Thursday, September 4, 2014

Revolusi Abbasiyah

BY HADI · AUGUST 21, 2013

Setelah berakhirnya masa khulafaur rasyidin; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, kepemimpinan dunia Islam dipegang oleh Bani Umayyah pada tahun 661 M. Muawiyah dibaiat sebagai khalifah pertama memimpin dunia Islam dari ibu kota Damaskus. Setelah itu, ia menyerahkan kekuasaannya kepada putranya Yazid tahun 680 M. Saat itulah pertama kali terjadi sistem dinasti di dalam Islam dan terus berlangsung hingga tahun 1924 M.
Selama 1292 tahun kekhalifahan, beberapa dinasti silih berganti memimpin umat Islam dunia. Pergantian dinasti yang pertama adalah tatkala Bani Abbasiyah mengadakan pemberontakan terhadap Bani Umayyah sekitar tahun 740-an. Lalu mereka membangun sebuah kerajaan muslim yang terkuat sepanjang masa.
Dinasti Umayyah
Memerintah selama lebih kurang 89 tahun, banyak sekali prestasi yang dicapai oleh Bani Umayyah, baik dalam geograpi, militer, dan ekonomi. Wilayah teritorial kerajaan Islam di masa Bani Umayyah terbentang hingga menyentuh India sebagai batas Timur kerajaan dan Spanyol serta Prancis sebagai batas baratnya. Perekonomian kian menguat yang menjadikan kerajaan ini sangat kaya dan kondisi sosial pun menjadi stabil.
Meskipun prestasi Bani Umayyah ini cukup mentereng, namun tetap ada pihak-pihak yang tidak menyukai daulah ini dan tetap saja ada masalah yang berpotensi merusak stabilitas negara. Masalah pertama muncul dari orang-orang non-Arab. Bani Umayyah yang merupakan orang Arab asli –dari keturunan Qurasy- menguasai wilayah non-Arab yang amat luas dengan penduduk non-Arab yang memiliki karakter yang berbeda bahkan ideologi yang berbeda pula.
Orang-orang non-Arab yang tidak beragama Islam, mereka diwajibkan membayar pajak sebagaimana orang-orang non-Islam lainnya. Dan pajak yang dipungut oleh pemerintah Umayyah jauh lebih ringan dibandingkan pajak yang dipungut oleh kerajaan Bizantium atau Sasaniah yang menguasai mereka sebelum Umayyah. Adapun umat Islam, mereka tidak dikenakan pajak sama sekali, namun mereka diwajibkan membayar zakat yang lebih rendah nilainya dibanding pajak yang berlaku bagi orang-orang non-Islam.
Hal ini membuat orang-orang non-Islam mulai masuk ke dalam agama Islam dengan motivasi beban ekonomi yang lebih rendah akan mereka dapatkan jika memeluk Islam ditambah lagi mereka juga mendapatkan dana “santunan” setelah memeluk Islam. Seiring waktu semakin banyak orang-orang non-Islam yang berpikiran serupa, mereka pun masuk Islam secara berbondong-bondong. Dari peristiwa ini ada yang menyatakan, hal ini membuat ekonomi Daulah Umayyah mulai limbung. Lalu mereka pun mengubah kebijakan ekonomi dengan tetap memberlakukan pajak bagi orang-orang yang baru masuk Islam. Ternyata dampak dari kebijakan ini sangat besar terhadap stabilitas Daulah Umayyah.
Pertama, menyalahi tuntunan syariat karena Islam tidak mengikat seorang muslim untuk membayar pajak. Kedua, perlakuan yang tidak adil antara sesama umat Islam. Pihak yang lebih awal dibebaskan dari pajak sementara mereka yang masuk Islam belakangan dikenakan pajak sebagai tambahan kas negara. Hal ini sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam dan tuntunan Nabi Muhammad yang mengajarkan keadilan. Ketiga, kebijakan ini juga dihubungkan dengan sikap rasis, karena orang-orang yang baru masuk Islam itu adalah orang-orang non-Arab. Dari sini mulai kondisi tidak stabil terjadi di lingkungan sosial Daulah Umayyah. Orang-orang Arab muslim terkesan mendapat perlakuan lebih sedangkan non-Arab muslim adalah masyarakat kelas dua (inferior).
Permasalahan ini berhasil diselesaikan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 – 720 M). Walaupun kebijakannya ini ditentang oleh keluarga kerajaan, khususnya dari keturunan Khalifah Abdul Malik, karena fasilitas-fasilitas mereka mulai dikurangi oleh Umar bin Abdul Aziz untuk menstabilkan kas negara. Setelah Umar bin Abdul Aziz wafat, kebijakan sebelumnya dikembalikan sebagaimana sedia kala; keluarga kerajaan mendapatkan perlakuan yang istimewa bahkan menzalimi rakyat kelas bawah. Sampai akhirnya mucul usaha serius dari rakyat untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Umayyah.
Pemberontakan
Sebagaimana yang telah masyhur dalam sejarah, Daulah Bani Umayyah ini runtuh karena pemberontakan orang-orang Abbasiyah. Namun, sebelum itu juga pernah terjadi beberapa pemberontakan bahkan di awal-awal pemerintahan dinasti ini. Diantaranya keinginan penduduk Kufah mengangkat cucu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai khalifah yang berujung dengan tewasnya beliau karena penghianatan orang-orang Kufah sendiri. Kemudian dakwah serupa yang juga didukung oleh orang-orang Syiah yang mengatasnamakan cucu Husein bin Ali, yakni Zaid bin Ali bin Husein. Kemudian juga gerakan al-Hanafiyah yang mengatasnamakan salah seorang ahlul bait, Muhammad bin al-Hanafiyah.
Sejak saat itu isu keluarga Nabi Muhammad yang lebih berhak menjadi pemimpin dibanding orang-orang Umayyah terus digulirkan. Setelah kelompok Syiah yang mengusung keturunan Ali terus-menerus berusaha mengganggu stabilitas negara, muncul juga kelompok lain dari anak keturunan paman Nabi, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Mereka inilah yang kemudian dikenal dengan Bani Abbasiyah.
Pada tahun 700-an, keluarga Abbasiyah ini lebih banyak bermukim di sebuah daerah yang bernama Humayma, wilayah gurun di Jordania sekarang, dekat dengan pusat pemerintahan Umayyah yang berada di Damaskus. Oleh karena itu, mereka tahu persis keadaan kerajaan karena dapat mengamatinya dari dekat. Mereka juga tahu kapan terjadi ketidakstabilan dalam kerajaan dan menciptakan peluang untuk mengambil alih kekuasaan.
Untuk mewujudkan cita-cita menggulingkan Dinasti Umayyah, orang-orang Abbasiyah melobi umat Islam yang berada di propinsi bekas kerajaan Persia. Mereka dipilih karena mereka orang-orang non-Arab, mereka juga mengusung isu keluarga Nabi yang berhak untuk memimpin umat Islam, dan orang-orang Abbasiyah mempengaruhi mereka dengan klaim bahwa keluarga Ali telah mempusakakan kepemimpinan dari keturunan Abbas bin Abdul Muthalib. Isu ini pun mendapat sambutan baik dari orang-orang Persia dan revolusi pun tinggal menunggu waktu.
Revolusi
Pada tahun 747 M, orang-orang Abbasiyah merasa saat untuk revolusi pun telah tiba. Propinsi pertama yang dikuasai Abbasiyah adalah propinsi Merv, karena banyak pendukung mereka di sana sehingga mudah melengserkan amir kota Merv dari kepemimpinannya. Kemudian mereka beranjak menuju Kufah, salah satu kota basis pendukung mereka juga.

Bertemulah dua kelompok pasukan di Irak; pasukan Daulah Umayyah dengan membawa bendera putih sebagai representasi orang-orang Arab dan pasukan gabungan Abbasiyah, Syiah, dan orang-orang Persia dengan membawa bendera hitam sebagai representasi orang-orang non-Arab. Pertempuran ini terjadi pada 25 Januari tahun 750 di daerah dekat sungai Zab, Irak. Peperangan ini dimenangkan oleh orang-orang Abbasiyah dan pendukungnya, meskipun jumlah mereka lebih sedikit dari pasukan Daulah Umayyah.
Kemenangan ini menandai jatuhnya Daulah Umayyah setelah beberapa kekalahan dalam perang-perang sebelumnya. Khalifah Marwan II melarikan diri ke Mesir lalu ditangkap dan dieksekusi. Saat-saat itu merupakan masa paling mengerikan bagi keturunan Umayyah. Mereka semua ditangkapi dan dibunuh, kecuali Abdurrahman al-Umawi yang berhasil melarikan diri ke Andalusia, Spanyol, lalu mendirikan kerajaan Bani Umayyah II. Setelah itu ia dikenal dengan nama Abrurrahman ad-Dakhil.
Dinasti Abbasiyah pun berdiri menggantikan Dinasti Umayyah memimpin dunia Islam. Khalifah pertama mereka adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib atau yang dikenal dengan Abul Abbas as-Safah. Ia disebut dengan as-Safah yang berarti menumpahkan banyak darah karena ia banyak membunuh manusia sehingga dapat duduk di kursi khalifah.
Kerajaan ini berdiri selama 508 tahun, dan Baghdad sebagai ibu kotanya. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan Islam yang terkuat sepanjang masa dan berhasil menjadikan umat Islam merasakan zaman keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Meskipun berhasil memberikan nilai-nilai keadilan terhadap orang-orang non-Arab dan lebih memberikan peran kepada mereka di masyarakat, namun Dinasti Abbasiyah gagal memenuhi janji mereka untuk mengembalikan era kekhalifahan khulafaur rasyidin di masa pemerintahan mereka.
Penutup
Dari sini dapat kita ketahui bahwa setiap masa kepemimpinan umat ini ada hal-hal yang baik dan ada hal-hal yang buruk dengan kata lain setiap pemerintahan ada nilai lebih dan kurangnya kecuali kepemimpinan Rasulullah dan khulafaur rasyidun. Oleh karena itu, kita syukuri nilai lebihnya dan kita salign menasihati dalam hal-hal yang kurang bukan malah melakukan tindakan-tindakan yang merugikan.
Ditulis oleh Nurfitri Hadi, S.S.,M.A.
Artikel KisahMuslim.com
Sumber:
‘Ashru ad-Daulatain al-Umawiyah wal Abasiyah wa Zhuhuru Fikri al-Khowarij
Al-Bidayah wa an-Nihayah
lostislamichistory.com