Menlu Suriah: Perjanjian Rusia-Turki Langkah
Awal Merebut Idlib (masih percaya hawa Islam Erdogan ?)
Tanggapan Syaikh Al-Muhaisini Pasca
Kesepakatan (Jahat) Penjajah Komunis Rusia (Bersama Rafidhah Iran) Dan
Ataturkisme Turki Terkait Idlib
http://lamurkha.blogspot.com/2018/09/tanggapan-syaikh-al-muhaisini-pasca.html
Muhammad Zia-Ul Haq, Sosok Pemimpin
Shalih Pembela Islam, Membuat Uni Soviet Terhina. Perlu Tokoh Yang Sama
Terhadap Rusia Dan Iran (Erdogan seperti Beliau ?)
Untuk Pendengki Saudi : Portal Islam-Id,
Zulkifli Muhammad Ali, Teuku Zulkifli Usman, Hasmi Bakhtiar, Tulisan Ini
Membantah (tulisan) Sikap Ghuluw Antum Kepada Erdogan, Yang Kebentur Dinding
Reaktor (Istidraj) Idlib (Terkooptasi Komunis Dan Rafidhah).
Ini Poin-poin Kesepakatan (jahat)
Ataturkisme Turki dan Komunis Rusia Soal Idlib (didukung rafidhah Iran)
Menlu Suriah: Perjanjian Rusia-Turki
Langkah Awal Merebut Idlib
Langkah Awal Merebut Idlib
Menteri Luar Negeri Suriah, Walid
Muallem, Selasa (02/10), mengatakan bahwa perjanjian Rusia dan Turki di Idlib
adalah langkah menuju “membebaskan” provinsi tersebut. Ia menambahkan, tahap
pertama dimulai dengan penyerahan senjata berat dan menengah oleh faksi oposisi
sebelum akhir tahun ini.
Kesepakatan yang dicapai oleh Rusia dan
Turki pada 17 September lalu telah mencegah serangan besar-besaran oleh
Damaskus terhadap Idlib. Perjanjian itu menyepkati pembentukan zona
demiliterisasi di sepanjang garis kontak antara kekuatan rezim dan faksi-faksi.
“Kami berharap pelaksanaan perjanjian
Rusia-Turki menjadi langkah menuju pembebasan Idlib,” kata Muallem dalam sebuah
wawancara dengan televisi dari New York. Ia menambahkan bahwa tahap pertama
dimulai dengan penyerahan senjata berat oleh faksi oposisi sebelum Desember
tahun ini.
Berdasarkan perjanjian tersebut, semua
faksi harus menarik senjata berat dari zona demiliterisasi. Para pejuang
jihadis dipaksa mundur sepenuhnya dari zona itu dengan pengawasan Turki dan Rusia.
Hai’ah Tahrir Al-Syam (HTS) mengontrol
sebagian besar Idlib, sementara faksi oposisi dari Jabhah Wathaniyah lit Tahrir
(JWT) mengontrol bagian lainnya. Pasukan rezim berada di sisi pedesaan tenggara
Idlib.
Sementara HTS belum menentukan sikapnya
pada perjanjian internasional itu, faksi-faksi yang ada di Idlib mengungkapkan
kekhawatirannya atas kesepakatan tersebut. Mereka takut perjanjian itu
menggerogoti wilayah oposisi untuk kepentingan rezim.
Muallem membenarkan bahwa Turki
berkomitmen pada perjanjian itu karena mengetahui faksi-faksi yang ada.
Menanggapi pertanyaan tentang nasib
pejuang Idlib, Muallem menjelaskan bahwa mereka akan tetap berada di Idlib jika
ada rekonsiliasi atau mereka dihilangkan. Itu bagi oposisi asli Suriah.
Sementara pejuang asing, mereka akan dipulangkan ke Negara masing-masing
melalui Turki.
Sumber: France24
Redaktur: Sulhi El-Izzi
https://www.kiblat.net/2018/10/03/menlu-suriah-perjanjian-rusia-turki-langkah-awal-merebut-idlib/
Sumber: France24
Redaktur: Sulhi El-Izzi
https://www.kiblat.net/2018/10/03/menlu-suriah-perjanjian-rusia-turki-langkah-awal-merebut-idlib/
Kesepakatan Idlib dan Pelucutan Senjata
Mujahidin
Beberapa hari yang lalu, demiliterisasi
kota Idlib, Suriah, yang disepakati oleh Turki dan Rusia menjadi perbincangan
hangat di sejumlah media internasional. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan
koleganya, Vladimir Putin, menyepakati skenario untuk masalah Idlib. Kedua
kepala Negara sepakat membentuk zona aman di Idlib yang di dalamnya tak ada
kelompok-kelompok pejuang yang mereka kategorikan “ekstremis”.
“Kami telah memutuskan untuk membuat zona
demiliterisasi sekitar 15 hingga 20 kilometer jauh di sepanjang garis kontak
antara oposisi bersenjata dan pasukan rezim pada 15 Oktober tahun ini,” kata
Presiden Rusia Vladimir Putin yang didampingi oleh Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan dalam konferensi pers bersama di kota Sochi pada Senin (17/9/2018)
Di antara poin krusial dalam kesepakatan
tersebut ialah keharusan pihak oposisi untuk menyerahkan senjata berat, tank,
roket, sistem mortir dan sebagainya kepada negosiator. Sebagai gantinya,
tentara Suriah setuju untuk menghentikan serangan terhadap oposisi. Setelah
senjata dilucuti, pasukan oposisi diberi jalur aman ke Idlib di Suriah utara.
Para aktivis prooposisi banyak yang menilai
jika poin dari perjanjian tersebut sama seperti yang pernah terjadi ketika
rezim merebut kekuasaan di Aleppo dan Dar’a. Menurut mereka, isi perjanjian
tersebut sama saja memaksa para pejuang untuk melucuti senjatanya dan itu sama
saja menyerah kepada lawan.
Menyikapi persoalan ini, Syaikh Al Muhaisini,
ulama Saudi yang telah lama berjuang di Suriah, dengan tegas mengingatkan para
pejuang bahwa senjata yang mereka miliki ibarat kehormatan. Karena itu, jangan
sekali-kali menyerahkannya kepada musuh. Beliau mengingatkan para pejuang untuk
tidak mengkhianati darah para syuhada yang telah mengawali revolusi.
Berikutnya, beliau ingatkan juga dengan adanya kemiripan strategi musuh ketika
mengambil alih Provinsi Dar’a.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Syaikh
Abdul Razzaq Al-Mahdi di akun Telegramnya. Beliau mengingatkan rakyat suriah
tentang penghianatan Rusia, Iran dan Rezim yang tidak dapat dipercaya. Karena
itu, itu ada ikatan perjanjian dengan mereka. Berikutnya, Syaikh Abdur
Razzaq menegaskan tentang dua poin utama yang menjadi kekuatan
revolusioner, pertama: menjaga persatuan antar faksi serta
menentukan musuh bersama, yaitu; Rezim, Rusia dan Iran. Kedua:Senantiasa
menjaga persenjataan. Sebab, ia merupakan alat untuk menjaga agama, jiwa, harta
dan kehormatan umat islam. Sedangkan melucutinya sama saja menghilangkan semua
eksistensi itu.
Melucuti Senjata = Menyuruh Mujahidin Meninggalkan
Jihad
Tanggapan yang disampaikan oleh dua ulama besar
yang terlibat langsung dalam jihad Suriah ini cukup beralasan. Sebab, pelucutan
senjata atau menyerahkannya kepada pihak musuh sama saja membuat para mujahidin
menyerah secara perlahan-lahan. Memaksa para mujahidin melucuti senjata mereka,
sama saja dengan membuat mereka jatu kepada kehancuran. Allah ta’ala telah
menegaskan dengan firman-Nya:
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan belanjakanlah (harta benda kalian) di
jalan Allah, dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam
kebinasaan,” (Al-Baqarah: 195)
Para ulama menjelaskan bahwa sebab turunnya
ayat ini erat kaitannya dengan jihad fi sabililllah. Yaitu ketika Islam
tegak dengan mulia, umatnya sudah merasa nyaman dan jumlah pengikutnya menjadi
mayoritas, para sahabat Anshar saling berkata di antara mereka, “Sungguh
agama ini telah menang, penganutnya semakin banyak dan sudah merasa aman,
sekiranya kita kembali kepada harta benda kita untuk memperbaikinya,” lalu
ayat ini pun turun.
Sebuah riwayat yang disampaikan oleh Imam
At-Tirmizi, dari Aslam Abu Imran ia menceritakan, “Ketika kami berada di
Konstantinopel, maka keluarlah pasukan yang berjumlah sangat besar dari pasukan
Romawi; kami pun menyusun barisan pertahanan untuk menghadapi mereka. Kemudian
ada seorang lelaki dari pasukan kaum muslim maju menerjang barisan pasukan
Romawi, hingga masuk ke tengah barisan mereka. Melihat peristiwa tersebut
sejumlah pasukan berteriak seraya mengucapkan, “Subhanallah, dia
menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan!”
Maka Abu Ayyub pun menjawab, “Hai manusia,
sesungguhnya kalian benar-benar menakwilkan ayat ini bukan dengan takwil yang
semestinya. Sesungguhnya ayat ini hanya diturunkan berkenaan dengan kami,
orang-orang Ansar. Setelah Allah memenangkan agama-Nya dan banyak yang
mendukungnya, maka kami berkata di antara sesama kami, “Harta-harta yang
kita kumpulkan telah hilang dan Allah telah memuliakan agama Islam serta
pengikutnya semakin banyak, Sekiranya saat ini kita bisa kembali kepada harta
benda kita untuk memperbaikinya,’ maka turunlah ayat ini (Al-Baqarah:
195).
Jadi, kebinasaan itu terjadi bila kami bermukim
mengurusi harta benda. Sedangkan jihad kami tinggalkan’.” Karena itu, Abu
Ayyub senantiasa berada dalam jihad fi sabilillah hingga beliau wafat di
Kostantinopel.
Dalam riwayat yang lain, Ibnu Katsir menuliskan
dalam tafsirnya, dari Abu Ishaq As-Subai menceritakan bahwa ada seorang lelaki
bertanya kepada Barra bin ‘Azib, “Jika aku maju sendirian menerjang musuh,
lalu mereka membunuhku, apakah berarti aku menjerumuskan diriku ke dalam
kebinasaan?” Barra menjawab, “Tidak, Allah Ta’ala telah berfirman kepada
Rasul-Nya, ‘Maka berperanglah kalian pada jalan Allah, tidaklah kamu
dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri’ (An-Nisa: 84) Sedangkan
ayat ini (QS. Al-Baqarah: 195) turun berkenaan dengan infaq’,” (Tafsir Ibnu
Katsir, 1/529)
Berikutnya Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan, “Ayat ini mengandung perintah berinfak di jalan Allah dalam
berbagai segi amal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dan macam-macam
ketaatan. Khususnya membelanjakan harta untuk memerangi musuh serta memperkuat
kaum muslimin dalam menghadapi musuh-musuhnya. Selain itu, ayat ini juga
memberitahukan bahwa meninggalkan semua itu termasuk kehanduran dan kebinasaan
jika dia biasa melaziminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/530)
Ayat di atas menandakan bahwa jalan kemulian
umat ini tidak bisa dipisahkan dari amal jihad fi sabilillah. Ketika umat
ini mengabaikan seruan jihad dan lebih memilih untuk memperbaiki dunianya yang
sementara, maka Allah Ta’ala hinakan kehidupannya. Dan dalam ayat di atas Allah
Ta’ala katagorikan sebagai bentuk dari menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan.
Kesepakatan pelucutan senjata para mujahidin
juga bertentangan dengan prinsip i’dad yang ada di dalam Islam. Terlebih jika
sudah diketahui sebelumnya bahwa kesepakatan melucuti senjata mujahidin menjadi
cara musuh untuk merebut daerah kontrol mujahidin secara perlahan. Allah Ta’ala
berfirman:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu
dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya…”(QS. Al-Anfal: 60)
Imam As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan,
“Maknanya adalah menyiapkan segala apa pun yang mampu disiapkan. baik kekuatan
akal, fisik, segala bentuk persenjataan dan sebagainya yang bisa membantunya
untuk berperang. sehingga termasuk di dalamnya segala bentuk jenis industri
senjata, senapan mesin, pesawat tempur, kendaraan darat, kapal, benteng,
kastil, parit, mesin pertahanan, pikiran dan politik yang digunakan kaum muslimin
dan menghalau kejahatan musuh mereka, belajar melempar, keberanian dan
manajemen.” (Tafsir As-Sa’di, 3/627)
Kesimpulannya, melucuti senjata atau
menyerahkannya kepada musuh akan menjadikan jalan jihad semakin buntu. Sehingga
harapan untuk menciptakan kesejahteraan dan keamanan hanya terpaku mengikuti
strategi atau cara yang telah dirumuskan musuh. Tentunya, mereka menginginkan
umat Islam tidak lagi menghidupkan syariat jihad dengan mengangkat senjata.
Sehingga apapun upaya yang mengarah ke jalan jihad mereka katagorikan sebagai
tindakan ekstrimisme dan dituduh sebagai teroris yang merusak keyamanan hidup
warga. Lalu apakah umat ini akan percaya dengan tuduhan tersebut atau yakin
dengan petunjuk dan janji yang telah Allah tetapkan? Wallahu a’lamu
bissowab
Penulis: Fakhruddin
Editor: Arju
https://www.kiblat.net/2018/09/30/kesepakatan-idlib-dan-pelucutan-senjata-mujahidin/
Penulis: Fakhruddin
Editor: Arju
https://www.kiblat.net/2018/09/30/kesepakatan-idlib-dan-pelucutan-senjata-mujahidin/
Serangan Udara Rusia Bunuh 18.000 Orang
Di Suriah Dalam Tiga Tahun
Lebih dari 18.000 orang,
setengahnya adalah warga sipil, telah tewas dalam serangan udara Rusia yang
menghantam Suriah sejak Moskow memulai intervensi militernya, ujar kelompok
pemantau.
Sekutu utama rezim Suriah mulai melakukan
serangan di negara itu pada 30 September 2015, setelah konflik berjalan lebih
dari empat tahun.
Sejak itu, Rusia telah membunuh 18.096
orang, menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), kelompok
pemantau yang berbasis di Inggris, lansir Daily Sabah.
“Jumlah itu termasuk 7.988 warga sipil,
atau hampir separuh dari jumlah keseluruhan,” ujar Rami Abdurrahman, Direktur
SOHR.
Namun, komisi pertahanan Rusia
menerbitkan angka yang sangat berbeda pada Ahad (30/9/2018).
“Semua serangan udara telah ditargetkan dan
masih secara akurat menargetkan target ‘teroris’,” klaim kepala komisi Viktor
Bondarev, dikutip kantor berita Rusia Interfax.
Kelompok hak asasi manusia dan
negara-negara Barat telah mengkritik serangan udara Rusia di Suriah, mengatakan
bombardir Rusia tanpa pandang bulu dan menargetkan infrastruktur sipil termasuk
rumah sakit.
White Helmets, kelompok badan pertahanan
sipil Suriah yang beroperasi di wilayah yang dikuasai pejuang Suriah, dalam
laporan yang dirilis Ahad (30/9) mengatakan bahwa mereka telah merespon puluhan
serangan oleh Rusia pada bangunan yang digunakan oleh warga sipil sejak 2015.
Serangan Rusia membombardir 19 sekolah,
12 pasar dan 20 fasilitas medis selama tiga tahun terakhir, serta 21 serangan
terhadap markas White Helmets.
“Rusia telah memamerkan pengabaiannya
atas kesepakatan mengenai zona aman, zona tanpa konflik, zona de-eskalasi,
dengan melanjutkan serangan udara di ruang sipil,” tuding White Helmets.
Rusia telah mengoperasikan pangkalan
angkatan laut di provinsi Tartus, Suriah, selama beberapa dekade, namun
memperluas operasinya ke pangkalan udara Hmeimim di dekatnya pada tahun 2015.
Mereka juga memiliki pasukan khusus, dan
unit polisi militer di wilayah yang dikuasai oleh rezim Asad.