Saturday, April 25, 2015

Persamaan Syiah (Rafidhah) Dengan Khawarij

Dengan menyebut asma Allah, segala puji hanya milik-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah atas junjungan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Khawarij dan Syi’ah muncul secara bersamaan dalam satu waktu dan dari satu tempat, akan tetapi sebagian besar dasar pokok dan tujuan mereka berbeda-beda. Meski begitu keduanya memiliki kesamaan yang nyata dalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Sikap Ghuluw (berlebih-lebihan)

Keduanya bersepakat dalam landasan dasar berbuat ghuluw (berlebih-lebihan), akan tetapi mereka berselisih pada penerapannya. Ghuluwnya kelompok Khawarij adalah ekstrem dalam permasalahan agama dan hukum-hukumnya, bara’ (berlepas diri) dan bersikap keras terhadap orang-orang yang menyelisihinya. Hal itu berdampak pada pengkafiran (terhadap pemimpin), keluar (dari kepemimpinannya) dan memeranginya. Sedangkan ghuluw yang dilakukan oleh Syi’ah adalah terhadap seseorang seperti ghuluw terhadap Ali Radhiyallahu anhu dan Ahlul Bait serta yang lainnya.

2. Bodoh, dungu dan picik pandangan

Setiap kelompok Khawarij ataupun Syi’ah pada umumnya berpandangan picik, bodoh dan dungu. Hal yang menunjukkan akan kebodohan Khawarij adalah sikap mereka terhadap para sahabat dan keluarnya mereka dari pemimpin (imam) dan jama’ah (kaum muslimin). Sedangkan kebodohan Syi’ah dapat dilihat dari sikap ghuluw mereka terhadap AliRadhiyallahu anhu, padahal Ali sendiri berlepas diri dari perbuatan mereka dan pernah menasehati sebagian kelompok orang dari mereka.
3. Kurang paham terhadap ilmu syar’i dan lemah dalam memahami persoalan agama
Cirri-ciri yang menonjol kelompok Khawarij adalah tertipu dengan ilmu (mereka) yang dangkal, tidak punya semangat dalam menuntut dan memperdalam ilmu (Syar’i). sedangkan Syi’ah, mereka tidak menuntut ilmu dari ahlinya, dan tidak menimbanya dari para imam Ahlus Sunnah, bahkan sumber-sumber ilmu mereka berasal dari para pendusta dan pemalsu (hadits). Kedua firqah ini dalam banyak hal tidak memperhatikan hadits ataupun sunnah kecuali apa yang sesuai dengan hawa nafsu mereka.

4. Menjauhi sunnah dan keluar dari pemimpin dan jama’ah kaum muslimin.

Khawarij telah keluar dari jama’ah dalam permasalahan keyakinan (aqidah) dan perbuatan, mereka menentang para imam kaum muslimin dengan mengangkat pedang. Adapun Syi’ah / Rafidhah, mereka keluar dari jama’ah dalam masalah keyakinan dan perbuatan serta berpandangan untuk menentang dengan mengangkat pedang, akan tetapi disyaratkan –sesuai pandangan mereka- munculnya imam Mahdi yang mereka klaim. Oleh karenanya mereka selalu berlomba-lomba untuk menciderai kaum muslimin. (hal itu terbukti dalam sejarah kekejaman Syi’ah sepanjang masa).

5. Enggan beramal dengan dasar hadits dan atsar salaf:

Semua kelompok Khawarij dan Syi’ah tidak berpedoman pada sunnah yang shahih ataupun sunnah yang banyak dilakukan umat Islam kecuali jika mereka memandang bahwa sunnah tersebut dapat menopang hawa nafsunya. Dan mereka ini juga menjauhi atsar para salaf.

6. Rusaknya pemahaman mereka terhadap para sahabat:

Khawarij mengkafirkan sebagian sahabat seperti Ali, Utsman, Mua’wiyah, Abu Musa al-Asy’ari dan ‘Amru bin al-‘Ash Radhiyallahu anhum, serta para sahabat yang ikut dalam perang Jamal dan Shiffin dan yang lainnya. Mereka juga mencela dan mencacat sebgaian kaum salaf. Adapun Syi’ah (Rafidhah), mereka mengkafirkan seluruh sahabat dan sama sekali tidak memberikan pujian kepada mereka kecuali kepada sejumlah kecil saja dari sahabat itu, mereka mencela setiap kaum salaf dan para pemuka agama terlebih lagi adalah para pengikut Ahlus Sunnah.

7. Mengkafirkan orang yang berbeda dengan mereka dari kalangan kaum muslimin:

Khawarij dan Syi’ah, keduanya mengkafirkan kaum muslimin lantaran berbeda pendapat dengan mereka walaupun dasar pengkafiran kedua kelompok tersebut saling berbeda. Khawarij mengkafirkan sebagian sahabat disebabkan oleh pengamalan dan penentuan masalah tahkim, mengkafirkan pelaku dosa besar dari kaum muslimin serta mengkafirkan setiap orang yang menyelisihi mereka dan tidak bergabung dengan pasukan mereka, dengan beberapa perbedaan dari mereka tentang derajat kekafiran, antara kufur lantaran syirik atau kufur terhadap nikmat Allah. Sedangkan Rafidhah (Syi’ah) mengkafirkan seluruh para sahabat dan mengklaim bahwa mereka telah murtad (kecuali sebagian kecil sahabat, yang tidak lebih dari tujuh orang saja, menurut sebagian mereka). Yang jelas, keduanya mengkafirkan seluruh kaum muslimin, baik pemimpin ataupun kalangan awamnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Dasar pernyataan Rafidhah adalah bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memberikan nash (wasiat) kepada Ali secara jelas karena beliau telah udzur, Ali adalah imam yang ma’shum, barang siapa menyelisihinya berarti kafir, kaum muhajirin dan anshar menyembunyikan nash (wasiat), telah berbuat dhalim dan melampaui batas, bahkan (Syi’ah) telah mengkafirkan mereka (sahabat) kecuali sejumlah kecil saja dari mereka, sekitar belasan atau lebih. Mereka menyatakan; sesungguhnya Abu Bakar dan Umar serta yang semisalnya masih tergolong munafiq. Mereka katakan; (para sahabat) sempat beriman kemudian berubah menjadi kafir. Mayoritas mereka mengkafirkan orang yang meyelisihi ucapan mereka, dan menamakan diri mereka sebagai orang-orang mukmin sedang orang yang menyelisihinya mereka anggap kafir, kota-kota Islam yang tidak boleh muncul perkataan (keyakinan) mereka di sana mereka anggap sebagai Negara murtad (daar riddah), lebih buruk dari kota-kota kaum musyrikin dan nashrani.

Oleh karenanya mereka loyal kepada bangsa yahudi, nashrani dan kaum musyrikin atas sebagian jumhur kaum muslimin, mereka loyal kepada bangsa Eropa yang nashrani atas jumhur kaum muslimin, begitu juga mereka loyal kepada bangsa yahudi di atas jumhur kaum muslimin. Dari mereka muncul induk-induk kezindikan dan kemunafikan, seperti kezindikan Qaramithah aliran kebatinan dan yang semisal mereka, tidak diragukan bahwa merekalah kelompok pembuat bid’ah (membuat hal baru yang menyimpang) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan ini mereka adalah orang-orang yang terkenal oleh masyarakat umum dengan penyimpangannya terhadap sunnah, kebanyakan masyarakat umum tidak mengenal (kebencian yang amat sangat) terhadap orang sunni melainkan dari orang rafidhi (rafidhah syi’ah), jika seseorang berkata: saya sunni maknanya dia bukan seorang rafidhah (syi’ah).

Dan tidak ragu pula bahwa mereka (syi’ah) lebih buruk dari pada kelompok khawarij; meski pada permulaan Islam, khawarij mengangkat pedang menentang ahlul jama’ah (kaum muslimin). Loyalitas mereka (syi’ah) kepada kaum kafir lebih besar dari pada pedang-pedangnya kaum Khawarij. Aliran (syi’ah) Qaramithah dan Isma’iliyah serta yang semisalnya termasuk kelompok yang memerangi ahlul jama’ah meski mereka menisbatkan diri kepada ahlul jama’ah. Khawarij terkenal dengan kejujurannya sedangkan Rafidhah (syi’ah) terkenal dengan kedustaannya. Khawarij keluar (lepas) dari Islam sementara mereka (syi’ah) menentang Islam.” [fnoor/m.a/syiahindonesia.com]

Mana yang Lebih Berbahaya, Syi’ah atau Khawarij?

Syiah dan Khawarij merupakan dua sekte yang muncul secara bersamaan dalam satu waktu bahkan dari sumber yang sama. Meski demikian di antara keduanya ada kesamaan dalam sebagian perkara dan ada perbedaan dalam beberapa perkara lainnya.
Seorang pemerhati dunia Syiah yang berasal dari Mesir, Abdul Malik bin Abdurrahman as Syafi’i dalam bukunya al Fikr at Takfiri ‘Inda as Syi’ah Haqiqah am Iftira’ (Pemikiran Mudah Mengkafirkan Dalam Syiah: Nyata atau Mengada-ada?) menyatakan,  “Syiah dan Khawarij berkolaborasi dalam menebarkan ide-ide takfir dan dalam memusuhi kaum muslimin. Hanya saja kalangan Khawarij melakukan takfir secara terang-terangan dan terbuka. Seperti mereka menyatakan inilah akidah kami. Lain halnya dengan kalangan Syiah yang menyembunyikan pemikiran takfirnya dan tidak memunculkannya di hadapan kaum muslimin. Padahal buku-buku otoritatif mereka penuh dengan riwayat yang begitu mudah mengkafirkan kaum muslimin.”
Meski demikian, ada beberapa poin kesamaan antara Khawarij dan Syiah. Di antaranya, mereka sama-sama berpandangan ekstrem, pola pikir yang pendek, dangkal dalam pemahaman agamanya, mudah mengkafirkan kaum muslimin yang berseberangan dengan mereka, menolak hadits yang shahih meskipun mutawatir, taklid kepada para tokoh dan lain-lain.
Kemudian muncul pertanyaan, manakah yang paling berbahaya antara Syiah dan Khawarij? Jika ditelusuri lebih lanjut kesamaan dan perbedaan antara kedua sekte tersebut maka dapat dipastikan bahwa Syiah jauh lebih berbahaya dari pada kalangan Khawarij.
Di antara karakteristik kalangan Khawarij adalah memerangi kaum muslimin dan membiarkan kaum paganisme. Sementara kalangan Syiah senantiasa membantu kaum kafir dalam memerangi kaum muslimin, mereka tunduk kepada kaum kafir dan mereka menjadi mitra kaum kafir. Sikap kalangan Syiah ini sebagaimana yang bisa kita lihat baik di Iran, Iraq, Lebanon, Yaman, Indonesia dan negara-negara lainnya. Kalangan Syiah begitu mesra berdampingan dengan kaum kafir dari kalangan Yahudi, Nashara, dan sekte-sekte sesat.
Kalangan Khawarij generasi awal mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin ‘Ash. Sementara kalangan Syi’ah mengkafirkan seluruh sahabat kecuali hanya segelintir. Kalangan Syiah mengkafirkan para sahabat yang mulia seperti Abu Bakar, Umar bin Khathtab, Utsman bin Affan dan istri-istri Nabi.
Pengkafiran terhadap sosok-sosok yang mulia bisa dilihat dalam ritual Idul Ghadir yang telah lalu dan bisa ditemukan juga nanti dalam ritual Asyura mereka di bulan Muharram.
Dengan demikian, Syiah lebih berbahaya dari pada Khawarij, penyimpangan mereka lebih banyak dari pada penyimpangan Khawarij. Kelompok Syiah dipenuhi dengan kemunafikan dan ini tidak ditemukan dalam Khawarij dan pengkafiran yang mereka lakukan pun jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan vonis kafir yang dilakukan kalangan Khawarij.
Yang jelas, kita berlindung dari dua sekte yang menyimpang ini, dan tidak bisa berharap banyak dari mereka dalam meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Penulis : Dr. (cand) Anung Al-Hamat, Wakil Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Wilayah DKI dan Ketua Forum Studi Sekte-sekte Islam (FS3I).

Khawarij Muslim Syiah Bukan !
Khawarij itu adalah muslimun yang sesat dan tidak kafir. Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan di dalam Mushannaf-nya (15/332) dari Thariq Ibnu Syihab, berkata:
Dulu saya berada di samping Ali Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu terus beliau ditanya tentang Ahli Nahrawan apakah mereka itu musyrikin? Maka ia berkata: Dari syirik itu mereka lari,” ditanya lagi: Apakah mereka itu munafiqun? Ia berkata: Sesungguhnya munafiqin itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit,” ditanya: Maka apa mereka itu? Ia berkata: Kaum yang aniaya terhadap kita.”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Dan di antara hal yang menunjukkan bahwa para sahabat itu tidak mengkafirkan Khawarij adalah bahwa mereka itu shalat di belakang mereka, dan Abdullah Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu dan para sahabat lainnya shalat di belakang Najdah Al Haruriy, dan para sahabat juga mengajak mereka berbicara dan menyapa mereka sebagaimana orang muslim menyapa orang muslim lainnya, dan sebagaimana Abdullah Ibnu ‘Abbas menjawab surat Najdah Al Haruriy tatkala dia mengirim serat kepadanya untuk menanyakan beberapa masalah, dan haditsnya ada di dalam Al Bukhariy, dan sebagaimana beliau menjawab Nafi’ Ibnu Al Azraq tentang permasalahan yang masyhur, dan Nafi’ itu mengajaknya diskusi dalam beberapa persoalan dengan Al Qur’an sebagaimana layaknya dua muslim yang saling berdiskusi. Dan senantiasa sikap kaum muslimin seperti ini, di mana mereka tidak menjadikan Khawarij itu sebagai murattdin seperti yang diperangi Ash Shiddiq.”.
Sampai beliau rahimahullah berkata:”Para sahabat radliyallahu ‘anhum dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik itu tidak mengkafirkan mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai murtaddin serta tidak berbuat aniaya kepada mereka baik dengan ucapan maupun perbuatan, akan tetapi mereka bertaqwa kepada Allah dalam menyikapi mereka dan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang adil.” Selesai (Minhaj As Sunnah 5/247).
Al Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata:”Jumhur ulama berpendapat bahwa Khawarij itu tidak keluar dari barisan kaum muslimin, berdasarkan sabdanya di dalam hadits “yatamaaraa fil fuuq” karena tamariy itu tergolong syakk (keraguan), dan bila terjadi keraguan dalm hal itu maka tidak dipastikan status mereka keluar dari islam, dikarenakan orang yang telah terbukti keislamaannya dengan meyakinkan adalah tidak dikeluarkan darinya kecuali dengan meyakinkan pula. Dan berkata: Ali telah ditanya tentang Ahli Nahrawan, apakah mereka itu kafir? Beliau berkata: Dari kekafiran itu mereka lari.” Selesai(Fathul Bari 12/375).
Al Imam An Nawawiy rahimahullah berkata:”Asy Syafi’iy dan jumhur ulama madzhabnya berpendapat bahwa Khawarij itu tidak kafir.” Selesai ( Syarh Shahih Muslim 7/225).
Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Mayoritas Ahlul Ushul dari kalangan Ahlussunnah bahwa Khawarij itu orang-orang fasiq dan bahwa mereka itu masih berstatus sebagai muslim dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimah syahadat dan masih komitmen dengan rukun-rukun Islam, dan sebab mereka fasiq itu adalah dikarenakan mereka mengkafirkan kaum muslimin seraya bersandar kepada takwil yang rusak dan hal itu menggiring mereka untuk menghalalkan darah dan harta orang-orang yang menyelisihi mereka serta memvonis mereka sebagai orang kafir dan musyrik.” Selesai (Fathul Bari 12/375).
Bahkan Al Imam Al Khaththabiy mengklaim ijma terhadap sikap tidak mengkafirkan Khawarij, di mana beliau berkata: “Ulama kaum muslimin telah ijma bahwa Khawarij itu walaupun mereka itu sesat adalah masih salah satu firqah dari firqah-firqah kaum muslimin, dan para ulama membolehkan menjalin pernikahan dengan mereka dan memakan sembelihan mereka, dan bahwa mereka itu tidak kafir selagi masih berpegang dengan Ahlul Islam.” Selesai (Fathul Bari 12/375).
Maka tidak boleh langsung memerangi mereka, akan tetapi diterapkan pada mereka tuntunan orang yang paling paham tentang Khawarij yaitu Al Khalifah Ar Rasyid yang keempat Amirul Mu’minin Ali Ibnu Abi Thalib radliyallahu ‘anhu, di mana beliau berkata kepada mereka: “Sesungguhnya hak kalian atas kami adalah tiga:

1- Kami tidak menghalangi kalian dari shalat di mesjid ini.
2- Kami tidak menghalangi kalian dari bagian kalian dari fai ini selagi tangan-tangan kalian bersama tangan-tangan kami.
3- Kami tidak akan memerangi kalian sampai kalian memerangi kami.”
Selesai (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 15/238-327, Ibnu Jarir di dalam Tarikh-nya 5/688, dan Asy Syafi’iy di dalam Al Umm 4/136 sedangkan sanadnya adalah munqathi’ akan tetapi sanad itu memiliki banyak penguat dan telah diriwayatkan pada jalur lain, itu dikatakan oleh Al Baniy dalam Irwaul Ghalil 8/117-118).

Al Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata:”Khawarij yang mengkafirkan dengan sebab dosa dan mengkafirkan Utsman, Ali, Thalhah, Az Zubair dan banyak sahabat serta menghalalkan darah dan harta kaum muslimin kecuali orang yang keluar bersama mereka, maka dhahir ucapan para fuqaha dari kalangan ulama muta’akkhirin madzhab kami adalah bahwa mereka itu bughat, status mereka sama dengan status bughat, dan ini adalah pendapat Abu Hanifah, Asy Syafi’iy, jumhur fuqaha dan banyak ahli hadits.” Selesai (Al Mughniy 12/238).
Maka bagaimana bisa diperangi dan dikobarkan semangat untuk memerangi mereka, sedangkan mereka itu tidak memulai memerangi? Bahkan bagaimana bisa harta mereka, kendaraan-kendaraan mereka dan maqar-maqar mereka dijadikan ghanimah? Bahkan bagaimana boleh orang-orang yang terluka dan tawanan-tawanan mereka itu dihabisi dan disiksa? Bahkan bagaimana isteri-isteri mereka yang merdeka itu dinodai?
Padahal para ulama telah menegaskan di dalam kitab-kitab mereka terhadap perbedaan antara memerangi kaum muslimin dari kalangan bughat atau khawarij dengan memerangi kaum musyrikin, sebagaimana yang dikatakan oleh Al Imam Al Qarafiy rahimahullah:
“Memerangi mereka itu dibedakan dari memerangi kaum musyrikin dengan sebelas sisi perbedaan: Tujuan memerangi mereka itu adalah penjeraan bagi mereka bukan membunuh mereka, orang yang melarikan diri dari mereka tidak dikejar, korban mereka yang luka-luka tidak dihabisi, tawanan mereka tidak dibunuh, harta mereka tidak dijadikan ghanimah, anak isteri mereka tidak dijadikan sabaya (budak-budak), dalam memerangi mereka tidak boleh meminta bantuan orang musyrik, tidak menjalin damai dengan mereka dengan bayaran harta, tidak dipasang pelontar (semacam mortir) terhadap mereka, rumah-rumah mereka tidak dibakar dan pohon-pohon mereka tidak ditebang.” Selesai (Anwarul Buruq Fi Anwa’I’ll Furuq 4/172).
Kemudian seandainya atas analogi bolehnya memerangi mereka secara asal, maka apakah boleh memerangi mereka pada saat kondisi sedang memerangi Nushairiyyah dan Rafidlah?
Al Imam Syamsuddien Adz Dzahabiy berkata dalam biografi Al Imam Abu Al Fadlli Al ‘Abbas Al Mumsiy rahimahullah:
“Tatkala Abu Yazid Mukhallad Ibnu Kandad Al A’raj pimpinan Khawarij menentang Banu ‘Ubaid, maka Al Mumsiy ini keluar bersamanya dengan sejumlah ulama Qairuwan dikarenakan dasyatnya bencana yang menimpa mereka, di mana sesungguhnya Al ‘Ubaidiy ini telah terbongkar hakikatnya dan dia menampakkan apa yang disembunyikan batinnya, sampai mereka mengikat Hasan Adl Dlarir As Sabab di jalanan dengan sajak yang mereka nukilkan, dia mengatakan: “Laknatlah goa dan apa yang ada di dalamnya, dan (laknatlah) selimut dan apa yang ditutupinya, serta hal lainnya, dan barangsiapa mengingkari(nya), maka dipenggal leherrnya.
Dan itu pada awal kekuasaan Raja Ketiga Ismail, maka Mukhallad Az Zalatiy tersebut penguasa Himarah, sedangkan dia itu orang yang zuhud, dan yang lainpun ikut bangkit mengikutinya, sehingga dia bisa menaklukan negeri-negeri dan merampas kota Qairuwan, akan tetapi Khawarij melakukan setiap keburukan, sampai para ulama-pun mendatangi Abu Yazid untuk mencelanya. Maka dia berkata: Menjarah kalian adalah halal bagi kami” maka mereka-pun berbuat lembut kepadanya sampai dia memerintahkan orang-orang agar menahan tangan, dan Al ‘Ubaidiy itu berlindung di benteng Mahdiyyah..”.
Sampai beliau rahimahullah berkata:”Khawarij itu adalah musuh kaum muslimin, dan adapun Ubaidiyyah Bathiniyyah itu maka mereka itu musuh Allah dan Rasul-Nya.” (Siyar A’lamin Nubala 15/372).
Jadi inilah madzhab yang shahih dan pendapat yang rajih, bukan seperti apa yang difatwakan oleh setiap orang busuk. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:”Bila penegakkan kewajiban berupa ilmu, jihad dan lainnya itu tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan orang yang padanya ada bid’ah – yang bahayanya lebih rendah dari bahaya peninggalan kewajiban itu – maka peraihan mashlahat kewajiban dengan disertai mafsadah yang lemah bersamanya adalah lebih baik dari sebaliknya.” Selesai(Majmu’ Al Fatawa 28/212).
Orang yang mengikuti Al Haq maka dia akan merasa cukup dengan satu dalil, dan adapun orang yang mengikuti hawa nafsu maka seribu dalil-pun tidak akan cukup baginya! Allah Ta’ala berfirman:”Sungguh, orang-orang yang telah di pastikan mendapat ketetapan Tuhanmu, tidaklah akan beriman. Meskipun mereka mendapatkan tanda-tanda (kebesaran Allah), hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.” (Yunus: 96-97).
Dan barangsiapa yang menolak dan kembali menuduh setelah bukti-bukti penjelasan yang terang ini, maka mari berdiskusi ilmiyyah dan beradu hujjah! Alangkah indahnya apa yang diriwayatkan dari Umar Ibnu Abdil Aziz radliyallahu ‘anhu, bahwa ia mengirim surat kepada Syaudzab Al Kharijiy, di mana di dalam isi surat itu berkata:”Telah sampai kepadaku bahwa kamu memberontak sebagai bentuk marah karena Allah dan Nabi-Nya, sedangkan kamu tidak lebih utama dengan hal itu dari diriku, maka marilah ke sini kita berdiskusi, kemudian bila Al Haq ada pada kami maka kamu masuk dalam ketaatan yang dilakukan manusia, dan bila kebenaran itu ada pada dirimu maka kami akan meninjau urusan kami.” Selesai(Silahkan rujuk diskusi yang terjadi antara Umar dengan Syaudzab pada Ibnul Hakam hal: 99-102).
Dan akhir seruan kami adalah Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi paling mulia dan imam para Rasul. Cukuplah Allah bagi kami dan Dia sebaik-baiknya penolong.
Dikutip/dimodifikasi dari tulisan Abu Humam Bakr Ibnu Abdil Aziz Al Atsariy (18/3/1435H / 19/1/2014M).
Diterjemahkan oleh Abu Sulaiman Al Arkhabiliy pada tanggal 01/4/1435H