.
Oleh karena itu, kami memandang dengan
dasar resolusi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) terkait dengan isu Palestina dan
partisipasi dalam beberapa konferensi serta pertemuan terkait dengan resolusi
masalah Palestina, dimulai dengan Konferensi Madrid hingga Road Map dan
Inisiatif Perdamaian Arab yang diajukan oleh Raja Abdullah bin Abdulaziz.
Negara-negara Arab membentuk persatuan
pada Konferensi Tingkat Tinggi di Beirut pada bulan Maret 2002 untuk
menyelesaikan konflik Arab-Israel, yang memberikan keamanan dan stabilitas bagi
semua orang dan memberikan solusi yang langgeng, adil dan menyeluruh terhadap
konflik Arab-Israel.
Arab Saudi mengerahkan usaha dan
komunikasi intensif dengan negara-negara Barat dan negara sahabat serta Amerika,
untuk menekan Israel agar mematuhi resolusi internasional yang berlaku, yaitu
penarikan penuh Israel dari semua wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.
Dan mendorong masyarakat internasional agar segera campur tangan menghentikan
agresi Israel dan tidak mengulangi agresi terhadap rakyat Palestina.
Arab Saudi juga mengecam pembangunan
tembok pemisah Israel, yang mencaplok luas tanah Palestina, serta mengajukan
sebuah catatan protes ke Pengadilan Internasional di Den Haag mengecam
pembangunan tembok apartheid Israel.
Keputusan Mahkamah tersebut tertuang
dalam keputusan No. 28/2004 tertanggal 9 Juli, yang meminta Israel untuk
merobohkannya. Resolusi Majelis Umum PBB tersebut menunjukkan solidaritas
masyarakat internasional mengenai masalah ini dengan menuntut Israel agar
menghentikan dan merobohkan tembok tersebutk, karena bertentangan dengan hukum
internasional.
Upaya Arab Saudi Untuk Menyelesaikan
Masalah Palestina
● Pertama, Proyek Raja Fahd untuk
Perdamaian (Proyek Perdamaian Arab)
Proyek Raja Fahd untuk Perdamaian
diumumkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Arab yang diadakan di kota Fez di
Maroko pada tahun 1982. Proyek tersebut mendapat persetujuan negara-negara Arab
dan menjadi landasan Proyek Perdamaian Arab sekaligus yang melatarbelakangi diadakannya
Konferensi Perdamaian di Madrid pada tahun 1991.
Proyek ini terdiri dari beberapa prinsip
berikut:
Penarikan Israel dari semua wilayah Arab
yang diduduki pada tahun 1967, termasuk Yerusalem.
Penghapusan penjajahan yang dilakukan
oleh Israel di wilayah Arab setelah tahun 1967.
Menjamin kebebasan beribadah dan
menjalankan syi’at untuk semua agama di tempat-tempat yang disucikan.
Menegaskan hak rakyat Palestina untuk
kembali dan memberi kompensasi kepada orang-orang yang tidak ingin kembali.
Dalam masa transisi Tepi Barat dan Jalur
Gaza di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk beberapa bulan.
Pembentukan sebuah negara Palestina
dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Menegaskan hak negara-negara kawasan
untuk hidup dalam damai.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau beberapa
negara anggotanya harus memastikan pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut.
● Kedua, Inisiatif Raja Abdullah bin
Abdul Aziz
Inisiatif tersebut diumumkan oleh Raja
Abdullah di KTT Beirut pada bulan Maret 2002 dan diadopsi oleh negara-negara
Arab sebagai proyek Arab terpadu untuk menyelesaikan konflik Arab-Palestina.
Ini memberikan keamanan dan stabilitas bagi semua orang di wilayah ini dan
memberikan solusi yang langgeng, adil dan komprehensif terhadap konflik
Arab-Israel.
Inisiatif ini diringkas sebagai berikut:
Penarikan Israel dari wilayah pendudukan
paling lambat 4 Juni 1967.
Mengakui berdirinya negara Palestina di
Tepi Barat dan Gaza dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.
Menyelesaikan isu pengungsi sesuai dengan
resolusi internasional yang berlaku.
Dukungan Finansial
Arab Saudi telah memberikan dukungan
material dan moral kepada Otoritas Palestina dan rakyat Palestina sejak
berdirinya negara Palestina sebagai bentuk dukungan yang tulus negara Arab dan
negara-negara Islam. Dalam hal ini, Arab Saudi memberikan sumbangan di KTT Arab
di Khartoum pada tahun 1967.
Arab Saudi juga berkomitmen pada KTT
Baghdad pada tahun 1978 untuk memberikan dukungan keuangan tahunan kepada
rakyar Palestina sebanyak US $ 1.097.300.000 selama sepuluh tahun mulai tahun
1979 sampai dengan 1989.
Pada pertemuan puncak darurat Aljazair
(1987), Arab Saudi memutuskan untuk mengalokasikan dukungan bulanan kepada
Intifadah Palestina sebesar US $ 6.000.000. Dalam Intifadah pertama (1987),
Arab Saudi telah menyumbangkan uang tunai kepada Dana Intifadah Palestina
sebesar US $ 1.433.
Arab Saudi telah berjanji untuk mendanai
program pembangunan melalui Saudi Fund for Development sebesar US $ 300.000.000
untuk pembangunan sektor kesehatan, pendidikan dan perumahan. Program ini
diumumkan pada konferensi negara-negara donor selama tahun 1994, 1995, 1997 dan
1999.
Di sisi lain, Arab Saudi memenuhi semua
kontribusi yang dinilainya sesuai dengan KTT Beirut pada Maret 2002 untuk
mendukung anggaran Otoritas Palestina. Pada KTT Sharm el-Sheikh di bulan Maret
2003, ditegaskan kembali komitmen Arab untuk mendukung hal ini.
Sesuai komitmen, maka bantuan sebesar US$
184.800.000 dilakukan pada periode 1 April 2003 sampai dengan 30 Maret 2004.
Sebagaimana pemenuhan kewajiban di KTT Tunis pada Mei 2004, meliputi dukungan
finansial untuk anggaran Otoritas Palestina selama enam bulan mulai 1 April
2004 sampai dengan akhir September 2004, sebanyak US $ 46.200.000. Dukungan
Arab Saudi untuk Otoritas Palestina ini merupakan kontribusi paling besar untuk
pemerintah Palestina.
Pada pertemuan puncak Arab di Kairo pada
tahun 2000, Arab Saudi memprakarsai pembentukan dua lembaga keuangan sekaligus
di bawah bendera Al Aqsa Fund dan Intifadhah Quds dengan modal satu miliar
dolar. Dana sebesar US $ 200.000.000 disumbangkan untuk Al-Aqsa Fund, dengan
memiliki modal sebesar US $ 800.000.000. Sedangkan US $ 50.000.000 diberikan
untuk “Intifadah Quds”, dengan memiliki modal sebesar US $ 200.000.000.
Pemerintah Arab Saudi tak luput
memberikan perhatian terhadap pengungsi Palestina, dengan memberikan bantuan
kemanusiaan secara langsung atau melalui badan-badan internasional dan
organisasi yang menangani pengungsi seperti UNRWA, UNESCO, Dana Arab untuk
Pembangunan Ekonomi dan Sosial, Bank Dunia dan Bank Islam.
Arab Saudi secara teratur membayar bagian
yang dinilai dari Badan Bantuan dan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Pengungsi Palestina (UNRWA), dengan kontribusi tahunannya sebesar US $
1.200.000 dan US $ 200.000 untuk anggaran lembaga tersebut. Saudi tercatat
telah memberikan kontribusi yang luar biasa sekitar US $ 60.400.000, untuk
menutupi defisit anggaran dan melaksanakan programnya untuk rakyat Palestina.
Dukungan Rakyat
Setelah perang pada bulan Juni 1967, Arab
Saudi membentuk Komite Rakyat untuk membantu rakyat Palestina, dengan
mengumpulkan dana bagi orang-orang Palestina dari masyarakat Saudi, yang
ditanggapi dengan sangat responsif. Komite Rakyat ini berhasil menghimpun dana
masyarakat Saudi sebesar 1 juta Riyal Saudi.
Pada tahun 1987, Arab Saudi kembali
memberikan bantuan sebesar SR 240.000.000
di samping sumbangan dalam bentuk barang, seperti mobil, ambulans,
perumahan, perhiasan, barang medis dan makanan.
Isu Yerusalem
Komite Yerusalem didirikan di bawah
naungan Organisasi Konferensi Islam untuk melestarikan identitas Arab Yerusalem
dan karakter Islamnya. Organisasi ini mengeluarkan sebuah resolusi mengenai
Dana Yerusalem dimana ditekankan pentingnya dukungan terhadap rakyat Palestina.
Negara anggota OKI juga berkomitmen untuk membantu Dana Yerusalem sebesar US $
100.000.000.
Arab Saudi dalam hal ini berperan
mendukung Dana Yerusalem untuk melawan yahudisasi, melestarikan karakter Arab
dan Islam serta mendukung perjuangan rakyat Palestina di Yerusalem dan
wilayah-wilayah pendudukan lainnya.
Di bidang perlindungan cagar budaya dan
tempat suci Islam di Palestina, Arab Saudi menanggapi seruan UNESCO untuk
perlindungan dan pemulihan peninggalan sejarah dan tempat suci Islam di
Palestina. Untuk itu Arab Saudi telah mengeluarkan biaya pemulihan dan
perbaikan Kubah Batu, Masjid Al-Aqsa, Masjid Khalifah Umar ibn al-Khattab dan rumah
para imam dan muadzin di Yerusalem sebagai bukti perhatian Arab Saudi untuk
melindungi kesucian Islam.
Arab Saudi banyak merilis pernyataan yang
mencela tindakan agresif Israel terhadap rakyat Palestina dan tempat-tempat
suci mereka. Misalnya, Arab Saudi mengutuk keputusan Pemerintah Israel untuk
mencaplok kota Yerusalem sebagai ibukota abadi, dilakukan bekerjasama dengan
negara-negara Arab dan Islam serta negara-negara sahabat untuk mengeluarkan
resolusi Dewan Keamanan No. 478 pada tahun 1980.
Resolusi tersebut menuntut semua negara
yang telah membentuk misi diplomatik di Yerusalem untuk segera mencabut dan
membatalkan semua tindakan Pemerintah Zionis yang melakukan yahudinisasi
Yerusalem. Resolusi ini merupakan sebuah kemenangan untuk diplomasi Islam dan
kegagalan Zionis merebut kota Yerusalem.
Sumber : Palestineembassy.org.sa, Saudinesia.com
Peran Saudi Yang Terlupakan Terhadap
Palestina
(Video) Buya Elvisyam : “Arab Saudi
negara terdepan membela Palestina, sampai sekarang tidak ada kedutaan Israel di
Arab Saudi”
Arab Saudi memiliki peran penting dan
paling terdepan dalam membela dan memperjuangkan hak Palestina dan rakyatnya
untuk mewujudkan negara Palestina merdeka dengan Jerusalem (Al-Quds) sebagai
ibukotanya.
Arab Saudi telah mendukung dan membantu
perjuangan rakyat Palestina di setiap waktu dan di semua aspek (politik,
ekonomi dan sosial). Hal ini dilandasi karena keyakinan yang tulus dan
kewajiban yang harus dilaksanakan dalam upaya membebaskan Palestina dari
pendudukan Israel sebagai wujud pelayanan penuh terhadap Islam dan umat Islam.
Hal itu diungkapkan oleh Buya Muhammad
Elvi Syam, Lc. MA, pengasuh dan pembina Surau TV Padang, dalam sesi tanya-jawab
program interaktif LIVE Surau TV, Rabu, (20/12/2017).
Buya Muhammad Elvi Syam mengatakan :
“Yang terdepan dari sejak dahulu mempertahankan Masjidil Aqsa adalah Arab
Saudi. Arab Saudi sebuah negara yang berpegang teguh dengan Al-Quran dan
As-Sunnah yang menjalankan syariat Islam yang benar.”
“Coba kita lihat, di uang kertas yang
mereka gunakan selalu ada Masjidil Aqsa, setiap berganti Raja masih tetap saja
itu sebagai simbol untuk mengingatkan bahwa Al-Quds (Jerusalem) adalah milik
umat Islam.”
“Kemudian yang betul-betul riil (nyata)
membantu Palestina adalah Arab Saudi sehingga itu diakui oleh Presiden Palestina
Mahmoud Abbas sendiri. Namun, sayang yang ada sekarang, terkadang kita melihat
Kerajaan Arab Saudi dengan segala pengorbanan yang mereka lakukan sering
terzhalimi oleh orang-orang yang berbicara untuk kepentingan.”
“Sampai sekarang tidak ada kedutaan
Israel di Arab Saudi. Sedangkan di Turki ada kedutaan Israel, di Qatar ada
Kedutaan Israel, di Iran orang Yahudi hidup dengan nyaman. Ini kita lihat
kenyataannya, hendaklah kita adil melihat kondisi yang sebenarnya.”
“Terkadang memang ada isu-isu dari sumber-sumber
yang tidak jelas kebenarannya, “ada yang mengatakan bahwa Arab Saudi meminta
untuk memindahkan ibukota Palestina ke tempat lain, Subhanallah…. dari sejak
dari dahulu perjuangan Arab Saudi hingga kini Raja Salman, bahkan Raja Salman
menyatakan bahwa ibukota Palestina adalah Jerusalem atau yang dinamakan Baitul
Maqdis dan itu tidak boleh berubah.” (DH/MTD)
Simak penjelasan selengkapnya bersama
Buya Muhammad Elvi Syam, Lc. MA :
Arab Saudi : Keputusan Trump Terhadap
Kota Jerusalem Tidak Bertanggung Jawab dan Tercela
ad-Diwan al-Malikiy Arab Saudi merilis
keterangan resmi terkait keputusan pemerintah Amerika Serikat yang mengakui
Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota
tersebut.
“Kerajaan Arab Saudi selalu mengikuti
(perkembangan di Palestina -red) dan menyesalkan keputusan Trump atas
pengakuannya Quds sebagai ibu kota Israel. Arab Saudi telah mengingatkan
konsekuensi serius dari langkah yang tidak dapat dibenarkan dan tidak
bertanggung jawab tersebut,” sebagaimana yang rilis Kantor Kekerajaan hari
Kamis dini hari (7/12).Dalam keterangan lanjutannya, “Kerajaan Arab Saudi
dengan ini mengingkari dan sangat menyesalkan atas keputusan Amerika di
Yerusalem, karena hal ini merupakan bias besar terhadap hak-hak bersejarah dan
permanen rakyat Palestina di Yerusalem.”
“Hak-hak rakyat Palestina dijamin oleh
Resolusi Internasional yang telah diakui dan didukungoleh masyarakat
internasional,” imbuhnya.
“Tindakan
tersebut, tidak akan mengubah atau mempengaruhi hak-hak rakyat Palestina di
Yerusalem dan wilayah-wilayah pendudukan lainnya dan tidak akan dapat
memaksakan sebuah realitas baru pada mereka. Ini merupakan kemunduran yang
signifikan di tengah upaya yang mendorong proses perdamaian,” kata pernyataan
tersebut.
Arab Saudi juga menegaskan, “langkah ini
merupakan pelanggaran terhadap posisi Amerika yang netral secara historis
terhadap isu Yerusalem, yang selanjutnya akan mempersulit konflik
Palestina-Israel.”
Ditambahkan pula, bahwa “Kerajaan Arab
Saudi berharap kepada pemerintah AS untuk meninjau ulang keputusan ini dan
mempertimbangkan dunia internasional yang memungkinkan peluang rakyat Palestina
untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka yang sah.”
Di akhir keterangannya, ad-Diwan
al-Malikiymenyebutkan bahwa “Arab Saudi menekankan pentingnya menemukan solusi
mendesak dan abadi untuk masalah Palestina sesuai dengan resolusi internasional
dan inisiatif Arab yang relevan, sehingga rakyat Palestina dapat memperoleh
kembali hak-hak mereka yang sah untuk membangun keamanan dan stabilitas di
wilayah ini.”
Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengumumkan Yerusalem
sebagai ibukota Israel pada Rabu (6/12) malam dan memerintahkan kedutaan negara
Amerika Serikat untuk berpindah kantor ke Yerussalem.
Sehari sebelumnya (Selasa, 5/2), melalui
kabel telepon, Khadimul Haramain, Raja Salman, mengingatkan Trump bahwa
pengakuannya tersebut dapat membahayakan keamanan dan menambah runyam konflik
di wilayah tersebut. Salman menambahkan bahwa hal tersebut telah memprovokasi
perasaan seluruh kaum muslimin, karena Masjidil Aqsha merupakan kiblat pertama
kaum muslimin dan kota Quds memiliki tempat di dalam hati umat Islam.
Arab
Saudi : Kami Secara Tegas Mendesak AS Membatalkan Keputusannya atas Kota
Jerusalem
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel
al-Jubeir memuji konsensus dunia internasional yang menolak keputusan Presiden
AS Donald Trump yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan
kedutaan AS dari Tel Aviv ke kota suci tersebut.
Al-Jubeir menegaskan sikap kerajaan Arab
Saudi menolak dan mendesak pemerintah AS untuk membatalkan keputusannya
mengenai Kota Jerusalem. “Arab Saudi juga menyerukan dunia internasional untuk
mendukung rakyat Palestina mendapatkan hak-hak mereka yang sah,” ungkap Al-Jubeir
dalam pertemuan darurat Liga Arab di Kairo pada Sabtu malam, seperti dilansir
dari Al Arabiya.
Kerajaan Arab Saudi selalu mengikuti
(perkembangan di Palestina -red) dan menyesalkan keputusan Trump atas
pengakuannya Quds sebagai ibu kota Israel. Arab Saudi telah mengingatkan
konsekuensi serius dari langkah yang tidak dapat dibenarkan dan tidak
bertanggung jawab tersebut.
Kerajaan Arab Saudi dengan ini
mengingkari dan sangat menyesalkan atas keputusan Amerika di Yerusalem, karena
hal ini merupakan bias besar terhadap hak-hak bersejarah dan permanen rakyat
Palestina di Yerusalem.
“Hak-hak rakyat Palestina dijamin oleh
Resolusi Internasional yang telah diakui dan didukung oleh masyarakat
internasional,” ungkap Al-Jubeir.
Al-Jubeir mengingatkan bahwa “Prakarsa
Liga Arab yang diusulkan oleh Kerajaan Arab Saudi dan disetujui oleh KTT Beirut
pada tahun 2002 adalah peta jalan untuk menyelesaikan semua krisis”.
Menlu
Al-Jubeir Tegaskan Arab Saudi Tidak Memiliki Hubungan dengan Israel
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel
al-Jubeir membantah adanya hubungan antara Arab Saudi dengan Israel.
Memang sudah lama ada desas-desus tentang
hubungan rahasia antara Israel dan Riyadh mengenai masalah Timur Tengah dan
Palestina.
Menlu Adel Al-Jubeir menegaskan : “Tidak ada
hubungan antara Arab Saudi dan Israel,” ungkap Al-Jubeir dalam wawancara dengan
televisi CBC Mesir, seperti dilansir dari Timesofisrael, Senin, (4/12/2017).
Al-Jubeir mengatakan Inisiatif Perdamaian
Arab memang menjadi jalan untuk mengakhiri konflik berkepanjangan antara
Israel-Palestina dan negara-negara Arab, namun Arab Saudi tidak pernah menjalin
hubungan dengan Israel.
“Posisi Arab Saudi sudah jelas, sebuah
negara Palestina yang ibukotanya adalah Jerusalem. Posisi negara-negara Arab
selalu mendukung saudara-saudara kita Palestina. Itu tetap posisi Arab Saudi,”
tegas Al Jubeir. (DH/MTD)
Raja
Salman ke Trump : ‘Menjadikan Jerusalem Ibukota Israel Menyakiti Umat Islam di
Seluruh Dunia’
Raja Salman bin Abdulaziz Alsaud menerima
panggilan telepon dari Presiden AS Donald Trump untuk membicarakan keinginannya
memindahkan kedutaan AS ke kota Jerusalem dan menjadikan Jerusalem sebagai
ibukota Israel.
Selama pembicaraan, Raja Salman,
menegaskan dukungan Arab Saudi terus menerus untuk hak-hak bersejarah rakyat
Palestina. Demikian seperti dilansir dari Al Arabiya, Rabu, (6/12/17).
Raja Salman selanjutnya memperingatkan
Trump bahwa setiap kebijakan yang diambil tentang status kota Jerusalem apalagi
menjadikan Jerusalem sebagai ibukota Israel akan membahayakan stabilitas
regional dan Arab dan akan menggagalkan upaya perdamaian konflik
Israel-Palestina.
Raja Salman kemudian menegaskan bahwa
keinginan Trump untuk memindahkan kedutaan AS ke Jerusalem sama saja mengakui
Jerusalem sebagai ibukota Israel. Raja Salman memperingatkan bahwa ini adalah
langkah berbahaya dan akan berdampak negatif dan menyinggung umat Islam di
seluruh dunia.
Arab Saudi melalui duta besarnya di
Washington telah memberikan nota peringatan ke AS mengenai rencana Trump
tersebut. Arab Saudi menegaskan bahwa keinginan Trump memindahkan kedutaannya
ke Jerusalem akan meningkatkan ketegangan konflik di wilayah tersebut.
“Setiap keputusan Amerika Serikat yang
ingin mengubah status kota Jerusalem akan membahayakan proses perdamaian dan
akan meningkatkan ketegangan baru di antara Israel-Palestina,” ungkap Pangeran
Khalid bin Salman bin Abdulaziz, duta besar Saudi untuk Amerika Serikat.
“Kebijakan Kerajaan Arab Saudi telah dan
terus mendukung rakyat Palestina, dan ini kami peringatkan kepada pemerintah
AS,” tegas Pangeran Khalid.
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada
hari Selasa oleh kantor kepresidenan Palestina mengucapkan terima kasih kepada
Arab Saudi atas pendiriannya dan mengatakan bahwa ini jelas menunjukkan
dukungan dari Arab Saudi kepada rakyat Palestina dan hak-hak mereka. (DH/MTD)
Raja
Salman: Palestina Berhak Atas Yerusalem Timur Jadi Ibu Kotanya
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz
Al-Saud menegaskan Palestina memilik hak atas Yerusalem Timur, yang diduduki
Israel, sebagai ibu kota mereka. Pernyataan ini disampaikan Raja Salman saat
Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (KTT OKI) digelar di Istanbul,
Turki.
"Kerajaan (Saudi-red) menyerukan
solusi politik untuk menyelesaikan krisis regional, terutama soal isu Palestina
dan pemulihan hak-hak sah rakyat Palestina, termasuk hak untuk mendirikan
negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," tegas Raja
Salman seperti dilansir AFP, Rabu (13/12/2017).
Pernyataan ini disampaikan Raja Salman di
hadapan Dewan Syura Saudi yang menggelar pertemuan di Riyadh. Raja Salman juga
melontarkan kembali kecamannya untuk keputusan kontroversial Trump itu.
"(Keputusan Trump) Menunjukkan
keberpihakan ekstrem melawan hak-hak rakyat Palestina di Yerusalem yang dijamin
oleh resolusi internasional," sebutnya.
Di Istanbul, tengah digelar KTT Luar
Biasa OKI yang fokus membahas pengakuan Presiden AS Donald Trump soal Yerusalem
sebagai ibu kota Israel. Saudi sendiri mengecam keras keputusan Trump itu,
dengan menyebutnya sebagai langkah yang tidak bisa dibenarkan dan tidak
bertanggung jawab.
"Kerajaan (Saudi-red) telah
memperingatkan konsekuensi serius dari langkah yang tidak dibenarkan dan tidak
bertanggung jawab ini," sebut Saudi dalam pernyataannya beberapa waktu
lalu.
Sementara itu, dalam KTT Luar Biasa OKI
di Turki, Presiden Palestina Mahmud Abbas yang hadir menyebut Trump
'memberikan' Yerusalem ke Israel, seolah-olah kota itu milik Amerika. KTT ini
dihadiri oleh para kepala negara dan menteri dari 50 negara muslim dunia.
"Yerusalem adalah dan selalu menjadi
ibu kota Palestina," tegas Abbas dalam forum itu, sembari menyebut
keputusan Trump sebagai 'kejahatan terbesar' dan pelanggaran hukum
internasional.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang
menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI ini kemudian menyerukan seluruh negara
untuk mendukung Palestina. Seruan yang sama sebelumnya disampaikan Menteri Luar
Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.
"Saya mengundang semua negara yang
mendukung hukum internasional untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota wilayah
Palestina yang diduduki. Kita tidak boleh terlambat lagi," seru Erdogan.
[dtk]
(Video)
Raja Salman Tidak Peduli Palestina? Ini Jawaban Ustaz Dr. Firanda Andirja, MA
Raja Salman bin Abdulaziz Alsaud menerima
panggilan telepon dari Presiden AS Donald Trump untuk membicarakan keinginannya
memindahkan kedutaan AS ke kota Jerusalem dan menjadikan Jerusalem sebagai
ibukota Israel.
Dilansir dari Al Arabiya, Selama
pembicaraan, Raja Salman menegaskan dukungan Arab Saudi terus menerus untuk
hak-hak bersejarah rakyat Palestina.
Raja Salman selanjutnya memperingatkan
Trump bahwa setiap kebijakan yang diambil tentang status kota Jerusalem apalagi
menjadikan Jerusalem sebagai ibukota Israel akan membahayakan stabilitas
regional dan Arab dan akan menggagalkan upaya perdamaian konflik
Israel-Palestina.
Raja Salman kemudian menegaskan bahwa
keinginan Trump untuk memindahkan kedutaan AS ke Jerusalem sama saja mengakui
Jerusalem sebagai ibukota Israel. Raja Salman memperingatkan bahwa ini adalah
langkah berbahaya dan akan berdampak negatif dan menyinggung umat Islam di
seluruh dunia.
Kebijakan Kerajaan Arab Saudi dari dulu
dan akan terus mendukung rakyat Palestina mendapatkan hak-hak mereka. (DH/MTD)
Simak Penjelasan dari Ustadz Dr. Firanda
Andirja, MA berikut ini (silahkan Klik) :
Abbas
mengucapkan terima kasih kepada Raja Salman tentang Palestina dan kota suci
Al-Quds (Jerusalem)
Presiden Palestina Mahmoud Abbas memuji
posisi tegas Arab Saudi sehubungan dengan Palestina dan kota suci Al-Quds
(Jerusalem). Abbas mengucapkan terima kasih kepada Raja Salman atas peran Arab
Saudi dan dukungannya yang terus berlanjut terhadap Palestina dan rakyatnya.
“Kami memuji Kerajaan Arab Saudi karena
berdiri bersama kami dan telah mendukung kami dari sejak awal. Inilah yang
dilakukan oleh Yang Mulia Penjaga Dua Masjid Suci, Raja Salman dan Putra
Mahkota Muhammad Bin Salman bahkan saat kunjungan terakhir saya ke Arab Saudi,”
ungkap Abbas, seperti dilansir dari Saudi Gazette, Ahad, (17/12/17).
Raja Salman mengatakan kepada saya:
“Tidak ada solusi tanpa sebuah negara Palestina dengan Jerusalem sebagai
ibukotanya.”
Menteri Luar Negeri UEA, Dr. Anwar
Gargash pada saat KTT Luar Biasa OKI di Istanbul Rabu lalu, juga turut
mengkonfirmasi pernyataan presiden Abbas tentang peran dan dukungan Arab Saudi
terhadap Palestina.
Dr. Anwar Gargash mengatakan, “Dalam
pidato presiden Palestina mengenai status Jerusalem dan keputusan Amerika yang
tidak adil, Abbas menekankan peran Saudi dalam dukungan historis dan terus
berlanjut untuk kepentingan Palestina.”
Dr. Anwar Gargash kemudian mengutip Surat
Ar-Rahman ayat 60 :
هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
“Adakah balasan kebaikan selain
kebaikan?” (QS. Ar Rahaman: 60)
Duta
Besar Palestina: Arab Saudi telah dan terus mendukung Palestina di tingkat
lokal dan internasional
Duta Besar Palestina untuk Kerajaan Arab
Saudi, Bassim Abdullah Al-Agha memuji peran dan dukungan yang terus diberikan
oleh Arab Saudi terhadap Palestina. Dia menekankan bahwa Raja Salman bin
Abdulaziz Alsaud sangat peduli dengan semua isu tentang dunia Muslim, khususnya
isu tentang Palestina.
Dalam sambutannya saat menjadi pembicara
di Sahafyun Forum bekerja sama dengan Universitas Islam Imam Mohammad Ibn Saud,
Riyadh. Bassim Abdullah Al-Agha mengatakan bahwa Presiden Palestina Mahmud
Abbas selalu memuji pendirian Raja Salman dan menegaskan kebahagiaannya dengan
semua pendirian Kerajaan Arab Saudi terhadap Palestina.
Bassim Abdullah Al-Agha menekankan bahwa
peran Kerajaan itu sangat fundamental dan efektif dalam melindungi hak-hak
rakyat Palestina. Demikian seperti dilansir dari Saudi Press Agency, Ahad,
(17/12/17)
Sementara itu dilansir dari Saudi
Gazette, saat ini banyak para pengungsi Palestina yang tinggal di Arab Saudi
menganggap Arab Saudi sebagai rumah kedua bagi mereka.
“Saya tinggal di sini sejak kelahiran
saya dan semua warga Palestina yang tinggal di negara yang indah ini memiliki
perasaan yang sama. Kami tidak pernah merasa asing atau tidak diharapkan di
sini,” ungkap Jawhara Alshawish, seorang anak perempuan Palestina yang lahir
dan dibesarkan di Kerajaan Arab Saudi.
“Kami tidak akan pernah melupakan
bagaimana Arab Saudi menyambut kami dengan cinta, kehangatan dan dukungan saat
orang-orang Palestina pertama kali datang ke Arab Saudi sebagai pengungsi 70
tahun yang lalu,” tambahnya. (DH/MTD)
Posisi
TEGAS SAUDI Terhadap PALESTINA, Tanpa Koar-koar di SOSMED, bukan DEMO, tapi
AKSI Nyata
Presiden Palestina Mahmoud Abbas memuji
posisi tegas Arab Saudi sehubungan dengan Palestina dan kota suci Al-Quds
(Jerusalem).
Abbas mengucapkan terima kasih kepada
Raja Salman atas peran Arab Saudi dan dukungannya yang terus berlanjut terhadap
Palestina dan rakyatnya.
“Kami memuji Kerajaan Arab Saudi karena
berdiri bersama kami dan telah mendukung kami dari sejak awal. Inilah yang
dilakukan oleh Yang Mulia Penjaga Dua Masjid Suci, Raja Salman dan Putra
Mahkota Muhammad Bin Salman bahkan saat kunjungan terakhir saya ke Arab Saudi,”
ungkap Abbas, seperti dilansir dari Saudi Gazette, Ahad, (17/12/17).
Raja Salman mengatakan kepada saya:
“Tidak ada solusi tanpa sebuah negara Palestina dengan Jerusalem sebagai
ibukotanya.”
Menteri Luar Negeri UEA, Dr. Anwar
Gargash pada saat KTT Luar Biasa OKI di Istanbul Rabu lalu, juga turut
mengkonfirmasi pernyataan presiden Abbas tentang peran dan dukungan Arab Saudi
terhadap Palestina.
Dr. Anwar Gargash mengatakan,
“Dalam pidato presiden Palestina mengenai
status Jerusalem dan keputusan Amerika yang tidak adil, Abbas menekankan peran
Saudi dalam dukungan historis dan terus berlanjut untuk kepentingan Palestina.”
Dr. Anwar Gargash kemudian mengutip Surat
Ar-Rahman ayat 60 :
هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا
الْإِحْسَانُ
“Adakah balasan kebaikan selain
kebaikan?” (QS. Ar Rahman: 60)
Sumber : Saudi Gazette
Tanpa koar-koar di medsos,
Dalam kurun 5 tahun sumbangan yang sudah
di kucurkan Saudi untuk Palestina.
Kita bandingkan :
Turky 30,14 juta dolar
Qatar 4,17 juta dolar
Saudi *cuma 511 juta dollar*
Maaf buat yang sering ngatain Saudi cuma
diam
#Bukan kebiasaan kami koar-koar dalam
berbuat baik (Menlu Saudi)
Presiden
Abbas kunjungi Raja Salman bahas perkembangan terkini tentang Al-Quds
(Jerusalem)
Presiden Palestina Mahmoud Abbas memuji
posisi tegas Arab Saudi sehubungan dengan Palestina dan kota suci Al-Quds
(Jerusalem). Abbas mengucapkan terima kasih kepada Raja Salman atas peran Arab
Saudi dan dukungannya yang terus berlanjut terhadap Palestina dan rakyatnya.
“Presiden Mahmoud Abbas dijadwalkan akan
tiba di ibukota Arab Saudi, Riyadh pada hari Selasa besok dalam kunjungan resmi
ke Arab Saudi,” ungkap Bassam al-Agha, duta besar Palestina untuk Arab Saudi,
seperti dilansir dari Kantor Berita Palestina, Al-Wafa, Senin, (18/12/17).
Bassam al-Agha mengatakan kepada radio
Voice of Palestine bahwa Presiden Abbas akan bertemu dengan Raja Salman bin
Abdul Aziz Alsaud dan Putra Mahkota Mohammad bin Salman.
Presiden Abbas akan membicarakan
keputusan AS baru-baru ini dengan Raja Salman dan Putra Mahkota yang menyatakan
bahwa kota Al-Quds (Jerusalem) sebagai ibukota Israel.
Presiden Abbas akan berdiskusi dengan
Raja Salman dan menegaskan hubungan dekat dan bersejarah antara Palestina-Arab
Saudi serta memberi penjelasan tentang perkembangan terakhir dalam masalah
Palestina.
Bassam al-Agha membantah laporan yang
beredar di platform media sosial bahwa Presiden Abbas mendapat tekanan dari
Arab Saudi. Bassam al-Agha mengatakan laporan semacam itu bertujuan untuk
merongrong hubungan Saudi-Palestina dan disebarkan oleh orang-orang yang tidak
suka dengan Arab Saudi. (DH/MTD)