Friday, August 21, 2020

Arab Saudi : Normalisasi Hubungan Dengan Israel adalah Pembentukan Negara Palestina Dengan Yerusalem Sebagai Ibu Kotanya. Tidak Ada Satupun Pemimpin Negara Arab (Official) Yang Mengakui (Menginjak) Jerusalem, Kecuali Erdogan (Turki).

 Ø´ÙŠØ²ÙˆÙØ±ÙŠÙ†ÙŠØ§ «الخليفة التركي»| مناضل «الأقصى».. مطبع إسرائيلى ...

Erdogan Akan Membebaskan Masjid Al Aqsa ??? Video Hubungan Erdogan Dengan Zionis Israel

Saudi: Harga untuk Perdamaian antara Arab dengan Israel adalah Pembentukan Negara Palestina

Anggota keluarga kerajaan Arab Saudi Pangeran Turki al-Faisal menyatakan harga Saudi untuk normalisasi hubungan dengan Israel adalah pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Pernyataan Pangeran Turki itu muncul tampaknya untuk merespon pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bahwa dia berharap Saudi bergabung kesepakatan normalisasi hubungan Israel dan Uni Emirat Arab (UEA).
UEA menjadi satu dari hanya tiga negara Arab dalam lebih 70 tahun yang membangun hubungan penuh dengan Israel. Sesuai kesepakatan itu, Israel menunda rencana aneksasi pemukiman di Tepi Barat, wilayah yang diinginkan Palestina sebagai bagian dari negara di masa depan.
Kesepakatan itu memicu spekulasi bahwa negara Arab lainnya akan mengikuti. Namun Pangeran Turki menyatakan Saudi menginginkan harga tertinggi dari Israel.
“Setiap negara Arab yang mempertimbangkan mengikuti UEA harus meminta harga dan itu harus harga mahal,” tulis Pangeran Turki di surat kabar Saudi, Asharq al-Awsat.
“Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan harga untuk perdamaian antara Israel dan Arab, itu adalah pembentukan negara berdaulat Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kota, seperti dalam inisiatif mendiang Raja Abdullah,” tegas Pangeran Turki.
Rencana Liga Arab 2002 yang menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel itu meminta Israel mundur dari semua wilayah yang dicaplok pada perang Timur Tengah 1967 yakni Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur yang akan menjadi lokasi negara Palestina.
Namun Pangeran Turki juga menyuarakan pemahaman terhadap keputusan UEA yang menyebut UEA telah mengamankan kondisi utama yakni penghentian rencana aneksasi Israel.
Dalam reaksi pertama Saudi pada kesepakatan itu, Menteri Luar Negeri Saudi Faisal bin Farhan menyatakan Riyadh tetap komitmen pada inisiatif damai Arab.
Pangeran Turki tak memegang jabatan di pemerintahan tapi masih berpengaruh dan saat ini menjadi ketua King Faisal Center for Research and Islamic Studies. Dia merupakan mantan duta besar Saudi untuk AS dan mantan kepala intelijen Saudi.[]

Menlu Saudi: Tidak Ada Normalisasi Dengan Israel Tanpa Perdamaian Palestina

Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menegaskan bahwa Arab Saudi tidak akan mengikuti Uni Emirate Arab dalam menormalisasi hubungan dengan Israel.
Menurutnya, hal ini sehubungan dengan kegagalan kesepakatan damai Palestina.
Sebagai respon pertama Saudi terhadap perjanjian Emirat-Israel, Menlu Faisal menyampaikannya dalam konferensi pers dengan mitranya dari Jerman, Heiko Maas, di Berlin (Rabu 19/8).
“Kerajaan Arab Saudi menegaskan komitmennya atas perdamaian sebagai pilihan strategis, tetapi berdasarkan inisiatif perdamaian Arab dan legitimasi dunia internasional,” tegasnya.
“Jika ini tercapai, semua hal jadi memungkinkan,” tambahnya.
Normalisasi yang diumumkan minggu lalu antara Israel dan UEA merupakan yang ketiga yang dibuat Israel dengan negara Arab, setelah Mesir dan Yordania.
Langkah serupa tidak menutup kemungkinan diikuti oleh negara Arab Teluk lainnya, seperti Oman dan Bahrain.
“Kerajaan memandang bahwa setiap tindakan sepihak Israel yang mencaplok wilayah Palestina, adalah merusak solusi perdamaian antar dua negara,” tambah Menlu Farhan. an-nahar

Saudi Arabia Negeri Pembela Islam 
Dan Kaum Muslimin

Dakwah Salafiyyah Dan Daulah Su’udiyyah
Disusun oleh : Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah
Membicarakan tentang Dakwah Salafiyyah di Jazirah Arabiyyah tidak bisa dilepaskan dari sebuah pertemuan yang bersejarah pada tahun 1158 H bertepatan dengan tahun 1745 M antara dua imam Dakwah Salafiyyah : Mujaddid Abad Ke-12 H Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Amir Ar-Rasyid Muhammad bin Su’ud penguasa negeri Dar’iyyah waktu itu dan pendiri Daulah Su’udiyyah, keduanya sepakat untuk bekerjasama untuk mendakwahkan dakwah Tauhid Dakwah Salafiyyah dengan segenap daya upaya, Muhammad bin Su’ud menyambut baik kedatangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di Dar’iyyah dan mengatakan kepada Syaikh :
“ Berbahagialah di negeri yang lebih baik daripada negerimu, dan berbahagialah dengan dukungan dan pembelaan “
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata : “ Dan aku memberi khabar gembira kepadamu dengan kemuliaan dan kedudukan yang kokoh, kalimat ini – لا إله إلا الله – barangsiapa yang berpegang teguh dengannya, mengamalkannya, dan membelanya, maka Alloh akan memberikan kekuasaan kepadanya pada negeri dan hamba-hambaNya, dialah kalimat tauhid, yang merupakan dakwah para rasul semuanya, Engkau melihat bahwa Najed dan sekitarnya dipenuhi dengan kesyirikan, kejahilan, perpecahan, dan peperangan di antara mereka, aku berharap agar Engkau menjadi imam bagi kaum muslimin, demikian juga pada keturunanmu “.
Maka Muhammad bin Su’ud berkata : “ Wahai Syaikh, ini adalah agama Alloh dan RasulNya, yang tidak ada keraguan di dalamnya, berbahagialah dengan pembelaan kepadamu dan kepada dakwah yang Engkau seru, dan aku akan berjihad membela dakwah Tauhid “ ( Tarikh Najed oleh Husain bin Ghannam hal. 87 dan Unwanul Majd fi tarikhi Najed oleh Utsman bin Bisyr 1/12 ).
Maka mulailah kedua imam Dakwah Salafiyyah tersebut beserta para pendukung keduanya menyebarkan dakwah Salafiyyah dengan modal ilmu dan keimanan, dan mengibarkan bendera jihad di depan setiap para penghalang jalan dakwah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak henti-hentinya melancarkan dakwah Ilallah, mengajarkan ilmu-ilmu syar’i kepada para penuntut ilmu, menyingkap syubhat-syubhat yang disebarkan oleh orang-orang kafir, para penyembah kubur, dan selain mereka, beliau menghasung umat agar berjihad dengan berbagai jenisnya, beliau juga langsung turun di medan jihad beserta anak-anak beliau, beliau tulis karya-karya ilmiyyah dan risalah-risalah yang bermanfa’at di dalam menjelaskan aqidah yang shahihah, sekaligus membantah setiap pemikiran yang menyelisihinya dengan berbagai macam argumen, hingga nampaklah agama Alloh, menanglah pasukan Alloh dan hinalah pasukan syaithan, menyebarlah aqidah salafiyyah di jazirah Arabiyyah dan sekitarnya, banyaklah para penyeru kepada kebenaran, dihapuslah syi’ar-syi’ar kebid’ahan, kesyirikan, dan khurafat, ditegakkanlah jihad, dan masjid-masjid dimakmurkan dengan sholat dan halaqah-halaqah pengajaran Islam yang murni ( Muqaddimah Syaikh Abdul Aziz bin Baz atas kitab Syaikh Ahmad bin Hajar Alu Abu Thami hal. 4 ).
BERDIRINYA DAULAH SU’UDIYYAH SALAFIYYAH
Para ulama tarikh sepakat bahwa pendiri Daulah Su’udiyyah ( Negeri Saudi Arabia ) adalah Al-Imam Muhammad bin Su’ud, dialah yang membuat sunnah hasanah pada keturunannya di dalam membela agama Alloh dan memuliakan para ulama Sunnah ( Lihat Unwanul Majd oleh Ibnu Bisyr 1/234-235 ).
Dr. Munir Al-Ajlani menyebutkan bahwa pendiri Daulah Su’udiyyah adalah Muhammad bin Su’ud, dengan baiatnya kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk mengikhlaskan ibadah semata kepada Alloh dan ittiba’ kepada hukum Islam yang shahih di dalam siyasah ( politik ) daulah, serta menegakkan jihad fi sabilillah ( Tarikh Bilad Arabiyyah Su’udiyyah hal. 46-47 ).
Maka Daulah Su’udiyyah adalah Daulah Islamiyyah yang ditegakkan untuk menerapkan hukum Islam dalam kehidupan dan sekaligus Daulah Salafiyyah yang membela dakwah salafiyyah dan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.
DAULAH SU’UDIYYAH DAN DAULAH UTSMANIYYAH
Sebagian orang menyangka bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Su’ud melakukan pemberontakan terhadap Daulah Utsmaniyyah, seperti yang dilakukan Muhammad bin Hasan Al-Hajawi Ats-Tsa’alibi Al-Fasi di dalam kitabnya Al-Fikru Sami fi Tarikhil Fiqh Islami 2/374 yang menyatakan bahwa Muhammad bin Su’ud mendukung dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk merealisasikan impiannya di dalam melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Turki Utsmani !.
Pernyataan Muhammad bin Hasan Al-Fasi di atas adalah pernyataan yang keliru, karena menyelisihi realita sejarah, realita sejarah menunjukkan bahwa di saat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melancarkan dakwahnya dan bahkan jauh sebelumnya negeri Najed – termasuk Dar’iyyah – tidak pernah menjadi wilayah Daulah Utsmaniyyah ( Tarikh Bilad Arabiyyah Su’udiyyah hal. 47 ).
Di antara bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Najed tidak pernah masuk dalam wilayah Daulah Turki Utsmani adalah sebuah dokumen yang ditulis oleh Yamin Ali Affandi dengan judul asli berbahasa Turki : Qawanin Ali Utsman Dur Madhamin Daftar Diwan, di dalamnya terdapat daftar wilayah Daulah Turki Utsmani sejak penghujung abad ke-11 H yang terbagi menjadi 32 wilayah, 14 wilayah darinya adalah wilayah-wilayah di Jazirah Arabiyyah, dan Najed tidak tercantum dalam daftar wilayah tersebut ( Lihat Bilad Arabiyyah wa Daulah Utsmaniyyah oleh Sathi’ Al-Hushari hal. 230-240 ).
Merupakan hal yang dimaklumi oleh setiap pemerhati sejarah Islam bahwa banyak dari wilayah-wilayah kaum muslimin yang tidak masuk ke dalam wilayah Daulah Turki Utsmani yang ditunjukkan oleh adanya daulah-daulah yang sezaman dengan Daulah Turki Utsmani seperti Daulah Shafawiyyah Rafidhiyyah di Iran, Daulah Mongoliyyah di India, Daulah Maghribiyyah di Maroko Afrika Utara, dan beberapa Negara Islam di Indonesia.
DAKWAH SALAFIYYAH PADA PERIODE PERTAMA DARI DAULAH SU’UDIYYAH
Tidak henti-hentinya Al-Imam Muhammad bin Su’ud memenuhi janjinya kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di dalam mendukung dakwah Salafiyyah dan berjihad fi sabilillah di hadapan para penghalang dakwah hingga beliau wafat pada tahun 1179 H.
Sepeninggal Muhammad bin Su’ud dibaiatlah puteranya Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud sebagai imam kaum muslimin, di antara yang membaiatnya adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad memiliki perhatian yang besar kepada keilmuan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sejak usia dini, ketika Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab masih di negeri Uyainah dia mengirim surat kepada Syaikh agar menuliskan kepadanya tafsir Surat Al-Fatihah, maka Syaikh menuliskan kepadanya tafsir Surat Al-Fatihah yang di dalamnya terkandung aqidah Salafush Shalih, ketika itu dia belum mencapai usia baligh. Merupakan hal yang dimaklumi bahwa menuntut ilmu dalam usia dini memiliki atsar yang dalam dan kokoh.
Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud memiliki sebuah risalah yang agung, yang memiliki andil yang besar di dalam menyebarkan aqidah Salafush Shalih, dia buka risalah tersebut dengan pujian kepada Alloh dan shalawat dan salam atas Rasulullah e kemudian dia berkata :
“ Dari Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud kepada para ulama dan para hakim syar’i di Haramain, Syam, Mesir, dan Iraq, beserta para ulama yang lain dari Masyriq dan Maghrib …”, kemudian dia mulai menjelaskan aqidah Salafush Shalih dengan penjelasan yang gamblang dan argumen-argumen yang kuat, dia berbicara tentang hikmah penciptaan Alloh terhadap makhlukNya, makna kalimat tauhid, hak Alloh dan hak RasulNya, siapakah musuh- musuh dakwah Salafiyyah, dan yang lainnya, kemudian dia mengakhiri risalahnya dengan ajakan untuk kembali kepada Kitab dan Sunnah, mengamalkan keduanya dan meninggalkan segala macam bid’ah dan kesyirikan, risalah ini mencapai 34 halaman ( Al-Hadiyyah Saniyyah oleh Ibnu Sahman bagian awal ).
Dia juga mengirim risalah ke negeri-negeri Rum yang menjelaskan tentang agama yang haq dan tentang aqidah Salafush Shalih ( Durar Saniyyah 1/143-146 ).
Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud juga banyak mengirim para ulama untuk mendakwahkan aqidah Salafiyyah ke negeri-negeri di sekitarnya.
Di antara para ulama yang memiliki peran yang besar dalam dakwah Salafiyyah pada masa pemerintahan Abdul Aziz bin Muhammad adalah Syaikh Husain bin Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Al-Hushain, dan Syaikh Sa’id bin Hajji .
Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud dikenal banyak takut kepada Alloh, banyak berdzikir, selalu memerintah kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, sederhana dalam pakaiannya, sesudah sholat Shubuh dia tidak keluar dari masjid hingga matahari meninggi dan sholat Dhuha.
Pada masa pemerintahan Abdul Aziz bin Muhammad negeri Saudi dalam keadaan aman, makmur, dan sejahtera ( Unwanul Majd oleh Ibnu Bisyr 1/124 ).
Ketika Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad wafat pada tahun 1218 H, puteranya Su’ud bin Abdul Aziz dibaiat sebagai penggantinya, Su’ud bin Abdul Aziz dikenal memiliki perikehidupan yang baik, menauladani jejak para Salafush Shalih, dikenal kejujurannya, keberaniannya, kedalaman ilmunya, selalu membela para wali Alloh dan memusuhi para musuh Alloh, pada zaman pemerintahannya aqidah Salafiyyah tersebar luas hingga meliputi Haramain ( Makkah dan Madinah ), dan berbagai penjuru jazirah Arabiyah ( Unwanul Majd oleh Ibnu Bisyr 1/165 ).
Al-Imam Su’ud bin Abdul Aziz menyebarkan sebuah kitab yang menjelaskan tentang aqidah Salafush Shalih dan menyingkap syubhat-syubhat musuh-musuh dakwah salafiyyah, kitab tersebut disetujui dan ditandatangani oleh para ulama makkah, para qadhi dari empat madzhab, dan Syarif Ghalib bin Musa’id ( Durar Saniyyah 1/318-320 ).
Di antara para ulama yang memiliki andil yang besar dalam dakwah Salafiyyah pada masa pemerintahan Su’ud bin Abdul Aziz adalah : Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Abdurahman bin Nami, dan Syaikh Muhammad bin Sulthan Al-‘Ausaji.
Pada masa pemerintahan Su’ud Abdul Aziz bin Muhammad Daulah Su’udiyyah mengalami kemajuan yang pesat dalam keadaan keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Bisyr yang melihat langsung keadaan pada masa pemerintahan Su’ud Abdul Aziz bin Muhammad ( Lihat Unwanul Majd oleh Ibnu Bisyr 1/214 ).
Ketika Al-Imam Su’ud bin Abdul Aziz bin Muhammad wafat pada tahun 1229 H, puteranya Abdullah bin Su’ud dibaiat sebagai penggantinya, Abdullah bin Su’ud dikenal dengan keberaniannya, kebaikan agamanya, dan kedermawanannya.
Al-Imam Abdullah bin Su’ud menempuh jalan yang telah ditempuh oleh ayahandanya Su’ud, hanya saja sebagian saudara-saudaranya tidak sependapat dengannya, terjadilah perpecahan yang menyebabkan lemahnya Daulah Su’udiyyah hingga runtuhnya Daulah Su’udiyyah periode pertama dengan ditandai oleh wafatnya Abdullah bin Su’ud pada tahun 1233 H.
DAKWAH SALAFIYYAH PADA PERIODE KEDUA DARI DAULAH SU’UDIYYAH
Pada tahun 1240 H berdirilah Daulah Su’udiyyah periode kedua dengan dibaiatnya Al-Imam Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Su’ud sebagai imam bagi kaum muslimin dan penerus penyebar Dakwah Salafiyyah di Jazirah Arabiyyah, Al-Imam Turki bin Abdullah dikenal memiliki ghirah yang besar terhadap syari’at Alloh dan gigih berjihad menegakkan kalimat Tauhid ( Tarikh Daulah Su’udiyyah oleh Dr. Madihah Darawisy hal. 58 ).
Di antara para ulama yang memiliki andil yang besar di dalam penyebaran Dakwah salafiyyah di periode ini adalah Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab – penulis kitab Fathul Majid – , Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman Alu Syaikh, Syaikh Hamd bin Muhammad bin Atiq, dan Syaikh Ahmad bin Ibrahim bin Isa ( Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah hal. 560-575 ).
DAKWAH SALAFIYYAH PADA PERIODE KETIGA DARI DAULAH SU’UDIYYAH ( NEGERI SAUDI SEKARANG INI ) :
Setelah runtuhnya Daulah Su’udiyyah periode kedua pada tahun 1308 H , berdirilah Daulah Su’udiyyah periode ketiga yaitu Daulah Su’udiyyah sekarang ini yang ditandai dengan dibaiatnya Al-Malik Abdul Aziz bin Abdurrahman Alu Su’ud pada tanggal 21 Jumadil Ula 1351 H.
Al-Malik Abdul Aziz dikenal sebagai seorang yang gigih mengikuti jejak Salafush Shalih di dalam mendakwahkan manusia kepada aqidah yang shahihah dan berpegang teguh kepada syari’at Islamiyyah serta menerapkan hukum-hukum Islam dalam semua segi kehidupan.
Al-Malik Abdul Aziz berkata : “ Aku adalah penyeru kepada aqidah Salafush Shalih, dan aqidah Salafush Shalih adalah berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah e dan apa yang datang dari Khulafaur Rasyidin “ ( Al-Wajiz fi Siratil Malik Abdul Aziz hal. 216 ).
Beliau juga berkata : “ Mereka menamakan kami Wahabiyyin, dan menamakan madzhab kami adalah madzhab Wahabi yang dianggap sebagai madzhab yang baru, ini adalah kesalahan yang fatal, yang timbul dari propaganda-propaganda yang dusta yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam. Kami bukanlah pemilik madzhab baru atau aqidah baru, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah mendatangkan sesuatu yang baru, aqidah kami adalah aqidah Salafush Shalih yang datang di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah e dan apa yang ditempuh oleh Salafush Shalih. Kami menghormati imam empat, tidak ada perbedaan di sisi kami antara para imam : Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Abu Hanifah, semuanya terhormat dalam pandangan kami “ ( Al-Wajiz fi Siratil Malik Abdul Aziz hal. 217 ). .
DAULAH SU’UDIYYAH DAN PENERAPAN SYARI’AT ISLAM
Daulah Su’udiyyah menjadikan Kitab dan Sunnah Rasulullah e sebagai Undang-undang Dasar Daulah sebagaimana termuat dalam suratkabar Ummul Qura 21 Shofar 1345 H : “ Seluruh hukum-hukum di Saudi berdasarkan atas Kitabullah dan Sunnah Rasulullah e dan apa yang ditempuh oleh para sahabat dan Salafush Shalih “ ( Syibhul Jazirah fi Ahdil Malik Abdul Aziz 1/354 ).
Daulah Su’udiyyah menerapkan syari’at Islam di seluruh penjuru daulah, di antara hal-hal yang nampak dari penerapan syari’at yang bisa dilihat oleh setiap orang yang datang ke negeri Saudi adalah :
– Menjadikan Aqidah Salaf sebagai pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan dari tingkat TK hingga perguruan tinggi.
– Menghilangkan semua hal yang merusak aqidah dan membawa kepada kesyirikan seperti kubah-kubah di atas kubur, berhala-berhala dan yang lainnya.
– Melarang semua pemikiran yang menyelisihi Islam seperti rasialisme, sekulerisme, komunisme, dan yang lainnya dengan melarang masuknya buku-buku yang mengandung pemikiran-pemikiran tersebut ke dalam negeri.
– Mendirikan Haiah Amar Ma’ruf wa Nahi Munkar yang bertugas mengawasi pelaksanaan hukum-hukum dan syi’ar-syi’ar Islam dan menghasung kaum muslimin agar selalu sholat berjama’ah, menunaikan zakat, puasa ramadhan, dan ibadah-ibadah yang lainnya.
– Seluruh mahkamah di Daulah Su’udiyyah berlandaskan hukum-hukum Islam.
– Menegakkan hukum-hukum had terhadap pelanggaran-pelanggaran syar’i seperti qishash, dera, potong tangan pencuri, dan yang lainnya. Hingga detik ini kami belum pernah melihat negara manapun di dunia yang mampu menegakkan hukum-hukum had ini kecuali Daulah Su’udiyyah – semoga Alloh menjaga Daulah Su’udiyyah dari rongrongan musuh-musuhNya -.
KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN BERKAH PENERAPAN SYARI’AT ISLAM
Alloh telah menjanjikan keamanan, kekokohan kedudukan, dan kesejahteraan bagi siapa saja yang melaksanakan syari’at-syari’at Alloh :
] وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا[
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. “ ( An-Nur : 55 ).
Demikian juga Alloh menjanjikan keamanan dan petunjuk di dunia dan akhirat bagi siapa saja yang mentauhidkanNya :
] الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ[
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. “ ( Al-An’am : 82 ).
Siapapun yang datang ke negeri Saudi Arabia akan merasakan keamanan yang tidak bisa didapati di negeri-negeri lainnya, angka kriminalitas di negeri Saudi Arabia terkecil di dunia, hal ini diakui oleh negeri-negeri di luar Saudi Arabia termasuk negeri-negeri kafir.
Manfaat keamanan di Saudi Arabia tidak hanya dirasakan oleh para penduduk Saudi Arabia, tetapi juga dirasakan oleh seluruh kaum muslimin di seluruh dunia terutama yang melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, dahulu sebelum Makkah masuk wilayah Daulah Su’udiyyah dikatakan bahwa “ Orang yang berangkat haji dianggap orang yang hilang, dan jika dia kembali dianggap seperti orang yang dilahirkan kembali “ hal ini disebabkan karena tidak amannya jalan yang dilalui oleh orang-orang yang haji, banyak pencurian, perampokan, dan pembunuhan ( Halatul Amn fi Ahdil Malik Abdul Aziz oleh Rabih Luthfi Jum’ah hal. 42 ).
Tentang kemakmuran negeri Saudi tidak ada seorang pun yang saat ini yang tidak mengetahuinya, padahal negeri Saudi adalah negeri yang gersang, tetapi dengan rahmat Alloh kemudian dengan sebab penegakan tauhid dan syari’at Islam Alloh melimpahkan rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka.
DAULAH SU’UDIYYAH MENGHORMATI PARA ULAMA SUNNAH
Ilmu memiliki keutamaan yang agung , dan sungguh Alloh telah meninggikan derajat para ulama yang mengamalkan agamanya, Alloh I berfirman :
[ يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ]
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat “ ( Al-Mujadilah : 10 ).
Rasulullah e bersabda :
إن العلماء ورثة الأنبياء إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذ به أخذ بحظ وافر
“ Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak “ ( Diriwayatkan oleh Tirmidzy dalam Jami’nya 5/48, Abu Dawud dalam Sunannya 3/317, dan Ibnu Majah dalam Sunannya 1/81, dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1/83 dan Syaikh Al-Albani dalam Shahih Targhib 1/105 ).
Masih banyak lagi dalil-dalil yang menyebutkan tentang kedudukan yang agung dari para ulama ( Lihat Urgensi Ilmu dan Ulama dalam Majalah Al-Furqon Tahun ke-3 Edisi 6 hal. 29-33 ).
Daulah Su’udiyyah sejak awal berdirinya hingga saat ini begitu menghormati dan memuliakan para ulama sunnah dari dalam dan luar negeri Saudi, hal ini diketahui oleh siapapun yang membaca dan melihat sejarah perjalanan Daulah Su’udiyyah sejak berdirinya hingga sekarang.
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi – seorang ulama dari Mesir – berkata : “ Aku bersyukur kepada Alloh yang telah memberikan khusnul khatimah kepada Syaikhuna Al-Jalil Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, karena seseorang yang meninggal dengan sebab sakit perut adalah syahid sebagaimana disabdakan oleh Nabi e , beliau disholati di Masjidil Haram dan dikuburkan di Makkah Baladul Haram.
Tidak lupa aku mengucapkan syukur kepada pemerintah Negeri Saudi Arabia – semoga Alloh membalas mereka dengan kebaikan – atas sambutan dan pelayanan mereka yang baik terhadap para ulama tanpa membeda-bedakan apakah dia itu warganegara Saudi, atau warganegara Yaman atau warganegara Mesir “ ( Wada’an Lisyaikhina Al-Wadi’i yang dimuat oleh Majalah Tauhid Kairo Mesir Tahun ke-30 Edisi 6 Jumadi Tsaniyyah 1422 H hal. 62 ).
PERAN DAULAH SU’UDIYYAH DALAM DAKWAH ISLAMIYYAH
Daulah Su’udiyyah memiliki peran yang besar di dalam penyebaran dakwah Islamiyyah sekarang ini, setiap orang yang memiliki sedikit perhatian tentang dakwah Islamiyyah pasti akan mengetahui tentang hal ini, dan tidak mengingkari hal ini kecuali orang-orang yang dalam hatinya ada sesuatu.
Di antara saham yang besar dari Daulah Su’udiyyah di dalam menyebarkan aqidah shahihah dan agama yang shahih ke seluruh penjuru dunia adalah mencetak dan menerbitkan kitab-kitab yang bermanfa’at dan risalah-risalah yang berharga dari para ulama Sunnah dalam jumlah yang besar dan menyebarkannya ke seluruh dunia dengan beraneka ragam bahasa, mulai dari Mushhaf Al-Qur’an dan terjemahannya, kitab-kitab aqidah, hadits, fiqih, tarikh, dan disiplin ilmu yang lainnya.
Usaha lain yang tidak kalah pentingnya di dalam dakwah adalah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan Islam yang shahih di dalam dan di luar negeri Saudi, lembaga-lembaga ini memiliki keistimewaan dengan disediakannya semua sarana pendidikan seperti buku-buku dan yang lainnya secara gratis, bahkan diberikan juga beasiswa kepada para penuntut ilmu yang belajar di lembaga-lembaga tersebut.
Direktorat Itfa’, Dakwah dan Irsyad Saudi Arabia banyak pengirim para da’i ke seluruh dunia, da’i-da’i tersebut berasal dari dalam dan luar negeri Saudi, seperti Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani yang pernah ditugasi oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz Direktur Darul Ifta’ wad Da’wah untuk berdakwah di Mesir, Marokko, dan Inggris ( Tarjamah Syaikh Al-Albani dari http://www.albani.org )
SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Setelah membaca uraian di atas barangkali terlontar sebagian pertanyaan, seperti :
SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Setelah membaca uraian di atas barangkali terlontar sebagian pertanyaan, seperti :
1. Kenapa Daulah Su’udiyyah dikatakan daulah Islamiyyah sedangkan sistem pemerintahannya adalah monarki kerajaan ?
Kami katakan : Tidak diragukan lagi bahwa cara pemilihan pemimpin yang Islami adalah dengan penunjukkan sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar terhadap Umar, atau dengan diserahkan kepada Ahlu Syura sebagaimana dilakukan oleh Umar bin Khathtab ( Lihat Politik Islami dalam Majalah Al-Furqon Tahun ke-4 Edisi 7 Rubrik Manhaj ).
Jika pemimpin sebuah daulah dipilih dengan selain cara di atas maka para ulama sepakat tentang wajibnya taat kepada pemimpin tersebut ( Lihat Fathul Bari 13/7 ) sebagaimana para sahabat taat kepada Abdul Malik bin Marwan dan yang lainnya, demikian juga hal tersebut tidak menjadikan daulah Islamiyyah menjadi daulah kufriyyah.
Merupakan hal yang dimaklumi bahwa para ulama tarikh menyebut Daulah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah adalah dua daulah Islamiyyah dalam keadaan cara pemilihan pemimpinnya tidak sebagimana dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar.
Ketika Daulah Turki Utsmani runtuh dianggap oleh para tokoh pergerakan bahwa itu adalah pertanda runtuhnya daulah Islamiyyah, dan semua orang tahu bahwa sistem pemerintahan Daulah Turki Utsmani adalah monarki.
2. Kenapa Daulah Su’udiyyah dikatakan daulah Islamiyyah sedangkan Daulah Su’udiyyah pernah meminta bantuan kepada negara Amerika yang kafir ?
Kami katakan : Meminta bantuan orang kafir tidak menjadikan pelakunya kafir, bahkan Rasulullah e ketika berangkat hijrah ke Madinah beliau mengupah seorang kafir sebagai penunjuk jalan, ketika Rasulullah e memerangi penduduk Hunain sebagian orang kafir Makkah seperti Shofwan bin Umayyah ikut dalam barisan Rasulullah e ( Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya’la dan dikatakan oleh Haitsami dalam Majma’ Zawaid 6/180 : Para perawinya perawi kitab Shahih ).
Tidak ada seorang pun dari para tokoh pergerakan yang mengkafirkan daulah Turki Utsmani karena bersekutu dengan Jerman pada waktu Perang Dunia !.
Syaikhuna Al-Allamah Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad berkata : “ Para Ulama Saudi Arabia ketika membolehkan datangnya kekuatan asing ke Saudia Arabia karena dharurat, hal ini seperti kasus seorang muslim yang meminta pertolongan kepada non muslim untuk membebaskan dirinya dari para perampok yang hendak masuk ke rumahnya untuk melakukan tindakan kriminal di rumahnya dan pada keluarganya, apakah kita katakan kepada orang yang terancam dengan para perampok ini : Kamu tidak boleh meminta pertolongan kepada orang kafir untuk menyelamatkan diri dari perampokan ?! “ ( Madariku Nazhar fi Siyasah hal. 12 ).
Yang sangat mengherankan dari orang-orang yang mengkafirkan Daulah Su’udiyyah dengan sebab meminta bantuan Amerika bahwasanya mereka ini membolehkan diri-diri mereka meminta suaka politik ke negeri kafir, bahkan kemudian bermukim di negeri kafir, bahkan dengan resmi menjadi warga negara negeri kafir !.
Bahkan banyak orang-orang yang mengkafirkan Daulah Su’udiyyah dengan sebab meminta bantuan Amerika karena dharurat, sedangkan mereka meminta bantuan orang-orang kafir hanya sekedar untuk menambah suara partai mereka agar menang dalam Pemilihan !.
( Pembahasan ini banyak mengambil faidah dari kitab Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As-Salafiyyah oleh Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Abdurahman Al-‘Abud dan Atsaru Da’wah Salafiyyah fi Tauhidil Mamlakah Arabiyyah Su’udiyyah oleh Dr. Hamud bin Ahmad Ar-Ruhaili ).