Dengan menyebut asma Allah, segala puji
hanya milik-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah atas junjungan
Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam.
Khawarij dan Syi’ah muncul secara bersamaan dalam satu waktu dan dari
satu tempat, akan tetapi sebagian besar dasar pokok dan tujuan mereka
berbeda-beda. Meski begitu keduanya memiliki kesamaan yang nyata dalam beberapa
hal sebagai berikut:
1. Sikap Ghuluw (berlebih-lebihan)
Keduanya bersepakat dalam landasan dasar berbuat ghuluw
(berlebih-lebihan), akan tetapi mereka berselisih pada penerapannya. Ghuluwnya
kelompok Khawarij adalah ekstrem dalam permasalahan agama dan hukum-hukumnya,
bara’ (berlepas diri) dan bersikap keras terhadap orang-orang yang
menyelisihinya. Hal itu berdampak pada pengkafiran (terhadap pemimpin), keluar
(dari kepemimpinannya) dan memeranginya. Sedangkan ghuluw yang dilakukan oleh
Syi’ah adalah terhadap seseorang seperti ghuluw terhadap Ali Radhiyallahu anhu dan
Ahlul Bait serta yang lainnya.
2. Bodoh, dungu dan picik pandangan
Setiap kelompok Khawarij ataupun Syi’ah pada umumnya berpandangan
picik, bodoh dan dungu. Hal yang menunjukkan akan kebodohan Khawarij adalah
sikap mereka terhadap para sahabat dan keluarnya mereka dari pemimpin (imam)
dan jama’ah (kaum muslimin). Sedangkan kebodohan Syi’ah dapat dilihat dari
sikap ghuluw mereka terhadap AliRadhiyallahu anhu, padahal
Ali sendiri berlepas diri dari perbuatan mereka dan pernah menasehati sebagian
kelompok orang dari mereka.
3. Kurang paham terhadap ilmu syar’i dan lemah dalam memahami persoalan
agama
Cirri-ciri yang menonjol kelompok Khawarij adalah tertipu dengan ilmu
(mereka) yang dangkal, tidak punya semangat dalam menuntut dan memperdalam ilmu
(Syar’i). sedangkan Syi’ah, mereka tidak menuntut ilmu dari ahlinya, dan tidak
menimbanya dari para imam Ahlus Sunnah, bahkan sumber-sumber ilmu mereka
berasal dari para pendusta dan pemalsu (hadits). Kedua firqah ini dalam banyak
hal tidak memperhatikan hadits ataupun sunnah kecuali apa yang sesuai dengan
hawa nafsu mereka.
4. Menjauhi sunnah dan keluar dari pemimpin dan jama’ah kaum muslimin.
Khawarij telah keluar dari jama’ah dalam permasalahan keyakinan
(aqidah) dan perbuatan, mereka menentang para imam kaum muslimin dengan
mengangkat pedang. Adapun Syi’ah / Rafidhah, mereka keluar dari jama’ah dalam
masalah keyakinan dan perbuatan serta berpandangan untuk menentang dengan
mengangkat pedang, akan tetapi disyaratkan –sesuai pandangan mereka- munculnya
imam Mahdi yang mereka klaim. Oleh karenanya mereka selalu berlomba-lomba untuk
menciderai kaum muslimin. (hal itu terbukti dalam sejarah kekejaman Syi’ah
sepanjang masa).
5. Enggan beramal dengan dasar hadits dan atsar salaf:
Semua kelompok Khawarij dan Syi’ah tidak berpedoman pada sunnah yang
shahih ataupun sunnah yang banyak dilakukan umat Islam kecuali jika mereka
memandang bahwa sunnah tersebut dapat menopang hawa nafsunya. Dan mereka ini
juga menjauhi atsar para salaf.
6. Rusaknya pemahaman mereka terhadap para sahabat:
Khawarij mengkafirkan sebagian sahabat seperti Ali, Utsman, Mua’wiyah,
Abu Musa al-Asy’ari dan ‘Amru bin al-‘Ash Radhiyallahu anhum, serta
para sahabat yang ikut dalam perang Jamal dan Shiffin dan yang lainnya. Mereka
juga mencela dan mencacat sebgaian kaum salaf. Adapun Syi’ah (Rafidhah), mereka
mengkafirkan seluruh sahabat dan sama sekali tidak memberikan pujian kepada
mereka kecuali kepada sejumlah kecil saja dari sahabat itu, mereka mencela
setiap kaum salaf dan para pemuka agama terlebih lagi adalah para pengikut
Ahlus Sunnah.
7. Mengkafirkan orang yang berbeda dengan mereka dari kalangan kaum
muslimin:
Khawarij dan Syi’ah, keduanya mengkafirkan kaum muslimin lantaran
berbeda pendapat dengan mereka walaupun dasar pengkafiran kedua kelompok
tersebut saling berbeda. Khawarij mengkafirkan sebagian sahabat disebabkan oleh
pengamalan dan penentuan masalah tahkim, mengkafirkan
pelaku dosa besar dari kaum muslimin serta mengkafirkan setiap orang yang
menyelisihi mereka dan tidak bergabung dengan pasukan mereka, dengan beberapa
perbedaan dari mereka tentang derajat kekafiran, antara kufur lantaran syirik
atau kufur terhadap nikmat Allah. Sedangkan Rafidhah (Syi’ah) mengkafirkan
seluruh para sahabat dan mengklaim bahwa mereka telah murtad (kecuali sebagian
kecil sahabat, yang tidak lebih dari tujuh orang saja, menurut sebagian
mereka). Yang jelas, keduanya mengkafirkan seluruh kaum muslimin, baik pemimpin
ataupun kalangan awamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Dasar pernyataan Rafidhah adalah bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memberikan
nash (wasiat) kepada Ali secara jelas karena beliau telah udzur, Ali adalah
imam yang ma’shum, barang siapa menyelisihinya berarti kafir, kaum muhajirin
dan anshar menyembunyikan nash (wasiat), telah berbuat dhalim dan melampaui
batas, bahkan (Syi’ah) telah mengkafirkan mereka (sahabat) kecuali sejumlah
kecil saja dari mereka, sekitar belasan atau lebih. Mereka menyatakan;
sesungguhnya Abu Bakar dan Umar serta yang semisalnya masih tergolong munafiq.
Mereka katakan; (para sahabat) sempat beriman kemudian berubah menjadi kafir.
Mayoritas mereka mengkafirkan orang yang meyelisihi ucapan mereka, dan
menamakan diri mereka sebagai orang-orang mukmin sedang orang yang
menyelisihinya mereka anggap kafir, kota-kota Islam yang tidak boleh muncul
perkataan (keyakinan) mereka di sana mereka anggap sebagai Negara murtad (daar
riddah), lebih buruk dari kota-kota kaum musyrikin dan nashrani.
Oleh karenanya mereka loyal kepada bangsa yahudi, nashrani dan kaum
musyrikin atas sebagian jumhur kaum muslimin, mereka loyal kepada bangsa Eropa
yang nashrani atas jumhur kaum muslimin, begitu juga mereka loyal kepada bangsa
yahudi di atas jumhur kaum muslimin. Dari mereka muncul induk-induk kezindikan
dan kemunafikan, seperti kezindikan Qaramithah aliran kebatinan dan yang
semisal mereka, tidak diragukan bahwa merekalah kelompok pembuat bid’ah
(membuat hal baru yang menyimpang) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan ini
mereka adalah orang-orang yang terkenal oleh masyarakat umum dengan
penyimpangannya terhadap sunnah, kebanyakan masyarakat umum tidak mengenal
(kebencian yang amat sangat) terhadap orang sunni melainkan dari orang rafidhi
(rafidhah syi’ah), jika seseorang berkata: saya sunni maknanya dia bukan
seorang rafidhah (syi’ah).
Dan tidak ragu pula bahwa mereka (syi’ah) lebih buruk dari pada
kelompok khawarij; meski pada permulaan Islam, khawarij mengangkat pedang menentang
ahlul jama’ah (kaum muslimin). Loyalitas mereka (syi’ah) kepada kaum kafir
lebih besar dari pada pedang-pedangnya kaum Khawarij. Aliran (syi’ah)
Qaramithah dan Isma’iliyah serta yang semisalnya termasuk kelompok yang
memerangi ahlul jama’ah meski mereka menisbatkan diri kepada ahlul jama’ah.
Khawarij terkenal dengan kejujurannya sedangkan Rafidhah (syi’ah) terkenal
dengan kedustaannya. Khawarij keluar (lepas) dari Islam sementara mereka
(syi’ah) menentang Islam.” [fnoor/m.a/syiahindonesia.com]
Mana yang Lebih Berbahaya, Syi’ah atau Khawarij?
Syiah dan Khawarij merupakan dua sekte yang muncul secara bersamaan
dalam satu waktu bahkan dari sumber yang sama. Meski demikian di antara
keduanya ada kesamaan dalam sebagian perkara dan ada perbedaan dalam beberapa
perkara lainnya.
Seorang pemerhati dunia Syiah yang berasal dari Mesir, Abdul Malik bin
Abdurrahman as Syafi’i dalam bukunya al
Fikr at Takfiri ‘Inda as Syi’ah Haqiqah am Iftira’ (Pemikiran Mudah
Mengkafirkan Dalam Syiah: Nyata atau Mengada-ada?) menyatakan, “Syiah dan
Khawarij berkolaborasi dalam menebarkan ide-ide takfir dan dalam memusuhi kaum
muslimin. Hanya saja kalangan Khawarij melakukan takfir secara terang-terangan
dan terbuka. Seperti mereka menyatakan inilah akidah kami. Lain halnya dengan
kalangan Syiah yang menyembunyikan pemikiran takfirnya dan tidak memunculkannya
di hadapan kaum muslimin. Padahal buku-buku otoritatif mereka penuh dengan
riwayat yang begitu mudah mengkafirkan kaum muslimin.”
Meski demikian, ada beberapa poin kesamaan antara Khawarij dan Syiah. Di
antaranya, mereka sama-sama berpandangan ekstrem, pola pikir yang pendek,
dangkal dalam pemahaman agamanya, mudah mengkafirkan kaum muslimin yang
berseberangan dengan mereka, menolak hadits yang shahih meskipun mutawatir,
taklid kepada para tokoh dan lain-lain.
Kemudian muncul pertanyaan, manakah yang paling berbahaya antara Syiah
dan Khawarij? Jika ditelusuri lebih lanjut kesamaan dan perbedaan antara kedua
sekte tersebut maka dapat dipastikan bahwa Syiah jauh lebih berbahaya dari pada
kalangan Khawarij.
Di antara karakteristik kalangan Khawarij adalah memerangi kaum muslimin
dan membiarkan kaum paganisme. Sementara kalangan Syiah senantiasa membantu
kaum kafir dalam memerangi kaum muslimin, mereka tunduk kepada kaum kafir dan
mereka menjadi mitra kaum kafir. Sikap kalangan Syiah ini sebagaimana yang bisa
kita lihat baik di Iran, Iraq, Lebanon, Yaman, Indonesia dan negara-negara
lainnya. Kalangan Syiah begitu mesra berdampingan dengan kaum kafir dari
kalangan Yahudi, Nashara, dan sekte-sekte sesat.
Kalangan Khawarij generasi awal mengkafirkan Ali bin Abi Thalib,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin ‘Ash. Sementara kalangan Syi’ah
mengkafirkan seluruh sahabat kecuali hanya segelintir. Kalangan Syiah
mengkafirkan para sahabat yang mulia seperti Abu Bakar, Umar bin Khathtab,
Utsman bin Affan dan istri-istri Nabi.
Pengkafiran terhadap sosok-sosok yang mulia bisa dilihat dalam ritual
Idul Ghadir yang telah lalu dan bisa ditemukan juga nanti dalam ritual Asyura
mereka di bulan Muharram.
Dengan demikian, Syiah lebih berbahaya dari pada Khawarij, penyimpangan
mereka lebih banyak dari pada penyimpangan Khawarij. Kelompok Syiah
dipenuhi dengan kemunafikan dan ini tidak ditemukan dalam Khawarij dan
pengkafiran yang mereka lakukan pun jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan
vonis kafir yang dilakukan kalangan Khawarij.
Yang jelas, kita berlindung dari dua sekte yang menyimpang ini, dan
tidak bisa berharap banyak dari mereka dalam meninggikan kalimat Allah di muka
bumi.
Penulis : Dr. (cand)
Anung Al-Hamat, Wakil Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Wilayah
DKI dan Ketua Forum Studi Sekte-sekte Islam (FS3I).
Khawarij Muslim Syiah Bukan !
Khawarij itu adalah muslimun yang sesat
dan tidak kafir. Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan di dalam Mushannaf-nya (15/332)
dari Thariq Ibnu Syihab, berkata:
Dulu saya berada di samping Ali Ibnu Abi
Thalib radliyallahu ‘anhu terus beliau ditanya tentang Ahli Nahrawan apakah
mereka itu musyrikin? Maka ia berkata: Dari syirik itu mereka lari,” ditanya
lagi: Apakah mereka itu munafiqun? Ia berkata: Sesungguhnya munafiqin itu tidak
mengingat Allah kecuali sedikit,” ditanya: Maka apa mereka itu? Ia berkata:
Kaum yang aniaya terhadap kita.”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata:
“Dan di antara hal yang menunjukkan
bahwa para sahabat itu tidak mengkafirkan Khawarij adalah bahwa mereka itu
shalat di belakang mereka, dan Abdullah Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu dan para
sahabat lainnya shalat di belakang Najdah Al Haruriy, dan para sahabat juga
mengajak mereka berbicara dan menyapa mereka sebagaimana orang muslim menyapa
orang muslim lainnya, dan sebagaimana Abdullah Ibnu ‘Abbas menjawab surat
Najdah Al Haruriy tatkala dia mengirim serat kepadanya untuk menanyakan
beberapa masalah, dan haditsnya ada di dalam Al Bukhariy, dan sebagaimana
beliau menjawab Nafi’ Ibnu Al Azraq tentang permasalahan yang masyhur, dan
Nafi’ itu mengajaknya diskusi dalam beberapa persoalan dengan Al Qur’an
sebagaimana layaknya dua muslim yang saling berdiskusi. Dan senantiasa sikap
kaum muslimin seperti ini, di mana mereka tidak menjadikan Khawarij itu sebagai
murattdin seperti yang diperangi Ash Shiddiq.”.
Sampai beliau rahimahullah berkata:”Para
sahabat radliyallahu ‘anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
itu tidak mengkafirkan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai murtaddin
serta tidak berbuat aniaya kepada mereka baik dengan ucapan maupun perbuatan,
akan tetapi mereka bertaqwa kepada Allah dalam menyikapi mereka dan
memperlakukan mereka dengan perlakuan yang adil.” Selesai (Minhaj
As Sunnah 5/247).
Al Imam Ibnu Baththal rahimahullah
berkata:”Jumhur ulama berpendapat bahwa Khawarij itu tidak keluar dari barisan
kaum muslimin, berdasarkan sabdanya di dalam hadits “yatamaaraa fil fuuq”
karena tamariy itu tergolong syakk (keraguan), dan bila terjadi keraguan dalm
hal itu maka tidak dipastikan status mereka keluar dari islam, dikarenakan
orang yang telah terbukti keislamaannya dengan meyakinkan adalah tidak
dikeluarkan darinya kecuali dengan meyakinkan pula. Dan berkata: Ali telah
ditanya tentang Ahli Nahrawan, apakah mereka itu kafir? Beliau berkata: Dari
kekafiran itu mereka lari.” Selesai(Fathul
Bari 12/375).
Al Imam An Nawawiy rahimahullah
berkata:”Asy Syafi’iy dan jumhur ulama madzhabnya berpendapat bahwa Khawarij
itu tidak kafir.” Selesai (
Syarh Shahih Muslim 7/225).
Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah
berkata: “Mayoritas Ahlul Ushul dari kalangan Ahlussunnah bahwa Khawarij itu
orang-orang fasiq dan bahwa mereka itu masih berstatus sebagai muslim
dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimah syahadat dan masih komitmen dengan
rukun-rukun Islam, dan sebab mereka fasiq itu adalah dikarenakan mereka
mengkafirkan kaum muslimin seraya bersandar kepada takwil yang rusak dan hal
itu menggiring mereka untuk menghalalkan darah dan harta orang-orang yang
menyelisihi mereka serta memvonis mereka sebagai orang kafir dan musyrik.” Selesai (Fathul
Bari 12/375).
Bahkan Al Imam Al Khaththabiy mengklaim
ijma terhadap sikap tidak mengkafirkan Khawarij, di mana beliau berkata: “Ulama
kaum muslimin telah ijma bahwa Khawarij itu walaupun mereka itu sesat adalah
masih salah satu firqah dari firqah-firqah kaum muslimin, dan para ulama
membolehkan menjalin pernikahan dengan mereka dan memakan sembelihan mereka,
dan bahwa mereka itu tidak kafir selagi masih berpegang dengan Ahlul Islam.” Selesai (Fathul
Bari 12/375).
Maka tidak boleh langsung memerangi
mereka, akan tetapi diterapkan pada mereka tuntunan orang yang paling paham
tentang Khawarij yaitu Al Khalifah Ar Rasyid yang keempat Amirul Mu’minin Ali
Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu, di mana beliau berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya hak kalian atas kami adalah tiga:
1- Kami tidak menghalangi kalian dari shalat di mesjid ini.
2- Kami tidak menghalangi kalian dari bagian kalian dari fai ini selagi
tangan-tangan kalian bersama tangan-tangan kami.
3- Kami tidak akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami.”
Selesai (Riwayat
Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 15/238-327, Ibnu Jarir di dalam Tarikh-nya
5/688, dan Asy Syafi’iy di dalam Al Umm 4/136 sedangkan sanadnya adalah
munqathi’ akan tetapi sanad itu memiliki banyak penguat dan telah diriwayatkan
pada jalur lain, itu dikatakan oleh Al Baniy dalam Irwaul Ghalil 8/117-118).
Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah
berkata:”Khawarij yang mengkafirkan dengan sebab dosa dan mengkafirkan Utsman,
Ali, Thalhah, Az Zubair dan banyak sahabat serta menghalalkan darah dan harta
kaum muslimin kecuali orang yang keluar bersama mereka, maka dhahir ucapan para
fuqaha dari kalangan ulama muta’akkhirin madzhab kami adalah bahwa mereka itu bughat,
status mereka sama dengan status bughat, dan ini adalah pendapat Abu Hanifah,
Asy Syafi’iy, jumhur fuqaha dan banyak ahli hadits.” Selesai (Al
Mughniy 12/238).
Maka bagaimana bisa diperangi dan
dikobarkan semangat untuk memerangi mereka, sedangkan mereka itu tidak memulai
memerangi? Bahkan bagaimana bisa harta mereka, kendaraan-kendaraan mereka dan
maqar-maqar mereka dijadikan ghanimah? Bahkan bagaimana boleh orang-orang yang
terluka dan tawanan-tawanan mereka itu dihabisi dan disiksa? Bahkan bagaimana
isteri-isteri mereka yang merdeka itu dinodai?
Padahal para ulama telah menegaskan di
dalam kitab-kitab mereka terhadap perbedaan antara memerangi kaum muslimin dari
kalangan bughat atau khawarij dengan memerangi kaum musyrikin, sebagaimana yang
dikatakan oleh Al Imam Al Qarafiy rahimahullah:
“Memerangi mereka itu dibedakan dari
memerangi kaum musyrikin dengan sebelas sisi perbedaan: Tujuan memerangi mereka
itu adalah penjeraan bagi mereka bukan membunuh mereka, orang yang melarikan
diri dari mereka tidak dikejar, korban mereka yang luka-luka tidak dihabisi,
tawanan mereka tidak dibunuh, harta mereka tidak dijadikan ghanimah, anak
isteri mereka tidak dijadikan sabaya (budak-budak), dalam memerangi mereka
tidak boleh meminta bantuan orang musyrik, tidak menjalin damai dengan mereka
dengan bayaran harta, tidak dipasang pelontar (semacam mortir) terhadap mereka,
rumah-rumah mereka tidak dibakar dan pohon-pohon mereka tidak ditebang.” Selesai (Anwarul
Buruq Fi Anwa’I’ll Furuq 4/172).
Kemudian
seandainya atas analogi bolehnya memerangi mereka secara asal, maka apakah
boleh memerangi mereka pada saat kondisi sedang memerangi Nushairiyyah dan
Rafidlah?
Al Imam Syamsuddien Adz Dzahabiy berkata
dalam biografi Al Imam Abu Al Fadlli Al ‘Abbas Al Mumsiy rahimahullah:
“Tatkala Abu Yazid Mukhallad Ibnu Kandad
Al A’raj pimpinan Khawarij menentang Banu ‘Ubaid, maka Al Mumsiy ini keluar
bersamanya dengan sejumlah ulama Qairuwan dikarenakan dasyatnya bencana yang
menimpa mereka, di mana sesungguhnya Al ‘Ubaidiy ini telah terbongkar
hakikatnya dan dia menampakkan apa yang disembunyikan batinnya, sampai mereka
mengikat Hasan Adl Dlarir As Sabab di jalanan dengan sajak yang mereka
nukilkan, dia mengatakan: “Laknatlah goa dan apa yang ada di dalamnya, dan
(laknatlah) selimut dan apa yang ditutupinya, serta hal lainnya, dan
barangsiapa mengingkari(nya), maka dipenggal leherrnya.
Dan itu pada awal kekuasaan Raja Ketiga
Ismail, maka Mukhallad Az Zalatiy tersebut penguasa Himarah, sedangkan dia itu
orang yang zuhud, dan yang lainpun ikut bangkit mengikutinya, sehingga dia bisa
menaklukan negeri-negeri dan merampas kota Qairuwan, akan tetapi Khawarij
melakukan setiap keburukan, sampai para ulama-pun mendatangi Abu Yazid untuk
mencelanya. Maka dia berkata: Menjarah kalian adalah halal bagi kami” maka
mereka-pun berbuat lembut kepadanya sampai dia memerintahkan orang-orang agar
menahan tangan, dan Al ‘Ubaidiy itu berlindung di benteng Mahdiyyah..”.
Sampai beliau rahimahullah
berkata:”Khawarij itu adalah musuh kaum muslimin, dan adapun Ubaidiyyah
Bathiniyyah itu maka mereka itu musuh Allah dan Rasul-Nya.” (Siyar A’lamin
Nubala 15/372).
Jadi inilah madzhab yang shahih dan
pendapat yang rajih, bukan seperti apa yang difatwakan oleh setiap orang busuk.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:”Bila penegakkan kewajiban
berupa ilmu, jihad dan lainnya itu tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan orang
yang padanya ada bid’ah – yang bahayanya lebih rendah dari bahaya peninggalan
kewajiban itu – maka peraihan mashlahat kewajiban dengan disertai mafsadah yang
lemah bersamanya adalah lebih baik dari sebaliknya.” Selesai(Majmu’
Al Fatawa 28/212).
Orang yang mengikuti Al Haq maka dia
akan merasa cukup dengan satu dalil, dan adapun orang yang mengikuti hawa nafsu
maka seribu dalil-pun tidak akan cukup baginya! Allah Ta’ala
berfirman:”Sungguh, orang-orang yang telah di pastikan mendapat ketetapan
Tuhanmu, tidaklah akan beriman. Meskipun mereka mendapatkan tanda-tanda
(kebesaran Allah), hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (Yunus: 96-97).
Dan barangsiapa yang menolak dan kembali
menuduh setelah bukti-bukti penjelasan yang terang ini, maka mari berdiskusi
ilmiyyah dan beradu hujjah! Alangkah indahnya apa yang diriwayatkan dari Umar
Ibnu Abdil Aziz radliyallahu ‘anhu, bahwa ia mengirim surat kepada Syaudzab Al
Kharijiy, di mana di dalam isi surat itu berkata:”Telah sampai kepadaku bahwa
kamu memberontak sebagai bentuk marah karena Allah dan Nabi-Nya, sedangkan kamu
tidak lebih utama dengan hal itu dari diriku, maka marilah ke sini kita
berdiskusi, kemudian bila Al Haq ada pada kami maka kamu masuk dalam ketaatan
yang dilakukan manusia, dan bila kebenaran itu ada pada dirimu maka kami akan
meninjau urusan kami.” Selesai(Silahkan
rujuk diskusi yang terjadi antara Umar dengan Syaudzab pada Ibnul Hakam hal:
99-102).
Dan akhir seruan kami adalah
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada
Nabi paling mulia dan imam para Rasul. Cukuplah Allah bagi kami dan Dia
sebaik-baiknya penolong.
Dikutip/dimodifikasi dari tulisan Abu Humam Bakr Ibnu Abdil
Aziz Al Atsariy (18/3/1435H / 19/1/2014M).
Diterjemahkan oleh Abu Sulaiman Al Arkhabiliy pada tanggal 01/4/1435H